Anda di halaman 1dari 89

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat diperhatikan dan saat ini dinilai
sebagai salah satu unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Berdasarkan
Undang – Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan didefinisikan
sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Seiring dengan perkembangan zaman, pengetahuan masyarakat 9tentang
kesehatan juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan mudahnya mengakses
informasi seputar bidang kesehatan melalui internet dan smartphone sehingga
pengetahuan masyarakat tentang obat, usaha untuk meningkatkan mutu kesehatan
masyarakat, dan kesehatan juga meningkat. Oleh karena itu, peran industri
farmasi sangatlah besar dalam meneliti dan mengembangkan produk obat baru
sehingga kesehatan yang diharapkan masyarakat dapat tercapai. Peran seorang
farmasis sangat dirasakan pada era ini terkait dengan obat-obatan yang diperlukan
dalam mengatasi berbagai macam penyakit yang timbul di masyarakat.
Berdasarkan pada Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 36 tahun
2009, maka yang berwenang melakukan pelayanan kesehatan adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Oleh karena itu, farmasis
memiliki peran penting dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat.
Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Berdasarkan Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker. Pelayanan kesehatan masyarakat oleh farmasis dapat diwujudkan dalam
bentuk pembuatan serta pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta

1
2

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Salah satu pekerjaan apoteker yang dilakukan adalah bekerja dalam bidang
industri. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Produk
obat yang berkualitas yang dihasilkan industri farmasi harus memperhatikan
faktor-faktor yang terlibat dalam proses produksinya. Untuk menghasilkan produk
obat yang berkualitas tidak hanya ditentukan dari pemeriksaan bahan awal dan
produk akhir namun harus dibangun dari semua aspek produksi. Agar obat yang
dihasilkan berkualitas, mempunyai efikasi yang baik, bermutu, dan aman serta
konsisten maka dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi tentang Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Salah satu aspek dalam CPOB adalah mengenai personalia, yang salah
satunya adalah apoteker dalam industri farmasi memegang peranan penting dalam
industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan apoteker
juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu, sehingga seorang Apoteker dituntut untuk mempunyai
wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta
kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan - permasalahan
yang ada di industri farmasi.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, calon Apoteker harus
mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman praktis yang cukup yang salah
satunya dapat diperoleh melalui kegiatan praktek kerja profesi di industri farmasi.
Dalam rangka pembinaan terhadap generasi baru di bidang industri farmasi maka
Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Institut Sains dan Teknologi Nasional
bekerja sama dengan PT. Pharos Indonesia sebagai salah satu industri farmasi
besar yang telah memiliki nama dalam memproduksi berbagai macam sediaan
farmasi baik di Indonesia maupun ekspor ke luar negeri untuk menyelenggarakan
PKPA agar calon apoteker mempunyai wawasan dan keterampilan dalam
mempersiapkan diri menghadapi industri farmasi sesungguhnya. Pelaksanaan
PKPA di PT. Pharos Indonesia ini berlangsung dari tanggal 3 September sampai
dengan 28 September 2018 dan bertempat di PT. Pharos Indonesia yang
3

beralamat di Jalan Limo No. 40, Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Tujuan dilakukannya PKPA di PT. Pharos Indonesia antara lain :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan
dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di industri
farmasi.
3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari prinsip Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB) dan/atau Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) serta
penerapannya dalam industri farmasi.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
4

BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Industri Farmasi
2.1.1. Definisi Industri Farmasi
Industri farmasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi didefinisikan sebagai
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi industri farmasi yakni sebagai
tempat pembuatan obat/ bahan obat, pendidikan, pelatihan, penelitian dan
pengembangan. Dalam menghasilkan obat industri farmasi harus dapat
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan keamanan (safty), mutu (quality),
dan khasiat (efficacy) untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Setiap
industri farmasi pasti memiliki sertifikat CPOB yakni sebagai bukti bahwa suatu
industri farmasi memenuhi syarat dan menerapkan persyaratan CPOB. Masa
berlaku sertifikat CPOB yakni selama 5 tahun sepanjang meemnuhi persyaratan di
industri farmasi tersebut.
2.1.2. Persyaratan Izin Industri Farmasi
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin Industri Farmasi
dari Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Ada beberapa
persyaratan untuk dapat memperoleh izin industri farmasi berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi,
yakni: Berbadan usaha berupa perseroan terbatas, memiliki rencana investasi dan
kegiatan pembuatan obat, memiliki NPWP, memiliki secara tetap 3 orang
apoteker warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu, komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik
langsung dan tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-Undangan
di bidang kefarmasian.
Izin usaha industri farmasi diperoleh melalui tahap persetujuan prinsip.
Permohonan persetujuan prinsip ditujukan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah
5

sebelumnya mengajukan permohonan Rencana Induk Pembangunan kepada


kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Persetujuan prinsip diberikan kepada
industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan dan usaha
pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain yang
diperlukan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama
jangka waktu 3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, perusahaan yang
bersangkutan harus menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan
fisik setiap 6 bulan sekali kepada Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM) dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah selesai
melaksanakan tahap persetujuan prinsip, dapat dilakukan permohonan izin usaha
industri. Permohonan diajukan kepada Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan
dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi
bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh
direktur utama dan apoteker penganggung jawab pemastian mutu.
Penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak
memerlukan ijin perluasan. Akan tetapi, ijin perluasan diperlukan apabila
perusahaan yang bersangkutan akan menambah luas area produksi. Izin usaha
industri farmasi yang bersangkutan berproduksi. Permohonan izin usaha industri
farmasi yang dapat diajukan setelah pembangunan fisik industri farmasi selesai
dan perusahaan siap melaksanakan kegiatan produksi komersial.
2.1.3. Pencabutan Izin Industri Farmasi
Berdasarkan Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Industri Farmasi, Izin usaha industri farmasi dapat dicabut apabila industri
tersebut melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan usaha tanpa memiliki izin; Tidak menyampaikan laporan mengenai
perkembangan industri selama tiga kali berturut-turut atau menyampaikan
informasi yang tidak benar; Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa
6

persetujuan tertulis terlebih dahulu; Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau
bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha Industri Farmasi.

2.2. Tinjauan tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi dan CPOB 2018, industri
farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practice
(GMP) merupakan code of conduct bagi industri farmasi dalam pembuatan obat
yang bermutu, aman dan efektif. Pedoman CPOB juga merupakan acuan bagi
pemerintah untuk mengendalikan dan mengawasi industri farmasi dalam
menjalankan tanggung jawab sosial dan pengendalian mutu, yang ditujukan untuk
menjamin kepastian dan konsistensi mutu sediaan obat serta memberikan
perlindungan kepada konsumen dari obat-obatan yang tidak bermutu, aman dan
berkhasiat.
2.2.1. Manajemen Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan
tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok
sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat (CPOB, 2018).
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah Sarana dan prasarana yang
memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang disetujui tersedia untuk
pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan
lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB; Pengambilan sampel bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil
dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu; Metode pengujian
disiapkan dan divalidasi; Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat
pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
7

dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian


benar-benar telah dilaksanakan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi; Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat
kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi
label yang benar; Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai
dan dibandingkan terhadap spesifikasi; dan Sampel pertinggal bahan awal dan
produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang
bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk
kemasan yang besar (CPOB, 2018).
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, yaitu :
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan
kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat
aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang
terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan
lingkungan. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan,
sehingga perlu dilakukan dokumentasi atau dicatat prosedur yag dijalankan dan
disimpan dngan baik (CPOB, 2018).
2.2.2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaannya (CPOB, 2018).
Secara umum, tugas spesifik dan kewenangan dari personil kunci pada
posisi penanggungjawab harus tertulis dan didokumentasikan sehingga dapat
8

digunakn untuk petugas lainnya yang didelegasikan daan mempunyai tingkat


kualifikasi yang tinggi jika sewaktu-waktu petugas inti sedang berhalangan.
Personil kunci yang dimaksud mencakup kepala bagian prroduksi, kepala bagian
pengawan mutu, dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) (CPOB,
2018).
Struktur organisasi industri farmasi mencakup bagian produksi,
pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang
berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain dan tidak
mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau
membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi
hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh
pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang
pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat yakni :
a. Memastikan bahwa obat di produksi dan di simpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;
b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan
memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat;
c. Memastikan bahwa catatan produksi telah di evaluasi dan ditandatangani oleh
kepala bagian produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu);
d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
produksi;
e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan;
f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (CPOB, 2018).
Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker terkualifikasi
dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang
memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu
9

memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu


meliputi:
a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi;
b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;
c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan
sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;
d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak;
e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
pengawasan mutu;
f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan;
g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (CPOB, 2018).

Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang


apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) memiliki wewenang dan
tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
sistem mutu/ pemastian mutu meliputi :
a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu;
b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan;
c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok);
f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi;
h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets;
10

i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan


mempertimbangkan semua faktor terkait (CPOB, 2018).
Masing-masing kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam
menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan
peraturan Badan POM mencakup :
a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen;
b. Pemantauan dan pengendalian ling-kungan pembuatan obat;
c. Higiene pabrik;
d. Validasi proses;
e. Pelatihan;
f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan;
g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak;
h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk;
i. Penyimpanan catatan;
j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB;
k. Inspeksi, penyelidikan dan pengam-bilan sampel, untuk
l. Pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (CPOB,
2018).

Pelatihan bagi seluruh personil yang berugas harus diberikan karena tugasnya
berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk
personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang
kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Selain pelatihan dasar dalam
teori dan praktik CPOB, personil baru juga harus mendapat pelatihan sesuai
dengan tugas yang diberikan. Pelatihan spesifik diberikan kepada personil yang
bekerja di area berbahaya dan mudah mengalami kontaminasi atau pencemaran,
misalnya area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau
bersifat sensitisasi. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan, dan efektifitas
penerapannya dinilai secara berkala, sehingga harus tersedia program pelatihan
yang disetujui kepala bagian masing-masing dan didokumentasikan atau dicatatat
kegiatan pelatihannya dan disimpan dengan baik (CPOB, 2018).
11

2.2.3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat. Persyaratan bangunan menurut CPOB, yaitu:
a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,
tanah, dan air maupun dari kegiatan industri lain yang berdekatan
b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat agar
memperoleh perlindungan maksimal
c. Dalam menentukan rancang bangunan dan tata letak hendaklah
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan lain,
yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang
berdampingan; tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan
kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis
dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas
kebersihan yang disyaratkan; luasnya ruang kerja yang memungkinkan
penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta terlaksananya
kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif;
pencegahan penggunaan kawasan industri sebagai lalu lintas umum;
d. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta
dirancang dan dibangun secara khusus
e. Produk antibiotika tertentu, hormon tertentu, sitotoksik tertentu, bahan aktif
berpotensi tinggi hendaklah diproduksi di bangunan terpisah
12

f. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, dan langit-langit)


hendaklah licin, bebas dari keretakan, dan sambungan yang terbuka serta
mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi
g. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta
ventilasi yang baik
h. Area produksi diventilasi secara efektif dengan fasilitas pengendali udara.

2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat
ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan
pengawasan. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan
mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu
dengan metode yang ditetapkan. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa
untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Antara masing-masing
peralatan hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan
kesesakan dan memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk.
Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu disanitasi
dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari proses
sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan, dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber
13

kontaminasi potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan


higiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur higiene perorangan harus
diberlakukan bagi semua personil, yaitu dengan mengenakan pakaian pelindung
dan penutup rambut. Personil harus dapat memelihara mutu dari produk dan
mempunyai tingkat higiene yang tinggi Penerapan higiene perorangan meliputi
pemeriksaan kesehatan, mencuci tangan sebelum memasuki area produksi,
memakai pakaian pelindung. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan
kesehatan pada saat direkrut. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal hendaklah
dilakukan pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala.
Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat
merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal, bahan
pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai kondisi personil
tersebut dipertimbangkan tidak lagi menimbulkan risiko.
Kegiatan makan, minum dan merokok tidak diperbolehkan dalam area
gudang, laboratorium dan area produksi. Sanitasi meliputi bangunan dan fasilitas.
Tiap bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Tiap kali
sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan bahwa semua
produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur pembersihan,
sanitasi dan hygiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk
memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan.
Sarana toilet dengan ventilasi baik, tempat cuci tangan, serta sarana untuk
menyimpan pakaian personil harus tersedia dalam jumlah cukup. Area untuk
makan dan minum harus disediakan dan dibatasi di area khusus, seperti kantin.
Sarana ini harus memenuhi persyaratan saniter.

2.2.6 Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Unsur-unsur produksi yang
diatur oleh CPOB meliputi pembelian bahan awal, yaitu:
14

a) Penanganan terhadap bahan awal


Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan harus
memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label
dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Pada saat penerimaan,
hendaklah dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum,
keutuhan wadah, segelnya, kebocoran, kemungkinan adanya kerusakan
bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan
awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan
untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Bahan awal yang
cenderung rusak atau turun potensi atau aktifitasnya selama penyimpanan
hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya
dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.
b) Validasi proses
Semua kegiatan produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Hal tersebut
bertujuan untuk menguatkan pelaksanaan CPOB. Validasi hendaklah
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya
disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan
harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
c) Pencegahan kontaminasi silang
Setiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain yang dapat timbul akibat tidak
terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk
yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja
operator. Sistem penghisap udara yang efektif hendaknya dipasang untuk
menghindari pencemaran dari produk atau proses lain.
d) Sistem penomoran bets dan lot
Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan
atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot
tertentu dan tidak digunakan secara berulang.
e) Penimbangan dan penyerahan
15

Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas,


produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus
produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh
pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang dapat diserahkan.
f) Pengolahan
Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus
diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah
dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang
dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya
memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi
mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan
didokumentasikan.
g) Pengemasan
Pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi
produk jadi. Kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan dibawah
pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk
akhir yang dikemas. Produk jadi yang sudah dikemas hendaklah dikarantina
sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu.
h) Pengawasan selama proses
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi
kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi
karakteristik produk selama proses berjalan
i) Penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan
disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk
tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap
perlu diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil
hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan dicatat.
j) Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi
16

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum


penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Selama menunggu
pelulusan dari bagian manajemen mutu, seluruh bets/lot yang sudah dikemas
hendaknya disimpan dalam status karantina. Setelah pelulusan, produk
tersebut dipindahkan dari daerah karantina ke gudang produk jadi.
k) Penyimpanan bahan awal, bahan pengemasan, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi
Bahan atau produk hendaknya disimpan rapi dan teratur untuk mencegah
risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan
pemeliharaan. Hendaknya semuanya disimpan dalam kondisi yang sesuai
serta tidak langsung kontak dengan lantai.
l) Pengiriman dan pengangkutan produk jadi
Pengawasan distribusi produk jadi pada sistem distribusi hendaknya
dirancang dengan tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk
akan didistribusikan terlebih dahulu. Pengiriman dan pengangkutan produk
dilakukan setelah ada permintaan pengiriman.

2.2.7. Pengawasan Mutu


Kegiatan pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB
untuk memastikan bahwa produk yang dibuat senantiasa mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk
mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari awal pembuatan sampai
distribusi obat jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan,
dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,
sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis. Pengawasan
Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
17

semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan


Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan
Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.

2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan
CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten
dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan
yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan.
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif (CPOB, 2018).
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim
yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga
dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak (CPOB, 2018).

2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, dan Obat Penarikan Kembali


Kembalian semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan
prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah
disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang
diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan
kembali produk dapat berupa satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk
tertentu dari semua peredaran distribusi. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang
diperiksa secara berkala untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali.
18

Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui


ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang
merugikan. Catatan dan laporan penarikan kembali produk hendaklah
didokumentasikan dengan baik.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi
induk/ formula pembuatan, prosedur, metode, instruksi, laporan, dan catatan harus
bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah
sangat penting, dokumen yang diperlukan sesuai CPOB 2012 adalah spesifikasi
bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk antara dan produk
ruahan, spesifikasi produk jadi, dokumen produksi induk, prosedur pengolahan
induk, prosedur pengemasan induk, catatan pengolahan bets, dan catatan
pengemasan bets.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu
perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan
untuk menghindari kesalah- pahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi
kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung
jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara
jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pengawasan mutu).
a. Pemberi kontrak
19

Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam


melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa
prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Memberikan informasi yang diperlukan
kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar dan
sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Memastikan bahwa semua produk yang
diproses dan bahan yang dikirimkan oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi
yang telah diluluskan oleh bagian Pemastian Mutu.
b. Penerima kontrak
Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri
farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas
Pengawasan Obat (OPO). Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang
diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya. Tidak mengalihkan pekerjaan atau
pengujian apapun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak
ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh pemberi kontrak.
Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu
produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi


Kualifikasi dan validasi adalah bagian penting dari sistem pemastian mutu
sehingga tercantum sebagai persyaratan CPOB bagi industri farmasi. CPOB
mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian
risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen
yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurangkurangnya data
sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatanvalidasi; ringkasan
fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen:
format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan;
20

pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Validasi


diklasifikasikan menjadi tiga, yakni validasi pembersihan, validasi metode analisis
dan validasi proses. Kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat, yaitu kualifikasi
desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja.
Validasi pembersihan adalah tindakan pembuktian yang didokumentasikan
bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa menghasilkan
peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Validasi pembersihan
hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan.
Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan
pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang
terkait dengan proses pembersihan. Validasi metode analisis mempunyai tujuan
untuk mengetahui bahwa metode analisis yang digunakan sesuai tujuan
penggunaannya. Metode analisa yang divalidasi antara lain: uji identifikasi, uji
kuantitatif kandungan impuritas (impurity), uji batas impuritas, dan uji kuantitatif
zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau komponen tertentu dalam obat.
Prosedur tertulis yang berisi langkah yang harus diambil harus tersedia
bila ada usul perubahan terhadap produk awal, komponen produk, peralatan
proses, lingkungan kerja, proses produksi ataupun perubahan yang berpengaruh
pada mutu proses. Fasilitas, sistem, peralatan, dan proses termasuk proses
pembersihan serta metode analisis harus dievaluasi secara berkala untuk
konfirmasi keabsahannya. Validasi ulang mungkin dilakukan bila ada perubahan
sintesis bahan aktif obat, perubahan komposisi produk jadi, dan perubahan
prosedur analisis. Tingkat validasi ulang yang diperlukan bergantung pada sifat
perubahan.
21

BAB III
TINJAUAN KHUSUS
HASIL KEGIATAN
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PHAROS INDONESIA

3.1 Sejarah Singkat PT. Pharos Indonesia


PT. Pharos Indonesia merupakan salah satu industri farmasi di
Indonesia yang berdiri pada tanggal 30 September 1971 sebagai perusahaan
Penanaman Modal Asing (PMA) dengan Presiden Direktur Janto Kusmanto
dan pendiri sekaligus pemilik Drs. Eddie Lembong, Apt., dan Dr. Andre
Arief Lembong sebagai Komisaris. Kata “Pharos” berasal dari nama sebuah
mercusuar di teluk Alexandria, Mesir yang merupakan salah satu dari tujuh
keajaiban dunia purba. Kata “Pharos” secara harfiah mempunyai makna
pengabdian, keteguhan, kemandirian dan kelestarian. PT. Pharos Indonesia
berpedoman pada semboyan “In Pursuit of Excellence” yang berarti
“mengikhtiarkan yang terbaik” yang bersumber dari cita-cita dan tujuan
untuk mengabdikan dan mengembangkan dunia farmasi demi kesejahteraan
masyarakat. Sedangkan landasan gerak perusahaan ini adalah “Panca
Dharma”, yaitu lima pedoman manajemen yang terdiri dari: Mengabdi pada
perusahaan, Mengabdi pada karyawan, Mengabdi pada konsumen,
Mengabdi kepada masyarakat, Mengabdi kepada pemerintah Negara
Republik Indonesia.
Pada awalnya PT. Pharos Indonesia dirintis melalui tahap
perkembangan, yaitu: tahap pertama membangun perpustakaan ilmu farmasi
dan kedokteran, tahap kedua adalah membangun laboratorium
pengembangan produk, tahap ketiga membangun sarana dan prasarana
produksi, dan tahap keempat adalah merekrut tenaga-tenaga muda yang
berbakat dan berkemampuan tinggi. PT. Pharos Indonesia sendiri mulai
produksi pada akhir tahun 1974. Indonesia merupakan negara dengan
jumlah penduduk yang terbesar ke 4 di dunia dan merupakan pasar yang
besar, hal ini tidak menghentikan perusahaan untuk mengekspor keahlian
dan produk ke negara lain. Pharos memiliki fasilitas pabrik di Indonesia,
22

Vietnam (dalam tahap pengembangan) dan melalui perjanjian lisensi juga


menjual produk di Filipina, Malaysia, Kamboja dan Myanmar.
PT. Pharos Indonesia merupakan perusahaan Indonesia pertama
yang menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pada
tanggal 30 juni 1990, memastikan bahwa Pharos memiliki standar terbaik.
Pharos dan anak perusahaan mempekerjakan lebih dari 5000 orang berbakat
dan sekarang grup berada dibawah kepemimpinan dari komisaris, Dr. Andre
Lembong merupakan anak dari Dr. Eddy. Berikut merupakan Grup
Perusahaan Pharos :
1. Unit Bisnis Upstream
2. Pabrik Farmasi, Kosmetik dan Suplemen Makanan: PT. Pharos
Indonesia, PT. Prima Medika Laboratories, PT. Faratu, PT. Apex
Pharma, dan Unit Bisnis Downstream.
3. Retail toko farmasi dan kecantikan mencakup baik pangsa pasar atas
maupun bawah: Century Healthcare, Apotik Generik, Avecca Beauty,
Unit Bisnis Penunjang, PT. Inti Utama Solusindo Computer hardware
solutions, PT. Mitra Insan Sejahtera Recruitment & HR Solution, PT.
Pharindo Econolab Clinical & bio-equivalency test lab, PT. Prima Tax
Service Tax consultancy, PT. Proresult Kreasi Utama Marketing
agency, PT. SGS Computer software company.
4. Perusahaan Pemasaran Suplemen Makanan dan Nutraceutical: PT.
Nutrisains dan PT. Nutrindo Jaya Abadi.

3.2 Visi dan Misi PT. Pharos Indonesia


Visi dari PT. Pharos Indonesia adalah untuk menjadi perusahaan
farmasi terkemuka di Indonesia dengan menjadi mitra pilihan dalam
menyediakan solusi bagi konsumen. To become the leading Indonesia
pharmaceutical company by being the preferred partner in the provision of
solution to it customers (Pharos Indonesia, 2017). Sedangkan, Misi dari PT.
Pharos Indonesia adalah untuk melayani dan memuaskan pemegang saham
dengan :
1. Memperkuat portofolio produk pada setiap kategori fokus sektor
23

khusus.
2. Menginovasi produk begitu juga desain melalui pengembangan secara
berkelanjutan.
3. Menyediakan produk dengan kualitas terbaik dengan harga rendah.
4. Menyediakan pelayanan terbaik kepada semua dokter spesialis di
Indonesia (dengan produk ethical) dan komunitas yang lebih luas
(dengan produk non-ethical).
5. Mengembangkan kultur yang baik dan kuat pada sumber daya manusia,
berdasarkan kompetensi.
To serve and satisfy stakeholders by:
1. Strengthening the product portfolios in every focused specialist
category.
2. Innovating products as well as design through continuous improvement.
3. Providing high quality products at low cost.
4. Providing excellent services to all specialists in Indonesia (with ethical
products) and to the wider community (with non-ethical products).
5. Developing a strong and positive culture in human resources, based on
competencies (Pharos Indonesia, 2017).

