Anda di halaman 1dari 40

UU DAN ETIKA PROFESI KELAS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG PBF
1. Airyi Aprilia M. Reza 10118007
6.53
2. Almas Ayu N. Apriliana 10118011
3. Andini Dwi Lukitasari 10118016
4. Cahaya Fridaus Imani 10118043
5. Dina Sectio Ficky A. 10118059
6. Erika Alfionita V. 10118073
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PBF

1 2

Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2020


Permenkes Nomor
Tentang Perubahan Atas Peraturan
1148/Menkes/Per/VI/2011
Badan Pengawas Obat dan Makanan
Tentang Pedagang Besar Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman
Farmasi Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik

2
PERMENKES NOMOR
1148/MENKES/PER/VI/2011
6.53
TENTANG PEDAGANG
BESAR FARMASI

3
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 4. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi
1. Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF
termasuk baku pembanding.
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
2. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
5. Cara Distribusi Obat yang Baik, yang
selanjutnya disingkat CDOB adalah cara 7. Kepala Badan Pengawas Obat dan
distribusi/penyaluran obat dan/atau Makanan, yang selanjutnya disebut
bahan obat yang bertujuan untuk Kepala Badan adalah Kepala Badan yang
memastikan mutu sepanjang jalur tugas dan tanggung jawabnya di bidang
distribusi/penyaluran sesuai pengawasan obat dan makanan.
persyaratan dan tujuan 8. Direktur Jenderal adalah Direktur
penggunaannya. Jenderal pada Kementerian Kesehatan
yang tugas dan tanggung jawabnya di
6. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas
bidang pembinaan kefarmasian dan alat
Obat dan Makanan, yang selanjutnya
disebut Kepala Balai POM adalah kepala kesehatan.
9. Menteri adalah menteri yang
unit pelaksana teknis di lingkungan
menyelenggarakan urusan
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
pemerintahan di bidang kesehatan.
BAB II PERIZINAN
Pasal 2
(1) Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal.
(2) Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang.
(3) Setiap pendirian PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF
Cabang berada
Pasal 3
(1) Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.
(2) Pengakuan PBF Cabang berlaku mengikuti jangka waktu izin PBF.
Pasal 4
(3) Untuk memperoleh izin PBF harus memenuhi syarat yaitu berbadan
hukum, memiliki NPWP, memiliki secara tetap apoteker WNI sebagai
penanggung jawab, komisari/dewan pengawas dan direksi/pengurus
tidak pernah terlibat, menguasai bangunan dan saran yang memadai,
menguasai gudang untuk penyimpanan, dan memiliki ruang
penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.
(4) Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal,
pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari
instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

7
Pasal 5
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, PBF
yang akan menyalurkan bahan obat juga harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk
pengujian bahan obat yang disalurkan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal; dan
b. bmemiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat
yang terpisah dari ruangan lain.
Pasal 6
1) Terhadap permohonan izin PBF dikenai biaya sebagai penerimaan
negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2) Dalam hal permohonan izin PBF sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali
oleh pemohon.

