Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TEORI UMUM

A. Defenisi PBF

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang


Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF tercantum bahwa PBF merupakan
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan. Selain mendistribusikan obat, PBF juga dapat menyalurkan alat
kesehatan. PBF yang akan melakukan usaha sebagai Penyalur alat kesehatan (PAK) harus
memiliki izin PAK.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor


51 tahun 2009,bahwa Pedagang Besar Farmasi adalah perusahan berbentuk badan hokum
yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam
jumlah yang besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan kegiatannya, PBF harus mengacu kepada Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB). CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan
untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi / penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.

B. Landasan Hukum PBF

PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam :

1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang


Besar Farmasi.

2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi,


Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

4. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

C. Tugas dan Fungsi PBF

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang


PBF. Tugas dan fungsi PBF yaitu:

1. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat

2. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.


D. Persyaratan PBF

Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut masih
aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF
tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB. Agar dapat beroperasi, PBF harus mempunyai
lokasi dan bangunan yang memenuhi persyaratan serta menyediakan perlengkapan yang
diperlukan dalam kegiatan distribusi.

1. Tempat/Lokasi

Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan efektifitas dalam
pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya.

2. Bangunan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)

Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis,
sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling
sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang
administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan dan kamar kecil.
Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan
yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.

Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan
yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang
cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, serta area
penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua
kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.

Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca,
dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses
masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil
yang berwenang yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.

Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain:

a) Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu keputusan lebih lanjut
mengenai statusnya, meliputi obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang
akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat yang dapat disalurkan.

b) Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang membutuhkan


penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundangundangan (misalnya
narkotika).

c) Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang mengandung bahan radioaktif
dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya
gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan
keselamatan dan keamanan. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari
sampah dan debu serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan
terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Selain itu, ruang istirahat,
toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.

3. Perlengkapan PBF

a) Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar
dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki antara lain :

1) Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari pendingin
(kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, container untuk pengiriman barang dan
box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah

2) Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan penyimpanan.


Dokumen tersebut seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko faktur, bilyet giro, blanko
faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur,
blanko faktur pajak dan stempel PBF\

3) Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundangundangan


yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.

E. Apoteker Penanggung jawab untuk PBF

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang


Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker
adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan Apoteker. Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Presiden Republik Indonesia, 2009a):

1. Memiliki keahlian dan kewenangan.

2. Menerapkan Standar Profesi.

3. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional.

4. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.

5. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Surat Tanda Registrasi (STRA)
merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima
tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus
memenuhi persyaratan (Presiden Republik Indonesia, 2009)

a. Memiliki ijazah Apoteker.

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.

c. Mempunyai surat pemyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.

d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktek.
e. Membuat pemyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

f. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3
cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Setelah memenuhi persyaratan diatas, seorang Apoteker yang akan bekerja sebagai Apoteker
penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah
surat izin praktek yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya
diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus
dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu:

a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran.

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.

d. Pas foto berwama ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua)
lembar

Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat dilakukan apabila:

a. Atas permintaan yang bersangkutan.

b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi.

c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin

d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan
dengan surat keterangan dokter.

e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN.

f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan


pengadilan.

Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2012, tugas dan kewajiban apoteker di PBF adalah
sebagai berikut:

a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu.

b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi
dan mutu dokumentasi.
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan
mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi.

d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat.

e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.

f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.

g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi
syarat jual.

h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan
distribusi dan/atau transportasi obat.

i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia
tindakan perbaikan yang diperlukan.

j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang telah


mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam
jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian
yang dilakukan.

k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau


memusnahkan obat.

F. Tata Cara Perizinan PBF

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF,


setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila
pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan
menggunakan Formulir 1 (Lampiran 1). Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.

2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

3. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab.

4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pemah terlibat, baik langsung


atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi.

5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF.
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat
menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.

7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.

Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab
disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua.

2. Susunan direksi/pengurus.

3. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pemah terlibat


pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi.

4. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

5. Surat Tanda Daftar Perusahaan.

6. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan.

7. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.

8. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.

9. Peta lokasi dan denah bangunan.

10. Surat pemyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.

11. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF, yaitu:

1. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif.

2. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan,
Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB.

3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan
administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai
POM dan pemohon dengan menggunakan Formulir 2 (Lampiran 2).

4. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan
CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan
CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan Formulir 3 (Lampiran 3).
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta
persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan
menggunakan Formulir 4 .

6. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (c), (d), (e) tidak dilaksanakan
pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan Formulir 5.

7. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pemyataan sebagaimana
dimaksud pada poin (f), Direktur Jen deral menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Di nas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Kepal a Balai POM.

G. Pencabutan Izin PBF (Kementerian Kesehata n RI, 2011a)

Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila masa berla kunya habis dan tidak diperpanjang;
dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; izin PBF dicabut.

H. Gudang PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)

Gudang dan kantor PBF dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak
mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi atau pengurus dan penanggung jawab.
Apabila gudang dan kantor PBF berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang
tersebut harus memiliki apoteker. PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan
gudang dimana setiap penambahan atau perubahan gudang PBF tersebut harus memperoleh
persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada akhirnya,
gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian
dari PBF.

Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1148 tahun 2011 syarat gudang PBF
yaitu:

1. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF.

2. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat


menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan g.

3. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.

4. Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari ruangan
lain.

Selain itu, syarat-syarat lain gudang penyimpanan yaitu:


1. Memiliki falet sebagai tempat meletakkan barang, hal ini bertujuan untuk menghindari
agar barang tidak langsung diletakkan di lantai dan menghindari kerusakan produk, seperti
lembab, adanya serangga, dan lain-lain.

2. Suhu penyimpanan barang dibedakan menjadi 3 yaitu suhu kamar (25-30oC), suhu
sejuk (15-25oC) dan suhu dingin (2-8oC). serta dilakukan pengontrolan suhu setiap jam
08.30, 12.00, dan 15.00.

Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
dengan mencantumkan :

1. Alamat kantor PBF pusat.

2. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan.

3. Nama apoteker penanggung jawab pusat.

4. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.

Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi


dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Fotokopi izin PBF.

2. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan.

3. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.

4. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.

5. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.

Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF ditandatangani oleh direktur/ketua dan
dilengkapi dengan fotokopi izin PBF serta peta lokasi dan denah bangunan gudang.
Permohonan perubahan gudang tersebut diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
dengan mencantumkan alamat kantor PBF pusat; alamat gudang; nama apoteker penanggung
jawab.

I. Penyelenggaraan PBF

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF


tercantum bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF,
PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah memiliki izin yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
obat. Namun, dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF. Setiap
pergantian apoteker penanggung jawab, direksi atau pengurus PBF wajib melaporkan kepada
Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PBF yang telah menerapkan
CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Setiap PBF wajib melaksanakan
dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti
pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik dan setiap saat
harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2012).

J. Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi

PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat wajib


menerapkan Pedoman Teknis CDOB. Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya
langsung ke PBF, Apotik, Toko Obat dan saran pelayanan kesehatan lainnya. (Permenkes
918/Menkes/Per/X/1993).

Apotek dilarang membeli atau menerima bahan baku obat selain dari PBF Penyalur Bahan
Baku Obat PT. Kimia Farma dan PBF yang akan ditetapkan kemudian. (Permenkes
287/Menkes/SK/XI/76 tentang Pengimporan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku obat).

a. Sistem Distribusi Obat yang ideal


Cara distribusi Obat yang Baik (CDOB) yaitu memastikan bahwa kualitas produk yang
dicapai melalui CDOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi.

Aspek-aspek CDOB

1. Personalia

2. Dokumentasi

3. Pengadaan dan Penyaluran

4. Penyimpanan

5. Penarikan kembali

PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran
sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi penyaluran obat,
narkotika dan psikotropika (Kementerian Kesehatan RI, 2011a).

a. Penyaluran Obat

Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi
pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun,
PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat (Kementerian Kesehatan RI,
2011a). PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab
(Kementerian Kesehatan RI, 2011a).

b. Penyaluran Narkotika

Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib
memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan (Kementerian
Kesehatan RI, 2011a).

c. Obat psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat/obat baik alamiah
maupun sintesis bukan narkotika, berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat, menyebabkan perubahan khas pada mental perilaku. (Adi Darmansyah, 2010)
1) Klasifikasi psikotropika

Ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika dalam undang-undang ini adalah kegiatan
yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom
ketergantungan penggolongan psikotropika digolongkan menjadi :

a) Psikotropika Golongan I

b) Psikotropika Golongan II

c) Psikotropika Golongan III

d) Psikotropika Golongan IV

Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat


digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Sekalipun pengaturan dalam Undang-undang ini hanya meliputi psikotropika golongan I,


psikotropika golongan II, psikotropika golongan III, dan psikotropika golongan IV, masih
terdapat psikotropika lainnya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan, tetapi digolongkan sebagai obat keras. Oleh karena itu, pengaturan,
pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku
dibidang obat keras.

