Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANAJEMEN FARMASI

RESUME MATERI PERTEMUAN 5


Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Farmasi
Dosen pengampu : Eva Dania, M.Farm., apt.,

Disusun oleh:
Muhammad Taufiq Anwari
P2.06.30.1.18.017

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
2020

Pedagang Besar Farmasi

a. Pengertian Pedagan Besar Farmasi


Perusahaan Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam
jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedagang Besar Farmasi sebagai salah satu sarana distribusi obat dan bahan obat
dalam pelaksanaan kegiatannya harus memiliki izin sesuai dengan Peraturan Menteri
kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.

b. Persyaratan Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi


1) Pedagang Besar Farmasi merupakan bidang usaha penanaman modal dalam negeri
sesuai dengan Perpres 36 tahun 2010 tentang bidang usaha terbuka dan tertutup;
2) Pemeriksaan administrasi meliputi pemeriksaan setempat untuk memperhatikan
kesesuaian dokumen (sesuai daftar tilik) → Lampiran.
3) PBF yang akan menyalurkan bahan obat juga harus memenuhi persyaratan:
a) memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan
obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur
Jenderal; dan
b) memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari
ruangan lain

c. Penerbitan Izin Pedagang Besar Farmasi


1) Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan contoh formulir
1 terlampir;
2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, kepala dinas kesehatan provinsi melakukan verifikasi kelengkapan
administratif;
3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB;
4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan administratif, kepala dinas kesehatan provinsi mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan
formulir 2 terlampir;
5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis
pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, kepala dinas kesehatan provinsi dan pemohon dengan mengunakan
contoh formulir 3 terlampir ;
6) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada point (4) dan point (5) serta persyaratan lainnya yang
ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan contoh
formulir 4 terlampir;
7) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (4), (5), dan (6) tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir 5 terlampir;
8) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada point (7), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF
dengan tembusan kepada Kepala Badan, kepala dinas kesehatan provinsi, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM;

d. Perubahan Izin Pedagang Besar Farmasi


1) Perubahan fisik
Pedagang Besar Farmasi yang melakukan perubahan fisik baik bangunan kantor
ataupun gudang, perpindahan lokasi, wajib melakukan perubahan izin Pedagang
Besar Farmasi kepada Direktur Jenderal setelah mendapat rekomendasi dari Dinas
Kesehatan
2) Perubahan non fisik
Setiap perubahan alamat kantor/gudang di lokasi yang sama, perubahan
penanggung jawab, NPWP atau nama perusahaan wajib melakukan perubahan
izin Pedangan Besar Farmasi kepada Direktur Jenderal setelah mendapat
rekomendasi dari Dinas Kesehatan.

3) Perubahan terhadap akte pendirian Pedagang Besar Farmasi


Perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas/koperasi karena perubahan
struktur komisaris, direksi, pemegang saham, ketua maupun pengurus harus
dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.

e. Masa Berlaku Pedagang Besar Farmasi


Izin Pedagang Besar Farmasi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.

f. Pelaporan Pedagang Besar Farmasi


1) Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga)
bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, kepala
dinas kesehatan provinsi dan Kepala Balai POM;
2) Selain laporan triwulanan kegiatan penerimaan dan penyaluran sebagaimana
dimaksud pada point (a) Direktur Jenderal setiap waktu dapat meminta laporan
kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan;
3) Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Laporan dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi.

g. Pembinaan Pedagang Besar Farmasi


Pembinaan terhadap Pedagang Besar Farmasi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan c.q. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian baik secara mandiri maupun secara bekerja sama dengan instansi terkait
Aspek Pembinaan:
1) Personalia
2) Bangunan
3) Dokumentasi
Langkah Pembinaan:
1) Perencanaan pembinaan
2) Pelaksanaan Pembinaan dan Pengumpulan Data
3) Analisis Hasil Pembinaan
4) Penyusunan Laporan dan Rekomendasi

h. Evaluasi
Evaluasi Hasil Pembinaan harus dilaksanakan secara berkesinambungan dengan
memperhatikan semua aspek dalam pembinaan yaitu perencanaan, pelaksanaan,
analisis, dan dampak pembinaan sehingga hasil evaluasi tersebut dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan perbaikan terus menerus dalam rangka pelaksanaan
pembinaan yang lebih baik.

i. Tugas dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi


Tugas PBF
1) Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat,
bahan obat, dan alat kesehatan.
2) Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan
sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya.
3) Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap dilakukan
pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-
obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek,
rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
Fungsi PBF
1) Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
2) Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air
secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
3) Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan
obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
4) Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana PBF khusus,
yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
5) Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.

j. Penyelenggara Pedagang Besar Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang PBF tercantum bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari
industri farmasi dan/atau sesama PBF. Setiap PBF harus memiliki apoteker
penanggung jawab yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. Namun,
dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF. Setiap pergantian
apoteker penanggung jawab, direksi atau pengurus PBF wajib melaporkan kepada
Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PBF
yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Setiap
PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di
tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat
dilakukan secara elektronik dan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

k. Alur Pendistribusian
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil
produksinya langsung ke PBF, Apotik, Toko Obat dan saran pelayanan kesehatan
lainnya. (Permenkes 918/Menkes/Per/X/1993).
Apotek dilarang membeli atau menerima bahan baku obat selain dari PBF
Penyalur Bahan Baku Obat PT. Kimia Farma dan PBF yang akan ditetapkan
kemudian. (Permenkes 287/Menkes/SK/XI/76 tentang Pengimporan, penyimpanan
dan penyaluran bahan baku obat).
Cara Penyaluran obat yang baik adalah:
Cara distribusi Obat yang Baik (CDOB) yaitu memastikan bahwa kualitas produk
yang dicapai melalui CDOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi.
Aspek-aspek CDOB
1) Personalia
2) Dokumentasi
3) Pengadaan dan Penyaluran
4) Penyimpanan
5) Penarikan kembali

PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan
kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras).
Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan,
yakni meliputi penyaluran obat, narkotika dan psikotropika (Kementerian Kesehatan
RI, 2011).
1) Penyaluran Obat
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada
instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada
toko obat (Kementerian Kesehatan RI, 2011). PBF hanya melaksanakan
penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab (Kementerian
Kesehatan RI, 2011).
2) Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika
wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
3) Obat psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat/obat
baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, berkhasiat psikoatif melalui
pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat, menyebabkan perubahan khas pada
mental perilaku.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas


Obat dan Makanan RI. No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara distribusi Obat Yang Baik. Jakarta: Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Pembinaan Pedagang
Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai