Anda di halaman 1dari 63

DRUG MANAGEMENT CYCLE

DI PBF

Ignatius Alfa Mardhiprsetya, S.Farm., Apt.


 PT. Indofarma Global Medika (IGM)
 PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD)
 PT. Rajawali Nusindo
 PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI/ITC)
 PT. Penta Valent
 PT. Anugrah Argon Medika (AAM)
 PT. Enseval Putra Megatrading
 PT. Bina San Prima
 PT. Mensa Bina Sukses
 PT. Antar Mitra Sembada
 PT. Merapi Utama Pharma
 PT. Marga Nusantara Jaya (MNJ)
 PT. Ping Loka

Beberapa PBF di Indonesia


Peraturan di PBF
 UU no 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
 PP no 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kfarmasian
 PMK no 1148 Tahun 2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi
 PMK no 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Permenkes
no 1148 Tahun 2011
 PMK no 30 Tahun 2017 Perubahan Kedua atas PMK no 1148
Tahun 2011
 PMK no 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnaha, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi
 Perka BPOM no HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
 Perka BPOM no 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Pengelolaan OOT
UU no 36 Tahun 2009
Bagian Kelima Belas
Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan
Pasal 98
1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan,
mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan
obat dan bahan yang berkhasiat obat.
UU no 36 Tahun 2009
3) Ketentuan mengenai pengadaan,
penyimpanan, pengolahan, promosi,
pengedaran sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus memenuhi standar mutu
pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
4) Pemerintah berkewajiban membina, mengatur,
mengendalikan, dan mengawasi pengadaan,
penyimpanan, promosi, dan pengedaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
UU no 36 Tahun 2009
Pasal 108
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi
pembuatantermasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi,pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas
resep dokter,pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
UU no 36 Tahun 2009
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan
praktik kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
UU no 36 Tahun 2009
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan,
dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
UU no 36 Tahun 2009
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).
UU no 36 Tahun 2009
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 dipidana
dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
PP 51 Tahun 2009
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:


a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi; dan
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;
PP 51 Tahun 2009
Bagian Keempat
Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau
Penyaluran Sediaan Farmasi

Pasal 14

1) Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran


Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung
jawab.
PP 51 Tahun 2009
2) Apoteker sebagai penanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping
dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pekerjaan
Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi
atau Penyaluran Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri
PP 51 Tahun 2009
Pasal 15

Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas


Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara
Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh
Menteri.
PMK no 1148 Tahun 2011
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
 Pedagang Besar Farmasi,yang selanjutnya
disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk
badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
PMK no 1148 Tahun 2011
 Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologidalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.

 Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat


maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam
pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai
bahan baku farmasi termasuk baku pembanding.
PMK 1148 2011
BAB III
PENYELENGGARAN
Pasal 13

1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan,


menyimpan dan menyalurkan obat dan/ataubahan obat
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
Menteri

2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari


industri farmasi dan/atau sesama PBF.
3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan
obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau
melalui importasi

4) Pengadaan bahan obat melalui importasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) PBF Cabang hanya dapatmelaksanakan


pengadaan obat dan/atau bahan obat dari
PBFpusat
PMK no 1148 Tahun 2011
Pasal 14

 Setiap PBFdan PBF Cabangharus memilikiapoteker


penanggung jawab yang bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obatsebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

 Apoteker penanggung jawab sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMK no 1148 Tahun 2011
 Apoteker penanggung jawab dilarang
merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.

 Setiap pergantian apoteker


penanggungjawab, direksi/pengurus PBF
atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada
Direktur Jenderal atau Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja
PMK no 1148 Tahun 2011

Pasal 17

(1) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual


obat atau bahan obat secara eceran.
(2) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima
dan/atau melayani resep dokter.
PMK no 1148 Tahun 2011
Pasal 18

 PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada


PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan
kefarmasiansesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
 Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)meliputi:
a.apotek;
b.instalasi farmasi rumah sakit;
c.puskesmas;
d.klinik;atau
e.toko obat.
PMK no 1148 Tahun 2011
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) PBF dan PBF
Cabang tidak dapat menyalurkan obat
keras kepada toko obat.
 Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah,
PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan
obat dan bahan obat kepada instansi
pemerintah yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMK no 1148 Tahun 2011
Pasal 20

PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran


obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.

Pasal 24

Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan


penyaluran obat dan/ataubahan obat, PBF mempunyai
fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
PMK no 34 Tahun 2014

Pasal 19
(1) PBF Cabang hanya dapat menyalurkan
obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi sesuai surat pengakuannya.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) PBF Cabang
dapat menyalurkan obat dan/atau bahan
obat di wilayah provinsi terdekat untuk dan
atas nama PBF Pusat yang dibuktikan
dengan Surat Penugasan/Penunjukan.
PMK no 34 Tahun 2014
Pasal 20

PBF dan PBF Cabang hanya


melaksanakan penyaluran obat
berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pengelola apotek,
apoteker penanggung jawab, atau tenaga
teknis kefarmasian penanggung jawab
untuk toko obat dengan mencantumkan
nomor SIPA, SIKA, atau SIKTTK.
PMK no 30 Tahun 2017
Pasal 13
(5) PBF Cabang hanya dapat
melaksanakan pengadaan obat
dan/atau bahan obat dari PBF pusat
atau PBF Cabang lain yang ditunjuk
oleh PBF pusatnya.
PMK no 30 Tahun 2017
Pasal 20
(1) PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan
penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker
penanggung jawab, atau tenaga teknis
kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat
dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyaluran obat
berdasarkan pembelian secara elektronik (E-
Purchasing) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMK no 3 Tahun 2015
Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 14
1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:
a. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi
Pemerintah;
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor
Narkotika kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran
Narkotika;
PMK no 3 Tahun 2015
d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi
Farmasi Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara
Nasional Indonesia atau Kepolisian; dan
e. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi
Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi
Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah, dan Puskesmas.

2) Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi


Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, PBF dapat
menyalurkan Prekursor Farmasi golongan obat bebas
terbatas kepada Toko Obat.
PMK no 3 Tahun 2015
Pasal 17
(1) Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi
Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan:
a. surat pesanan;
b. faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
1. nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
2. bentuk sediaan;
3. kekuatan;
4. kemasan;
5. jumlah;
6. tanggal kadaluarsa; dan
7. nomor batch.
PMK no 3 Tahun 2015
Pasal 25

(1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor


Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.
(2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Narkotika.
(3) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Psikotropika.
(4) Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk
bahan baku dilarang digunakan untuk menyimpan barang
selain Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku.
PMK no 3 Tahun 2015
Pasal 26
(1) Gudang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang
dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah
kunci yang berbeda;
b. langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;
c. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan
jeruji besi;
d. gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin
Apoteker penanggung jawab; dan
e. kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan
pegawai lain yang dikuasakan.
PMK no 3 Tahun 2015
(2) Ruang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
b. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi
dengan jeruji besi;
c. mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang
berbeda;
d. kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan; dan
e. tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk.
PMK no 3 Tahun 2015
(3) Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. terbuat dari bahan yang kuat;
b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah
kunci yang berbeda;
c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang,
untuk Instalasi Farmasi Pemerintah;
d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum, untuk Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan ; dan
e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan.
PKBPOM no 7 th 2016

A.1.5. Pada saat penerimaan Obat-Obat Tertentu


harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara
fisik dan data dalam Faktur dan/atau Surat
Pengiriman Barang (SPB) meliputi:
a. kebenaran nama, nomor bets, tanggal
kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai
dengan surat pengantar / pengiriman barang
dan/atau faktur penjualan;
b. kondisi wadah pengiriman dan/atau kemasan
termasuk segel,label dan/atau penandaan dalam
kondisi baik;
PKBPOM no 7 th 2016

C.4. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pesanan


pembeli:
a. Pembeli datang langsung dengan pembayaran tunai
(cash and carry);
b. Pembayaran secara tunai meskipun pesanan dalam
jumlah besar;
c. Pesanan dalam jumlah tidak wajar dan berulang-ulang;
d. Pembeli menawarkan harga lebih tinggi untuk pengiriman
segera;
e. Pembeli meminta pengiriman dengan kemasan yang tidak
lazim;
f. Perusahaan pemesan tidak dapat menunjukan izin sarana.
Apabila ditemukan hal-hal tersebut harus dilakukan investigasi
terhadap kemungkinan diversi.
PKBPOM no 7 th 2016

D.1. Penanggung jawab PBF bertanggung


jawab atas penanganan obat/bahan
Obat-Obat Tertentu kembalian.
D.2. Penerimaan obat/bahan Obat-Obat
Tertentu yang dikembalian harus disertai
surat pengembalian barang dari fasilitas
yang mengembalikan dengan dilengkapi
fotokopi faktur penjualan dan/atau surat
pengiriman barang.
PKBPOM no 7 th 2016

D.3. Apoteker penanggung jawab PBF atau


personil yang ditunjuk harus melakukan
verifikasi kesesuaian terhadap surat
pengembalian barang dan fotokopi faktur
penjualan dan/atau surat pengiriman
barang.
D.4. Verifikasi meliputi nama produk, nama
produsen, bentuk dan kekuatan sediaan,
jumlah obat, nomor bets, dan tanggal
kedaluwarsa obat/bahan obat yang
dikembalikan.
PKBPOM no 7 th 2016

D.5. Obat/bahan Obat-Obat Tertentu


kembalian harus dikarantina dan
disimpan ditempat yang aman dan
terpisah dari obat dan/atau bahan obat
kembalian lainnya serta diberi
penandaan yang jelas sampai ada
keputusan tindak lanjut, dan membuat
daftar obat /bahan obat kembalian.
CDOB
9 Aspek CDOB:
BAB I Manajemen Mutu
BAB II Organisasi, Managemen dan Personalia
BAB III Bangunan dan Peralatan
BAB IV Operasional
BAB V Inspeksi Diri
BAB VI Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat
Kembalian,Diduga Palsu dan Penarikan Kembali
BAB VII Transportasi
BAB VIII Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
BAB IX Dokumentasi
CDOB
Aneks I Bahan Obat
Aneks II Produk Rantai Dingin (Cold Chain
Product/CCP)
Aneks III Narkotika dan Psikotropika
CDOB Bab I Manajemen Mutu
Memiliki Sistem Mutu
-POB
-Rekaman

Memiliki Manajemen Resiko Mutu


-POB Pengendalian Perubahan
-POB penanggulangan bencana
-POB Pencurian
BAB II Organisasi Manajemen dan
Personalia
- Struktur Organisasi
- Uraian Tugas Personil
- Program Pelatihan
- Penerapan Sistem K3
BAB III Bangunan dan Peralatan
Faktor yang hasur diperhatikan:

Suhu

Keama Kelemb
nan apan

Kebersi
han
BAB IV Operasional
Pengadaan
Penerimaan
Penyimpanan
Penyaluran
BAB V Inspeksi Diri
Hasil Inspeksi diri harus disampaikan kepada
manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam
pengamatan ditemukan adanya penyimpangan
dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus
diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus
didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
BAB VI Keluhan dan Obat Kembalian
Keluhan Pelanggan

Kualitas Obat Distribusi

Industri Evaluasi Distribusi


BAB VI Keluhan dan Obat
Kembalian
Syarat obat kembalian dapat dijual kembali:
Obat dalam kemasan asli dan kondisi baik

Selma pengiriman dan penyimpanan dalam kondisi sesuai

Diperiksa terlebih dahulu oleh penanggungjawab / personil berwenang

Mempunyai bukti dokumentasi asal usul obat


Bab VII Transportasi
Moda transportasi yang dipilih, harus dapat
menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak
mengalami perubahan kondisi selama transportasi
yang dapat mengurangi mutu.
Untuk Pengiriman CCP suhu dimonitordan dicatat
pada saat keberangkatan, dalam perjalanan, dan
saat diterima.
BAB VIII Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Penanganan kehilangan / kerusakan obat selama
pengiriman dan dalam kondisi force major

Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan


obat dan/atau bahan obat kepada pemberi kontrak
jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan
menyertakan berita acara kerusakan.

Kehilangan selama pengiriman oleh penerima


kontrak, penerima kontrak wajib melaporkan
kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.

Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap


penerima kontraksetiap saat.
BAB IX Dokumentasi

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait


dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan,
penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan
dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.
Peraturan Penyalur Alat Kesehatan
PMK no 1191 Tahun 2010 tentang Penyaluran Alat
Kesehatan
PMK no 4 Tahun 2014 Tentang Cara Distribusi Alat
Kesehatan yang Baik
CDAKB (5 Kelompok alat kesehatan)
1.Alat Kesehatan Elektromedik Radiasi adalah alat kesehatan
yang menggunakan sumber listrik AC atau DC untuk
pengoperasian dan memancarkan radiasi pengion atau zat
radioaktif selama penggunaan untuk mencapai maksud
penggunaannya.
2.Alat Kesehatan Elektromedik Non Radiasi adalah alat
kesehatan yang menggunakan sumber listrik AC atau DC untuk
pengoperasian dan tidak memancarkan radiasi pengion atau
zat radioaktif selama penggunaan untuk mencapai maksud
penggunaannya.

.
CDAKB
3. Alat Kesehatan Non Elektromedik Steril adalah alat
kesehatan yang penggunaannya tidak memerlukan
sumber listrik AC atau DC dan mengalami proses
sterilisasi pada proses produksinya dan produknya steril.
Contoh: jarum suntik, kasa steril, benang bedah, IV
catheter, infuse set.
4.Alat Kesehatan Non Elektromedik Non Steril adalah alat
kesehatan yang penggunaannya tidak memerlukan
sumber listrik AC atau DC dan produknya tidak steril.
Contoh: plester, instrument bedah, timbangan bayi, kursi
roda manual, tempat tidur pasien manual, statescope.
CDAKB
5. Produk Diagnostik In Vitro adalah alat kesehatan
yang digunakan untuk pemeriksaan spesimen dari
dalam tubuh manusia secara In Vitro untuk
menyediakan informasi untuk diagnosa, pemantauan
atau gabungan. Termasuk reagen, kalibrator, bahan
kontrol, penampung spesimen, software, dan
instrumen atau alat atau bahan kimia lain yang
terkait. Contoh: alat tes gula darah, tes kehamilan
muda, tes asam urat, alat tes kimia klinik, hematology
analyzer.
CDAKB
(1) Setiap Penyalur Alat Kesehatan dan Cabang Penyalur
Alat Kesehatan dalam melaksanakan kegiatan
distribusi wajib menerapkan CDAKB.
(2) CDAKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:
a. sistem manajemen mutu;
b. pengelolaan sumber daya;
c. bangunan dan fasilitas;
d. penyimpanan dan penanganan persediaan;
e. mampu telusur produk (traceability);
f. penanganan keluhan;
g. tindakan perbaikan keamanan di lapangan (Field Safety Corrective
Action/FSCA);
h. pengembalian/retur alat kesehatan;
i. pemusnahan alat kesehatan;
j. alat kesehatan illegal dan tidak memenuhi syarat;
k. audit internal;
l. kajian manajemen; dan
m. aktifitas pihak ketiga (outsourcing activity).
CDAKB
Personil

Penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan


pendidikan minimal Ahli Madya Farmasi, Ahli MAdya
Teknik Elektromedik, dan/atau tenaga lain yang
sederajat, sesuai dengan produk yang disalurkan.
CDAKB
Bangunan

Untuk PAK dan Cabang PAK yang menyalurkan


produk alat kesehatan elektromedik dan produk
diagnostik in vitro harus memiliki fasilitas
bengkel/workshop (milik sendiri atau bekerjasama
dengan perusahaan lain dan atau bengkel resmi
terkait).
Trima Kasih

Anda mungkin juga menyukai