8
Pasal 7
(1) Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM
(2) Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai
dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
b. susunan direksi/pengurus;
c. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
d. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. surat Tanda Daftar Perusahaan;
f. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
g. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
h. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
i. peta lokasi dan denah bangunan j
j. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; dan
k. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
(3) Untuk permohonan izin PBF yang akan menyalurkan bahan obat selain harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar
9
peralatan.
Pasal 8 1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak
1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan
Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3). Provinsi dan pemohon
2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak 2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana menerima rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Kepala Balai POM (3) dan ayat (4) serta persyaratan lainnya yang ditetapkan,
melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF
3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak 3) (6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala (3), ayat (4), dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada
Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan
pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan
Jenderal. tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya
surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
10
Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(2) Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker calon penanggung jawab PBF
Cabang disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;
b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;
c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;
d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan
di bidang farmasi;
e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab;
f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
g. peta lokasi dan denah bangunan; dan
h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.
3) Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan menyalurkan bahan obat selain harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti penguasaan
laboratorium dan daftar peralatan.
7/1/20XX 11
Pasal 10 (1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan
(1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan
dalam Pasal 9 ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan persyaratan CDOB kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Kabupaten/Kota melakukan verifikasi kelengkapan (2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan telah
dan ayat (3). memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas
(2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF Cabang
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dalam Pasal 9 ayat (1), Kepala Balai POM melakukan audit tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat
pemenuhan persyaratan CDOB. surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala
(3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur
memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota mengeluarkan rekomendasi Kesehatan Kabupaten/Kota.
pemenuhan kelengkapan administratif kepada Kepala Dinas (4) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat
Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Balai pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala
POM dan pemohon. Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF
Cabang dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala
7/1/20XX Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan 12
Pasal 11
Izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:
a. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
b. dikenai sanksi berupa penghentian sementara
kegiatan; atau
c. izin PBF dicabut.
Pasal 12
Pengakuan Cabang PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:
d. masa berlaku Izin PBF habis dan tidak diperpanjang;
e. dikenai sanksi berupa penghentian sementara
kegiatan; atau
f. pengakuan dicabut.
BAB III
PENYELENGGARAAN
Pasal 13
(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat
dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF.
(3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industry farmasi, sesama
PBF dan/atau melalui importasi.
(4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari
PBF pusat.

14
Pasal 14

(1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker


penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13.

(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus memiliki izin sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap


jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.

(4) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab,


direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang wajib
melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja.

15
Pasal 15

(1) PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan,


penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai
dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Penerapan CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan.

(3) PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh Kepala Badan.

Pasal 16

(4) Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi


pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya
dengan mengikuti pedoman CDOB.

(5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan


secara elektronik.

(6) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

16
Pasal 17
(1) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan
obat secara eceran.
(2) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau
melayani resep dokter.
Pasal 18
(3) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada
PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi farmasi rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.
(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras
kepada toko obat.
(6) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF
Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada
instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

17
Pasal 19
PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi sesuai surat pengakuannya.
Pasal 20
PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau
apoteker penanggung jawab.
Pasal 21
(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri
farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan
lembaga ilmu pengetahuan.
(2) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan surat pesanan
yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung
jawab.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat
pesanan untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan
lembaga.
Pasal 22
Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18
Pasal 23
(1) Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan
pengubahan kemasan bahan obat dari kemasan
atau pengemasan kembali bahan obat dari
kemasan aslinya wajib melakukan pengujian
laboratorium.
(2) Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau
pengemasan Kembali bahan obat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF Cabang
wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai
persyaratan CDOB.
Pasal 24
Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF
mempunyai fungsi sebagai tempat Pendidikan dan
pelatihan.

19
BAB IV GUDANG PBF
Pasal 25 Pasal 26
(1) Gudang dan kantor PBF atau PBF (1) PBF dan PBF Cabang dapat
Cabang dapat berada pada lokasi melakukan penambahan gudang atau
yang terpisah dengan syarat tidak perubahan gudang.
mengurangi efektivitas (2) Setiap penambahan atau perubahan
pengawasan intern oleh gudang PBF sebagaimana dimaksud
direksi/pengurus dan penanggung pada ayat (1) harus memperoleh
jawab. persetujuan dari Direktur Jenderal.
(2) (2) Dalam hal gudang dan kantor (3) Setiap penambahan atau perubahan
PBF atau PBF Cabang berada dalam gudang PBF Cabang sebagaimana
lokasi yang terpisah maka pada dimaksud pada ayat (1) harus
gudang tersebut harus memiliki memperoleh persetujuan dari Kepala
apoteker. Dinas Kesehatan Provinsi.