3.3 Cara Pembuatan yang Baik (CPOB) di PT. Pharos Indonesia


3.3.1 Managemen Mutu
3.3.1.1 Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu adalah pernyataan formal dari manajemen
puncak suatu industri farmasi dan menyatakan arahan serta
komitmen terhadap mutu produk unsur dasar manajemen mutu
adalah :
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya
b. Tindakan sistematis untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah
24

ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu,


untuk menjamin mutu produk
Tidak hanya mengandalkan pelulusan dari serangkaian
pengujian :
1) Dibangun sejak awal kedalam produk tersebut
2) Mutu obat sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan dan
pengawasan mutu, bangunan dan peralatan serta semua personil
yang terlibat
3) Dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan
cermat agar obat yang dihasilakan dapat memenuhi persyaratan.

3.3.1.2 Pemastian Mutu


Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang
dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan
dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pemastian
mutu ini dipastikan dengan pelaksanaan CPOB yaitu meliputi
berbagai macam aspek seperti produk yang sesuai standar,
bangunan dan fasilitas yang memadai dan sebagainya.
Pada PT. Pharos Indonesia, departemen Pemastian
Mutu/Quality Assurance dibagi menjadi bagian validasi, kalibrasi
dan kualifikasi serta sistem mutu/Quality System yang mencakup
adalah inspeksi diri, dokumen center, penanganan produk obat
kembalian, penanganan penyimpangan, pengendalian perubahan,
pengkajian mutu produk, pereleasean mutu produk dan training.

1. Kualifikasi, Kalibrasi dan Validasi


Kualifikasi/Kalibrasi bertujuan untuk memastikan bahwa
alat ukur yang digunakan dalam proses pembuatan dan pengujian
obat secara keseluruhan sesuai dengan spesifikasi serta mempunyai
ketepatan dan ketelitian yang memadai. Kalibrasi dan kualifikasi
dilakukan pada mesin/alat yang mempunyai dampak yang
kritis/besar pada kualitas produk. Setiap mesin/alat yang
25

dikualifikasi/kalibrasi harus terdaftar dalam Master List Machine


yang dibuat oleh Departemen QA dan setelah pelaksanaan
kalibrasi/kualifikasi harus diisi pada kolom aktual atau realisasi
pelaksanaan kalibrasi/kualifikasi alat tersebut.
Rekualifikasi atau kualifikasi ulang dilakukan apabila jika
mesin/peralatan dan fasilitas/sistem mengalami perubahan atau
modifikasi dan melalui kontrol perubahan. Rekualifikasi dilakukan
untuk membuktikan bahwa mesin/peralatan dan fasilitas/sistem
dapat perform secara konsisten pada kondisi yang baru.
Pelaksanaan kualifikasi di PT.Pharos Indonesia dilakukan setiap 1
tahun sekali untuk AHU, 3 tahun sekali untuk mesin dan water
system serta setiap 6 bulan untuk alat penunjang kritis (Oven dan
Autoclave) untuk fasilitas steril. Rekalibrasi dilakukan selama 1
tahun sekali untuk semua alat ukur dan instrument.
Kualifikasi biasanya dilaksanakan dengan melakukan
kegiatan berikut, baik masing-masing ataupun gabungan dari:
a. Kualifikasi Desain (KD):
Verifikasi terdokumentasi bahwa desain fasilitas, peralatan atau
sistem yang diusulkan sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan.
Contoh perusahaan membuat rancangan desain alat/mesin
kemudian mencari supplier yang bisa membuat alat tersebut
sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.
b. Kualifikasi Instalasi (KI):
Verifikasi terdokumentasi bahwa peralatan atau sistem yang
dipasang atau dimodifikasi sesuai dengan desain yang telah
disetujui, rekomendasi pabrik pembuat dan/ atau kebutuhan
pengguna. Contoh : perusahaan melakukan pengujian alat yang
telah dibuat ditempat alat tersebut dibuat. Adapun dokumen
yang dibuat pada saat kualifikasi instalasi seperti (prosedur,
data kalibrasi, data pembersihan, data perawatan mesin dll)
c. Kualifikasi Operasional (KO):
26

Verifikasi terdokumentasi bahwa peralatan atau sistem yang


dipasang atau dimodifikasi bekerja sesuai tujuan dalam semua
rentang operasi yang diantisipasi. Contoh : Perusahaan menguji
cara pengoperasionalan alat/mesin tersebut.
d. Kualifikasi Kinerja (KK):
Verifikasi terdokumentasi bahwa peralatan dan sistem
penunjang yang terhubung secara bersama, dapat bekerja
secara efektif dan reprodusibel berdasarkan metode proses dan
spesifikasi yang disetujui. Contoh : Perusahaan melakukan
pengujian kemampuan mesin dengan cara produksi batch dari
produk eksis untuk memastikan parameter mutu produk
tercapai.

Validasi dilakukan untuk memastikan tindakan pembuktian


yang terdokumentasi atas setiap bahan, prosedur, proses, kegiatan,
peralatan, dan sistem yang digunakan dalam produksi maupun
pengawasan mutu akan selalu memberikan hasil sesuai yang
diharapkan secara konsisten.
Perencanaan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah
direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci
dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk
Validasi (RIV).
RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai
berikut: kebijakan validasi, ringkasan fasilitas, peralatan dan proses
yang akan divalidasi, format dokumen: format protokol dan
laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan dll. Jenis
pelaksanaan validasi ada 3 yaitu :
1. Validasi Prospektif
Adalah validasi proses yang dilakukan sebelum produk
dipasarkan, validasi dilakukan sebanyak 3 batch berturut-turut.
2. Validasi Konkuren
27

Adalah validasi yang dilakukan pada produk yang sudah


dipasarkan dan sudah memiliki NIE (nomor izin edar). Validasi
dilakukan 3 batch berturut-turut.
3. Validasi Retrospektif
Adalah validasi yang dilakukan dengan melihat data produk
yang terbelakang. Mereview 30 batch 6 bulan terakhir.
Revalidasi atau validasi ulang dilakukan secara periodik
untuk mengevaluasi dan mengkonfirmasi validitas dari fasilitas,
mesin, peralatan, produk dan proses. Revalidasi dilaksanakan
mengikuti sesuai jadwal revalidasi yang telah ditetapkan secara
periodik, adanya produk baru, perubahan batch size dll.
1. Quality system
Di PT Pharos Indonesia bagian Quality system dibagi
menjadi beberapa bagian, antara lain adalah inspeksi diri,
dokumen center, penanganan produk obat kembalian, penanganan
penyimpangan, pengendalian perubahan, pengkajian mutu produk,
pereleasean mutu produk dan training.
a. Inspeksi diri dan Audit mutu
Inspeksi diri dan audit mutu di PT. Pharos Indonesia adalah
audit SML (Small-Medium-Large). Small audit dilakukan oleh
masing-masing departemen setiap satu bulan sekali dengan durasi
15-30 menit, semua temuan dimasukkan kedalam CAPA untuk
ditindak lanjuti. Medium audit dilakukan oleh QA terhadap semua
departemen yang ada di manufacturing. Audit M dibagi menjadi 3
bagian yaitu audit 3 bulan sekali, audit sidak SC2 (Start clean, stay
Clean) dan audit internal control (IC). Pelaksanaan audit M dapat
menggunakan hasil audit , CAPA dan bahan lain yang relevan.
Large audit Pelaksanaan audit L dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Selain melakukan audit internal Quality Assurance juga
bertugas melakukan inspeksi eksternal dengan mengaudit vendor
atau suplier terkait bahan baku, bahan kemas, serta reagen setiap 1
tahun sekali. Inspeksi eksternal terutama dilakukan terhadap suplier
28