2) Jalur Distribusi Psikotropika

Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departemen yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan. Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran

hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat,pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah. Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :

a) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
b) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan.

c) Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit Pemerintah,


puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah.

Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi
kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.

Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan
oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan yang bersangkutan. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat
dilakukan oleh apotek, rumah sakit, Puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika
oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/
pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan,
puskesmas dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter
dilaksanakan dalam hal : menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan,
menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas di daerah terpencil yang
tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
(Kusumadewi, 2011)

3) Pelaporan Penggunaan Psikotropika

Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah,
apotek, rumah sakit, puskesma, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-
masing yang berhubungan dengan psikotropika. Pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek,
rumah sakit, puskesmas, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan wajib melaporkan
catatan kepada menteri secara berkala.

Sanksi Terhadap Pelanggaran UU Psikotropika

Barangsiapa :

a) menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); atau

b) memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau

c) mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau

d) mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan; atau


e) secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan I;
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah),
dan paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

f) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terorganisasi
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah).

g) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan korporasi, maka disamping dipidananya
pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah).

K. Pelaporan Kegiatan PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)

Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali namun dapat
diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Balai POM. Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, laporan tersebut dapat setiap
saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

L. Larangan PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)

Dalam melaksanakan kegiatannya, terdapat beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan di
PBF, yakni: setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran; setiap PBF dilarang menerima
dan/atau melayani resep dokter.

M. Sistem Pengadaan di PBF

Faktor-faktor pembelian Barang yang masuk ke PBF dapat berasal dari pembelian kontan
atau kredit. Faktor yang harus diperhatikan pada pembelian obat, yaitu kondisi keuangan,
waktu pembelian, jarak PBF dengan pemasok, frekuensi dan volume pembelian, jenis barang
yang akan dibeli, tanggal daluarsa, Dalam siklus penyaluran obat di PBF, pembelian
merupakan tahap awal dalam siklus ini. Pengontrolan volume pembelian penting dilakukan
karena semakin kecil volume pembelian semakin besar frekuensi order. Hal ini berdampak
pada biaya pemesanan meningkat dan meningkatnya beban pekerjaan untuk penerimaan,
pemeriksaan dan pencatatan barang yang datang. Sebaliknya jika volume pembelian besar
akan menurunkan frekuensi pembelian, namun akan mengakibatkan besarnya biaya
penyimpanan karena membutuhkan ruangan yang besar, meningkatnya resiko barang tidak
laku karena rusak atau kedaluarsa dan tentu saja membutuhkan modal yang besar.

1. Fungsi persediaan
Beberapa fungsi persediaan di PBF, yaitu:

a. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman barang (obat) yang dibutuhkan).

b. Menghilangkan resiko jika barang yang dipesan tidak baik dan harus dikembalikan.

c. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang (inflasi).

d. Menyimpan barang yang dihasilkan secara musiman atau tidak diproduksi untuk
sementara.

e. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan kuantitas.

f. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan.

g. Mengantisipasi kelonjakan permintaan yang dapat diramalkan.

2. Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan obat merupakan salah satu upaya untuk mencapai pengadaan obat
yang efektif. Menurut Calhoun dan Campbell (1985), pengendalian persediaan obat bertujuan
untuk mengontrol arus biaya pengadaan obat dan menjamin ketersediaan obat secara tepat
waktu. Parameter yang terdapat dalam pengendalian persediaan terdiri dari (Quick, 1997):

a. Konsumsi rata-rata

Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan yang diharapkan
pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel utama yang menentukan berapa banyak stok
barang yang harus dipesan.

b. Lead Time (Waktu Tunggu)

Waktu tunggu merupakan waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai dengan
penerimaan barang dari pemasok yang telah ditentukan. Waktu tunggu ini berbeda-beda
untuk setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak
antara pemasok dengan pihak pembeli, jumlah pesanan, dan kondisi pemasok.

c. Safety stock (Stok Pengaman)

Stok pengaman merupakan persediaan yang selalu ada dicadangkan untuk menghindari
kekosongan stok akibat beberapa hal. Stok pengaman disediakan untuk mengantisipasi
keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang
mengakibatkan perubahan pada permintaan misalnya karena adanya wabah penyakit.
BAB III

TINJAUAN UMUM

A. Sejarah PT Mensa Binasukses (MBS)

Mensa Binasukses awalnya dikenal sebagai Masa Bhakti Surya (MBS). Perusahaan ini
didirikan pada tahun 1973. Ini dimulai dari 4 (empat) kantor cabang dan terlibat dalam
distribusi bahan baku farmasi dan barang jadi. Pada tahun 1985, Masa Bhakti Surya
diakuisisi dan menjadi salah satu perusahaan utama dalam Mensa Group. Pada tahun 1993
namanya diubah menjadi Mensa Binasukses untuk mencerminkan hubungan dengan Mensa
Group. Dengan perubahan nama, awal, MBS, masih dipertahankan.

Saat ini MBS merupakan pesusahaan distribusi farmasi , alat kesehatan terbesar dan
kelompok konsumen distributor peringkat dalam sepuluh distributor farmasi nasional atas dan
telah mendapatkan kepercayaan dari prinsipal multinasional dan nasional.

Komitmen PT. Mensa Binasukses sebagai perusahaan distribusi menyediakan distribusi dan
solusi untuk produk kesehatan melalui seluruh cabang kami dengan baik Distribution Practice
Standard.

B. Visi dan Misi PT. Mensa Binasukses

1. Visi

Menjadi mitra pilihan yang terpercaya sebagai penyedia jasa distribusi untuk produk farmasi,
alat kesehatan, dan produk konsumer kesehatan.

2. Misi

Memastikan mitra pilihan yang handal secara berkesinambungan melalui kerja sama yang
saling menguntungkan dengan mitra dalam jalur distribusi.

C. Nilai-nilai Mensa Binasukses

1. Selalu menjunjung tinggi setiap komitmen

2. Mengutamakan keseimbangan hubungan usaha dan hubungan jangka panjang

3. Menumbuh kembangkan upaya-upaya inovatif

4. Berusaha mencapai yang terbaik

5. Mengusahakan perbaikan yang berkesinambungan


D. Kegiatan Perusahaan

Pengadan barang PT. Mensa Binasukses cabang makassar, sudah diatur dari pusat PT. Mensa
Binasukses, yang berada pusat yang berada di Jakarta. Pengiriman barang ke PT.Mensa
Binasukses, di kota Makassar tergantung permintaan, tidak mesti awal bulan atau akhir bulan.
Semua kegiatan diperusahaan bisa dipantau melalui computer yang telah online. Apabila
barang meningkat dari konsumen sedangkan stok kurang maka untuk mengantisipasi supaya
cukup perusahaan bisa melakukan pesanan tambahan.

Pada penerimaan barang diterima oleh penanggung jawab gudang dan pada waktu menerima
barang surat pengantar barang dan atau faktur barang. Apabila tidak ada surat pengantar
barang maka penanggung jawab gudang tidak akan menerima barang yang dikirim tersebut,
dan juga pada waktu penerimaan barang perlu dicocokkan antara faktur dengan fisik barang
juga perlu dicek kebenarannya seperti spesifikasi, jumlah, dan sebagainya. Barang langsung
masuk gudang.

Setiap pengiriman barang dari pusat ke cabang disertai dengan surat barang yang disebut
dengan ship list yang berisi nama barang dan jumlah barang, setelah sampai di cabang fisik
barang dicocokkan dengan ship list. Pemeriksaan dilakukan terhadap barang yang diterima
antara lain:

1. Nama barang / obat dan jumlahnya

2. Spesifikasi dari barang / obat dan jumlahnya sesuai dengan kontrak, misalnya:

a. Pabrik yang memproduksi

b. Bentuk dan kemasan

c. Penandaan pada kemasan dan sebagainya

d. Mutu / kwalitas barang, seperti warna, kejernihan, tanggal kadaluarsa (ED)

3. Sertifikat yang diminta dalam kontrak, termasuk hasil uji mutu yang dipersyaratkan

4. Tanggal penerimaan

5. Pada pemeriksaan barang / obat-obatan tersebut harus diperhatikan sifat-sifatnya, baik


fisika dan kimia serta persyaratan penyimpanannya, agar tidak ada barang / obat-obatan yang
rusak selama proses pemeriksaan dan penerimaan.

Setiap barang yang masuk atau datang dari pusat langsung dicatat dikartu stok dan langsung
dientry kedalam computer.

E. Pendistribusian Obat dan Alkes

Barang keluar merupakan permintaan orderan dari cabang lain, ke Rumah Sakit, Apotek,
Toko-toko, dan Mini Market.

Cara pendistribusian barang di PT. Mensa Binasukses, antara lain:


1. Pendistribusian secara umum

a. Outlet bisa memesan barang langsung melalui via telephone kepada ECC

b. Salesman yang berkunjung langsung ke outlet untuk melakukan orderan, lalu salesman
mengirimkan orderan dari outlet kepada ECC melalui PDA yang telah diprogam pada
handphone salesman. Pemesanan barang-barang PHARMA harus menggunakan Surat
Pesanan (SP) dan obat psikotropika harus menggunakan Surat Pesanan khusus

c. Lalu bagian ECC mengentry orderan di komputer, hasil entrynya berupa Surat Orderan
(SO)

d. Jika tidak ada masalah dengan outlet maka secara otomatis data pesanan yang telah di
entry oleh ECC akan langsung ke gudang

e. Apabila pending, ditanda tangani supervisor baru dibawa ke ABM/KSA kemudian


kebagian Aproved. Apabila order langsung ditanda tangani DSS ETH baru kebagian
Aproved.

f. Data proses mengimput SO (sales Order) untuk sampai ke gudang secara otomatis

g. Dan komputer memproses secara otomatis tentang ketersediaan barang. Jika barang
tidak tersedia maka akan keluar Surat Pesanan Tidak Terpenuhi yaitu surat yang dikeluarkan
jika barangnya yang diminta sedang habis atau stok sedang kosong.

h. Surat Orderan (SO) disebut juga dengan picklist sampai digudang terdiri dari 2 lampir.

i. Dilakukan picking barang oleh picker

j. Setelah picker selesai melakukan picking barang diletakkan di masing-masing tempat,


ada yang dalam kota dan luar kota, dan diselipkan copy picklist untuk proses pengecekan
barang

k. Pick list yang asli diserahkan ke admin faktur untuk difakturkan dan ditanda tangani
oleh apoteker

l. Yang harus dicek oleh checker yaitu nama barang, no batch, kadar, jumlah barang, dan
outlet yang dituju.

2. Pendistribusian Secara Khusus

Diutamakan terhadap produk-produk yang memerlukan suhu dibawah suhu kamar, biasanya
pengantaran untuk produk-produk tersebut membutuhkan alat pendingin sejenis “stereoform”
dengan menambahkan es gell/dryes yang akan mempertahankan suhu pada produk tersebut
dalam batas waktu tidak lebih dari 2 jam pengantaran.

3. Pendistribusian kanvas

Orderan dilakukan melalui salesman yang keluar kota dengan menggunakan mobil box.
Adapun tata cara pendistribusian kanvas antara lain:
1) Sebelum kanvas melakukan perjalanan, harus ada rencana kanvas yaitu beberapa
banyak barang yang akan dibawa

2) Jika ada pemesanan diluar kota maka salesman memfax ke Enseval cabang untuk
pengiriman barang

3) Biasanya barang-barang didistribusikan oleh kanvas adalah barang-barang kosmetik,


makanan dan minuman

4) Kanvas dimulai hari senin dan kembali hari jum’at sore.

F. Pengadaan Obat

1. Perencanaan

Perencanaan kebutuhan obat di PBF Mensa Binasukses cabang Makassar memakai sistem
droping dari sistem pusat, yang ada di Jakarta.Stok barang-barang / obat-obat yang dipesan
untuk digunakan sampai masa ED nya habis. Barang atau obat yang dipesan biasanya dikirim
melalui jalur laut dan udara. Apabila barang / obat yang dipesan.Barang / obat yang telah
dipesanakan disalurkan ke apotek, rumah sakit, dan lain-lain.Obat-obat yang masuk / yang
datang harus dibukukan dalam buku khusus gudang.

2. Pengadaan

PBF Mensa Binasukses mengadakan kebutuhan obat dari MBS pusat. Stok barang yang
diadakan di PBF, sekali pengadaan tergantung kebutuhan obat yang dibutuhkan, dan PBF
MBS tidak memesan dari PBF luar karena barang atau obat dipesan dari MBS pusat

Untuk pengadaan psikotropika dan prekusor didatangkan dari pusat dengan surat pesanan
khusus yang kirim oleh apoteker penanggung jawab PBF cabang, kemudian akan diproses
dan siap dikirimkan sesuai dengan pesanan melalui ekspedisi. Pemesanan tentunya terdapat
batasan pemesanan tertentu yang harus ditaati, sehingga pemesanan tidak boleh berlebihan
hanya sesuai kepentingan. Untuk pelayanan pengadaan sediaan psikotropika harus dari surat
pesanan (SP) asli dilengkapi dengan tanda tangan direktur perusahaan atau kepala cabang dan
apoteker, stempel perusahaan yang bersangkutan serta dengan syarat-syarat kelengkapan
lainnya.

3. Penerimaan

Obat-obatan di PBF Mensa Binasukses diterima dari pusat / Depo Central.Barang yang
diterima rutin dikirim melalui tim ekspedisi untuk tiap pesanan.

Penerimaan barang merupakan segala awal arus barang yang bergerak di Gudang.
Penerimaan barang dari pemasok atau rekanan memang kelihatan mudah, namun bila hal ini
tidak memiliki sistem yang mengatur, maka bisa dipastikan akan mengganggu produktifitas.
Berikut adalah hal-hal penting dalam penerimaan barang :
a. Bukti Pesanan Barang dari Gudang ( untuk memastikan pesanan barang dalam
spesifikasi tepat)

b. Bukti Tanda Barang diterima ( untuk penagihan )

c. Cek Bukti Pemesanan dengan fisik barang

d. Cek Expired Date dan kondisi barang ke penyimpanan.

Barang-barang / obat-obat yang masuk dicatat dalam pembukuan Gudang kemudian


dilakukan pengeditan di komputer.

4. Penyimpanan

Setelah barang diterima dan dicek, selanjutnya adalah proses penyimpanan barang / obat di
gudang. Penyimpanan obat harus disesuaikan dengan suhu tertentu sesuai jenis
obatnya.Tetapi tidak semua obat harus disimpan pada suhu tertentu, adapula obat yang
disimpan pada suhu normal.Pengaturan suhu dilakukan dengan tujuan agar obat yang
disimpan digudang, pada saat dilakukan pengepakan obat dalam keadaan baik atau bagus.
Suhu yang tidak sesuai akan merusak obat. Misalnya saja pada tablet salut gula, apabila tablet
salut gula disimpan pada suhu yang panas, maka obat tersebut dapat meleleh dan tidak dapat
digunakan sehingga harus disimpan pada suhu yang sejuk.Selain itu obat yang harus
disimpan pada suhu yang dingin adalah vaksin, injeksi dan supositoria.Vaksin harus disimpan
pada kulkas, tetapi suhunya harus diatur sesuai ketetapan suhunya (suhu kamar), dengan
menyesuaikan sediaan dengan ketentuan suhunya sehingga kualitas dari sediaan dapat
terjaga.

Penyimpanan injeksi selain vaksin, dapat disimpan seperti obat biasa lainnya, yakni pada
suhu normal.

a. Dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai satu pintu dengan dua buah kunci yang
kuat dengan merek yang berlainan.

b. Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji besi.

c. Dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak kurang dari 150 kg dan mempunyai
kunci yang kuat.

d. Gudang dan lemari tidak boleh untuk menyimpan barang lain kecuali ditentukan lain oleh
Menteri.
BAB III

PEMBAHASAN

Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Praktek kerja lapangan kali ini, dilakukan di Pedagang Besar Farmasi PT.Mensa Binasukses
dimana PBF ini merupakan salah satu PBF cabang yang berbentuk Nasional di Kota
Makassar. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan
PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Fokus utama dari PBF Mensa Binasukses adalah menjadi penyedia sediaan obat jadi yang
dibutuhkan oleh sarana pelayanan kefarmasian serta dapat memberikan dan menerapkan Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Waktu operasional di PBF ini adalah dari hari Senin hingga Jumat yang berlangsung pada
pukul 08.00-16.00 WITA. Selain itu, pada hari Sabtu kegiatan operasional juga tetap ada,
yaitu berlangsung pada pukul 08.00-14.00 WITA.
Kegiatan usaha PBF Mensa Binasukses bertempat di suatu bangunan dengan satu lantai.
Komponen penting yang harus dimiliki dan merupakan salah satu syarat utama bagi PBF
adalah gudang penyimpanan yang dapat menjamin perlindungan terhadap obat dan komoditi
lain yang terdapat di PBF tersebut. Sesuai dengan persyaratan dalam Pedoman Teknis
CDOB, PBF Mensa Binasukses memiliki gudang untuk penyimpanan obat, yang letaknya
bersampingan dengan ruangan manajemen. Gudang penyimpanan obat di lantai satu
dilengkapi dengan pintu masuk yang hanya dapat dilewati pegawai di PBF Mensa
Binasukses.

Perlengkapan yang tersedia di dalam gudang obat, antara lain rak-rak besar

untuk penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, rak-rak kecil untuk penyimpanan
sediaan obat cair, chiller untuk penyimpanan sediaan obat dengan suhu 2-8oC dan
termometer sebagai alat pengendali suhu di dalam gudang. Di dalam gudang, terdapat
ruangan-ruangan khusus seperti ruangan psikotropik & prekursor, ruangan kosmetik, serta
ruangan yang memiliki suhu khusus.

Lingkungan di dalam gudang disesuaikan dengan suhu yang dibutuhkan untuk penyimpanan
obat. Pengaturan suhu ruang gudang dilakukan dengan penggunaan air conditioner (AC) yang
selalu hidup selama 24 jam setiap harinya. Suhu di gudang obat jadi diatur agar selalu berada
pada suhu antara 15-25oC sesuai dengan ketentuan suhu penyimpanan dalam Pedoman
CDOB. Untuk memantau kondisi suhu penyimpanan, di dalam ruangan gudang ditempatkan
termometer, sehingga pengecekan kesesuaian suhu gudang dapat dilakukan dengan mudah
setiap saat. Dan thermometer ditempatkan di dalam chiller untuk memantau kondisi suhu
penyimpanan. Tujuan penggunaan termometer adalah untuk memastikan keakuratan suhu
dari chiller tersebut.

Kondisi gudang terlihat bersih. Kemungkinan masuknya debu ke dalam gudang dapat
diminimalisir dengan hanya terdapatnya satu pintu sebagai jalan keluar masuk udara dari dan
ke dalam gudang. Selain itu, untuk menjaga kebersihan gudang, kegiatan pembersihan juga
dilakukan setiap harinya oleh staf di bagian gudang sesuai dengan standar prosedur yang
telah tersedia. Prosedur pembersihan minimal yang harus dilakukan setiap hari adalah
menyapu dan mengepel gudang penyimpanan.

Kegiatan utama dari PBF Mensa Binasukses, antara lain berupa kegiatan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat kepada pelanggan, serta pelaporan. Pelaksanaan kegiatan
operasional tersebut memerlukan manajemen yang baik agar proses pendistribusian maupun
pengadaan produk berjalan dengan baik dan pada akhirnya dapat memberikan kepuasan
kepada pelanggan. Pengelolaan produk di PBF Mensa Binasukses sedapat mungkin
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pada Pedoman CDOB.

Sistem pengadaan yang dilakukan oleh PBF PT.Mensa BinaSukses yaitu bersumber dari PBF
pusat. Untuk pengadaan obat reguler, dengan cara melakukan pemesanan melalui PBF pusat,
kemudian PBF pusat memverifikasi permintaan tersebut, setelah melakukan verifikasi, PBF
pusat mengirimkan barang yang telah dipesan bersama dengan Surat Pengiriman Barang
(SPB), lalu PBF cabang melakukan penerimaan sesuai dengan dokumen.
Khusus untuk psikotropik dan precursor, PBF cabang harus membuat surat pesanan,
kemudian surat pesanan tersebut dikirim ke PBF pusat (surat pesanan asli) dan diterima oleh
Apoteker penanggung jawab untuk diperifikasi. Setelah PBF Pusat melakukan perifikasi,
barang dikirim beserta dengan Surat Pengiriman Barang (SPB) atau yang biasa juga disebut
dengan Delivery Not (DN), kemudian, PBF Cabang melakukan penerimaan sesuai dengan
dokumen. Setelah melakukan penerimaan obat atau alat kesehatan yang telah memenuhi
syarat dan sesuai dengan spesifikasi maka barang di simpan ke gudang dengan melaksanakan
Cara Distribusi Obat yang Baik. Di gudang juga dilengkapi dengan monitoring suhu yang
harus dicatat, Suhu ini akan dapat bermasalah jika suhu tidak sesuai dengan obat atau barang
karena ini akan dapat mempengaruhi kestabilan obat, khususnya obat-obatan yang suhunya
telah ditetapkan, terutama barang ethical.

Waktu penyimpanan barang/obat hendaklah diperhatikan petunjuk-petunjuk/syarat-syarat


yang telah ditetapkan untuk menyimpan barang/obat tersebut, agar tetap stabil dan tidak
rusak karena penyimpanan yang benar.Sistem penyimpanan di PBF PT.Mensa Binasukses
yaitu berdasarkan golongan, berdasarkan principal, berdasarkan alphabet, berdasarkan fifo
dan fefo, dan berdasarkan kategori produk. Berdasarkan suhu penyimpanan dibedakan
menjadi 3 yaitu, suhu kamar <30oC, suhu sejuk range antara 15-25oC, suhu dingin range
antara 2-8 oC.