7/1/20XX
Pasal 27 a. fotokopi izin PBF;
(1) Permohonan penambahan gudang b. fotokopi Surat Tanda Registrasi
PBF diajukan secara tertulis kepada Apoteker calon penanggung
Direktur Jenderal dengan jawab
mencantumkan : gudang tambahan;
a. alamat kantor PBF pusat; c. surat pernyataan kesediaan
b. alamat gudang pusat dan bekerja penuh apoteker
gudang tambahan; penanggung jawab;
c. nama apoteker penanggung d. surat bukti penguasaan
jawab pusat; dan bangunan dan gudang; dan
d. nama apoteker penanggung e. peta lokasi dan denah bangunan
jawab gudang tambahan. Gudang tambahan.
(2) Permohonan sebagaimana (3) Permohonan penambahan
dimaksud pada ayat (1) ditandatangani gudang PBF Cabang diajukan secara
oleh direktur/ketua dan dilengkapi tertulis kepada Kepala Dinas
dengan persyaratan sebagai berikut : Kesehatan Provinsi dengan
mengikuti ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 28 a. fotokopi izin PBF; dan
(1) Permohonan perubahan gudang b. peta lokasi dan denah bangunan
PBF diajukan secara tertulis kepada gudang.
Direktur Jenderal dengan (3) Permohonan perubahan gudang PBF
mencantumkan: Cabang diajukan secara tertulis kepada
a. alamat kantor PBF pusat; Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
b. alamat gudang; dan mengikuti ketentuan sebagaimana
c. nama apoteker penanggung dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
jawab. Pasal 29
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud Gudang tambahan hanya melakukan
pada ayat (1) ditandatangani oleh kegiatan penyimpanan dan penyaluran
direktur/ketua dan dilengkapi dengan sebagai bagian dari PBF atau PBF
persyaratan sebagai berikut : Cabang.
BAB V PELAPORAN
Pasal 30

(1) Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3
(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

(2) Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat

(3) Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.
23
Pasal 31 (1) Pengawasan terhadap PBF dan PBF Cabang
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini
pemerintah kabupaten/kota melakukan dilaksanakan oleh Kepala Badan.
pembinaan secara berjenjang terhadap segala (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
kegiatan yang berhubungan dengan peredaran (1) diarahkan untuk :
obat atau bahan obat. a. menjamin obat dan bahan obat yang beredar
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
(1) diarahkan untuk : kemanfaatan; dan
a. menjamin ketersediaan, pemerataan dan b. menjamin terselenggaranya penyaluran obat
keterjangkauan obat dan bahan obat untuk dan bahan obat sesuai dengan peraturan
pelayanan kesehatan; dan perundang-undangan.
b. melindungi masyarakat dari bahaya (3) Pedoman mengenai pengawasan sebagaimana
penggunaan obat atau bahan obat yang tidak dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala
tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan Badan.
mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
(3) Pedoman mengenai pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
24
Pasal 32
Pasal 33 Pasal 34
(1) Pelanggaran terhadap semua ketentuan dalam Peraturan (1) Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif. administratif berupa penghentian sementara kegiatan
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b,
dapat berupa: pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat dilakukan
a. peringatan; jika PBF atau PBF Cabang telah membuktikan pemenuhan
b. penghentian sementara kegiatan; seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan
c. pencabutan pengakuan; atau ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
d. pencabutan izin. (2) Direktur Jenderal berwenang mencabut Izin PBF
(3) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
pada ayat (2) huruf b berlaku paling lama 21 hari kerja dan dan/atau hasil analisis pengawasan dari Kepala Badan.
harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal. (3) Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif
dalam rangka pengawasan berupa Peringatan dan
Penghentian Sementara Kegiatan PBF dan/atau PBF
Cabang.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi berwenang memberi
sanksi administratif berupa peringatan, penghentian
sementara kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang, dan
pencabutan pengakuan PBF Cabang.
(5) Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan
pemberian sanksi administratif kepada Direktur Jenderal.
25
BAB VII
KETENTUAN
Pasal 35 PERALIHAN
(1) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah
(1) PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin diajukan sebelum mulai berlakunya Peraturan
dan/atau pengakuan sebelum Peraturan Menteri Menteri ini tetap diproses berdasarkan Peraturan
ini diundangkan, wajib menyesuaikan perizinan Menteri Kesehatan Nomor
dan penyelenggaraan usahanya paling lama 2 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar
(dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Farmasi sebagaimana telah diubah dengan
Menteri ini. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor
287/Menkes/SK/X/1976 tentang Pengimporan,
Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat.

26
PERATURAN BPOM NOMOR 6
TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN BADAN
6.53
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 9 TAHUN 2019 TENTANG
PEDOMAN TEKNIS CARA
DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

7/1/20XX Pitch deck title 27


MANAJEMEN MUTU
Pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen.
Sistem mutu harus memastikan bahwa :
a. Obat dan/atau bahan obat yang diperoleh, disimpan, disediakan,
dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan
persyaratan CDOB
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas
c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat
dalam jangka waktu yang sesuai
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan
tersebut dilakukan
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan diselidiki
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil
untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan
sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu
ORGANISASI, MANAJEMEN DAN
PERSONALIA

1. Organisasi dan Manajemen


Personil yang bertanggungjawab dalam kegiatan manajerial dan teknis harus memiliki
kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk menyusun, mempertahankan,
mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan sistem mutu.
2. Penanggung Jawab, memiliki tanggung jawab antara lain :
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi
c. Menyusun dan/atau menyutujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan
mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat
dan/atau bahan obat
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif
BANGUNAN DAN PERALATAN

1. Bangunan
Fasilitas distribusi harus :
a. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
b. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan
2. Peralatan
Semua peralatan untuk menyimpan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat
harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer,
genset, dan chiller. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau
memonitor lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi,
serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala
dengan metodologi yang tepat.
OPERASIONAL
1. Kualifikasi Pemasok
Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
b. Obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan
c. Penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya
tersedia dalam jumlah terbatas, dan
d. Harga yang tidak wajar
2. Kualifikasi Pelanggan
Fasiltas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan
penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi obat dan/atau bahan obat
yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan
distribusi obat dan/atau bahan obat kepada masyarakat terpenuhi
3. Penerimaan
Proses pengiriman bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan
obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak
mengalami perubahan selama transportasi.
4. Penyimpanan
Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat
dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu,
kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau
bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
5. Pemisahan obat dan/atau bahan obat
Jika diperlukan, obat dan/atau bahan obat yang mempunyai persyaratan khusus harus disimpan di
tempat terpisah dengan label yang jelas dan akses masuk dibatasi hanya untuk personel
berwenang, Sistem komputerisasi yang digunakan dalam pemisahan secara elektronik harus dapat
memberikan tingkat keamanan yang setara dan harus tervalidasi
6. Pemusnahan obat dan/atau bahan obat
Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label
yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis.
Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan
pencemaran lngkungan dan kebocoran/penyimpanan obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang
tidak berwenang
7. Penerimaan pesanan
Kebenaran dan keabsahan surat pesanan, meliputi :
a. Nama dan alamat penanggungjawab sarana pemesan
b. Nama, bentuk, dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan
huruf) dan isi kemasan dari obat/bahan obat yang dipesan
c. Nomor surat pesanan
d. Nama, alamat, dan izin sarana pemesan
e. Nama, surat izin praktik apoteker (SIPA)/Surat Izin Praktik Tenaga Teknik
Kefarmasan (SIPTTK) Penanggungjawab sarana pemesan
8. Pengambilan
Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memliki masa simpan yang
cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor bets obat dan/atau
bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang
memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat
kedaluwarsa
9. Pengemasan
Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penympanan obat
dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat
yang akan dikirimkan harus disegel.
10. Pengiriman
Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat yang harus disiapkan :
a. Tanggal pengiriman
b. Nama lengkap,alamat, nomor telepon dan status dari penerima (misalnya
apotek, rumah sakit atau klinik)
c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat (misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu))
d. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa
e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat
f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman
g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan
ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas
11. Ekspor dan impor
Importir harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat ditangani sesuai
dengan persyaratan penyimpanan pada saat di pelabuhan masuk agar terhindar
dari kerusakan
KETENTUAN KHUSUS BAHAN OBAT
1. Pengemasan Ulang dan Pelabelan Ulang
Bahan obat boleh dikemas ulang hanya jika ada sistem pengendalian lingkungan
yang efisien untuk memastikan tidak ada kemungkinan kontaminasi, kontaminasi
silang, degradasi, perubahan fisikokimia dan/atau campur baur. Mutu udara yang
dipasok ke area pengemasan ulang tersebut harus sesuai untuk kegiatan yang
dilakukan, misalnya sistem filtrasi yang efisien.
2. Penanganan Bahan Obat yang Tidak Sesuai
a. Bahan obat yang tidak sesuai harus ditangani sesuai dengan prosedur yang
dapat mencegah masuknya bahan obat tersebut ke pasar
b. Penyelidikan harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh
terhadap bets lain
c. Jika ditetapkan bahwa bahan obat dapat digunakann untuk maksud lain
dengan tingkat kualitas yang lebih rendah, maka harus disokumentasikan
d. Bahan obat yang tidak sesuai tidak boleh dicampur dengan bahan obat yang
memenuhi spesifikasi
KETENTUAN KHUSUS PRODUK RANTAI DINGIN (COLD CHAIN
PRODUCT/CCP
1. Penyimpanan
a. Chiller atau cold room (suhu +2° s/d +8°C), untuk menyimpan vaksin dan serum
dengan suhu penyimpanan 2° s/d 8°C, biasanya digunakan untuk menyimpan
vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatits B, DPT-HB
b. Freezer room atau freezer (suhu -15° s/d -25°C) untuk penyimpanan vaksin
OPV
2. Pengiriman
Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut :
c. FEFO (First Expire First Out) , produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih
pendek harus lebih dahulu dikeluarkan
d. FIFO (First In First Out), produk yang lebih dulu diterima agar lebih dulu
didistribusikan
e. Untuk vaksin yang memiliki indikator misalnya vaksin dengan VVM (Vaksin Vial
Monitor) dan kondisi indikator sudah mengarah atau mendekati ke batas layak
pakai (atau posisi VVM manunjukkan warna lebih gelap), maka vaksin tersebut
harus dikeluarkan terlebih dahulu walaupun tanggal kedaluwarsanya masih
panjang
3. Kualifikasi, kalibrasi, dan validasi
a. Chiller/ cold room/ freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau
dalam hal terjadi perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasinya
b. Termometer dikalibrasi sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
tahun terhadap standard yang tersertifikasi
c. Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk memastikan suhu
pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan
d. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi
KETENTUAN KHUSUS NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN
PREKURSOR FARMASI
1. Penerimaan
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap :
a. Kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kadaluarsa, jumlah dan kemasan
harus sesuai dengan surat pengamtar/pengiriman barang dan/atau faktur
penjualan, serta Certificate of Analysis untuk bahan obat
b. Kondisi kotainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label, dan/atau
penandaan dalam kondisi baik
c. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat
pengantar/pengiriman barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan
arsip surat pesanan
2. Penyimpanan
Memisahkan dan memberi sattus yang jelas terhadap narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi:
a. Hasil penarikan kembali (recall)
b. Kedaluwarsa
c. Rusak
d. Kembalian
3. Pemusnahan
Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi, jenis dan
kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal
kedaluwarsa
b. Tanggal,waktu dna tempat pelaksanaan pemusnahan
c. Cara dan alasan pemusnahan
d. Nama penanggung jawab fasilitas distribusi
e. Nama saksi-saksi
4. Ekspor dan impor
Setiap kegiatan impor narkotika, prikotropika atau prekursor farmasi
harus dilengkapi dengan surat pesanan dan estimasi kebutuhan dari
industri farmasi pengguna.
THANK YOU

7/1/20XX Pitch deck title 40

Anda mungkin juga menyukai