Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktik kefarmasian di Indonesia yang meliputi pembuatan termasuk

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan

distribusi obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, dalam hal ini peraturan pemerintah (PP) tentang pekerjaan

kefarmasian. Pelayanan kesehatan yang berkualitas akan terwujud bila masing-

masing elemennya ditangani dan dikelola secara profesional oleh orang-orang

yang kompeten dan memiliki wewenang untuk itu. Pelayananobat/kefarmasian

sebagai elemen yang tidak terpisahkan dalam system pelayanan kesehatan

merupakan tanggungjawab tenaga kefarmasian sebagaimana diatur dalam PP

No.51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian yaitu penyimpanan,

pendistribusian atau penyaluran obat, dan pengelolaan obat merupakan salah satu

pekerjaan kefarmasian dan fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi

yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi disebut

instalasi sediaan farmasi dan pedagang besar farmasi (Presiden Republik

Indonesia, 2009)

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan

hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat

dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa obat

harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker harus

1
menetapkan Standar Prosedur Operasional dalam melakukan pekerjaan

kefarmasian. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan

diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Apoteker di fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan

farmasi juga harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang

ditetapkan oleh Menteri. Dengan demikian, peran Apoteker dalam fasilitas

distribusi sangat dibutuhkan untuk menjamin mutu, khasiat dan keamanan sediaan

farmasi di sepanjang jalur distribusi, agar tidak terjadi penyimpangan dan

penyalahgunaan. Apoteker sebagai penanggungjawab harus kompeten

dibidangnya dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan kode etik

keprofesian dan aturan perundang-undangan. Dalam rangka melatih kompetensi

calon Apoteker dalam bidang distribusi. Program Studi Profesi Apoteker

mengadakan Praktek Kerja Profesi di fasilitas distribusi yaitu PBF PT. Rajawali

Nusindo Cabang Padang. Kegiatan Praktek Kerja Profesi di PBF yang

menyangkut distribusi obat meliputi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran

obat dari produsen hingga ketangan konsumen. Penerapan terhadap aspek CDOB

diharapkan dapat mempertahankan dan memastikan bahwa mutu obat yang

diterima oleh pasien sama dengan mutu obat yang dikeluarkan industry farmasi.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PBF

1. Mahasiswa mampu memahami tugas dan peranan Apoteker di PBF

serta berkompeten di bidangnya sesuai dengan Kompetensi Dasar

Apoteker Indonesia.

2
2. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi

dan tanggung jawab apoteker dalam distribusi atau penyaluran sediaan

farmasi dan alkes.

3. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,

keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan

kefarmasi dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alkes.

4. Memberi kesempatan pada calon apoteker untuk melihat dan

mempelajari strategi dan kegiatan- kegiatan yang dapat dilakukan

dalam rangka pengembangan pengerjaan kefarmasian dalam distribusi

atau penyaluran sediaan farmasi dan alkes,

5. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai

tenaga farmasi yang profesional di PBF.

6. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian

di bidang bisnis pada PBF.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker di PBF

1. Mengetahui, memahami dan mampu mengerjakan tangung jawab

apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian dan distribusi atau

penyaluran sediaan farmasi dan alkes.

2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian

dalam distribusi atau penyaluran sediaan dan alkes.

3. Mendapatkan pengetahuan manajemen kewirausahaan praktis

kefarmasian.

4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang

profesional yang berwirausaha.

3
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di

PBF

Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama 1 bulan, mulai dari

tanggal 09 Mei sampai 04 Juni 2022 yaitu di Rajawali Nusindo cabang Padang.

Praktek dijadwalkan dari hari Senin – Jum’at, mulai pukul 08.00-16.00 WIB.

4
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)

2.1.1 Definisi PBF

Menurut pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011

tentang Pedagang Besar Farmasi, PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum

yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau

bahan obat dalam julah besar sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan.

PBF juga dapat menyalurkan alat kesehatan dan kosmetika. PBF yang akan

melakukan usaha sebagai penyalur alat kesehatan (PAK) harus memiliki izin

PAK. PBF dan PBF cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan,

dan penyaluran obat dan/bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara

Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran

obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur

distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012).

2.1.2 Landasan Hukum PBF

PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam :

1. Undang Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

3. Undang Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

4. Undang Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889 Tahun 2011 tentang Registrasi,

Izin,Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

5
6. Perautran Menteri Kesehatan RI No. 1148 Tahun 2011 tentang PBF.

7. Peraturan Menteri Keseatan RI No. 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 1148 Tahun 2011 tentang PBF.

8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan

Usaha dan Produk

2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1148

Tahun 2011 tentang PBF, tugas dan fungsi PBF yaitu :

1. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat

2. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan

2.1.4 Apoteker Penanggung Jawab PBF

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/

PER.V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian

menjelaskan bahwa apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai

Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker yang

menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi

Apoteker (STRA) yang dikeluarkan oleh menteri. STRA dan STRTTK berlaku

selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.

Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan :

1. Memiliki ijazah Apoteker

2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi

3. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker

4. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memilikisurat izin praktik

6
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN.

Surat Permohonan STRA harus melampirkan:

a) Fotokopi ijazah Apoteker

b) Fotokopi surat sumpah/janji Apoteker

c) Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku

d) Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang meiliki surat izin

praktik

e) Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

f) Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar

danukuran 2 X 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi

informatika atau secara online melalui website KFN. KFN harus menerbitkan

STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan

dinyatakan lengkap. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1148/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, setiap PBF

dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran

obat dan/atau bahan obat. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai

ketentuan peraturan peundang-undangan. Apoteker penanggung jawab dilarang

merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang. Setiap

pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang

wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja. Menurut

7
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017, bila

apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas, PBF atau PBF

Cabang harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas

paling lama untuk waktu 3 (tiga) bulan. PBF atau PBF cabang yang menunjuk

apoteker lain sebagai pengganti sementara harus menyampaikan pemberitahuan

secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan

tembusan Kepala Balai POM.

2.1.5 Perizinan PBF

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

148/MENKES/PER/VI/2011, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari

Direktur Jenderal. Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang, dan wajib

memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF

Cabang berada. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi

2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

3. Memiliki secara tetap apoteker warga negara Indonesia sebagai penanggung

jawab

4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik

langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-

undangan di bidang farmasi.

5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan

pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.

8
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang

dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan

7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai

CDOB.

Selain memenuhi persyaratan diatas, PBF yang akan menyalurkan bahan

obat juga harus memenuhi persyaratan:

a) Memiliki laboratorium yang mempunyai kemmapuan untuk pengujian bahan

obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan direktur

jenderal.

b) Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari

ruangan lain.

Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan

kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani

oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan

kelengkapan administratif sebagai berikut:

 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua

 Susunan direksi/pengurus

 Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah

terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi

 Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan

 Surat Tanda Daftar Perusahaan

 Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan

9
 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

 Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang

 Peta lokasi dan denah bangunan

 Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab

 Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab

 Surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan (bagi PBF yang akan

menyalurkan bahan obat).

Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan

administratif. Kemudian, paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak

diterimanya tembusan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan

persyaratan CDOB. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak

dinyatakan memenuhi kelengkapan administrasi, Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif

kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan

pemohon. Selanjutnya, paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak

dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan

rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur

Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi dan pemohon.

Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi

serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin

PBF. Dalam hal ketentuan diatas jika tidak dilaksanakan pada waktunya,

pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada

10
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM

danKepala Dinas Kesehatan Provinsi. Selanjutnya, paling lama 12 (dua belas) hari

kerja sejak diterimanya surat pernyataan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF

dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,

Kepala DinasKesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.

Pengakuan PBF Cabang

Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan

tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota. Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF

Cabang dan apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan

kelengkapan administratif sebagai berikut:

a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang

b. Fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh direktur Jenderal

c. Surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang

d. Pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan

perundang-undangan di bidang farmasi

e. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab

f. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang

g. Peta lokasi dan denah bangunan

h. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab

i. Surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan (bagi PBF Cabang

yang akan menyalurkan bahan obat).

11
Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi

kelengkapan administratif. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak

diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit

pemenuhan persyaratan CDOB.

Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi

kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Balai POM

danpemohon. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan

memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi

hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Kepala Dinas

KesehatanProvinsi dengan tembusan kepada pemohon. Paling lama dalam waktu

6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi dan telah memenuhi

kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan

pengakuan PBF Cabang.

Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan,

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF Cabang dengan

tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai POM dan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.1.6 Masa Berlaku Izin PBF

Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenui

persyaratan. Pengakuan PBF Cabang berlaku mengikuti waktu izin PBF pusat.

Izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila :

12
1. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang

2. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan

3. Izin PBF dicabut Pengakuan cabang PBF dinyatakan tidak berlaku apabila:

a) Masa berlaku Izin PBF habis dan tidak diperpanjang

b) Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan

c) Pengakuan dicabut

2.1.7 Pencabutan Izin PBF

Berdasarkan Permenkes RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang

PBF, izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila masa berlakunya habis dan tidak

diperpanjang, dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan, dan/atauizin

PBF dicabut. Sedangkan, pengakuan PBF Cabang dinyatakan tidak berlaku,

apabila masa berlaku izin PBF habis dan tidak diperpanjang, dikenai sanksi

berupa penghentian sementara kegiatan, atau pengakuan dicabut.

2.1.8 Penyelenggaraan PBF

Penyelenggaraan PBF diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF yang menyebutkan

bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat

di PBF, PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi

dan/atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan

pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat.

Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah

memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan

pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. Selain itu, apoteker penanggung

13
jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi

pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF wajib melaporkan

kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-

lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.

PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran

obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB (BPOM RI, 2012). Sertifikat

CDOB akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB. Setiap PBF

wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di

tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat

dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai

penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan untuk keperluan pemeriksaan

petugas yang berwenang.

2.1.9 Gudang PBF

Gudang atau kantor PBF dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan

syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan internal oleh direksi atau

pengurus dan penanggung jawab. Apabila gudang dan kantor PBF berada dalam

lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker. PBF

dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dimana setiap

penambahan gudang atau perubahan gudang PBF tersebut harus memperoleh

persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada

akhirnya, gudang tambahanhanya melakukan kegiatan penyimpanan dan

penyaluran sebagai bagian dari PBF. Menurut Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 1148 tahun 2011, syarat gudang PBF yaitu :

14
1. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF

2. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang

dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan

3. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai

CDOB

4. Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari

ruangan lain. Selain itu, syarat-syarat lain gudang penyimpanan yaitu :

a. Memiliki pallet sebagai tempat meletakkan barang, hal ini bertujuan untuk

menghindari kontak langsung barang dengan lantai dan menghindari

kerusakan produk, seperti lembab, adanya serangga, dan lain-lain.

b. Suhu penyimpanan barang dibedakan menjadi 3 yaitu suhu kamar (25-

30), suhu sejuk (15-25), dan suhu dingin (2-8), serta dilakukan

pengontrolan suhu terhadap masing-masing suhu tersebut.

Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada

Direktur Jenderal dengan mencantumkan :

 Alamat kantor PBF pusat

 Alamat gudang pusat dan gudang tambahan

 Nama apoteker penanggung jawab pusat

 Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan

Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh

direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan berikut:

a) Fotokopi izin PBF

15
b) Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang

tambahan

c) Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab

d) Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang

e) Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan. Sedangkan untuk

permohonan perubahan gudang PBF ditanda tangani oleh direktur/ketua dan

dilengkapi dengan fotokopi izin PBF serta peta lokasi dan denah bangunan

gudang. Permohonan perubahan gudang tersebut diajukan secara tertulis

kepada Direktur Jenderal dengan mencantumkan alamat kantor PBF

pusat,alamat gudang, dan nama apoteker penanggung jawab.

2.1.10 Pelaporan Kegiatan PBF

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi, setaip PBF dan PBF

cabang wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali yang

meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada

Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai BPOM. Selain laporan kegiatan tersebut,

Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan peerimaan dan

penyaluran obat dan/atau bahan obat tersebut.

Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika

wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, Laporan tersebut dilakukan secara

elektronik dengan meggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selanjutnya,

laporan tersebut setiap saat harus dapat diperiksa oleh pertugas yang berwenang.

16
2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik

Cabang yang telah menerapkan Pedoman Teknis CDOB harus dibuktikan

dengan Sertifikat CDOB. Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan

bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan

obat dan/atau bahan obat. PBF dan PBF cabang dalam menyelenggarakan

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib

menerapkan Pedoman Teknis CDOB. Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman

Teknis CDOB dapat dikenai sanksi administratif yaitu peringatan tertulis,

penghentian sementara kegiatan, dan pencabutan Sertifikat CDOB. Prinsip-prinsip

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek pengadaan,

penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam

rantai distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan

obat bertanggung jawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan

mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi (PerKBPOM,

2019).

Berdasarkan Peraturan BPOM No. 9 Tahun 2019 tentang Pedoman

Teknis CDOB, terdapat beberapa aspek dalam Pedoman Teknis CDOB yang

meliputi : manajemen mutu; organisasi, manajemen, dan personalia; bangunan

dan peralatan; operasional; inspeksi diri; keluhan, obat dan/atau bahan obat

kembalian diduga palsu dan penarikan kembali; transportasi; fasilitas distribusi

berdasarkan kontrak; dokumentasi; ketentuan khusus bahan obat; ketentuan

khusus produk rantai dingin; dan ketentuan khusus narkotika, psikotropika, dan

prekursor farmasi.

17
2.2.1 Manajemen Mutu

Mutu adalah keseluruhan karakteristik suatu barang yang menyatakan

kemampuannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan diberlakukan. Kinerja

yang handal dan konsisten dari suatu produk atau layanan sesuai standar yang

ditetapkan (Petunjuk Pedoman CDOB, 2015). Fasilitas distribusi harus

mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan

langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas

distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dalam obat dan/atau bahan obat

danintegritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi.

1. Sistem Mutu

Sistem mutu adalah gabungan semua aspek dalam suatu sistem yang

melaksanakan kebijakan mutu serta memastikan sasaran mutu terpenuhi. Sistem

mutu harus memastikan bahwa:

a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau

diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.

b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas

c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka

waktu yang sesuai

d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut

dilakukan

e. Penyimpanan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan

diselidiki

18
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk

memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip

manajemen risiko mutu.

2. Pengelolaan Kegiatan Berdasarkan Kontrak

Pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak perlu

dilakukan untuk memastikan bahwa sebuah pekerjaan kontrak memang perlu

dilakukan, dilakukan oleh pihak yang tepat, diketahui oleh berbagai pihak yang

berkepentingan, tidak bertentangan dengan kontrak lainnya, sesuai dengan

peraturan perundang-undangan, sudah mendapat persetujuan, dilaksanakan sesuai

jangka waktu dan kriteria yang disepakati dalam kontrak sehingga mampu

mendapatkan hasil seperti yang direncanakan.

3. Kajian dan Pemantauan Manajemen.

Masukan yang dibahas dalam kajian manajemen mencakup :

a. Hasil audit

b. Umpan balik pelanggan

c. Kinerja proses dan kesesuaian jasa

d. Status tindakan perbaikan (korektif) dan tindakan preventif (CAPA)

e. Tindak lanjut kajian manajemen yang lalu

f. Perubahan yang dapat mempengaruhi sistem manajemen mutu

g. Saran-saran untuk perbaikan. Adapun hasil yang diharapkan dari kajian

manajemen harus mencakup keputusan dan tindakan yang berkaitan dengan :

i. Perbaikan pada keefektifan sistem manajemen mutu dan prosesnya

ii. Perbaikan pada jasa layanan berkaitan dengan persyaratan pelanggan

iii. Sumber daya yang diperlukan

19
4. Manajemen Risiko Mutu

Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian risiko secara

berkesinambungan untuk menilai risiko yang mungkin terjadi terhad mutu dan

integritas obat dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus disusun dan diterapkan

untuk menangani setiap potensi risiko yang teridentifikasi. Sistem mutu harus

ditinjau ulang dan direvisi secara berkala untuk menangani risiko baru yang

teridentifikasi pada saat pengkajian risiko.

Manajemen risiko mutu harus memastikan bahwa evaluasi risiko didasarkan

pada pengetahuan ilmiah, pengalaman terhadap proses yang dievaluasi dan

berkaitan erat dengan perlindungan pasien. Usaha perbaikan, formalitas dan

dokumentasi pengkajian risiko mutu harus setara dengan tingkat risiko yang

ditimbulkan.

2.2.2 Organisasi, Manajemen, dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta

distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil

yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk

melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.

Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat.

Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan

dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggungjawabnya.

1. Organisasi dan Manajemen

Harus ada stuktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan

organiasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang, dan hubungan antar semua

personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggung jawab harus

20
didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta

dijabarkan dalam uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian

khusus, misalnya pengawasan kerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan

danperaturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan

pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.

Harus tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan personil

tidak mempunyai konflik kepentingan dalam aspek komersial, politik, keuangan

dan tekanan lain yang dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan atau integritas

obat dan/atau bahan obat. Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan

dengan semua aspek yang sesuai, misal keamanan personil dan sarana,

perlindungan lingkungan dan integritas obat dan/atau bahan obat.

2. Penanggung Jawab

Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang

penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya,

bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi

kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu,

telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek

keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan

masuknya obat dan atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. Penanggung

jawab memiliki tanggung jawab antara lain :

a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem

manajemen mutu.

21
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta

menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.

c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan

lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam

kegiatan distribusi.

d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan

penarikanobat dan/atau bahan obat.

e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.

f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.

g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untukdikembalikan

kedalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual. Turut

serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima

kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing- masing

pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau

bahan obat.

h. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan

tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.

i. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang

telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang

sibuk berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan

dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.

j. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau

memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan

kembali atau diduga palsu.

22
k. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat

dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.

3. Personalia

Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam

CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai

tugas, berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan

termasuk keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga

kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala.

Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat harus memakai

pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan. Personil yang menangani

obat dan/atau bahan obat berbahaya, termasuk mengandung bahan yang sangat

aktif (misalnya korosif, mudah meledak, mudah menyala, mudah terbakar),

beracun, dapat menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi dengan pakaian

pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Harus

tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan

dengankegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan pakaian kerja.

2.2.3 Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk

menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat.

1. Bangunan

Lokasi bangunan harus bebas banjir dan/atau kondisi cuaca ekstrim dan bahaya

alam lainnya. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah,

terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi

23
dengan peralatan yang memadai. Bangunan tempat penyimpanan dibangun

dengan :

a. Menggunakan bahan yang kuat dan mudah dibersihkan

b. Memiliki saluran pembuangan air

c. Lantai yang mudah dibersihkan, mempunyai permukaan yang rata,bebas

dari keretakan dan lubang yang terbuka

d. Langit-langit selalu dalam keadaan baik, tidak bocor, berlubang dan dalam

keadaan bersih.

Yang dimaksud dengan kondisi penyimpanan yang baik meliputi :

 Bersih, bebas dari sampah dan debu

 Dapat mempertahankan suhu yang sesuai dengan persyaratan

penyimpanan produk

 Mencegah masuknya serangga dan hama lain

 Kering, tidak ada rembesan.

2. Suhu dan Pengendalian Lingkungan

Area penyimpanan harus dipetakan pada kondisi suhu yang mewakili. Sebelum

digunakan, harus dilakukan pemetaan awal sesuai dengan prosedur tertulis.

Pemetaan harus diulang sesuai dengan hasil kajian risiko atau jika dilakukan

modifikasi yang signifikan terhadap fasilitas atau peralatan pengendali.

3. Peralatan

Semua peralatan yang digunakan untuk kegiatan baik penyimpanan dan

pendistribusian obat dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara

sesuai standar yang ditentukan serta tersedianya program perawatan untuk

peralatan vital seperti termometer, genset dan chiller. Peralatan yang digunakan

24
untuk memonitor lingkungan penyimpanan harus dikalibrasi, kebenaran dan

kesesuian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang

tepat. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, kalibrasi peralatan harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat.

Dokumentasi yang memadai harus dibuat dan disimpan, misalnya tempat

penyimpanan suhu dingin,thermohigrometer atau alat pencatat suhu dan kelembab

lain, alat pengendali udara dan peralatan lain.

2.2.4 Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat

memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan

distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.

Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia

untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal

dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai

peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan

obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.

1. Kualifikasi Pemasok

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemasok yakni:

a. Pemasok obat dan/atau bahan obat mempunyai izin sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Jika berasal dari fasilitas distribusi lain maka pemasok

harus memiliki izin serta penerapan prinsip dan pedoman CDOB, sedangkan

jika diperoleh dari industri non-farmasi maka fasilitas distribusi harus

memastikan bahwa pemasok memiliki izin dan penerapan prinsip CPOB.

25
b. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur

tertulis dan rantai pasokan harus teridentifikasi dan terdokumentasi secara

berkala. Prosedur tertulis mengatur kegiatan administratif dan teknis yang

berkaitan dengan wewenang pengadaan dan pendistribusian.

c. Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi harus

melakukan pengkajian untuk memastikan bahwa calon pemasok tersebut

sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat dan/atau bahan

obat.

Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus dilakukan dengan

mempertimbangkan:

 Reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya

 Obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan

 Penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya

tersedia dalam jumlah terbatas

 Harga yang tidak wajar.

2. Kualifikasi Pelanggan

Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obathanya

disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke

masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik.

Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang yang dilaksanakan secara berkala dapat

mencakup tetapi tidak terbatas pada permintaan salinan surat izin pelanggan.

Fasilitas distribusi harus memantau setiap transaksi yang dilakukan dan

melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi obat

dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta untuk

26
memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau bahan obat kepada

masyarakat terpenuhi.

3. Penerimaan

Dalam proses penerimaan obat dan/atau bahan obat bertujuan untuk

memastikan bahwa kiriman obat yang diterima sudah benar, yakni:

a. Berasal dari pemasok yang telah disetujui

b. Tidak rusak

c. Tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/ atau bahan

obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa, atau mendekati tanggal

kadaluwarsa untuk menjamin penggunaan obat oleh konsumen. Obat

dan/atau bahan obat yang membutuhkan penyimpanan khusus maka harus

segera dipindahkan ketempat yang sesuai dengan pemeriksaan yang telah

dilakukan.

Dalam penerimaan obat dan/atau bahan obat, nomor bets dan tanggal

kadaluwarsa haruslah dicatat sehingga mempermudah apabila dilakukan

penelusuran terkait yang dibutuhkan. Jika ditemukan adanya obat dan/atau bahan

obat yang diduga palsu, maka bets tersebut harus segera dipisahkan dan

dilaporkan kepada instansi berwenang serta kepada pemegang izin edar.

Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana

transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan

kontainer/system penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan.

4. Penyimpanan

Dalam penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus

mematuhi peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan rekomendasi

27
industri farmasi dan non-farmasi yang memproduksi bahan obat standard mutu

farmasi. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus memperhitungkan

kapasitas sarana penyimpanan. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan

terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari,

suhu, kelembaban atau factor eksternal lainnya. Perhatian khusus diberikan pada

obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.

Sebelum dilakukan penyimpanan, container untuk penyimpanan barang harus

dibersihkan.

Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus

memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan

memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau

bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau

diduga palsu.

Dalam rotasi stok obat dan/atau bahan obat digunakan sistem First Expired

First Out (FEFO). Penanganan harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah

tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat

tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Sedangkan untuk Obat dan/atau bahan

obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir

secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat

kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala.

Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stok opname secara

berkala berdasarkan pendekatan risiko. Apabila terdapat perbedaan stok, maka

harus dilakuan penyelidikan sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan

untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian,

28
penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan

penyelidikan tersebut harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.

5. Pemisahan Obat dan/atau Bahan Obat

Obat dan /atau bahan obat yang memiliki persyaratan khusus harus disimpan

di tempat terpisah dan diberikan label yang jelas serta akses masuk yang dibatasi

bagi pihak yang berwenang. Ruangan penyimpanan haruslah diberikan label yang

jelas, aman dan terkunci untuk obat dan/atau bahan obat yang ditolak,

kadaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat yang diduga palsu.

6. Pemusnahan Obat dan/atau Bahan Obat

Pemusnahan dilakukan jika obat dan/atau bahan obat tidak memenuhi syarat

untuk didistribusikan. Hal ini harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang

jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan

prosedur tertulis. Proses pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk

pelaporannya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

serta dokumentasi termasuk laporannya harus disimpan sesuai ketentuan.

7. Pengambilan

Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat

sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat

yang diambil benar.

Pemilihan dalam pengambilan ini memperhatikan:

 Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup

sebelum kedaluwarsa

29
 Berdasarkan FEFO. Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat.

Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah

pendistribusian obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa.

8. Pengemasan

Pengemasan dilakukan sehingga obat dan/atau bahan obat terhindari dari

kerusakan, kontaminasi dan pencurian. Kemasan yang digunakan harus memadai

agar mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama

transportasi. Kontainer yang digunakan harus disegel.

9. Pengiriman

Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang

mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prosedur tertulis

untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus tersedia. Prosedur tersebut harus

mempertimbangkan sifat obat dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan

khusus.

Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan

harus mencakup sekurang-kurangnya informasi berikut:

a) Tanggal pengiriman;

b) Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari

penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik);

c) Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan

kekuatan (jika perlu)

d) Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa

e) Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per

kontainer (jika perlu)

30
f) Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman;

g) Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi

serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima(jika

menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.

10. Ekspor dan Impor

Dilakukan oleh fasilitas distribusi yang telah memiliki izin dimana untuk

pengadaannya melalui importansi yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang

undangan yang harus diperhatikan agar terhindar dari kerusakan. Apabila perlu

dilakukan pelatihan khusus bagi personil yang terlibat di lapangan.

2.2.5 Inspeksi Diri

Inspeksi diri dilakukan bertujuan untuk memantau pelaksanaan dan

kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB sebagai landasan untuk tindak lanjut

perbaikan yang diperlukan. Program ini dilakukan pada jangka waktu yang

ditetapkan dan mencakup seluruh aspek CDOB serta kepatuhan terkait peraturan

perundang-undangan.

Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh

personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang

dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan

sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan

CDOB. Seluruh kegiatan pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan dapat

berisi pengamatan yang dilakukan selama inspeksi.

31
2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan

Penarikan Kembali

Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat

berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur

tertulis. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan

termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak

yang berwenang. Untuk keluhan, harus tersedia prosedur tertulis di tempat untuk

penanganan keluhan dan dibedakan antara keluhan tentang kualitas obat dan/atau

bahan obat dan keluhan yang berkaitan dengan distribusi dengan terdapat

pencatatan secara menyeluruh termasuk waktu yang diperlukan serta

didokumentasikan.

Pada obat dan/atau bahan obat kembalian, harus terdapat prosedur tertulis

dengan memperhatikan terkait penerimaan obat berdasarkan surat pengirimanserta

jumlah dan identifikasi lengkap dalam catatan penerimaan dan

pengembalianbarang. Obat dan/atau bahan obat yang dikembalikan harus

dipisahkan ruangan penyimpanannya dan memperhatikan penilaian risiko terkait

obat dan/atau bahan obat. Penilaian yang diperlukan dan keputusan mengenai

status obat dan/atau bahan obat tersebut harus dilakukan oleh personil yang

berwenang.

Persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara

lain jika:

a. obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi

syarat serta memenuhi ketentuan;

32
b. obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan

ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan;

c. obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung

jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang;

d. fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul

obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk

memastikan bahwa obat dan /atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat

dan/atau bahan obat palsu.

Pada obat yang diduga palsu, fasilitas distribusi harus segera melaporkan

obat dan/atau bahan obat kepada instansi yang berwenanang. Obat yang diduga

palsu dikarantina diruang terpisah, terkunci dan diberi label yang jelas. Untuk

penarikan kembali obat dan/atau bahan obat, apoteker penanggung jawab harus

membentuk tim khusus yang bertangggung jawab terhadap penanganan obat

dan/atau bahan obat yang ditarik dari peredaran. Semua dokumen penarikan obat

dan/atau bahan obat harus didokumentasikan oleh penanggung jawab sesuai

dengan kewenangan yang tercantum pada uraian tugas. Semua proses penanganan

ini harus terdokumentasi dengan baik.

2.2.7 Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang

memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dalam kondisi penyimpanan

yang sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus

digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di

atas. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau

bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang

33
dapatmengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika

merencanakan rute transportasi.

1. Kontainer, Pengemasan dan Pelabelan

Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut dalam kontainer

pengiriman yang tidak mempengaruhi mutu, dapat memberi perlindungan

memadai terhadap pengaruh eksternal, termasuk kontaminasi. Untuk bahan

pengemas harus didesain untuk mencegah kerusakan obat. Kontainerpenyimpanan

diberikan label untuk memberikan informasi yang cukup.

2. Kontrol Suhu dalam Transportasi

Harus tersedia sistem kontrol suhu yang tervalidasi (misalnya kemasan termal,

kontainer yang suhunya dikontrol, dan kendaraan berpendingin) untuk

memastikan kondisi transportasi yang benar dipertahankan antara fasilitas

distribusi dan pelanggan. Pelanggan harus mendapatkan data suhu pada saat serah

terima obat dan/atau bahan obat. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh

dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap

dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.

2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat

dan mutu obat dan/atau bahan obat:

a. Kontrak antar fasilitas distribusi

b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain

transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.

c. Pemberi kontrak harus bertanggung jawab untuk kegiatan yang dikontrakkan,

untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak, serta

34
melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak. Sedangkan untuk penerima

kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan,

pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan.

Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang

dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya

evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta

dilakukannyaaudit ke pihak ketiga tersebut.

Persyaratan kontrak harus mencakup:

a) Penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama pengiriman dan

dalamkondisi tidak terduga (force major).

b) Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan obat

kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan

menyertakan berita acara kerusakan.

c) Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak

wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.

d) Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap

saat.

2.2.9 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi

(pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan

dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumentasi terdiri dari

semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas

maupun elektronik. Dokumentasi harus jelas dan rinci serta komprehensif yang

mecakup semua kegiatan yang kemudian ditandatangani dan diberi tanggal oleh

35
personil yang berwenang. Jika terjadi perubahan, maka setiap perubahan juga

diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil terkait. Dokumentasi harus

disimpan selama minimal 3 tahun.

2.2.10 Ketentuan Khusus Bahan Obat

1. Pengemasan Ulang dan Pelabelan Ulang

Penggabungan bahan obat dalam bets yang sama, pengemasan ulang

dan/atau pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat sehingga

pelaksanaannya harus sesuai dengan CPOB. Dalam pengujian ulang yang

dilakukan, sertifikat analisis asli dari industri asal dan sertifikat analisis baru harus

disertakan. Pengemasan ulang harus dilakukan dengan bahan pengemasprimer

yang spesifik sama atau lebih baik dari kemasan asli. Bahan obat boleh dikemas

ulang hanya jika ada sistem pengendalian lingkungan yang efisien untuk

memastikan tidak ada kemungkinan kontaminasi, kontaminasi silang, degradasi,

perubahan fisikokimia dan/atau campur-baur.

Wadah bahan obat yang dikemas ulang harus mencantumkan nama dan

alamat industry farmasi asal dan fasilitas distribusi yang melakukan pengemasan

ulang. Prosedur tertulis harus tersedia untuk memastikan identitas dan mutu bahan

obat dengan cara yang tepat, sebelum dan sesudah pengemasan ulang. Metode

analisis yang digunakan harus mengacu kepada farmako peresmi atau metode

analisis yang telah divalidasi. Contoh pertinggal bahan obat harus disimpan dalam

jumlah yang memadai sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun setelah tanggal

kedaluwarsa atau tanggal uji ulang, atau 1 (satu) tahun setelah habis

didistribusikan.

36
2. Penanganan Bahan Obat yang Tidak Sesuai

Bahan obat yang tidak sesuai harus ditangani sesuai dengan prosedur

yang dapat mencegah masuknya bahan obat tersebut kepasar. Dokumentasi harus

tersedia, mencakup semua kegiatan termasuk pemusnahan dan pengembalian.

Penyelidikan harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh

terhadap bets lain. Jika diperlukan, tindakan korektif harus dilakukan. Bahan obat

yang tidak sesuai tidak boleh dicampur dengan bahan obat yang memenuhi

spesifikasi.

3. Dokumentasi

Bahan obat dari industri farmasi asal yang disalurkan kepada fasilitas

distribusi harus disertai dengan sertifikat analisis asli. Sebelum bahan obat dijual

atau didistribusikan, fasilitas distribusi harus memastikan tersedianya sertifikat

analisis dengan hasil uji yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Label yang

tercantum pada wadah harus jelas, tidak memberikan penafsiran ganda, tertempel

dengan kuat dalam format yang telah ditetapkan oleh industri farmasi bahan obat

asal. Informasi pada label harus tidak mudah terhapuskan dan lembar Data

Keamanan (Safety Data Sheet, SDS) harus tersedia.

2.2.11 Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product/CCP)

Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus

dipenuhi sebagai standard selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain

meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan,

penyimpanan dan pengiriman. Yaitu pemberian pelatihan khusus bagi personil

secara sistemik dan berkala, tempat penyimpanan yang memadai sehingga

meminimalisir risiko yang dapat mengubah mutu obat dengan bangunan yang

37
kuat, akses kendaraan yang tersedia dengan mudah, kapasitas bangunan yang

mencukupi untuk menerima dan mengemas produk rantai dingin.

2.2.12 Narkotika, Psikotropika dan Prekusor Farmasi

Cara distribusi narkotika, psikotropika dan precursor farmasi harus

dilakukan dalam rangka pemenuhan CDOB termasuk untuk mencegah terjadinya

penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika, psikotropika dan precursor farmasi

dari jalur distribusi resmi. Distribusi ini harus sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Apoteker bertanggung jawab sepenuhnya terhadap

pendistribusian narkotika, psikotropika dan prekusor farmasi.

Harus ada ruangan khusus untuk penyimpanan serta akses terkait narkoba,

psikotropika dan prekusor farmasi. Pemasok dari narkotika memiliki izin khusus

yang diterbitkan oleh kementrian kesehatan. Untuk pengadaannya, harus

menggunakan surat pesanan khusus untuk narkotika, psikotropika dan prekusor.

Begitu pula dengan penyalurannya, harus menggunakan surat pesanan khusus dan

apoteker harus memperhatikan kewajaran pesanan dengan melihat jumlah dan

frekuensi pemesanan kepada fasilitas distribusi tersebut.

38
BAB III

TINJAUAN KHUSUS PBF

3.1 Sejarah berdirinya dan Perkembangan PT.Rajawali Nusindo

PT. Rajawali Nusantara Indonesia termasuk salah satu perusahaan tertua

yang ada di Indonesia. Pada mulanya, perusahaan ini bernama Kian Gwan

Company Limited NV yang didirikan dengan akta No.85 dari Tan ASioe Notaris

di Semarang tanggal 22 Juli 1955 yang bernaung didalam grup Oei Tiong Ham

Concern. Pada tahun 1961 perusahaan tersebut dinasionalisasikan oleh

Pemerintah RI berdasarkan keputusan yang kemudian dilakukan pengukuhan

dengan keputusan dari mahkamah agung pada tanggal 27 April 1963 dimana

kegiatan perusahaan berada dibawah penguasaan menteri/ jaksa agung untuk

selanjutnya pada tanggal 20 Juli 1963 penguasaan diserah terimakan dari Jaksa

Agung kepada Menteri Urusan Pendapatan Pembiayaan dan Pengawasan (P3)

yang sekarang menjadi Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Tanggal 19 Agustus 1964 dari seluruh harta Oei Tiong Ham Concern oleh

pemerintah dipergunakan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah dalam pendirian

PT. Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN) Rajawali Nusantara

Indonesia termasuk di dalamnya seluruh saham Kian Gwan Company Indonesia

Limited NV. Tanggal 1 Februari 1971 di Semarang dilakukan perubahan nama

perusahaan tersebut menjadi PT. Rajawali Impor Ekspor dan pada tanggal 18 Juni

1971, nama perusahaan tersebut kembali lagi menjadi PT.Perusahaan Impor

Ekspor Rajawali Nusindo dan Pada tanggal 27 Juni 1975 kembali mengalami

perubahan dengan menyatakan seluruh saham PT. PIE Rajawali Nusindo dimiliki

oleh PT. PPEN Rajawali Nusantara Indonesia. Tanggal 29 Mei 1995 terjadi lagi

39
perubahan nama dengan melakukan menyingkatan nama PT. Perusahaan Impor

Ekspor Rajawali Nusindo menjadi PT. Rajawali Nusindo dan mendapat

pengesahan dari mentri kehakiman RI pada tanggal 6 Maret 1996. Tanggal 12

Juni 2001 tentang penggabungan PT.Rajawali Nusindo kedalam PT. Rajawali

Nusantara Indonesia dan mendapat pengesahan dari Mentri Kehakiman dan Hak

Asazi Manusia tanggal 14 Agustus 2001. Pada tanggal 31 Mei 2004 terjadi lagi

perubahan tentang pemisahan unit distribusi dan perdagangan PT. Rajawali

Nusantara Indonesia menjadi anak perusahaan sendiri dengan nama PT Rajawali

Nusindo. PT. Rajawali Nusindo yang bergerak dalam bidang distribusi dan

perdagangan berupa ya menyalurkan produk konsumsi, alat kesehatan, produk

farmasi, hasil perkebunan, serta alat dan sarana perkebunan unggulan. PT

Rajawali Nusindo mempunyai 43 Kantor Representatif yang telah tersebar di 34

Provinsi di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. PT. Rajawali Nusindo

cabang Padang saat ini, berada dibawah pimpinan bapak Baktikustiantoro, S.E

dan penanggung jawab di pegang oleh Ibu apt. Nilla Averiza, S.Farm.

3.2 Logo PT.Rajawali Nusindo

Gambar 1 Logo PT. Rajawali Nusindo

3.3 Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang PT. Rajawali Cabang Padang

Lokasi PT. Rajawali Nusindo cabang padang ada di Jalan Andalas Baru
No.9, Padang, Sumatera Barat. Terdiri atas beberapa bangunan di antaranya :

 Ruang kepala cabang

 Ruang resepsionis

40
 Ruang kasir

 Ruang akuntansi

 Ruang karyawan marketing

 Ruang salesman

 Ruang kepala gudang

 Ruang Gudang obat suhu kamar 25-30oC

 Gudang obat suhu terkendali 16-25 oC

 Chiller suhu 2-8 °C

 Gudang psikotropika, prekursor dan OOT

 Gudang karantina

 Dua gudang alat Kesehatan

 Gudang perdaganganumum

 Ruang packaging

3.4 Visi dan Misi PT. Rajawali Nusindo

3.4.1 Visi

PT. Rajawali Nusindo Menjadi perusahaan distribusi dan trading yang

unggul dan terpercaya pada produk kesehatan, consumer dan industrial melalui

pelayanan terbaik bagi pelanggan dan peningkatan nilai bagi para pemangku

kepentingan (Stakeholders).

3.4.2 Misi

 Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai standarisasi perusahaan distribusi.

 Menjalin dan mengembangkan kemitraan yang saling menguntungkan dengan

Prinsipal yang menghasilkan produk bermutu.

41
 Mengembangkan sumber daya manusia yang handal serta berkinerja tinggi

dengan menerapkan prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik.

 Meningkatkan kemampuan teknologi informasi secara berkelanjutan untuk

menghadapi kompetisi global.

 Menjadi perusahaan yang berperan dalam integrasi antar anak perusahaan RNI

Groups, BUMN dan swastalainnya (Integrated Supply Chain).

 Meningkatkan peran internal kontrol dan managemen risiko untuk mendorong

kegiatan operasi yang efektif dan efisien.

3.5 Aspek Manajemen Persediaan Obat dan Administrasi

3.5.1 Struktur Organisasi

Setiap Cabang PT. Rajawali Nusindo dikepalai oleh seorang Kepala

Cabang dan dibantu oleh seorang Apoteker Penanggung Jawab (APJ). Kepala

cabang membawa hilang sungkepala operasional yang membawahi SPV sales PU,

SPV sales HC,dan SPV MS; penanggung jawab farmasi, alkes dan pesanan;

kepala keuangan yang membawahi adm.piutang, fakturis, penagih dan kasir;

kepala akuntansi yang membawahi adm.Akuntansi, bag. Umum, penjaga, dan

kepala gudang yang membawahi admg udang, pelaksana gudang, loper, dan

helper. Dalam struktur organisasi General Manager PT. Rajawali Nusindo

membawa hilang sung SPV marketing LD, SPV marketing surgery dan RM,

marketing medica, marketing institusi, dan teknisi.

3.5.2 Sistem Manajemen

Sistem mutu di PBF dilakukan secara totalitas untuk dapat menerapkan

dan memastikan bahwa semua proses, kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan

menghasilkan mutu yang diharapkan. Sistem mutu mencakup semua personel dan

42
segala kegiatan didalamnya. Apoteker di PBF bertanggung jawab menjamin dan

memastikan system mutu disusun, diterapkan dan dipertahankan disegala aspek

kegiatan. Produk yang dikirim kepelanggan harus sesuai dengan standar, tidak

merubah mutu atau khasiat dari obat tersebut

3.5.3 Manajemen Resiko Mutu

Manajemen resiko mutu merupakan suatu proses untuk menilai,

mngendalikan dan mengkomunikasikan serta mengkaji resiko yang terkait mutu

obat. Contohnya untuk penanganan produk diduga palsu, misal PBF menerima

produk yang dicurigai bukan produk asli dari return pelanggan, maka itu perlu

dilakukan analisa terlebih dahulu dari segi fisik penampilan apakah sama atau ada

sedikit perbedaan dari kemasan yang layak jual, dilakukan karantina sampai

dikeluarkan hasil bahwa produk tersebut palsu atau tidak. PBF juga menganalisa

produk retur pelanggan, tetap diterima dari pelanggan tapi dilakukan analisa

dahulu apakah produk memang asli sehingga nantinya bias diloloskan untuk dijual

kembali.

3.5.4 Dokumentasi dan Sistem Komputerisasi

Semua yang dikerjakan harus terdokumentasi dengan baik dan dapat

dengan mudah ditelusur apabila ada pemeriksaan. Dokumentasi meliputi surat

pesanan, faktur, data retur, data recall, data pemusnahan, laporan dan lainnya.

Untuk dokumentasi minimal disimpan 5 tahun. Untuk system komputer juga

harus divalidasi, untuk menjamin tidak ada kesalahan dalam setiap proses

kegiatan, dan dapat ditelusuri secarac epat dan tepat.adapun prinsip dari kerja

adalah kerjakan apa yang tertulis dan tulisapa yang di kerjakan.

43
3.6 Aspek Distribusi Sediaan Farmasi

3.6.1 Kualifikasi Pemasok dan Pelanggan

Kualifikasi pemasok dan pelanggan bertujuan agar PBF mendapat produk

dari sumber yang sah dan menyalurkan kepelanggan yang sesuai aturan berlaku.

Kualifikasi pemasok antara lain memiliki sertifikat CPOB, memiliki izin yang

aktif dan penanggung jawab seorang apoteker, kualifikasi pemasok dilakukan

apabila akan memulai bekerjasama dengan suatu industry untuk menyalurkan

produknya, harus diketahui pula bahwa produk yang beredar telah memiliki NIE

(Nomor Izin Edar). Untuk Rajawali merupakan PBF cabang sehingga kualifikasi

pemasok di lakukan oleh kantor pusat dan apoteker kantor pusat turutan didalam

memeriksa kelayakan pabrikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Daftar

pemasok Rajawali meliputi PT. Phapros, PT Biofarma, PT Widatra Bhakti, PT

Lucas Djaya, PT Marin Liza Farmasi, PT Novapharin, PT SAP, PT Triman dan

Ipha laboratories. Kualifikasi pelanggan dilakukan setiap tahun dengan cara

meminta kelengkapan berkas outlet, seperti surat izin apotek/rumah sakit /klinik,

surat izin praktek, SIKTTK, specimen, tanda tangan apoteker dan TTK serta

stempel sarana, dengan adanya kualifikasi pelanggan PBF dapat menjamin bahwa

PBF mendistribusikan produk kesarana berizin dan dapat menjaga mutu obat

sampai ketangan pasien.

1. Operasional dan Penerimaan

Operasional dan penerimaan dilakukan untuk mengetahui bahwa barang yang

diterima sudah benar, barang diterima tidak rusak, bersumber dari pemasok yang

disetujui, memiliki izin edar yang masih berlaku, tidak mengalami perubahan

selama transportasi, untuk penerimaan disediakan ceklist penerimaan barangnya,

44
petugas penerima akan memeriksa kesesuaian produk dengan surat jalan.

Kesesuaian meliputi jumlah pesanan, jenis barang yang dipesan, batch dan

expaired date produk, untuk obat yang memerlukan penanganan khusus seperti

vaksin/ serum/ produk CCP lainnya, produk psikotropika, prekursor dan OOT

setelah dilakukan pemeriksaan harus segera dipindahkan ketempat penyimpanan

yang sesuai.

2. Penyimpanan

Penyimpanan di Rajawali cabang Padang meliputi gudang suhu ruang, gudang

cool room (suhu 16°C-25°C), chiller (penyimpanan CCP suhu 2°C-8°C), gudang

psikotropika, gudang barang yang telah kadaluwarsa. Penyimpanan produk harus

sesuai persyaratan yang telah dikeluarkan oleh pabrikan, obat harus terpisah dari

produk bahan obat atau alat kesehatan. Sehingga untuk alat kesehatan di Rajawali

ada gudang sendiri yang terpisah dari obat. Penyimpanan mengikuti prosedur

FIFO dan FEFO, kontrolnya dari bagian pesanan saat membuka faktur dipilih

produk dengan ED yang lebih dekat untuk dikeluarkan terlebih dahulu.

Penyimpanan berdasarkan jenis pemasok, bentuk sediaan dan di abjad. Untuk

menjaga akurasi stok dilakukan stok opname secara berkala, dokumen yang

terkait penyimpanan adalah kartu gudang manual dan elektronik. Setiap produk

bisa di tempatkan di rak untuk produk eceran dan yang masih didalam karton bias

ditempatkan di pallet, peletakan di pallet tidak boleh lebih dari 8 tingkat atau

sesuai dengan ketentuan pabrik, untuk karton yang di pallet juga tidak boleh

menyentuh dinding, karena hawa dari dinding juga bias mempengaruhi suhu

produk. Dilengkapi dengan data logger untuk penyimpan data suhu chiller, data

bias ditarik dan dianalisa. Berapa suhu rata- rata dan suhu tertinggi/ terendahnya.

45
3. Pemisahan Obat dan/ atau Bahan Obat

Pemisahan tidak hanya dilakukukan pada obat/alat kesehatan saja, tetapi

pemisahan juga dilakukan terhadap produk mendekati ED, produk recall, produk

return pelanggan. Semua produk tersebut harus dikarantina di tempat terkunci,

dan dilakukan analisa secepatnya apakah produk ini diluluskan dijual kembali

atau di kembalikan ke pabrik.

4. Pemusnahan Obat dan/atau Bahan Obat

Produk obat yang tidak memenuhi persyaratan untuk didistribusikan dilakukan

pemusnahannya, untuk produk phapro situ dapat dikembalikan kepabrik -3 dan +2

dalam range ED produk. PT. Rajawali cabang Padang pernah melakukan

pemusnahan di tahun 2017 untuk produk yang tidak bias dikembalikan kepabrik

termasuk didalamnya alat kesehatan. Produk yang akan dilakukan pemusnahan

telah di pisahkan dan telah terdata kemudian dihancurkan, sehingga label dan

bentuk sediaan tidak dapat dikenali lagi dan terakhir ditimbun di tempat

pembuangan sampah akhir. Untuk pemusnahan disaksikan oleh pihak bpom dan

dinkes provinsi, dibuat berita acara nya. Untuk saat ini pemusnahan disarankan

dilakukan oleh pihak ketiga, tetapi harus menjamin bahwa pemusnahan benar

dilakukan dan tidak terjadi penyalahgunaan produk ED tersebut, maka dari itu

perlu dilakukan pre-destroy dengan cara merusak bentuk sediaan dan

menghilangkan identitas produk, hasil pre-destroy dikemas sehingga pihak ketiga

yang melakukan pemusnahan tidak dapat mengetahui rinciannya, dengan

dilakukan pre-destroy diharapkan dapat mencegah pemanfaatan kembali produk

atau terjadinya kebocoran obat/bahan obat.

46
5. Pengambilan, Pengemasan, Pengiriman, Ekspor-Impor

Alur Pendistribusian di Rajawali:

 Pada bagian pesanan mendapatkan pesanan dari sales atau telpon langsung dari

outlet Pesananakan melakukan pengecekan terhadap piutang dan termin –

pembayaran sebelum mencetak faktur.

 Jika tidak ada piutang atau masih dalam termin piutang maka akan dilakukan

pencetakan faktur

 Faktur yang dicetak ada 5 rangkap, setelah ditanda tangani oleh kepala cabang/

spv/ kepala pembukuan, maka bagian terakhir akan diambil utk arsip bagian

pesanan, ada 4 lembar faktur ke gudang

 Bagian gudang akan mengambil 1 lembar lampiran gudang dari faktur tersebut

sebagai dasar untuk pengeluaran barang dan diarsip secara tertib

 Gudang akan mengambil barang sesuai yang tertera di faktur, disesuaikan

antara nama barang, bomor batch, ED dan jumlah barang

 Barang yang terkumpul akan disusun sesuai dengan faktur, kemudian akan

diperiksa kembali oleh apoteker dan kepala gudang dengan membutuhkan

tanda tangan

 Sebelum loper mengirim barang, maka loper harus mencocokkan kembali

faktur dengan barang

 Loper harus mengirimkan produk sesuai dengan alamat yang tertera di faktur,

jadi loper membawa 3 lembar faktur, bagian pertama yang asli dan 2 lagi

tembusan.

 Setelah barang diterima pelanggan, faktur ditandatangani dan distempel oleh

apotek, lampiran untuk pelanggan ditinggal apabila pembayaran kredit, apabila

47
pembayaran cash maka faktur asli (yang paling depan) diserahkan ke

pelanggan.

 Faktur yang kembali 2 lembar, kepala gudang akan mensortir faktur, faktur asli

(putih) diserahkan ke bagian piutang untuk disimpan sampai masa jatuh tempo

sebelum ditagih kepelanggan, lampiran kedua diserahkan ke apoteker untuk

diarsip bersama surat pesanan outlet.

Untuk area luar padang, PT. Rajawali menggunakan jasa ekspedisi untuk

pengiriman, menggunakan ZATAKA yang sudah ditraining untuk pengiriman

barang termasuk produk CCP. Kerja sama dengan ekspedisi juga telah dilakukan

keseokatan dalam perjanjian kerja sama yg diperbarui setiap sekali setahun.

Apoteker terlibat untuk menjamin barang sampai dengan baik dan SOP yang telah

ditetapkan apabila ada kejadian yang tidak diinginkan selama pengiriman barang.

Untuk pesanan psikotropika, prekursor dan OOT, surat pesanan dari outlet harus

sampai terlebih dahulu, akan diverifikasi terlebih dahulu oleh apoteker kemudian

baru admin pesanan dapat mencetak faktur untuk produk psikotropika faktur harus

ditandatangani oleh apoteker pemesan produk dengan mencantumkan nama

terang, nomor SIPA, tanggal terima brang danstempel outlet.

3.6.2 Distribusi Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product/CCP)

Produk CCP dalam penyimpanan dan pendistribusian diberikan

perlakukan khusus dengan persyaratan suhu harus terjaga 2-8 derajat celcius

mulai dari pengiriman penyimpanan sampai pendistribusian ke sarana. Untuk

personil yang terlibat diberikan pelatihan mengenai perlakuan untuk produk CCP

dan jika nanti ada pesanan terkait produk CCP maka personil tersebut

bertanggung jawab mulai barang di terima, diterima, disimpan, dan

48
didistribusikan. Untuk semua peralatan dalam pengelolaan CCP wajib dilakukan

kalibrasi dan validasi. Kalibrasi dilakukan terhadap tempat penyimpanan, alat

perekam suhu (data logger) dilakukan sekali setahun.

Kalibrasi untuk memastikan bahwa alat yang digunakan sesuai dengan

spesifikasi dan standar. Validasi dilakukan lebih menitik beratkan terhadap proses

terutaman proses pengiriman. Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa

peralatan yang digunakan untuk mendistribusikan sesuai sehingga saat barang

sampai ke konsumen tepat sampai ketujuan dengan aman dan mutu dari produk

tetap terjaga contohnya pada produk CCP yang dalam pendistribusiannya harus

tetap dijaga suhu 2 – 8 °C. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

icepack pada saat pendistribusian barang dan kulkas pada saat penyimpanan

barang di gudang. Contohnya coolbox A dengan ice pack 4 buah dapat

mempertahankan suhu 2 – 8 °C sampai waktu 8 jam. Kalau dengan ice pack 6

buah bisa mempertahankan suhusampai 12 jam. Berbeda bentuk dan jenis coolbox

juga berbeda lama waktu untuk mempertahankan suhu 2 – 8 °C. Sehingga

dilakukan validasi untuk semua jenis coolbox dengan jumlah icepack yang

berbeda-beda. Untuk mengetahui jangka waktu untuk mempertahankan suhu

selama pendistribusian. Untuk sebelum pengemasan dilakukan pre kondisi,

dimana coolbox disiapkan terlebih dahulu beserta icepack nya. Kemudian diukur

suhu, apabila telah masuk dalam range 2 –8 °C maka baru dimasukkan produk.

Kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga tidak ada suhu panas yang masuk

ke dalam coolbox yang dapat mempengaruhi suhu produk. Setelah barang

diterima pelanggan dilakukan pencatatan suhu kembali, diisi dalam form khusus.

Untuk produk CCP tidak diperkenankan retur. Karena PBF tidak bisa memastikan

49
bahwa selama penyimpanan dipelanggan produk itu tidak rusak. Produk CCP

yang ada di PT. Rajawali yaitu: produk biofarma seperti biosat, biosave, vaksin

flu bio, pentabio, hepatitis.

3.6.3 Distribusi Psikotropika

Distribusi psikotropika sebelum didistribusikan harus ada surat pesanan

terhadap obat tersebut terlebih dahulu, setelah PBF menerima surat pesanan maka

baru di berikan faktur. Surat pesanan yang diterima harus diverifikasi terlebih

dahulu oleh apoteker meliputi SIPA, SIA, spesimen ttd dan stempel serta

kewajaran pemesanan. Setelah semua lolos verifikasi barulah bagian pesanan akan

mencetak faktur. Untuk psikotropika penerima barang haruslah apoteker yang

membuat surat pesanan, dicantumkan nomor sipa, tanggal terima barang, nama

jelas danstempel sarana. Psikotropika di simpan di dalam gudang tersendiri dan di

dalam lemari terkunci. Kunci gudang dan lemari psikotropika dipegang oleh

apoteker dan apabila apoteker berhalangan hadir dapat mendelegasikan ke tenaga

teknis kefarmasian.

3.6.4 Fasilitas distribusi Berdasarkan Kontrak

Adanya kontrak yang dilakukan dengan pihak ketiga untuk proses

pendistribusian dan CDOB merupakan distribusi berdasarkan kontrak. Adapun

kontrak pihak ketiga terlibat dalam ekspedisi,kontrak dengan pihak ketiga dengan

pembasmi hama. Setiap kontrak yang berkaitan dengan CDOB/distribusi, maka

apoteker ikut andil didalamnya untuk menentukan isi dalam kontrak

3.6.5 Suhu dan Pengendalian

Lingkungan Suhu lingkungan produk dalam proses pendistribusian

maupun penyimpanan harus selalu terjaga sesuai dengan kondisi yang

50
dipersyaratkan, lingkungan harus selalu terjaga kebersihannya, sehingga dibuat

jadwal piket kebersihan gudang, dan antisipasi apabila terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan.

3.6.6 Kualifikasi, Kalibrasi, dan Validasi

Kualifikasi merupakan suatu tindakan pembuktian bahwa perlengkapan,

fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses akan bekerja sesuai

kriteria yang diinginkan dan selalu konsisten untuk menghasilkan produk dengan

spesifikasi yang telah ditentukan. Kualifikasi terdiri dari validasi dan kalibrasi.

Validasi dilakukan terhadap sistem untuk mengetahui kelayakan atau keamanan

suatu sistem, kalibrasi dilakukan terhadap peralatan. Contoh kualifikasi seperti

kualifikasi pemasok, kualifikasi pelanggan. Contoh validasi untuk ice pack,

validasi chiller, validasi pengiriman. Contoh kalibrasi untuk termometer, data

logger, alat timbangan dan lainnya.

3.6.7 Penanganan Keluhan, Obat Kembalian, Obat Diduga Palsu

Dalam proses pendistribusian banyak feedback yang akan diterima dari

pemesan, salah satunya adanya keluhan akan produk yang yang telah di kirim

oleh PBF berupa pengembalian dan obat yang diduga palsu. Jika keluhan terhadap

reaksi suatu obat, maka harus sesegeramungkin dikumpulkan data untuk dikaji

dandiselidiki, pelaksanaannya harus sesuai SOP yang ada. Keluhan ada dua yaitu

yang berkaitan dengan efek obat dan berkaitan dengan distribusi. jika berkaitan

dengan efek obat maka harus segera berkordinasi dengan pihak pabrik apakah

akan dilakukan recall atau lainnya. Setiapkeluhan harus tercatat untuk

memudahkan pelacakan. Obat kembalian ada dua jenis, obat kembalian dari

pelanggan (retur) dan kembalian dari distributor ke prinsipal, sistemnya sama

51
yaitu memastikan bahwa produk yang diretur olehpelanggan memang benar

berasal dari kita sebagai distributornya, dan dapat mengamankan bahwa tidak ada

produk palsu yang masuk dalam rantai pengembalian barang.

Obat kembalian harus dikarantina di lemari khusus dan terkunci dengan

penandaan yang jelas sebelum menunggu hasil apakah layak jual atau

dikembalikan ke pabrik. Dan produk yang didistribusikan oleh PBF maka harus

terjamin keasliannya sehingga sebelum produk sampai ke konsumen produk palsu

dapat di cegah.Untuk setiap retur harus melampirkan fotokopi faktur pembelian

dan bisa dicek apakah batch dan ED nya sama dengan Histori penjualan PBF.

Obat diduga palsu, apabila mendapat laporan ini maka secepatnya harus melapor

ke instansi berwenang dan industri farmasinya sebagai pemegang izin edar,

penanganan dengan dikarantina, terkunci dan diberi label jelas, penyaluran harus

segera dihentikan sambil menunggu instruksi dari pihak berwenang.

3.6.8 Penarikan Kembali Obat Dan Atau Bahan Obat

Recall (penarikan kembali produk obat atau bahan obat) terdiri atas dua

jenis, yaitu mandatory dan voluntary, mandatory bersifat wajib, contohnya recall

karena memang dari hasil pemeriksaan bahwa obat jenis tersebut tidak layak edar,

bisa saja dari kandungan, efek samping atau tidak memenuhi 80 persyaratan

lainnya. Voluntary adalah recall yang dilakukan secara sukarela oleh pabrikan,

contoh ketika ada recall terkait ranitidin tablet, dikeluarkan edaran ranitidin

dengan NIE mana saja yg harus recall, beberapa pabrikan yang tidak masuk dalam

recall mandatory berinisiatif sendiri untuk recall untuk menguji kembali

kandungannya.

52
Apabila PBF menerima surat perintah recall, maka hal pertama yang

dilakukan adalah membentuk tim untuk mengurus recall yang dikepalai oleh

apoteker, untuk selanjutnya mencari data distribusi produk tersebut, apoteker

akanmemberikan data ke salesman outlet yang didistribusikan produk tersebut,

untuk secepatnya mencai info apakah stok masih ada atau tidak, jika stok masih

ada maka dilakukan penarikan secepatnya dengan membuat berita acara penarikan

barang. Untuk recall harus ditarik sampai satuan terkecil, produk recall yang

ditarik dikarantina dan diberi label khusus serta terkunci untuk menghindari

kehilangan. Recall harus dilakukan secepatnya, semua didokumentasikan dan

dibuat berita acara recall ke badan pom, tembusan balai pom setempat, dinas

kesehatan provinsi setempat, kantor pusat dan arsip.

3.6.9 Transportasi/Logistik

Transportasi dalam pendistribusian penting untuk dierhatikan agar

menjaga mutu barang tetap terjaga dan mempertahankan kemasan serta identitas

dari produk. Di Rajawali cabang Padang, tranportasi menggunakan motor box,

mobil box dan mobil L 300. Setiap kendaraan terdapat ceklist pemeriksaan,

sebelum digunakan harus di lakukan. pengecekan apakah kendaraan layak

jalan/tidak. Pengemudi dilatih mengenai penanganan yang akan dilakukan apabila

terjadi hal yang tidak diinginkan selama perjalanan seperti kecelakaan, bencana

alam, pencurian dan lainnya. Untuk transportasi menggunakan pihak ketiga untuk

area luar kota, rajawali juga melakukan pelatihan dan audit ke sarana pihak ketiga.

Transportasi dengan pihak ketiga barang harus sesegera mungkin dikirim

ke outlet di PT. Rajawali pengiriman luar kota akan di jemput oleh ekspedisi

(ZATAKA) pada sore hari, dibuatkan resi pengiriman yang mencantumkan nama

53
outlet, nomor faktur, alamat, jenis pengiriman dan ditandatangani oleh pihak

ekspedisi dan gudang PT. Rajawali.

3.7 Aspek Evaluasi

3.7.1 Inspeksi diri

Inspeksi diri adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengecek sendiri

segala hal yang berkaitan dengan segala aspek operasional kantor. PBF membuat

ceklist sendiri apa yang akan diperiksa, kemudian dicek ke real di lapangan, apa

yang tidak sesuai dicatat dan dibuat CAPA (Corective Action Preventive Action)

yaitu berupa apa penyebab ketidaksesuaian dilapangan dengan SOP dan

bagaimanacara menghindari agar kesalahan tidak berulang kembali. Inspeksi diri

dapat dilakukan ke seluruh bagian kerja.

3.7.2 Audit

Di PT. Rajawali cabang Padang, audit biasanya dilakukan oleh kantor

pusat dan audit dilakukan secara tidak terjadwal, begiu juga saat audit dari BPOM

atau dinas kesehatan dilakukan secara tidak terjadwal, sehingga audit bisa kapan

saja,. PBF harussiap apabila dilakukan audit dari kantor pusat maupun BPOM dan

Dinas Kesehatan, bila terdapat temuan maka dibuat CAPA untuk mengatasi dan

menghindari temuan yang sama berulang dikemudian hari.

54
BAB IV

PEMBAHASAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mahasiswa Program Studi Profesi

Apoteker pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) dilaksanakan di PT. Rajawali

Nusindo yang berlokasi di Jalan Baru Andalas No. 9, Simpang Haru, Kecamatan

Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat. Kegiatan PKPA berlangsung

selama 1 bulan yaitu dimulai pada tanggal 9 Mei – 4 Juni 2022. Kegiatan PKPA

di PT. Rajawali Nusindo dilakukan sesuai hari kerja yaitu pada hari Senin- Jum’at

pukul 08.00-17.00 WIB (Senin-Kamis) dan 07.30-17.00 WIB (Jum’at).

PT. Rajawali Nusindo merupakan anak perusahaan PT. Rajawali

Nusantara Indonesia (Persero) yang bergerak dalam bidang distribusi dan

perdagangan. PT. Rajawali Nusindo terus berupaya menyalurkan produk

konsumsi, alat kesehatan, produk farmasi, hasil perkebunan, serta alat dan sarana

perkebunan unggulan. Guna mendukung pelayanan prima kepada seluruh

pelanggan, Pelayanan PT. Rajawali Nusindo sudah tersebar di seluruh wilayah

Indonesia di 43 Kantor Representatif di 34 Provinsi mulai dari Aceh hingga

Papua. Dengan jumlah pelanggan lebih dari 36.000 yang terdiri instansi

pemerintah, peritel, gerai modern, dan perusahaan yang tergabung dalam PT. RNI

Group. PT. Rajawali Nusindo terus berkomitmen menyediakan pelayanan jasa

distribusi yang unggul dan terpercaya.

Secara umum PT. Rajawali Nusindo cabang Padang telah menerapkan

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan telah mendapatkan sertifikat CDOB.

Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa PBF telah

memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan obat atau bahan obat. Hal

55
ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian yang menyatakan bahwa fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan

farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik. Begitu juga

dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa

PBF dan PBF cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan

penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang telah ditetapkan

oleh Kepala Badan. PBF dan PBF cabang yang telah menerapkan CDOB dapat

diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Dengan adanya sertifikat CDOB

menunjukkan bahwa sistem manajemen mutu baik sehingga dapat menjamin

kualitas pelayanan termasuk pengelolaan dan penanganan produk dalam rantai

distribusi obat. Dengan begitu kepercayaan principal dan pelanggan terhadap PBF

dapat meningkat. Sertifikat CDOB memiliki masa berlaku selama 5 tahun.

Terdapat 3 jenis sertifikasi CDOB, yaitu distribusi produk rantai dingin termasuk

vaksin dan produk biologi lainnya, distribusi narkotika, dan distribudi produk obat

lainnya. Pada PT. Rajawali Nusindo cabang Padang sendiri telah memiliki

sertifikat CDOB, yaitu distribusi produk rantai dingin dan distribusi produk obat

lainnya. PT. Rajawali Nusindo cabang Padang tidak menyalurkan obat narkotika,

tetapi hanya menyalurkan obat psikotropika dan obat-obat tertentu.

Terdapat 12 aspek dalam CDOB yaitu manajemen mutu; organisasi,

manajemen dan personalia; bangunan dan peralatan; operasional; inspeksi diri;

penanganan keluhan, retur, diduga palsu dan penarikan kembali; transportasi;

fasilitas distribusi berdasarkan kontrak; dan dokumentasi. Penerapan aspek

manajemen mutu yang dilaksanakan yaitu mempertahankan sistem mutu dimana

PT. Rajawali Nusindo cabang Padang menerapkannya melalui Standar

56
Operasional Prosedur (SOP) seluruh kegiatan yang terdapat di PBF untuk

menjamin mutu produk tetap terjaga. Tujuan dari sistem mutu antara lain adalah

menjaga dan meningkatkan kemampuan organisasi dan memenuhi persyaratan

pelanggan, peraturan dan persyaratan perundangan terkait, dan menjamin

terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas sehingga produk yang

didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahannya sampai ke

tangan konsumen, serta melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau

penyalahgunaan. Peran apoteker dalam aspek manajemen mutu tersebut adalah

membuat, mengevaluasi dan merevisi SOP. Secara umum pelaksanaan aspek

organisasi, manajemen, dan personalia di PT. Rajawali Nusindo cabang Padang

telah terlaksana secara baik karena memiliki struktur organisasi dengan job

description yang jelas, sehingga setiap karyawan yang dimiliki memenuhi

kualifikasi yang sesuai dengan mengetahui tugas dan tanggung jawabnya.

Apoteker Penanggung Jawab di PT. Rajawali Nusindo berada langsung

dibawah kepala cabang dan memiliki akses ke seluruh bagian dan saling

berkoordinasi. Apoteker bertanggung jawab atas pengadaan, penyaluran dan

pelaksanaan CDOB di PT Rajawali Nusindo. Apoteker juga bertanggung jawab

untuk pembaruan, sosialisasi dan pemantauan SOP yang terkait dengan CDOB.

PT. Rajawali Nusindo cabang Padang melakukan penyaluran sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedagang Besar Farmasi, yaitu ke PBF lain,

rumah sakit, apotek, klinik, sarana pemerintahan, puskesmas, dan toko obat. PT.

Rajawali Nusindo cabang Padang terdiri dari dua lantai, lantai pertama terdiri dari

ruang kepala cabang, ruang resepsionis, ruang kasir, ruang akuntansi dan piutang,

ruang salesman, ruang kepala gudang, ruang gudang obat suhu kamar 25-30oC,

57
gudang obat suhu terkendali 16-25 oC, chiller suhu 2–8 oC, gudang psikotropika,

prekursor dan OOT, gudang karantina, dua gudang alat kesehatan, gudang

perdagangan umum, ruang packaging. Sedangkan pada lantai dua terdapat

ruangan marketing.

Kegiatan distribusi PT. Rajawali Nusindo dimulai dari pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran. PT. Rajawali Nusindo cabang Padang

melakukan pengadaan barang secara rutin melalui PT. Rajawali Nusindo pusat.

Pengadaan dilakukan dengan membuat defekta stok berdasarkan history

penjualan, pareto, dan potensi pasar. Pendistribusian obat dengan surat pesanan

akan diverifikasi oleh apoteker penanggung jawab terlebih dahulu, setelah

verifikasi dari apoteker dan semua pesanan telah sesuai dengan ketentuan maka

faktur siap dicetak.

Setiap produk obat dan alat kesehatan disusun di gudang sesuai ketentuan

penanganan seperti suhu simpan, bentuk sediaan, FIFO, FEFO. Obat psikotropika,

OOT dan prekursor telah disediakan gudang khusus yang ruangannya terkunci

rapat dan hanya bisa diakses oleh Apoteker Penanggung Jawab. Produk disusun di

atas rak yang telah diberi alas atau pallet untuk mencegah kerusakan produk

karena lembab akibat kontak langsung antara produk dengan lantai. Di gudang

penyimpanan PBF terdapat beberapa tempat penyimpanan, yaitu gudang dengan

suhu ruang (25-30 oC), gudang suhu cool room (16-25 oC), chiller untuk

penyimpanan CCP (2-8 oC), gudang psikotropika, dan gudang barang expired

date. Produk harus disimpan sesuai persyaratan yang telah dikeluarkan oleh

pabrik, obat harus terpisah dari produk bahan obat/alat kesehatan. Untuk alat

kesehatan di PT. Rajawali Nusindo Cabang Padang memiliki ruangan tersendiri

58
yang terpisah dari obat. Dalam menjaga akurasi stok dilakukan stok opname

secara berkala, dokumen yang terkait penyimpanan adalah kartu gudang manual

dan elektronik.

Apoteker berperan dalam menghitung buffer stock, lead time kedatangan

barang, dan proses jual beli yang dilakukan PBF, serta forecast penjualan

sehingga produk yang dipesan nantinya tidak menjadi over stok atau zero stok.

Apoteker di suatu PBF harus memastikan dan menjamin bahwa sistem mutu

disusun dan diterapkan di segala aspek kegiatan sehingga semua proses kegiatan

yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan mutu yang diharapkan, contohnya

dalam melakukan pengiriman obat apoteker harus memastikan bahwa produk

yang dikirim sudah sesuai dengan standar sehingga tidak merubah mutu atau

khasiat dari obat tersebut.

Suatu PBF harus menerapkan manajemen resiko mutu untuk menilai,

mengendalikan dan mengkomunikasikan serta mengkaji resiko yang terkait

dengan mutu obat. Contohnya dalam penanganan produk kembalian yang diduga

palsu, maka apoteker perlu menganalisa terlebih dahulu sebelum dilakukan

karantina sampai dikeluarkan hasil bahwa produk tersebut layak diloloskan untuk

dijual kembali.

Penanganan keluahan, obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu

dan penarikan kembali, penanganannya diatur sesuai dengan SOP. Dalam

penanganan keluhan telah dibedakan antara keluhan teknis dan non teknis.

Keluhan teknis seperti barang rusak, kesalahan pengiriman, kenutuhan obat, dan

keluahan non teknis seperti harga, diskon, pengiriman tidak dikirim. Setiap

keluhan kemudian dikelompokkan sesuai dengan jenis keluhan dan dilakukan

59
trend analisis terhadap keluhan, analisa dilakukan terhadap sumber masalah yang

timbul termasuk kecenderungan yang terjadi dan potensi ketidaksesuaian lain.

Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen,

instruksi instansi pemerintah yang berwenang seperti Badan POM atau karena

adanya keluhan pelanggan. Semua produk yang ditarik akan ditempatkan secara

terpisah di ruang karantina yang aman dan terkunci serta diberi label dengan jelas.

Kemudian produk akan diambil oleh principal atau Badan POM untuk dilakukan

pengujian.

Selain recall terdapat juga retur yaitu pengembalian produk atas

permintaan pelanggan. Kriteria produk retur antara lain expired date, barang

rusak, tidak sesuaipesanan/salah kirim, batch tidak sesuai faktur.

Penanggungjawab dalam penanganan produk kembalian adalah petugas gudang

yang ditunjuk oleh kepala gudang dengan konsekuen terhadap kriteria produk

retur dan memeriksa dengan teliti obat atau produk yang diretur serta surat

pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan serta jumlah dan identifikasi

obat dan bahan obat kembalian.

Apoteker berperan dalam penanganan obat/bahan obat yang diduga palsu.

Jika menemukan obat yang diduga palsu segera melaporkan kepada instansi yang

berwenang, industri farmasi dan pemegang izin edar dengan tujuan memastikan

obat palsu tidak beredar di pasaran.

Dalam melakukan distribusi sediaan farmasi perlu dilakukan kualifikasi

pemasok dan pelanggan untuk menjamin bahwa produk berasal dari sumber yang

sah dan disalurkan ke pelanggan yang sesuai aturan yang berlaku. Kualifikasi

60
pemasok antara lain memilki sertifikat CDOB dan memiliki izin yang aktif dan

penanggung jawab seorang apoteker. Kualifikasi pemasok dilakukan apabila akan

memulai bekerja sama dengan suatu industri untuk menyalurkan produknya dan

harus diketahui pula bahwa produk yang beredar telah memiliki nomor izin edar.

PT. Rajawali Nusindo cabang Padang merupakan PBF cabang sehingga

kualifikasi pemasok dilakukan oleh kantor pusat dan apoteker kantor pusat turut

andil dalam memeriksa kelayakan pabrikan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kualifikasi pelanggan dilakukan setiap tahun dengan cara meminta

kelengkapan berkas outlet, seperti surat izin apotek, rumah sakit atau klinik, surat

izin praktek, SIKTTK, spesimen tanda tangan apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian serta stempel sarana yang bersangkutan. Dengan adanya kualifikasi

pelanggan PBF dapat menjamin bahwa produk didistribusikan ke sarana berizin

dan dapat menjaga mutu obat sampai ke tangan pasien dan apabila ada

penyimpangan dari pelanggan seperti memesan produk dalam jumlah banyak atau

lain dari biasanya penanggung jawab PBF bisa langsung menghubungi apoteker

sarana tersebut untuk memastikannya.

Obat-obat yang tidak memenuhi persyaratan pendistribusian harus

dilakukan pemusnahan. PT. Rajawali Nusindo cabang Padang sendiri telah

melakukan pemusnahan pada tahun 2017 untuk produk yang tidak bisa

dikembalikan ke pabrik. Pemusnahan dilakukan pertama kali secara pre-

kondisiengan cara menghancurkan produk dari kemasan primernya sehingga label

dan bentuk sediaan tidak dapat dikenali lagi, kemudian ditimbun ditempat

pembuangan akhir yaitu TPA Air Dingin. Pemusnahan disaksikan oleh pihak

BPOM dan Dinas Kesehatan Provinsi dan dibuatkan berita acara pemusnahan.

61
Dalam menyalurkan barang, PT. Rajawali Nusindo Cabang Padang

menggunakan motor box, mobil box, dan mobil L300. Transportasi yang

digunakan harus dapat menjaga mutu barang, dapat mempertahankan kemasan

dan identitas produk. Setiap kendaraan terdapat checklist pemeriksaan, sebelum

digunakan harus dilakukan pengecekan apakah kendaraan layak jalan/tidak.

Pengemudi harus dilatih mengenai penanganan yang akan dilakukan apabila

terjadi hal yang tidak diinginkan selama perjalanan seperti kecelakaan, bencana

alam, pencurian dan lain-lain. Penyaluran ke area luar Padang menggunakan jasa

ekspedisi yaitu Zataka dengan pembuatan resi pengiriman yang mencantumkan

nama outlet, nomor faktur, alamat, jenis pengiriman dan ditandatangani oleh

pihak ekspedisi dan gudang Rajawali.

Kerja sama dengan jasa ekspedisi juga tertuang dalam perjanjian kerja

sama yang diperbaharui setiap sekali setahun. Pendistribusian ke luar pulau area

Padang seperti ke Pulau Mentawai menggunakan jasa ekspedisi pihak ketiga yang

sudah tanda tangan kontrak. Produk dikemas sebaik mungkin sesuai hasil validasi

sehingga suhu tetap terjaga sampai ke sarana. Pihak ketiga hanya mengirimkan

tanpa boleh mengemas ulang selama perjalanan. Apoteker juga ikut andil dalam

perjanjian kerjasama untuk menjamin barang sampai dengan baik. Pendistribusian

CCP memerlukan perlakuan khusus dengan persyaratan suhu harus terjaga 2-8

oC. Mulai dari pengiriman penyimpanan sampai pendistribusian ke sarana. Untuk

personil diberikan pelatihan mengenai perlakuan untuk produk CCP. Pelatihan

bisa dari prinsipal seperti biofarma atau instruktur lain dari kantor pusat. Untuk

semua peralatan dalam pengelolaan CCP wajib dilakukan kalibrasi dan validasi.

62
Kalibrasi dilakukan terhadap tempat penyimpan dan alat perekam suhu

(data logger) yang dilakukan sekali setahun. Kalibrasi dilakukan untuk

memastikan bahwa alat yang digunakan masih sesuai dengan spesifikasi dan

standar yg diinginkan. Sedangkan validasi dilakukan terhadap proses pengiriman

untuk memastikan bahwa peralatan yang kita gunakan untuk mendistribusikan

produkCCP tetap menjaga suhu 2–8°C. Pengiriman menggunakan

coolbox/styrofoam, didalamnya menggunakan ice pack, dimana jumlahnya sudah

ditetapkan setelah dilakukan validasi. Setelah barang diterima pelanggan

dilakukan pencatatan suhu kembali lalu diisi dalam form khusus. Khusus produk

CCP tidak diperkenankan retur karena PBF tidak bisa memastikan bahwa selama

penyimpanan oleh pelanggan produk itu tidak rusak.

Inspeksi diri di PT. Rajawali Nusindo cabang Padang dilakukan secara

berkala umtu melihat kesesuaian dan ketidaksesuaian secara teratur tentang

keadaan dan kelengkapan fasilitas PBF dalam memenuhi persyaratan CDOB.

Inspeksi diri dapat dilakukan ke seluruh bagian kerja. Jika dalam pengamatan

ditemukan adanya penyimpangan dan kekurangan, maka penyebabnya akan

diidentifikasi dan dibuat Corrective Action Preventive Action (CAPA). CAPA

kemudian didokumentasikan dan ditindak lanjuti sebagai bentuk evaluasi. Audit

PT. Rajawali Nusindo biasanya dilakukan oleh kantor pusat dan dilakukan tidak

terjadwal sama halnya dengan audit dari BPOM atau dinas kesehatan, sehingga

audit bisa kapan saja dan bila ada temuan maka dibuat CAPA untuk mengatasi

dan menghindari temuan yang sama berulang dikemudian hari.

Pelaporan yang dilakukan PT Rajawali Nusindo yaitu pelaporan

penyaluran psikotropika, prekursor farmasi, dan OOT. Pelaporan dilakukan setiap

63
bulan dan tiap triwulan. Pelaporan dilakukan melalui website E-WASNAPZA dan

laporan triwulan dilaporkan via E-Report PBF Kementerian kesehatan dan email

ke Badan POM. Pelaporan triwulan maksimal tanggal 20 dan untuk pelaporan

psikotropika, prekursor dan OOT dilakukan tanggal 10 setiap bulannya.

Semua kegiatan terkait dengan pendistribusian harus didokumentasikan

dengan baik dan dapat dengan mudah ditelusuri apabila ada pemeriksaan.

Dokumentasi dilakukan untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan

untuk memudahkan penelusuran. Dokumentasi meliputi surat pesanan, faktur,

data retur, data recall, data pemusnahan, laporan dan lain-lain. Semua

dokumentasi disimpan minimal 5 tahun. Apabila dokumentasi dengan sistem

komputer, maka harus divalidasi untuk menjamin tidak ada kesalahan.

64
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adalah

sebagai berikut:

1. PT. Rajawali Nusindo merupakan anak perusahaan dari PT. Rajawali

Nusantara Indonesia yang bergerak dalam bidang distribusi dan

perdagangan.

2. PT. Rajawali Nusindo memiliki cabang diseluruh provinsi yang ada di

Indonesia dengan pusat di Jakarta dan harus mengkuti SOP PBF pusat.

3. PT. Rajawali Nusindo cabang Padang telah mengikuti dan memenuhi

ketetapan pemerintah dan telah mengikuti pedoman CDOB (Peraturan

BPOM No. 9 Tahun 2019).

4. PT. Rajawali Nusindo cabang Padang mendistribusikan obat-obatan,

vaksin, produk medis habis pakai, serta alat-alat kesehatan

5. Apoteker di PBF PT. Rajawali Nusindo cabang Padang bertanggung

jawab penuh terhadap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penarikan,

pemusnahan serta pemantauan SOP sesuai dengan pedoman CDOB.

5.2 Saran

1. PT. Rajawali Nusindo cabang Padang dapat meningkatkan dan

mempertahankan sistem manajemen sehingga dapat meminimalisir

kesalahan.

65
2. PT. Rajawali Nusindo cabang Padang dapat meningkatkan manajemen

distribusi obat sehingga obat-obat dapat terdistribusikan sebelum

mencapai tanggal kadaluarsa.

66
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI.2019. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 tahun
2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.
BPOM RI.2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun
2020 tentang perubahan atas peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 9 tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat yang Baik. Jakarta.
BPOM RI.2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.
Depkes RI.2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.
Depkes RI.2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.
Depkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Sekretariat Negara.
Kepala BPOM RI.2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019. Jakarta.
Kepala BPOM RI 2017. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2017 tentang Tata Cara Sertifikasi
Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.

67

Anda mungkin juga menyukai