Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PRACTICAL TEACHING PBF


PENYELENGGARAAN PEDAGANG BESAR FARMASI
Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/Menkes/per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi

Kelompok 2 :
Rizal Mukti (21161038)
Rizka Fauzia (21161039)
Rossy Rihani (21161040)
Sar Mahmudah (21161041)
Sekar Ratuningasih Esde (21161042)
Septriantina (21161043)
Sri Utami (21161044)
Sukmawati (21161045)
Syaiful Bahri (21161046)

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dalam rangka melindungi masyarakat terhadap peredaran obat dan bahan obat yang
tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu maka Direktorat
Bina

Produksi

dan

Distribusi

Kefarmasian

melaksanakan

pembinaan

dan

pengendalian di bidang peredaran obat dan bahan obat. Pembinaan secara menyeluruh
dimaksudkan agar obat dan bahan obat yang beredar dan digunakan oleh masyarakat
telah memenuhi syarat dan tidak merugikan kesehatan masyarakat.
Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI, yaitu Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tanggal 13 Juni 2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi dan beberapa peraturan teknis lainnya, menggantikan
peraturan yang sebelumnya karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, kondisi
dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi terkini. Terbitnya peraturan baru
ini, Pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip Clean Goverment dan
Good Governance secara universal dan diyakini menjadi prinsip yang diperlukan
untuk memberikan pelayanan publik prima kepada masyarakat. Kualitas pelayanan
publik prima dapat dapat diukur dengan ada tidaknya suap, ada tidaknya SOP,
kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan
dan kecepatan dalam pemberian pelayanan dan kemudahan masyarakat melakukan
pengaduan.
Pemerintah wajib melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap
produksi dan distribusi obat dan bahan obat, terutama pada era perdagangan bebas
dalam rangka melindungi masyarakat dari efek yang tidak diinginkan dan sekaligus
dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha. Oleh karena itu, Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian perlu menyusun pedoman pelaksanaan
pelayanan perizinan Pedagang Besar Farmasi sebagai acuan dalam pelaksanaan
proses perizinan Pedagang Besar Farmasi.
2. TUJUAN
a. Sebagai acuan pelaksanaan proses perizinan Pedagang Besar Farmasi
b. Sebagai panduan bagi pelaku usaha dalam pengurusan perizininan Pedagang
Besar Farmasi
3. SASARAN
2

a. Petugas pelaksana pelayanan perizinan


b. Pelaku Usaha di bidang Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan Bahan Obat
4. PENGERTIAN
1) Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia .
4) Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang
digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku
farmasi termasuk baku pembanding.
5) Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan
mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
6) Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disebut
Kepala Balai POM adalah kepala unit pelaksana teknis di lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
7) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disebut Kepala
Badan, adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pengawasan obat dan makanan.
8) Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan.
9) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

BAB II
RESUME PENYELENGGARAAN PBF
I.

Berdasarkan Permenkes 34 thn 2014 Tentang Penyelenggaraan


Pasal 13 ayat (1-5) didapatkan point penting sebagai berikut :
1. Mutu obat yang sesuai
2. Sumber pengadaan untuk PBF pusat dari IF, sesama PBF dan importir ( berdasarkan undangundang)
3. Sumber pengadaan untuk PBF cabang dari PBF pusat

4. Dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat harus berdasarkan surat
pesanan

yang

telah

ditandatangani

Apoteker

Penanggung

Jawab

dengan

mencantumkan nomor SIKA.


Pasal 14
5. Setiap PBF/ PBF Cabang harus memiliki Apoteker Penanggung Jawab yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat/bahan obat.
6. Apoteker Penanggung Jawab harus memiliki izin sesuai peraturan perundangundangan.
7. Apoteker Penanggung Jawab dilarang maerangkap jabatan sebagai direksi / pengurus
PBF atau PBF cabang.
Pasal 14A
8. Apabila Apoteker Penanggun Jawab tidak dapat melaksanakan tugas Apoteker
tersebut harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas
paling lama 3 bulan. Penggantian tersebut harus mendapat persetujuan dar Kepala
Dinkes Provinsi
Pasal 14B
9. Syarat Penggantian struktural penganggung jawab PBF pusat dan PBF cabang

Pasal 17, 18, 19, 21


10. PBF dilarang menjual obat/bahan obat secara eceran.
11. PBF dilarang menerima dan / atau melayani R/.
12. PBF lain
13. PBF Cabang lain
14. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian :
a. Apotek
b. Klinik
c. Puskesmas
d. IFRS
e. Toko obat, kecuali untuk obat keras tidak dapat diberikan.
15. Pemerintah
Penyaluran terhadap instalasi pemerintah, harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
16. PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat dalam batas wilayah pengakuannya.
Dapat juga menyalurkan obat dan atau bahan obat di wilayah provinsi terdekat untuk
dan atas nama PBF pusat dibuktikan dengan Surat Penugasan yang disahkan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi yang dimaksud.
17. Lembaga ilmu pengetahuan.
Pasal 22

18. Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus dari Menteri sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
a. Izin khusus PBF
b. Surat Pemesanan
c. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
Pasal 23
19. Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat dari
kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan
pengujian laboratorium.
20. Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali bahan obat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang
pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.
Pasal 24
21. Fungsional PBF sebagai tempat pendidikan dan pelatihan
II.

III.

Berkaitan aspek CDOB


1. Berkaitan dengan Manajemen Mutu
2. Berkaitan dengan Organisasi Manajemen dan Personalia
3. Barkaitan dengan Operasional
Resume

PBF dapat menyelenggarakan kegiatan jika persyaratan mutu obat atau bahan obat yang sesuai untuk
menandakan PBF tersebut mempunyai menejemen mutu yang baik, pengadaan obat atau bahan obat
untuk PBF pusat harus dari Industri farmasi yang telah memiliki izin serta memiliki prinsip CPOB,
sesama PBF yang juga memiliki izin dan prinsip CDOB atau Importir dengan berdasarkan ketentuan
UU, sedangkan pengadaan obat atau bahan obat PBF cabang harus dari PBF pusat

Point 4 berkaitan dengan CPOB BAB IV Operasional, bagian kualifikasi pemasok yaitu
pengadaan obat dan /atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis & rantai
pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan.
Setiap PBF dan atau PBF cabang wajib melaksanakan pengadaan,penyimpanan, penyaluran
obat dan bahan obat, dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran sesuai CDOB
yang ditetapkan oleh Menteri. Pemeriksaan dokumentasi diperiksa oleh petugas berwenang,
dokumen dapat dilakukan secara elektronik. PBF dan atau PBF cabang yang telah
menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala Badan (BPOM).
Pada pasal ini terkait pada CDOB tahun 2012 pada bab IV operasional terkait kualifikasi
pemasok atau rantai distribusi. Dan juga terkait bab IX dokumentasi yaitu terkait
dokumentasi tertulis maupun elektronik terkait dokumentasi distribusi.
6

Penyaluran obat hanya boleh dilakukan kepada industri farmasi , kepada PBF dan PBF
cabang, apotek, instalasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan harus berdasarkan surat
pesanan yang telah ditanda tangan oleh Apoteker Penanggung Jawab dan mencantumkan no
SIKA/SIPA/SIKTTK. Penyaluran obat oleh PBF juga diperbolehkan untuk lembaga ilmu
pengetahuan dengan surat penerimaan yang ditandatangani oleh pimpinan lembaga
pendidikan tersebut.
Izin Khusus ini menyangkut Izin Khusus impor narkotika dan izin khusus penyaluran
narkotika. Selain itu surat pemesanan hanya dapat berlaku untuk masing-masing narkotika,
psikotropika dan precursor farmasi dan harus terpisah dari surat pesanan lain dan penyaluran
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker Penanggung Jawab dan/ atau
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan . Dalam pasal ini terkait dengan aspek CDOB berupa
aspek operasioal.
PBF yang melakukan perubahan kemasan ulang di ruang pengemasan, melakukan
pengemasan ulang yang sesuai dengan persyaratan CDOB, dan wajib melakukan pengujian
laboratorium
Bahwa dalam menjadikan PBF sebagai tempat pendidikan dan pelatihan untuk mengasilkan
personilyang kompeten dan sesuai dengan kualifikasi CDOB serta mampu mengindentifikasi
dan menghindariobat/bahan obat palsu memasuki rantai distribusi

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan dalam rangka mengkaji kesesuaian antara
Permenkes 1148 tahun 2011 dengan Permenkes 34 tahun 2014, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Pada BAB III yang menjelaskan tentang penyelenggaraan PBF mengandung 11 pasal
yang sebelumnya hanya 9 pasal.
b. Aspek- aspek CDOB yang sesuai dengan penyelenggaraan PBF berkaitan dengan
manajemen mutu, organisasi manajemen dan personalia, serta operasional.
c. Setiap PBF wajib memiliki sekurang-kurangnya 3 Apoteker Penanggung Jawab yang
memiliki surat izin sesuai dengan perundang undangan yang berlaku (SIKA),
memiliki kompetensi dan pengetahuan CDOB serta tidak merangkap jabatan.

Anda mungkin juga menyukai