Alur pendistribusian di PBF Mensa Binasukses yaitu, pelanggan mengorder barang (via
telepon, fax, email, e-katalog, dan sales man), selanjutnya dientry ole Costumer Service (CS).
Khusus obat psikotropik dan precursor harus memiliki surat pesanan atau SP yang
diverifikasi oleh Apoteker penanggung jawab. Selanjutnya barang yang telah dientri oleh CS,
dilakukan rilisan di credit control bagi pelanggan yang memiliki piutang. Hal ini bertujuan
untuk mengecek apakah pelanggan memiliki piutang yang jatuh tempo atau tidak. Jika tidak
terjadi masalah, maka pemesanan dapat difakturkan. Setelah rilisan di credit control, maka
faktur di cetak oleh admin. Ada 5 warna faktur yaitu merah untuk administrasi, kuning untuk
gudang, putih adalah faktur asli yang diberikan kepada pelanggan jika telah melakukan
pelunasan terhadap barang yang dipesan, biru untuk faktur administrasi bahwa barang telah
diantarakan, dan hijau untuk pegangan pelanggan. Setelah faktur dicetak, faktur kuning
diserahkan ke gudang dan pihat gudang menyiapkan barang. Untuk psikotropika dan
precursor faktur diberikan kepada apoteker penanggungjawab untuk mengambil barang.
Setelah barang disiapkan oleh pihak gudang, selanjutnya dibawa ke checker disertai dengan
faktur yang berwarna kuning. Pada saat barang telah di verifikasi di checker, terjadi serah
terima antara pihak checker dengan pihak ekspedisi, checker menyerahkan barang dan di
verifikasi kembali oleh ekspedisi untuk mencocokkan antara barang dengan pesanan yang
ada di faktur. Selanjutnya pihak ekspedisi mengemas barang dan barang siap diantarkan
sesuai dengan pelanggan. Pada saat barang telah tiba dipelanggan, dilakukan pengecekan
kembali. Mencocokkan faktur dengan barang. Dan apa bila telah sesuai, maka faktur putih,
hijau, dan biru akan ditandatangani serta distempel. Jika pembayaran lunas, maka dapat
diberikan faktur asli yaitu berwarna putih. Faktur biru akan dibawa kembali sebagai bukti
bahwa barang telah diterima. Dan faktur hijau akan dipegang oleh pelanggan.
Sistem pendistribusian PBF PT.Mensa Binasukses yaitu disalurkan ke Instansi Pemerintah
(dinkes), Instalasi farmasi Rumah Sakit, Apotek, Klinik Kesehatan, Toko Obat, Modern
Market dan ada juga disalurkan ke beberapa toko cosmetic, serta penyaluran barang keluar
Provinsi.

Pelaporan yang dilakukan oleh PBF PT.Mensa Binasukses ada tiga laporan, yaitu pelaporan
psikotropik dan precursor dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali ke Balai Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), pelaporan dinamika (all produk) dilakukan setiap 3 bulan sekali ke Dines
Kesehatan setempat dan pelaporan alat alat kesehatan dilakukan setiap 1 tahun sekali ke
Dinas Kesehatan setempat.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan PKL selama 2 minggu, kami dapat menyimpulkan bahwa:

1. PBF PT. Mensa Binasukses adalah salah satu PBF Nasional yang merupakan PBF
Mensa Binasukses cabang Makassar. Dimana salah satu perusahaan berbadan hukum yang
diberikan izin untuk melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran barang
kefarmasian dalam jumlah yang besar.

2. PBF PT. Mensa Binasukses, memiliki dua orang Apoteker penanggung jawab. Satu
Apoteker penanggujawab untuk obat regular, dan satu orang Apoteker penanggungjawab
khusus psikotropika dan precursor.

3. PBF PT. Mensa Binasukses telah melakukan kegiatan yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta telah menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik. Hal ini dapat kami
buktikan dalam 2 minggu melakukan praktek di PBF Mensa Binasukses.

B. Saran

1. Saran kepada institusi

a. Diharapkan agar kedepannya, waktu PKL lebih lama agar lebih mengetahui perbekalan
farmasi di PBF.

b. Pembimbing PKL agar lebih giat untuk mengontrol mahasiswa selama PKL
berlangsung dan memberikan bimbingan untuk kemajuan mahasiswa.

2. Saran kepada PBF Mensa Binasukses


a. Diharapkan agar lebih melengkapi sarana dan prasarana PBF

b. Diharapkan untuk lebih bekerjasama dengan baik dan menerapkan CDOB yang lebih
maksimal, agar terciptanya PBF Mensa Binasukses yang lebih baik dan maju.

c. Kurangnya tenaga farmasi di PBF, diharapkan lebih menerima pegawai lulusan


farmasi, khususnya dibagian gudang.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI. No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara distribusi
Obat Yang Baik. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009, PP No. 51 tahun 2009. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009
Tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun
1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai