PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat diperhatikan dan saat ini dinilai
sebagai salah satu unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Berdasarkan
Undang – Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan didefinisikan
sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Seiring dengan perkembangan zaman, pengetahuan masyarakat 9tentang
kesehatan juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan mudahnya mengakses
informasi seputar bidang kesehatan melalui internet dan smartphone sehingga
pengetahuan masyarakat tentang obat, usaha untuk meningkatkan mutu kesehatan
masyarakat, dan kesehatan juga meningkat. Oleh karena itu, peran industri
farmasi sangatlah besar dalam meneliti dan mengembangkan produk obat baru
sehingga kesehatan yang diharapkan masyarakat dapat tercapai. Peran seorang
farmasis sangat dirasakan pada era ini terkait dengan obat-obatan yang diperlukan
dalam mengatasi berbagai macam penyakit yang timbul di masyarakat.
Berdasarkan pada Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 36 tahun
2009, maka yang berwenang melakukan pelayanan kesehatan adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Oleh karena itu, farmasis
memiliki peran penting dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat.
Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Berdasarkan Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker. Pelayanan kesehatan masyarakat oleh farmasis dapat diwujudkan dalam
bentuk pembuatan serta pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
1
2
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Salah satu pekerjaan apoteker yang dilakukan adalah bekerja dalam bidang
industri. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Produk
obat yang berkualitas yang dihasilkan industri farmasi harus memperhatikan
faktor-faktor yang terlibat dalam proses produksinya. Untuk menghasilkan produk
obat yang berkualitas tidak hanya ditentukan dari pemeriksaan bahan awal dan
produk akhir namun harus dibangun dari semua aspek produksi. Agar obat yang
dihasilkan berkualitas, mempunyai efikasi yang baik, bermutu, dan aman serta
konsisten maka dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi tentang Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Salah satu aspek dalam CPOB adalah mengenai personalia, yang salah
satunya adalah apoteker dalam industri farmasi memegang peranan penting dalam
industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan apoteker
juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu, sehingga seorang Apoteker dituntut untuk mempunyai
wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta
kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan - permasalahan
yang ada di industri farmasi.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, calon Apoteker harus
mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman praktis yang cukup yang salah
satunya dapat diperoleh melalui kegiatan praktek kerja profesi di industri farmasi.
Dalam rangka pembinaan terhadap generasi baru di bidang industri farmasi maka
Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Institut Sains dan Teknologi Nasional
bekerja sama dengan PT. Pharos Indonesia sebagai salah satu industri farmasi
besar yang telah memiliki nama dalam memproduksi berbagai macam sediaan
farmasi baik di Indonesia maupun ekspor ke luar negeri untuk menyelenggarakan
PKPA agar calon apoteker mempunyai wawasan dan keterampilan dalam
mempersiapkan diri menghadapi industri farmasi sesungguhnya. Pelaksanaan
PKPA di PT. Pharos Indonesia ini berlangsung dari tanggal 3 September sampai
dengan 28 September 2018 dan bertempat di PT. Pharos Indonesia yang
3
beralamat di Jalan Limo No. 40, Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Industri Farmasi
2.1.1. Definisi Industri Farmasi
Industri farmasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi didefinisikan sebagai
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi industri farmasi yakni sebagai
tempat pembuatan obat/ bahan obat, pendidikan, pelatihan, penelitian dan
pengembangan. Dalam menghasilkan obat industri farmasi harus dapat
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan keamanan (safty), mutu (quality),
dan khasiat (efficacy) untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Setiap
industri farmasi pasti memiliki sertifikat CPOB yakni sebagai bukti bahwa suatu
industri farmasi memenuhi syarat dan menerapkan persyaratan CPOB. Masa
berlaku sertifikat CPOB yakni selama 5 tahun sepanjang meemnuhi persyaratan di
industri farmasi tersebut.
2.1.2. Persyaratan Izin Industri Farmasi
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin Industri Farmasi
dari Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Ada beberapa
persyaratan untuk dapat memperoleh izin industri farmasi berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi,
yakni: Berbadan usaha berupa perseroan terbatas, memiliki rencana investasi dan
kegiatan pembuatan obat, memiliki NPWP, memiliki secara tetap 3 orang
apoteker warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu, komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik
langsung dan tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-Undangan
di bidang kefarmasian.
Izin usaha industri farmasi diperoleh melalui tahap persetujuan prinsip.
Permohonan persetujuan prinsip ditujukan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah
5
persetujuan tertulis terlebih dahulu; Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau
bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha Industri Farmasi.
Pelatihan bagi seluruh personil yang berugas harus diberikan karena tugasnya
berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk
personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang
kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Selain pelatihan dasar dalam
teori dan praktik CPOB, personil baru juga harus mendapat pelatihan sesuai
dengan tugas yang diberikan. Pelatihan spesifik diberikan kepada personil yang
bekerja di area berbahaya dan mudah mengalami kontaminasi atau pencemaran,
misalnya area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau
bersifat sensitisasi. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan, dan efektifitas
penerapannya dinilai secara berkala, sehingga harus tersedia program pelatihan
yang disetujui kepala bagian masing-masing dan didokumentasikan atau dicatatat
kegiatan pelatihannya dan disimpan dengan baik (CPOB, 2018).
11
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat
ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan
pengawasan. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan
mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu
dengan metode yang ditetapkan. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa
untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Antara masing-masing
peralatan hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan
kesesakan dan memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk.
Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu disanitasi
dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari proses
sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk.
2.2.6 Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Unsur-unsur produksi yang
diatur oleh CPOB meliputi pembelian bahan awal, yaitu:
14
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi
induk/ formula pembuatan, prosedur, metode, instruksi, laporan, dan catatan harus
bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah
sangat penting, dokumen yang diperlukan sesuai CPOB 2012 adalah spesifikasi
bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk antara dan produk
ruahan, spesifikasi produk jadi, dokumen produksi induk, prosedur pengolahan
induk, prosedur pengemasan induk, catatan pengolahan bets, dan catatan
pengemasan bets.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
HASIL KEGIATAN
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PHAROS INDONESIA
khusus.
2. Menginovasi produk begitu juga desain melalui pengembangan secara
berkelanjutan.
3. Menyediakan produk dengan kualitas terbaik dengan harga rendah.
4. Menyediakan pelayanan terbaik kepada semua dokter spesialis di
Indonesia (dengan produk ethical) dan komunitas yang lebih luas
(dengan produk non-ethical).
5. Mengembangkan kultur yang baik dan kuat pada sumber daya manusia,
berdasarkan kompetensi.
To serve and satisfy stakeholders by:
1. Strengthening the product portfolios in every focused specialist
category.
2. Innovating products as well as design through continuous improvement.
3. Providing high quality products at low cost.
4. Providing excellent services to all specialists in Indonesia (with ethical
products) and to the wider community (with non-ethical products).
5. Developing a strong and positive culture in human resources, based on
competencies (Pharos Indonesia, 2017).
d. Penanganan Penyimpangan
Penanganan penyimpangan di PT. Pharos Indonesia
bertujuan untuk memastikan bahwa semua penyimpangan yang
terjadi terkait bahan awal, tahap proses pembuatan produk sampai
produk jadi yang dapat mempengaruhi kualitas produk dapat segera
ditangani serta di dokumentasikan contoh dokumen Laporan
penyimpangan.
e. Pengendalian Perubahan
Jenis perubahan yang ditangani melalui kontrol perubahan meliputi:
Perubahan fasilitas dan sarana, perubahan mesin atau peralatan
produksi, perubahan pada proses produksi, perubahan pembersihan
ruangan, perubahan pada pabrik pembuat bahan awal termasuk
menambahkan, mengganti, maupun memindahkan lokasi pabrik, dan
perubahan pada dokumen atau proses, perubahan pada personil kunci
(Production manager, QA manager, dan QC manager).
3.3.1.3 Personalia
3.3.1.3.1 Sumber Daya Manusia
Program pelatihan disusun untuk meningkatkan kualitas
32
Presiden
Direktur
Sekretaris
Direktur
Purchasing assc.
direktur
Bussines Dev. Analytical Dev.
Manuf. GM Purch. GM Product Dev GM Training GM Warehouse GM Registration GM Quality GM
GM GM
Production
Manager Quality Control
Manager
Packaging Payroll
Manager Quality manager
Asurance
Engineering Purchasing Warehouse Registration AD PPIC Personalia Manager Finance
Toll Manager Manager Manager Manager Manager Manager Manager Manager
Manager
36
Alur penerimaan bahan baku dan bahan kemas sampai pada proses
sampling dan analisa di PT. Pharos Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Diterima oleh bagian
Barang datang dari
gudang
supplier
Bagian gudang melakukan pengecekan fisik, apakah sesuai dengan surat pesanan
yang ada.
Jika sesuai
Bagian gudang membuat laporan penerimaan barang, dan diserahakan ke bagian QC
untuk melakukan sampling
Barang yang telah dianalisa dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan maka diberi
label realease, yang menandakan bahan tersebut telah dianalisa dan diterima untuk
proses produksi, sedangkan untuk bahan yang ditolak akan diberi label reject.
Bahan yang telah dianalisa dikembalikan ke gudang, dan menunggu permintaan dari
bagian produksi.
Alur penerimaan bahan baku dan bahan kemas sampai pada proses
sampling dan analisa di PT. Pharos Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Diterima oleh bagian
Barang datang dari
gudang
supplier
Bagian gudang melakukan pengecekan fisik, apakah sesuai dengan surat pesanan
yang ada.
Jika sesuai
Bagian gudang membuat laporan penerimaan barang, dan diserahakan ke bagian QC
untuk melakukan sampling
Barang yang telah dianalisa dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan maka diberi
label realease, yang menandakan bahan tersebut telah dianalisa dan diterima untuk
proses produksi, sedangkan untuk bahan yang ditolak akan diberi label reject.
Bahan yang telah dianalisa dikembalikan ke gudang, dan menunggu permintaan dari
bagian produksi.
3.3.1.5 Peralatan
Peralatan memiliki pengaruh besar pada kegiatan produksi dan
pemeriksaan mutu. PT. Pharos Indonesia memiliki Standar Operasional
Prosedur (SOP) dalam mengoperasikan dan cara membersihkan
peralatannya, hal ini bertujuan agar proses produksi berjalan efektif dan
efisien, maka tata letak penempatan dan pemasangan peralatan diatur
sedemikian rupa. Kalibrasi dan kualifikasi peralatan dilakukan secara
berkala sesuai dengan jadwalnya dengan program dan prosedur yang tepat,
dalam hal ini PT. Pharos Indonesia melakukan proses kalibrasi setiap 1
tahun sekali dengan disertai pelabelan.
Steel 316L untuk bagian alat yang kontak langsung dengan produk. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya karat pada mesin.
b. Penomoran pada mesin, beserta label kalibrasi dan kualifikasi, yang
diberikan pada setiap mesin sehingga mudah untuk mengetahui bahwa
alat/mesin telah dikalibrasi dan dikualifikasi serta ditujukan untuk
menentukan waktu rekalibrasi dan rekualifikasi berikutnya.
c. Setiap alat dan mesin selalu disanitasi rutin baik sanitasi total maupun
tidak sesuai dengan kebutuhannya. Setiap mesin juga dilakukan
cleaning validation sesuai protap yang telah disetujui oleh Quality
Assurance Manager.
1. Listrik/ Electrical
Memelihara seluruh peralatan yang menggunakan listrik
antara lain:
a. Mesin/ Mechanical
Memelihara seluruh mesin- mesin produksi dan alat
penunjang lainnya sistem tata udara (AHU/HVAC/
Heating Ventilating and Air Conditioning), sistem
pengolahan air meliputi water system dan IPAL.
b. Air Handling Unit (AHU)/ HVAC
AHU merupakan persyaratan mutlak yang harus
dipenuhi untuk industri farmasi yaitu berfungsi sebagai
pengatur tekanan udara yang masuk ke ruang produksi. Udara
luar disaring dengan filter sebelum masuk ke ruang produksi
melalui pipa (ducting). AHU memiliki 2 filter yaitu prefilter
dengan presentase kerapatan 25% dan medium filter dengan
presentase kerapatan 97-98 %, hepa filter dengan presentase
45
1. Personalia
2. Bangunan
Bangunan dirancang dan dibangun sedemikian rupa
sehingga memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik.
Penyediaan toilet dengan jumlah yang cukup dan berventilasi
baik. Tempat cuci tangan bagi karyawan yang letaknya sebelum
masuk area produksi. Sampah dikumpulkan dalam wadah yang
sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan diluar
bangunan. Pembersihan bangunan dilakukan berjadwal sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan.
3. Peralatan
IPC di PT. Pharos Indonesia dibagi tugas dan tanggung jawabnya menjadi
tiga bagian yaitu IPC weighting, produksi, dan kemasan primer. Staf IPC di
bagian weighting bertugas untuk mengecek bobot massa bahan baku dan formula
induk bahan baku sesuai dengan yang tertera di BPO pada area staging bahan
baku I, selanjutnya diserah terima ke staging bahan baku II, dicek kembali dan di
simpan sampai waktu akan di produksi. Sebelum produksi, setiap ruang produksi
harus di clean tag. IPC mengecek kesiapan produksi mulai dari ruangan, sampai
dengan mesin apakah siap digunakan untuk proses produksi. Setiap tahapan
produksi dari mixing sampai sebelum packaging dilakukan sampling awal tengah
dan akhir (kecuali coating, dilakukan sampling akhir saja) dengan jumlah
sampling menggunakan rumus 1+√n, dimana n merupakan jumlah keseluruhan
yang di produksi dari 1 batch. Untuk proses packaging yang dilakukan di area
packaging grey untuk kemas primer, IPC melakukan pengecekan pada awal dan
akhir, sedangkan operator packaging grey melakukan pengecekan setiap 20 menit.
Setiap pengambilan sampling akan di lakukan pemeriksaan fisika dan kimia
di laboratorium QC. Pemeriksaan fisika dan kimia dilakukan sesuai MoA dan
akan dibandingkan dengan standar yang sudah ditetapkan dan merupakan penentu
untuk proses produksi dapat berjalan atau dihentikan dan diperbaiki untuk
menjamin kualitas produk yang akan dihasilkan. Orang yang melaksanakan
inspeksi terhadap mutu produk terdiri dari: operator, inspector IPC dan supervisor
IPC. Operator bertugas melakukan inspeksi setiap 15 menit sekali, supervisor IPC
akan melakukan inspeksi setiap 60 menit sekali pada awal dan akhir proses,
sedangkan inspektor IPC akan melakukan inspeksi pada bagian awal, tengah, dan
akhir proses meliputi pemeriksaan suhu dan kelembapan, kebersihan ruangan dan
peralatan yang digunakan, kesesuaian peralatan dengan produk, kesesuaian
penggunaan formula bahan dengan yang tertera dalam BPO/PO, memastikan
bobot, volume dan ukuran penggunaan alat sesuai dengan produksi produk
yaanng akan dilakukan. Dalam proses produksi produk solid, semisolid maupun
liquid selalu dilakukan pemeriksaan oleh personil produksi diantaranya seperti,
tablet (pemeriksaaan kadar air granul, ketebalan, bobot tablet, kekerasan, uji
waktu hancur, kerapuhan dan kebocoran blister, terjadi atau tidaknya kesalahan
mayor dan minor, mayor: berbintik, belang, warna, emboss; minor: geripis,
58
2. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan analisis mikrobiologi dilakukan tidak hanya untuk kepentingan
departemen quality control tapi secara menyeluruh pada lokasi pabrik terutama
produksi diantaranya meliputi: memeriksa dan menganalisis bahan baku, produk
ruahan, produk obat jadi, ruangan produksi dan kemasan, pemeriksaan air dan
peralatan yang digunakan dalam proses produksi, serta pemeriksaan air (purified
water, water for injection dan reverse osmose). Pemeriksaan mikrobiologi air
dilakukan selama seminggu sekali, dengan menggunakan metode sterility, titik
pengambilan untuk pretretment yaitu raw water, setelah dorinasi, setelah
multimedia filter, setelah carbon filter, dan setelah softener, sedangkan untuk titik
pengambilan untuk purified water pada after EDI,tangki 1000 L, ruang cuci botol,
ruang cuci alat produksi 1, mascarini, ruang cuci alat produksi 2, water heater tank
liquid, laboratorium Analytical Devlopment (AD), Lab QC, ruang cuci alat
sefalosporin, mesin cuci vial sefalosporin, ruang persiapan injeksi sefalosporin.
59
Selain itu, uji sterility juga dilakukan untuk penguji sediaan injeksi dan bahan
kemasan yang akan digunakan tertutama pada bahan kemas yang akan digunakan
untuk sediaan semi solid dan liquid. Setiap analisa mikrobiologi harus dilakukan
dengan kondisi lingkungan yang dibuat untuk mencegah kontaminasi ke produk
maupun dari produk, yaitu di bawah Laminar Air Flow/LAF pada area A,
menggunakan masker dan sarung tangan, pakaian khusus yang sudah disterilkan
serta setiap material yang kontak langsung dengan material yang diuji harus
dalam keadaan steril. Analisis yang dilakukan di laboratorium analisis
mikrobiologi meliputi perhitungan jumlah cemaran mikroba, pemeriksaan air
(konduktivitas, total organic carbon, pH, mikrobiologi (kapang dan khamir),
identifikasi bakteri (Pseudomonas aeruginosa, Eschercia coli), dan pemeriksaan
endotoksin yang tidak boleh terdapat dalam setiap produk atau bahan baku
produk, uji potensi, uji sterilitas.
3. Pemeriksaan Fisika-Kimia
Pemeriksaan analisis fisika-kimia bertanggungjawab untuk menganalisa
bahan baku, produk antara, produk ruahan dan produk jadi mengikuti yang tertera
dalam Methode of Analysis (MOA), mengadakan analisa sampel in-process
control (IPC) yang memerlukan pemeriksaan analisis fisika-kimia.
Apabila dalam proses pemeriksaan baik pemeriksaaan mikrobiologi ataupun
pemeriksaan fisika kimia terdapat hasil uji di luar spesifikasi (HULS) seperti
disebabkan karena lab error (kondisi sampel yang diterima, analisis, metode
analisa, reagen, alat/instrumen, proses analisa dan proses sampling) maka
dilakukan pengujian ulang yaitu : Stage A, analisa ulang (retest) oleh analis yang
sama dengan sampel yang sama jika masih tidak memenuhi syarat (TMS)
dilanjutkan dengan Stage B, dilakukan oleh analis senior (pengalaman kerja 2
tahun atau lebih) dengan sampel yang sama, jika masih tetap TMS dilanjutkan ke
Stage C, dilakukan oleh analis beda (analis ke-3) dengan sampel hasil sampling
ulang, jika masih TMS dilanjutkan Stage C1 yang dilakukan oleh analis senior
(analis dengan pengalaman kerja 2 tahun atau lebih) dengan hasil sampling ulang
dan di tambah dengan kontrol (sampel pembanding), jika hingga tahap ini masih
60
3.3.1.9 Dokumentasi
Sistem dokumentasi harus dapat menggambarkan secara rinci proses setiap
batch atau lot suatu produk, sehingga mempermudah proses penelusuran
terhadap suatu batch atau lot produk tertentu. Ruang lingkup dokumentasi
meliputi catatan spesifikasi, produksi, pengawasan mutu, penyimpanan dan
distribusi, pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruangan dan
peralatan, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat
kembalian dan pemusnahan obat, peralatan khusus, inspeksi diri, serta pelatihan
CPOB bagi karyawan.
Perubahan pada dokumen yang berisi instruksi, prosedur atau spesifikasi,
perlu dibuatkan penganti yang sebelumnya disahkan oleh personil atau bagian
yang berwenang sebelum dapat digunakan. Pada kejadiaan dokumen yang sudah
tidak berlaku, maka dokumen tersebut beserta salinannya ditarik dan diberi
penandaan”tidak berlaku” atau dimusnahkan. Sistem penyimpanan dokumentasi
di QA yaitu semua dokumen yang berkaitan dengan produk disimpan (ED+1),
sedangkan dokumen lain disimpan minimal 1 versi revisi terakhir (mis: Protap,
log book/log sheet selama 1 tahun). Semua kegiatan yang dilakukan dalam
penerapan CPOB harus selalu dicatat dan didokumentasikan sebagai bukti bahwa
62
hal tersebut memang benar telah dilakukan. Ruang lingkup pengelolaan dan
pengendalian dokumen meliputi kegiatan pembuatan prosedur, persetujuan,
perubahan (perbaikan dan pembaharuan), distribusi, penyimpanan, pemusnahan
serta koordinasi pelatihan. Kegiatan yang dilakukan yaitu menyusun sistem
pengelolaan dan pengendalian dokumen, menyusun dan atau menyetujui
dokumen, serta mengkoordinasikan dan atau melaksanakan perubahan dokumen.
Salianan BPO/ PO disimpan oleh departemen QA dalam jangka waktu
kadaluarsa obat ditambah minimal 1 tahun.
Semua peralatan utama seperti mesin cetak, mesin granulasi dan lain-lain
telah diberi nomor pengenal sehingga akan memudahkan operator dalam
mengenali mesin atau peralatan yang akan dipakai pada proses pembuatan obat
tertentu. Quality system juga memiliki tanggung jawab dalam penyimpanan dan
pengaturan dokumen-dokumen departemen QA. Dokumen-dokumen yang terkait
dengan departemen QA serta dokumen yang terkait dengan kualitas baik dalam
bentuk cetakan maupun data disimpan dan diatur berdasarkan aturan yang telah
ditentukan.
Dokumen-dokumen yang tersimpan di departemen QC seperti prosedur
tetap, Master Batch Record (MBR), Laporan Sampling dan Analisis (LSA) dan
Method of Analysis (MOA). Prosedur tetap (Protap) terdari dari protap sistem,
protap operasional mesin dan protap pembersihan mesin. Protap harus selalu
dikaji ulang setiap tahun dan direvisi jika terdapat perubahan dan prosedur sudah
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Master Batch Record (MBR) terdiri
dari BPO/PO, laporan pemeriksaan proses produksi dan pengemasan dari IPC
dan operator, memo dan form kesiapan jalur. Penyimpanan dokumen BPO/PO
maupun dokumen yang berhubungan dengan produk, disimpan ED+1.
Laporan Sampling Analisis adalah dokumen yang dikeluarkan dapartemen
QC yang menyatakan status penerimaan atau penolakan terhadap bahan baku dan
kemasan. Penanganan bahan baku dan bahan pengemas di PT. Pharos Indonesia,
telah memenuhi ketentuan CPOB. Semua bahan baku yang keluar masuk
dipantau dengan sistem LSA, sehingga memudahkan pemantauan persediaan
yang ada di gudang. Pemantauan persediaan berperan penting dalam upaya
perencanaan produksi yang akan dilakukan terkait dengan jumlah dan jenis
63
bahan baku serta bahan pengemas yang dibutuhkan. LSA oleh departemen QC
disimpan dalam jangka waktu 5 tahun, setelah itu dimusnahkan dengan dibuat
berita acara. PT. Pharos Indonesia telah menerapkan sistem dokumentasi dengan
menggunakan sistem komputerisasi. Beberapa dokumen yang ada di PD, yaitu:
a. Jurnal Produk
Meliputi jurnal produksi untuk produk exist dan juga untuk produk yang
akan launching. Dokumen ini dapat dilihat langsung dalam bentuk
lembaran tulisan dan komputer, berisi tentang langkah- langkah
pengembangan produk berikut hasil analisa sediaan dan uji stabilitas
serta harga pokok penjualan (HPP) produk. Jurnal produk berisi form
usulan produk, penentuan bahan baku yang akan digunakan beserta
harganya, studi pustaka, preformulasi, formulasi, hasil analisa dan uji
stabilitas sediaan, HPP dan Manufacturing Batch Trial.
b. BPO/ PO Produk (Batch Trial)
Bulk Production Order (BPO) adalah dokumen yang berisi formula
disertai langkah-langkah perubahan produk untuk skala produksi,
dokumen ini digunakan oleh divisi manufacturing dalam hal ini adalah
PPIC.
c. Katalog Bahan Baku
Merupakan dokumen yang berisi data bahan baku yang meliputi nama
generik dan nama dagang bahan baku, tanggal terima bahan baku oleh PD,
tanggal kadaluarsa bahan baku, tempat penyimpanan bahan baku serta
keterangan lainnya seperti jumlah bahan baku, CoA dan lain-lain.
d. CoA Bahan Baku
Merupakan dokumen yang memuat CoA dari bahan baku yang digunakan
PD.
e. Dokumen lain (Seperti Material Requestion)
Adapun dokumen yang diperlukan untuk barang-barang impor adalah CoA
(Certificate of Analysis), B/L (Bill of Landing) atau Airways Bill,
Insurance, Invoice dan Packaging List..
64
Spesifikasi Kemasan
Penentuan spesifikasi kemasan disesuaikan dengan form usulan dan sifat
bahan obat. Jika ada pertentangan dengan keinginan marketing biasanya
dilakukan penyesuaian.
Mencari Sampel Kemasan
Pencarian sampel kemasan dilakukan oleh purchasing department yang
terdiri dari sampel contoh yang memuat data identitas kemasan dan trial sampel
yang akan diuji oleh packaging development dan QC.
Penentuan Harga Pokok Penjualan
Penentuan harga produk obat jika diproduksi sendiri (harga produk + biaya
proses + harga kemasan) dihitung oleh Packaging Development. Sedangkan,
untuk menghitung harga produk toll manufacturing impor (harga kemasan +
biaya proses). Harga tersebut harus disetujui oleh marketing sebelum dilakukan
proses pengemasan. Apabila kemasan belum pernah dipakai sebelumnya, maka
kemasan harus didaftarkan terlebih dahulu di master kemasan.
Menyusun Master Formula dan Manufacturing Batch Record
Penyusunan Master Formula dan Manufacturing Batch Record meliputi:
material, desain, ukuran, warna dan jenis cetakan.
Membuat Artwork untuk kemasan baru.
Marketing bekerjasama dengan desainer untuk membuat Artwork.
Pembuatan Artwork disesuaikan dengan registrasi dan nilai jualnya. Artwork
yang telah mendapat persetujuan akan menjadi Final Artwork dan disimpan
dalam bentuk film/file untuk dokumen PT. Pharos Indonesia. Final artwork
tersebut selanjutnya dikirim ke supplier dalam bentuk fotoprint. Packaging
68
BAB IV
PEMBAHASAN
pelayanan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit
masyarakat supaya obat yang dihasilkan oleh industri farmasi senantiasa terjamin
diikuti serta ditaati oleh pemilik industri farmasi untuk mengendalikan dan
mengawasi proses pembuatan obat yang aman (safety), bermutu (quality) dan
kepuasan kepada konsumen. Pedoman ini mencakup berbagai aspek antara lain
Indonesia telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam
Indonesia dilaksanakan sesuai jadwal yang telah dibuat oleh Manajer Produksi.
Order (BPO) yang telah diturunkan dari tiap produk yang telah ada. BPO berisi
mengenai setiap langkah serta tahapan kerja dicatat (mengerjakan apa yang
tertulis dalam BPO dan menulis apa yang telah dikerjakan) pada lembar kerja
yang diparaf oleh petugas pelaksana sebagai dokumentasi sehingga apabila terjadi
masalah pada produk maka dapat dilihat pada BPO yang telah ditulis dan juga
Aspek –aspek CPOB yang telah diterapkan oleh PT. Pharos Indonesia
1. Manajemen Mutu
sistem mutu yang terbentuk atas pola kerja yang baik dari struktur organisasi,
prosedur kerja di setiap bagian, proses produksi serta personil yang terlibat dalam
proses pembuatan suatu produk sehingga produk yang dihasilkan PT. Pharos
pencapain mutu secara konsisten serta dapat diandalkan, dan bagian tersebut
adalah bagian produksi, bagian QC, bagian PD, serta bagian PPIC. Setiap bagian
Pemastian mutu adalah upaya yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan
bahwa obat dihasilkan, secara konsisten memiliki mutu, khasiat dan keamanan
Pemastian mutu ini dipastikan dengan pelaksanaan CPOB yaitu meliputi berbagai
macam aspek seperti produk yang sesuai standar, bangunan dan fasilitas yang
memadai dan sebagainya. Secara umum tugas dan tanggung jawab Quality
melalui training Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), inspeksi diri atau
audit Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), validasi, kualifikasi dan kalibrasi,
manufacturing.
(kualifikasi, kalibrasi dan validasi) dan tim (Quality system). Quality system
dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain adalah inspeksi diri, dokumen center,
jadi.
berkaitan dengan kinerja dan fungsi serta pemberian batas nilai tertentu atau
restriksi terhadap sifat tersebut agar sesuai dengan ketentuan menurut CPOB.
72
Sebagai pemastian kualifikasi atau kalibrasi dilakukan pada peralatan, mesin serta
sarana penunjang yang memiliki dampak yang kritis, maupun besar terhadap
pada ketentuan manual book atau desain yang telah ditetapkan. Kualifikasi
instalasi dilakukan terhadap semua mesin baru atau mesin lama yang belum
dilakukan pada peralatan atau mesin atau sarana penunjang yang mempunyai
dampak yang kritis atau besar pada kualitas produk. Mesin, peralatan maupun
ditandatangani oleh staff Quality Assurance. Saat ini jenis kualifikasi yang
dan fasilitas/sistem dapat perform secara konsisten pada kondisi yang baru.
untuk AHU, 3 tahun sekali untuk mesin dan water system serta setiap 6 bulan
untuk alat penunjang kritis (Oven dan Autoclave) untuk fasilitas steril. Rekalibrasi
dilakukan selama 1 tahun sekali untuk semua alat ukur dan instrument.
setiap bahan, prosedur, proses, kegiatan, peralatan serta sistem yang digunakan
dalam produksi maupun pengawasan mutu akan selalu memberikan hasil sesuai
dokumen setara.
dan validasi yang akan dilakukan. Selain itu, perusahaan harus membuat laporan
yang mengacu pada protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh,
metode analisa.
validasi konkuren dilakukan sebanyak 3 batch berturut-turut. Hal ini telah sesuai
74
dengan ketentuan CPOB yang secara umum, 3 (tiga) bets berurutan yang telah
2. Personalia
yang dihasilkan. Personil yang dimiliki PT. Pharos sudah terkualifikasi dan
pelatihan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pelatihan CPOB karyawan
PT. Pharos Indosesia dilakukan secara rutin dan berkala. Program pelatihan
CPOB ini ditujukan untuk memastikan bahwa setiap karyawan telah mendapatkan
prinsip CPOB dengan baik dan benar. Selain pelatihan CPOB, beberapa pelatihan
mengenai pemahaman protap, metode analisis, instruksi kerja dan prosedur lain
yang berhubungan dengan proses produksi dan pengemasan serta prosedur lain
yang dapat mempengaruhi mutu produk juga dilaksanakan secara rutin. Pelatihan
ruangan produksi PT. Pharos (dinding, lantai dan langit-langit) telah dilapisi
dengan epoksi, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka sehingga mudah
75
Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam dalam daerah kritis berbentuk
lengkungan. PT. Pharos indonesia memproduksi sediaan steril dan non steril
sehingga ruangan produksi obat di PT. Pharos Indonesia terdiri dari black area,
Secara keseluruhan ruangan produksi PT. Pharos dinilai baik, hal ini dapat
dilihat dari bangunan produksi di PT. Pharos untuk produksi non beta laktam,
basah dan kering, ruang pengeringan, ruan cetak tablet, ruang pembuatan sirup,
pengisian kapsul, ruang pembersih kapsul, ruang pengemasan dan lain-lain yang
perkembangan yaitu:
kemampuan tinggi.
b. Gedung produksi sediaan non ß-laktam yang terdiri dari 2 lantai, yaitu:
Lantai 1 terdiri dari: Gudang bahan baku, Gudang bahan kemas,
Registration Development.
c. Gedung produksi sefalosporin yang terdiri dari: Gudang bahan baku dan
4. Peralatan
CPOB, yang sebagian besar dari peralatannya terbuat dari bahan Stainless steels.
Setiap alat disimpan pada ruangan yang terpisah dan tertutup yang dilengkapi
dengan alat penghisap debu, sehingga dapat dihindari terjadinya kontaminasi pada
operasional, dan kinerja. Selain itu juga dilakukan kalibrasi yang rutin dilakukan.
validation yaitu dengan cara dibersihkan setiap kali selesai digunakan dalam
produksi obat. Perawatan peralatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah
menyatakan status alat, siapa yang membersihkan, kapan dan siapa yang
77
untuk membedakan peralatan yang telah dibersihkan dengan peralatan yang belum
pembersihan .
produksi ketika akan melakukan proses produksi dan pada saat pergantian item
diberlakukan bagi para personil atau karyawan, tetapi juga kepada semua orang
yang akan memasuki area produksi, termasuk pengunjung lain, seperti tamu, dan
sebelum memasuki area produksi. Untuk menjaga mutu produk, PT. Pharos
Indonesia melarang tiap orang baik karyawan maupun pengunjung yang berada
dalam area produksi, laboratorium QC, area gudang, dan area lain yang
memungkinkan dapat kontak dengan produk untuk makan, minum, atau merokok
“TELAH DIBERSIHKAN”.
6. Produksi
Rencana produksi obat di PT. Pharos disusun sesuai dengan target dan
permintaan dari marketing, hasil forecast dan sisa stok jadi. Pada pengadaan
bahan baku serta bahan pengemas dari supplier sebelumnya harus disetujui oleh
pihak QA, dengan sistem FEFO untuk pengeluaran bahan awal dan pengemas dari
gudang. Lalu QC bertugas untuk memeriksa bahan baku dan bahan pengemas
yang datang dari gudang, kemudian sambil menunggu hasil uji dari QC. Bahan
baku dan bahan pengemas yang sudah lulus uji diberikan label “HIJAU” yang
pengawasan produksi.
yang ditetapkan pada CPOB agar dapat menjamin nbahwa produk yang dihasilkan
Setiap langkah dan tahapan kerja dicatat pada lembar kerja MBR
dokumentasi untuk menjadi catatan produksi batch yang sangat penting untuk
79
penelusuran kembali jika ada keluhan produk dari konsumen serta pengendalian
menjamin mutu produk yang dimulai dari bahan masuk sampai menuju produk
jadi serta untuk menjaga keseragaman mutu selama proses produksi. Operator
menit sekali pada awal dan akhir proses, sedangkan inspektor IPC melakukan
inspeksi pada bagian awal, tengah, dan akhir proses meliputi pemeriksaan suhu,
dengan produk, kesesuaian penggunaan formula bahan dengan yang tertera pada
BPO/PO, memastikan bobot, volume dan ukuran penggunaan alat sesuai dengan
7. Pengawasan Mutu
fungsi analisis dari bahan datang, in process, sampai produk jadi termasuk
produk antara, produk ruahan, kemasan obat jadi, program uji stabilitas,
penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku pada setiap bahan dan
bahan baku dan bahan kemas jika potensial dan tidak memenuhi sertifikat analisa
bahan baku.
Bahan baku sebelum masuk gudang diperiksa terlebih dahulu oleh bagian
QC, jika memenuhi syarat bahan baku diberi label berwarna hijau (lulus/release)
dan jika tidak memenuhi syarat diberi label warna merah (tidak lulus/reject) dan
dikembalikan ke supplyer. Jika ada obat yang dikembalikan karena klaim dari
analisis secara fisika, kimia maupun mikrobiologi dan hasil analisa yang
Inspeksi diri merupakan cara untuk meninjau seluruh kegiatan dari setiap
dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan
mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB). Berdasarkan CPOB inspeksi diri dan audit dilaksanakan setiap 1 tahun
sekali, sedangkan di PT. PI pelaksanaan inspeksi diri dan audit tergantung dari
Indonesia berpedoman pada standar ISO 9001: 2000 dan CPOB 2012. Dalam
audit dari Badan POM (checklist Badan POM pada proses Mapping Industri
organisasi atau departemen saat ini sehingga diharapkan hasil audit serta
Persyaratan ini bertujuan agar produk yang dihasilkan memiliki mutu, keamanan,
dan keefektifan sesuai dengan syarat dan tujuan yang telah ditetapkan menurut
CPOB.
suplier eksis, serta melakukan inspeksi terhadap pabrik rekanan yang melakukan
kerjasama melalui toll manufacturing. Tujuan audit vendor suplier baru adalah
bahan baku, bahan kemas, dan reagen tersebut selalu memenuhi spesifikasi.
Untuk pemeriksaan sampel bahan baku, bahan kemas, dan reagen, dilakukan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah dibuat sistem
bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat
dari peredaran secara cepat dan efektif Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan
dapat menyangkut mutu (keadaan fisik, kimia, biologi dari obat maupun
kemasannya), efek samping yang merugikan (seperti reaksi alergi), atau masalah
terapeutik (seperti obat kurang memberikan respon klinis). Semua keluhan dan
82
mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan serta beresiko
terhadap kesehatan. Penarikan kembali obat terjadi atas prakarsa pembuat obat
atau adanya instruksi pemerintah yang berwenang. Selain itu karena penemuan
produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atas dasar pertimbangan adanya
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat. Prosedur penanganan
pemeriksaan mutu dan pengawasan mutu yang seksama. Obat kembalian yang
oleh departemen Medical Affairs, ketika ada complain dari luar PT.PI maka MA
diserahkan di QA.
83
10. Dokumentasi
mendatang.
batch atau lot suatu produk, sehingga mempermudah proses penelusuran terhadap
suatu batch atau lot produk tertentu. Ruang lingkup dokumentasi meliputi catatan
penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan
pemusnahan obat, peralatan khusus, inspeksi diri, serta pelatihan CPOB bagi
karyawan.
berdasarkan kontrak yaitu dengan mengadakan kerja sama dengan industri farmasi
lain yang memerlukan sarana, fasilitas dan tempat untuk memproduksi, untuk trial
skala pilot maupun skala industri, mengemas atau labeling suatu sediaan obat.
PT. Prima Medika Laboratories, PT. Faratu, PT. Apex Pharma, dan Unit
Bisnis Downstream.
b. Retail toko farmasi dan kecantikan mencakup baik pangsa pasar atas
Pharindo Econolab Clinical & bio-equivalency test lab, PT. Prima Tax
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
proses, kegiatan, peralatan serta sistem yang digunakan dalam produksi maupun
85
pengawasan mutu akan selalu memberikan hasil sesuai yang diharapkan secara
kegagalan dalam proses. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan
jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen
yang setara. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi
dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh
protokol kualifikasi dan atau protokol validasi yang memuat ringkasan hasil yang
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil kegiatan Prakter Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Pharos Indonesia pada
tanggal 3 September - 28 September 2018 adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dapat meningkatkan
pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab
apoteker dalam industri farmasi.
2. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), memberi bekal calon apoteker
sehingga memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
3. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), memberikan kesempatan kepada
calon apoteker untuk mempelajari prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) serta penerapannya dalam industri farmasi.
4. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), mempersiapkan calon apoteker
dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang professional.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan setelah menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanankan di PT. Pharos Indonesia pada
tanggal 3 September - 28 September 2018 adalah sebagai berikut :
1. Implementasi CPOB yang telah dilaksanakan oleh PT Pharos Indonesia
hendaknya tetap dipertahankan dan selalu up to date dengan informasi baru
untuk masa yang akan datang sehingga produk obat yang dihasilkan dapat
terjamin kualitas, khasiat dan keamanannya secara konsisten.
2. Kerjasama antara PT. Pharos Indonesia dengan Fakultas Farmasi Institut
Sains dan Teknologi Nasional diharapkan dapat selalu berjalan dengan baik
sehingga mahasiswa calon apoteker mendapatkan kesempatan untuk
87
88
89