Anda di halaman 1dari 4

APOTEKER KEWAJIBAN DAN KEWENANGANNYA

UNDANG-UNDANG DASAR 1945


Pembukaan UUD 1945 alenia keempat
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
Pasal 28H
(1) setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan. Pada
pasal 34 ayat 3 menyatakan bahwa “negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan yang layak.
Pasal 34
(3). Negara yang bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
 Apoteker bertanggung jawab terhadap penyediaan fasilitas kesehatan dalam hal ini
distribusi sediaan farmasi yang layak sebagai salah satu upaya pemerintah untuk
menjamin kesehatan masyarakat.

UU RI NO 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


Pasal 98
Ayat (2) setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat
obat.
Ayat (3) ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengoolahan, promosi, pengedaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 108
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

PP 41 tahun 1999 tentang masa Bakti dan ijin kerja apoteker


Pasal 1 ayat 1
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.

PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian


Pasal 1 ayat 5
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
jabatan apoteker.

PRAKTEK KEFARMASIAN BERDASARKAN PP 51 TAHUN 2009


Pekerjaan kefarmasian:
 pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan
Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan
Obat dan Obat tradisional.
 Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
 Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri
atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
 Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian untuk:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelanggaraan pekerjaan kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-
undangan; dan
c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi:
a. Pengadaan sediaan farmasi
b. Produksi sediaan farmasi
c. Distribusi atau penyaluran sediaan farmasi;
d. Pelayanan sediaan farmasi

Topoksi Apoteker di Unit Pengadaan


PP 51/2009 pasal 6
1. Pengadaan sediaan farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi, atau
penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi.
2. Pengadaan sediaan farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh
tenaga kefarmasian
3. Pengadaan sediaan farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat, dan khasiat
sediaan farmasi
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan sediaan farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan menteri.

PENGADAAN DI UNIT PRODUKSI


UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 98
Pengadaan di industri farmasi merupakan suatu pproses agar tetap tersedianya bahan baku obat
atau bahan kemas produksi di industri farmasi. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan
pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu sehingga pengadaan di industri farmasi harus
memenuhi mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
UU kesehatan 36/2009 juga mengatur persyaratan sediaan farmasi yaitu dikelaskan pada pasal
105 dan 108 dipertegas dengan peraturan PP 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi
pada pasal 1 dan 2. Pasal 2 disebutkan adanya persyaratan untuk bahan baku/obat berdasarkan
farmakope.
DEFINISI BAHAN OBAT
PERMENKES RO NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG INDUSTRI
FARMASI
Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan
dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan baku farmasi.

UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan


Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika

PERAN APOTEKER
Kepala bagian QC
Bertanggung jawab atas terjaminnya mutu bahan baku obat yang akan digunakan, tuggasnya
adalah memutuskan meluluskan atau menolak, bahan baku obat yang akan digunakan apabila
tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan melakukan sampling dan pengujian.
Ketentuan yang mengatur proses pengadaan di Industri dijelaskan pada PP no 51 tahun 2009
yaitu pada pasal 6. Dari peraturan tersebut diketahui bahwa dalam produksi sediaan farmasi,
industri farmasi harus mementingkan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Untuk memperoleh
suatu bahan baku yang bermutu dalam produksi sediaan farmasi diperlukan tenaga kefarmasian
yang memiliki keahlian dan kewenangan. Dalam hal ini yang berkompeten dalam menentukan
spesifikasi bahan baku yang baik adalah apoteker.

Anda mungkin juga menyukai