baru maupun suplier eksis, serta melakukan inspeksi terhadap


pabrik rekanan yang melakukan kerjasama melalui toll
manufacturing. Tujuan audit vendor suplier baru adalah
memastikan bahwa suplier tersebut mempunyai sistem yang dapat
menjamin bahan baku, bahan kemas, dan reagen tersebut selalu
memenuhi spesifikasi.
Selain suplier baru, audit juga dilakukan terhadap suplier
eksis terutama suplier yang sering bermasalah seperti masalah
bahan kemas dan masalah waktu pengiriman. Masalah yang sering
muncul pada bahan kemas terutama kesalahan dimensi dan ukuran,
kesalahan artwork, serta perbedaan warna kemasan. Sedangkan
inspeksi terhadap pabrik rekanan bertujuan untuk melihat
kelayakan proses produksi yang dilakukan sesuai dengan
spesifikasi yang diberikan oleh PT. Pharos Indonesia Penilaian
kelayakan proses produksi pada toll manufacturing terhadap pabrik
rekanan dilakukan tiap 3 tahun sekali.
b. Dokumen Center
PT. Pharos Indonesia serta dokumen yang terkait dengan
kualitas baik dalam bentuk cetakan maupun data disimpan dan
diatur sesuai protap. Pengendalian dokumen terutama salinan
dokumen dilakukan melalui status salinan dokumen yaitu
uncontrolled copy dan controlled copy. Dokumen uncontrolled
copy merupakan seluruh dokumen yang didistribusikan dan keluar
PT. Pharos Indonesia untuk tujuan kepentingan perusahaan dan
diluar kendali QA Contoh dokumen untuk BPOM.
Sedangkan, controlled copy adalah seluruh dokumen yang
didistribusikan dan digunakan di PT. Pharos Indonesia yang
terkendali oleh QA Contoh dari QA ke produksi, QC atau
departemen terkait. Departemen Quality Assurance membuat daftar
distribusi dokumen, sebagai tindakan pengendalian dokumen dan
juga berguna dalam pembaharuan dokumen apabila terdapat revisi
terhadap dokumen. Dokumen seperti form dan support dokumen
29

seperti protokol,checklist, manual dll disahkan kemudian di copy


dan diberi cap controlled (warna biru) kemudian di scan dan
disimpan dalam bentuk pdf. Dokumen yang masih berlaku dan
sudah tidak berlaku (obsolete) disimpan dalam bentuk soft copy
dan hard copy.

c. Penanganan produk obat kembalian


Penanganan produk obat kembalian di PT. Pharos
Indonesia melalui jalur Klaim Produk Rusak (KPR) hasil disposisi
untuk produk retur adalah: Rejected distributor, rejected PT. Pharos
Indonesia, redressed distributor, redressed PT. Pharos Indonesia,
dan poliklinik. Disposisi terhadap obat kembalian dilakukan oleh
QA. Pengecekan fisik obat kembalian dilakukan oleh pihak gudang
KPR.

d. Penanganan Penyimpangan
Penanganan penyimpangan di PT. Pharos Indonesia
bertujuan untuk memastikan bahwa semua penyimpangan yang
terjadi terkait bahan awal, tahap proses pembuatan produk sampai
produk jadi yang dapat mempengaruhi kualitas produk dapat segera
ditangani serta di dokumentasikan contoh dokumen Laporan
penyimpangan.

Manajemen Resiko dari penyimpangan, antara lain:


1. Kritikal
Apabila penyimpangan menimbulkan resiko tinggi dan tidak dapat
dikontrol. Dengan adanya penyimpangan, dapat menyebabkan produk reject
atau membahayakan pasien dan image perusahaan.
2. Mayor
Apabila penyimpangan menimbulkan resiko tinggi, namun masih bisa
dikontrol atau ada tindakan pencegahan terhadap resiko yang terjadi.
3. Minor
30

Apabila penyimpangan menimbulkan resiko kecil. Contoh : Kode cetak di


Packaging Order (PO) dan actual tidak sama, atau spesifikasi produk tidak
memenuhi syarat.

e. Pengendalian Perubahan
Jenis perubahan yang ditangani melalui kontrol perubahan meliputi:
Perubahan fasilitas dan sarana, perubahan mesin atau peralatan
produksi, perubahan pada proses produksi, perubahan pembersihan
ruangan, perubahan pada pabrik pembuat bahan awal termasuk
menambahkan, mengganti, maupun memindahkan lokasi pabrik, dan
perubahan pada dokumen atau proses, perubahan pada personil kunci
(Production manager, QA manager, dan QC manager).

Pengusul bertanggung jawab memonitor dan memfollow up tindak


lanjut perubahan yang telah dilakukan. Pengusul harus menginformasikan
ke departemen QA bila tindak lanjut dan dokumen yang berkaitan dengan
perubahan telah direalisasi agar status perubahan telah ditutup. Bila semua
tindak lanjut telah dilaksanakan maka pengusul dan personil terkait wajib
memberikan bukti penyelesaian terkait tindak lanjut terkait yang telah
dilakukan. Departemen QA melakukan follow up setiap perubahan dengan
melakukan verifikasi dan memperbaiki status perubahan setiap 2 minggu.

f. Pengkajian Mutu Produk


Pengkajian mutu BAO (Bahan Aktif Obat) secara berkala
hendaklah dilaksanakan dengan tujuan untuk memverifikasi konsistensi
proses. Pengkajian ini hendaklah dilaksanakan tiap tahun dan
didokumentasikan serta hendaklah mencakup paling sedikit: pengkajian
hasil pengawasan selama-proses yang kritis, pengkajian semua bets yang
gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, pengkajian semua
penyimpangan kritis atau ketidaksesuaian dan penyelidikan terkait,
pengkajian tiap perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode
analisis, pengkajian hasil program pemantauan stabilitas, pengkajian produk
31

kembalian, keluhan dan penarikan produk terkait mutu dan pengkajian


apakah tindakan perbaikan telah memadai.
Pengkajian Mutu Produk di PT. Pharos Indonesia untuk
membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi
rekomendasi tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk upaya perbaikan
terhadap produk dan proses pengolahan hingga pengemasan produk jadi.

g. Disposisi Pelulusan/Penolakan produk jadi


Disposisi Pelulusan/Penolakan produk jadi di PT.PI
bertujuan untuk menjamin bahwa produk yang release merupakan
produk yang memenuhi persyaratan sesuai dengan prosedur yang
ada dan menjamin bahwa produk yang telah tersertifikasi halal
diluluskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk proses Release QA departemen menerima dokumen
BPO/PO yang dilengkapi dengan laporan hasil analisa dan CoA
produk jadi dari bagian QC kemudian dilakukan pemeriksaan
kelengkapan dokumen oleh Spv//staff, setelah serah terima
BPO/PO dari QC telah selesai dicek oleh staff selanjutnya
diperiksa oleh QA manajer untuk dilakukan pengkajian kembali
sebelum diputuskan dilakukannya pelulusan atau penolakan produk
jadi. Apabila hasil pengkajian dari QA manajer terdapat produk
jadi yang tidak sesuai dengan ketentuan spek yang ditentukan
dengan aspek mutu maka produk jadi dinyatakan ditolak/dilakukan
penolakan produk jadi. Penolakan produk jadi dilakukan dengan
memberikan stempel “Reject” beserta paraf/tanda tangan dan
tanggal dari QA manajer pada halaman dokumen BPO/PO.

3.3.1.3 Personalia
3.3.1.3.1 Sumber Daya Manusia
Program pelatihan disusun untuk meningkatkan kualitas
32

sumber daya manusia di PT. Pharos Indosesia. Program dan materi


pelatihan bagi personil disiapkan oleh masing-masing Kepala Bagian
yang dikoordinasi oleh Kepala Bagian Pemastian Mutu. Semua
personil di PT. Pharos Indosesia mendapatkan pelatihan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pelatihan CPOB karyawan PT.
Pharos Indosesia dilakukan secara rutin dan berkala. Program
pelatihan CPOB ini ditujukan untuk memastikan bahwa setiap
karyawan telah mendapatkan pengetahuan tentang CPOB dan
menjamin bahwa setiap karyawan, khususnya yang berkaitan langsung
dengan proses pembuatan obat melaksanakan prinsip- prinsip CPOB
dengan baik dan benar. Pelatihan CPOB terbagi atas tiga tahap, yaitu:
a. Pelatihan dasar CPOB
Diberikan kepada setiap karyawan baru level pelaksana yang bekerja
di area pabrik. Menurut pengetahuan dasar tentang PT. Pharos
Indosesia sebagai industri farmasi dan pengetahuan dasar tentang
CPOB.
b. Pelatihan CPOB I
Diberikan kepada semua karyawan lama dan/atau yang telah mendapat
pelatihan dasar CPOB. Memuat pengetahuan CPOB yang lebih
mendalam dibandingkan dengan pelatihan dasar CPOB.
c. Pelatihan CPOB II
Diberikan kepada semua karyawan yang telah mendapatkan training
CPOB I dan lulus.
Selain pelatihan CPOB, beberapa pelatihan mengenai
pemahaman protap, metode analisis, instruksi kerja dan prosedur lain
yang berhubungan dengan proses produksi dan pengemasan serta
prosedur lain yang dapat mempengaruhi mutu produk juga
dilaksanakan secara rutin. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi kerja para karyawan. Pelatihan rutin ini dilakukan tiap
sebulan sekali.
33

3.3.1.3.2 Struktur Organisasi


Setiap pabrik dapat berjalan dengan baik ketika memiliki struktur
organisasi yang jelas sesuai pedoman yang ada dan berdasarkan
ketentuan pabrik itu sendiri.
PT. Pharos Indonesia dipimpin oleh presiden direktur selaku
direktur utama, didampingi oleh sekretaris direktur, dan presiden
direktur membawahi setiap divisi yang diorganisir oleh direktur setiap
divisi, kecuali Training, Product Development, dan Bussiness
Development di organisir oleh general manager dibawahi langsung
oleh Presiden direktur. Adapun divisi di PT. Pharos Indonesia yaitu
Manufacturing, toll manufacturing purchasing, supply
chain/registration quality, dan finance.
 Divisi Manufacturing
Divisi Manufacturing diorganisir oleh direktur divisi di dampingi
General Manager (GM). Divisi Manufacturing dibagi menjadi tiga
departemen, yaitu Production Departement, Packaging
Departement, dan Engineering Departement, yang di kelola oleh
manager setiap departemen.
 Divisi Toll Manufacturing-Purchasing
Divisi Toll Manufacturing-Purchasing dibagi menjadi departemen
toll, dan departemen Purchasing yang di kelola oleh manager setiap
departemen. Direktur Toll Manufacturing-Purchasing membawahi
Toll manager dan asisten direktur Purchasing. Asisten direktur
Purchasing membawahi Purchasing General Manager serta
purchasing manager.
 Divisi Finance
Divisi Finance dibagi menjadi departemen Finance dan Payroll
yang dikelola oleh manager.
 Divisi Supply Chain/ Registration/Quality
Divisi Supply Chain/ Registration/Quality terdiri dari Warehouse,
Registration, Analytical Development, yang dikelola oleh manager
yang di bawahi General Manager dimasing-masing departemen
34

kecuali bagian PPIC serta Personalia dikelola oleh manager yang


dibawahi langsung oleh direktur Supply Chain/ Registration/Quality
dan bagian Quality yang dibagi menjadi Quality Control dan Quality
Assurance yang di kelola oleh masing-masing manager.
35

Presiden
Direktur

Sekretaris
Direktur

Direktur Direktur Toll Manufacturing- Direktur Supply Direktur


Manufacturing Purchasing Chain/Registration/Quality Finance

Purchasing assc.
direktur
Bussines Dev. Analytical Dev.
Manuf. GM Purch. GM Product Dev GM Training GM Warehouse GM Registration GM Quality GM
GM GM

Production
Manager Quality Control
Manager
Packaging Payroll
Manager Quality manager
Asurance
Engineering Purchasing Warehouse Registration AD PPIC Personalia Manager Finance
Toll Manager Manager Manager Manager Manager Manager Manager Manager
Manager
36

3.3.1.4 Bangunan dan Fasilitas PT. Pharos Indonesia


PT. Pharos Indonesia terletak di Jalan Limo 40-42, A-B Permata
Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Bangunan ini terdiri dari gedung
kantor, gedung produksi, teknik, gudang, sarana penunjang seperti Water
Treatment Plant (WTP), Power supply (electricity generator set), Waste
Water Treatment Plant (WWTP), dan Air Handling Unit (AHU), dan
sarana pendukung seperti pengolahan air limbah, tempat parkir, dan
kantin. Bangunan PT. Pharos Indonesia terdiri dari dua bagian yaitu
bangunan kantor dan bangunan pabrik.
PT. Pharos Indonesia memiliki tiga bangunan utama yaitu gedung
perkantoran, gedung produksi non ß-laktam dan gedung produksi
sefalosporin. Bangunan PT. Pharos Indonesia terdiri atas 3 bagian yaitu:
1. Gedung perkantoran PT. Pharos Indonesia yang dirintis melalui tahap
perkembangan yaitu:
 Membangun perpustakaan ilmu farmasi dan kedokteran.
 Membangun laboratorium pengembangan produk.
 Membangun sarana dan prasarana produksi.
 Merekrut tenaga-tenaga muda yang berbakat dan memiliki
kemampuan tinggi.
2. Gedung produksi sediaan non ß-laktam yang terdiri dari 2 lantai, yaitu:
Lantai 1 terdiri dari: Gudang bahan baku, Gudang bahan kemas, Gudang
obat jadi, Ruang produksi dan Ruang pengemasan. Lantai 2 terdiri dari:
Ruang dan laboratorium Product Development (PD), Ruang dan
laboratorium Analytical Development (AD), Ruang dan laboratorium
Quality Control (QC), Ruang Quality Assurance (QA), Ruang Production
Planning & Inventory (PPIC), Ruang Purchasing Department, Ruang
Bussiness Development (BusDev), Registration Development.
Gedung produksi sefalosporin yang terdiri dari: Gudang bahan baku dan
kemas sefalosporin, Ruang produksi sediaan sefalosporin, Ruang
pengemasan sediaan sefalosporin, Gudang obat jadi sefalosporin.
37

3.3.1.4.1 Desain Pabrik


Gedung produksi sediaan non ß-laktam dan gedung produksi
sefalosporin termasuk gudang bahan baku dan kemas sefalosporin,
ruang produksi sediaan sefalosporin, ruang pengemasan sediaan
sefalosporin, gudang obat jadi sefalosporin dibuat terpisah, sedangkan
ruang penerimaan bahan karantina barang masuk, penyimpanan bahan
awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan produk,
pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan
produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum pelulusan
akhir, pengiriman produk dan laboratorium pengawasan mutu di buat
dalam ruang terpisah satu sama lain. Didalam area produksi non beta
laktam terdapat beberapa ruang yaitu Black area, Grey area, dan White
area yang di lengkapi dengan sistem AHU dan CCTV. Dimana
ruangan-ruangan tersebut terpisah satu sama lain sesuai dengan
spesifikasi mutu produk yang dibuat. Jenis peralatan yang digunakan di
area produksi memiliki kapasitas yang berbeda-beda, hal ini
memungkinkan beberapa produk di produksi dalam waktu yang
bersamaan.

Untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi maka sudut


antara dinding dengan lantai berbentuk lengkungan, celah antara
rangka jendela dengan kaca dan celah pada pemasangan lampu serta
pipa harus dihindari, sehingga mengurangi resiko adanya debu yang
tersimpan. Penggunaan cat epoksi untuk melapisi permukaan dinding
dan lantai untuk area produksi bertujuan untuk memperoleh
permukaan yang rata dan tidak berpori, tahan terhadap bahan kimia,
serta mudah dibersihkan.
PT. Pharos Indonesia mempunyai ruangan dengan klasifikasi
berbeda-beda dipisahkan oleh ruangan antara. Tiap ruangan diberi
nama ruangan untuk identitas masing-masing ruangan sesuai
kegunaan dan untuk mapping pabrik sesuai RIP (Rencana Induk
Pembangunan).
38

3.3.1.4.2 Area Penyimpanan/Gudang


1. Alur Penerimaan Bahan Awal (Sebelum diproduksi)
Bahan baku dan bahan pengemas diterima dari supplier yang telah
disetujui oleh QA. Sistem First Expired First Out (FEFO) digunakan untuk
pengeluaran bahan awal dan bahan kemas dari gudang. Pada saat
penerimaan bahan awal dan bahan kemas dari supplyer, personil gudang
bertanggung jawab dalam hal pemeriksaan kondisi fisik maupun dokumen
barang atau material agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
dan disetujui. Pemeriksaan terhadap material meliputi pemeriksaan surat
jalan dan kondisi material (sesuai nama atau alamat, nomor Purchase
Order dan jumlah material). Setelah dilakukan pemeriksaan dan
penerimaan barang atau material personil membuat laporan pemeriksaan
bahan (LPB) dan mengkondisikan barang untuk disimpan kemudian diberi
label karantina sambil menunggu hasil uji dari QC. Apabila terdapat lebih
dari satu barang dengan nomor PO berbeda maka harus diberi separator
sebagai pemisah yang bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahan
pada proses pengambilan. Setelah lulus uji dari QC, kemudian di tempel
label release QC berwarna putih. Proses produksi diawali dengan
permintaan bahan ke bagian gudang kemudian bahan yang diminta akan
disiapkan oleh petugas gudang. Bahan dalam 1 bets tertentu yang akan
ditimbang diletakkan dalam satu palet yang sama untuk memudahkan
proses penimbangan. Bahan awal yang telah ditimbang, dikemas dalam
plastik bersih dan diberi identitas, kemudian dimasukkan dalam satu wadah
dan diletakkan pada ruang staging untuk bahan awal.
39

Alur penerimaan bahan baku dan bahan kemas sampai pada proses

sampling dan analisa di PT. Pharos Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Diterima oleh bagian
Barang datang dari
gudang
supplier

Bagian gudang melakukan pengecekan fisik, apakah sesuai dengan surat pesanan
yang ada.

Jika sesuai
Bagian gudang membuat laporan penerimaan barang, dan diserahakan ke bagian QC
untuk melakukan sampling

Bagian QC melakukan sampling, untuk pengambilan wadah menggunakan rumus


√n + 1

Kemudian dilakukan analisa terhadap bahan baku dan bahan kemas.

Bahan yang sedang dianalisa ditempel label hold untuk dikarantina

Barang yang telah dianalisa dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan maka diberi
label realease, yang menandakan bahan tersebut telah dianalisa dan diterima untuk
proses produksi, sedangkan untuk bahan yang ditolak akan diberi label reject.

Bahan yang telah dianalisa dikembalikan ke gudang, dan menunggu permintaan dari
bagian produksi.

Gambar 3.1. Alur Penerimaan Bahan Awal (Sebelum Diproduksi)


40

Alur penerimaan bahan baku dan bahan kemas sampai pada proses

sampling dan analisa di PT. Pharos Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Diterima oleh bagian
Barang datang dari
gudang
supplier

Bagian gudang melakukan pengecekan fisik, apakah sesuai dengan surat pesanan
yang ada.

Jika sesuai
Bagian gudang membuat laporan penerimaan barang, dan diserahakan ke bagian QC
untuk melakukan sampling

Bagian QC melakukan sampling, untuk pengambilan wadah menggunakan rumus


√n + 1

Kemudian dilakukan analisa terhadap bahan baku dan bahan kemas.

Bahan yang sedang dianalisa ditempel label hold untuk dikarantina

Barang yang telah dianalisa dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan maka diberi
label realease, yang menandakan bahan tersebut telah dianalisa dan diterima untuk
proses produksi, sedangkan untuk bahan yang ditolak akan diberi label reject.

Bahan yang telah dianalisa dikembalikan ke gudang, dan menunggu permintaan dari
bagian produksi.

Gambar 3.1. Alur Penerimaan Bahan Awal (Sebelum Diproduksi)

PT. Pharos Indonesia memiliki beberapa gudang yaitu Gudang


Bahan Baku (GBB), Gudang Bahan Kemas (GBK) dan Gudang Obat
Jadi (GOJ) . Secara umum kegiatan yang dilakukan pada setiap
gudang adalah sebagai berikut:
1. Gudang Bahan Baku (GBB)
a. Menangani penerimaan bahan baku dari supplyer
41

b. Menangani penyerahan bahan baku untuk produksi sesuai


dengan jurnal permintaan bahan baku dari bagian produksi
c. Mencatat keluar masuk bahan baku pada kartu stock bahan baku
di gudang setiap ada bahan baku yang keluar.
Bahan baku yang disimpan di gudang bahan baku PT. Pharos
Indonesia yaitu bahan-bahan yang diproduksi di PT. Pharos
Indonesia dengan cara penyimpanannya disesuaikan dengan syarat
bahan baku.

2. Gudang Bahan Kemas (GBK).


a. Menangani penerimaan Bahan Kemas primer (blister, strip,
ampul, vial, dan botol kaca amber, botol plastic, flip off, rubber
stapper, stiker, aluhard, foil print, tube, can spray) dan sekunder
(leaflet, unit box, master box)
b. Menangani penyerahan bahan kemas untuk produksi sesuai
dengan jurnal permintaan bahan kemas dari bagian produksi
c. Mencatat keluar masuk bahan kemas pada kartu stock di gudang
setiap ada bahan kemas yang keluar. GBK di pisahkan area
penyimpanannya sesuai dengan suhu penyimpanan yaitu
coolroom dengan suhu kamar (≤ 250C) dan suhu ruang (≤ 300C)

Pada gudang bahan baku dan bahan kemas masing-masing


mempunyai:
a. Ruang karantina/hold yaitu ruang tempat menyimpan bahan
baku sementara selama bahan tersebut dalam proses pengujian
laboratorium pengawasan mutu;
b. Ruang diluluskan yaitu ruang tempat menyimpan bahan baku
setelah bahan baku tersebut diluluskan (released) oleh
pengawasan mutu;

3. Gudang Obat Jadi ( GOJ )


Kegiatan ini dilakukan di gudang Obat Jadi antara lain :
42

a. Menangani proses penerimaan produk jadi dari bagian black


area
b. Mengisi lembar delivery order pada saat pengeluaran barang
c. Proses penyimpanan, penyiapan, dan pengecekan produk jadi
sebelum pengiriman ke ke Sara Subur (Divisi Penjualan Pharos)
c. Ruang ditolak untuk raw material yaitu ruangan tempat produk
kembalian yang tidak dapat diolah ulang atau harus
dimusnahkan

3.3.1.4.3 Pengolahan Air untuk Produksi


Air merupakan salah satu aspek kritis (vital) dalam
pelaksanaan CPOB. Hal tersebut disebabkan karena air merupakan
bahan baku dalam jumlah besar, terutama untuk produk sirup dan
injeksi dan lain-lain. Bila tercemar, beresiko sangat fatal bagi pemakai
(pasien). Tujuan dari sistem pengolahan air untuk produksi adalah
menghilangkan cemaran sesuai dengan standar kualitas air yang telah
ditetapkan.
Purified Water System merupakan suatu sistem pengolahan air
yang digunakan untuk proses produksi. Pada proses pengolahan air
ini, air yang digunakan adalah air yang terdapat pada sumur
penampungan air. Kemudian air tersebut diproses dengan
menggunakan sistem pemurnian air atau yang dikenal dengan Purified
Water System.

3.3.1.4.4 Pengolahan Limbah


Limbah industri farmasi merupakan bahan sisa suatu kegiatan
atau proses pada suatu industri yang dapat mempengaruhi lingkungan
sekitarnya sehingga pengolahannya harus ditangani sedemikian rupa
agar tidak menggangu lingkungan.
Penanganan limbah di PT. Pharos Indonesia yang dihasilkan
dalam pengolahan limbah, PT. Pharos Indonesia bekerjasama dengan
pihak ketiga. Limbah yang di hasilkan di kumpulkan di tempat
43

pembuangan sementara (TPS) kemudian diserahkan ke pihak ketiga


maksimal 3 bulan sekali atau ketika limbah di TPS sudah mencapai
maksimal 30 kg.
Bangunan untuk TPS dibuat sedemikian mungkin memenuhi
syarat yang ditetapkan untuk tempat pembuangan sementara (TPS)
limbah industri. Syarat yang ditetapkan untuk TPS yaitu dinding
tembok dengan tinggi minimal 1,5 meter disertai dengan ventilasi
serta lampu kedap eksplosi, dilengkapi dengan bak kontrol, safety
shower, dan pembasuh mata darurat.
Pelaporan mengenai limbah dilakukan 3 bulan sekali dengan
tembusan kepada gubernur provinsi, walikota, dan dinas lingkungan.

3.3.1.5 Peralatan
Peralatan memiliki pengaruh besar pada kegiatan produksi dan
pemeriksaan mutu. PT. Pharos Indonesia memiliki Standar Operasional
Prosedur (SOP) dalam mengoperasikan dan cara membersihkan
peralatannya, hal ini bertujuan agar proses produksi berjalan efektif dan
efisien, maka tata letak penempatan dan pemasangan peralatan diatur
sedemikian rupa. Kalibrasi dan kualifikasi peralatan dilakukan secara
berkala sesuai dengan jadwalnya dengan program dan prosedur yang tepat,
dalam hal ini PT. Pharos Indonesia melakukan proses kalibrasi setiap 1
tahun sekali dengan disertai pelabelan.

Proses kalibrasi serta kualifikasi dilakukan oleh petugas yang


bertanggung jawab terhadap alat tersebut atau petugas lain yang ditunjuk
(internal) serta dapat pula dilakukan oleh pihak luar dari instansi tertentu
(eksternal), seperti pemasok atau badan sertifikasi nasional. Setiap
peralatan, baik yang telah dikalibrasi, dikualifikasi ataupun dibersihkan
selalu diberi pelabelan yang jelas, dengan tujuan agar peralatan selalu
dalam kondisi baik dan tidak menjadi sumber kontaminasi dalam suatu
proses produksi. Berikut penjelasan mengenai kesesuaian CPOB aspek
peralatan terhadap PT. Pharos Indonesia, antara lain :
a. Semua peralatan yang digunakan dibuat menggunakan bahan Stainless
44

Steel 316L untuk bagian alat yang kontak langsung dengan produk. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya karat pada mesin.
b. Penomoran pada mesin, beserta label kalibrasi dan kualifikasi, yang
diberikan pada setiap mesin sehingga mudah untuk mengetahui bahwa
alat/mesin telah dikalibrasi dan dikualifikasi serta ditujukan untuk
menentukan waktu rekalibrasi dan rekualifikasi berikutnya.
c. Setiap alat dan mesin selalu disanitasi rutin baik sanitasi total maupun
tidak sesuai dengan kebutuhannya. Setiap mesin juga dilakukan
cleaning validation sesuai protap yang telah disetujui oleh Quality
Assurance Manager.

3.3.1.5.1 Pemasangan, Penempatan dan Perawatan


Bagian ini berperan dalam pelaksanaan kegiatan operasional,
pemeliharaan serta perbaikan sarana produksi, bangunan dan sarana
penunjang lainnya. Bagian teknik dalam melakukan
perawatan/maintenance dibagi menjadi :

1. Listrik/ Electrical
Memelihara seluruh peralatan yang menggunakan listrik
antara lain:
a. Mesin/ Mechanical
Memelihara seluruh mesin- mesin produksi dan alat
penunjang lainnya sistem tata udara (AHU/HVAC/
Heating Ventilating and Air Conditioning), sistem
pengolahan air meliputi water system dan IPAL.
b. Air Handling Unit (AHU)/ HVAC
AHU merupakan persyaratan mutlak yang harus
dipenuhi untuk industri farmasi yaitu berfungsi sebagai
pengatur tekanan udara yang masuk ke ruang produksi. Udara
luar disaring dengan filter sebelum masuk ke ruang produksi
melalui pipa (ducting). AHU memiliki 2 filter yaitu prefilter
dengan presentase kerapatan 25% dan medium filter dengan
presentase kerapatan 97-98 %, hepa filter dengan presentase
45

kerapatan 99,99%. AHU terdiri dari beberapa alat yang


memiliki fungsi berbeda-beda yang terdiri dari :
 Cooling coil, berfungsi mengontrol suhu udara yang akan
didistribusikan ke ruangan produksi. Proses pendinginan
udara dilakukan dengan mengalirkan udara yang berasal dari
campuran udara balik dan udara luar melalui kisi-kisi (coil)
evaporator yang bersuhu rendah. Proses tersebut
menyebabkan terjadinya kontak antara udara dan permukaan
kisi evaporator yang akan menghasilkan udara dengan suhu
lebih rendah.
 Static Pressure Fan (Blower), berfungsi untuk
menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara
yang terhubung dengannya.
 Blower berupa blower radial yang memiliki kisi-kisi
penggerak udara yang terhubung dengan motor penggerak
blower. Motor berfungsi mengubah energi listrik menjadi
energi gerak. Energi gerak inilah yang disalurkan ke kisi-kisi
penggerak udara hinggakemudian dapat menggerakkan
udara. Blower dapat diatur agar menghasilkan frekuensi
perputaran yang tetap hingga menghasilkan output udara
dengan debit yang tetap.
 Filter, merupakan bagian AHU yang berfungsi untuk
mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan
mikroorganisme yang mengkontaminasi udara masuk ke
dalam ruang produksi. Filter yang digunakan dibagi menjadi
beberapa jenis, tergantung efisiensinya, yaitu prefilter,
medium filter, dan High Efficiency Particulate Air (HEPA)
filter. Penempatan filter diatur berdasarkan jenis dan
efisiensi penyaringan filter yang menentukan kualitas udara
yang dihasilkan.
 Ducting, berfungsi sebagai saluran tertutup tempat
mengalirnya udara. Secara umum, ducting merupakan
46

sebuah sistem saluranudara tertutup yang menghubungkan


blower dengan ruang produksi, yang terdiri dari saluran
udara yang masuk (ductingsupply) dan saluran udara yang
keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU
(ducting return). Ducting didesain hingga dapat
mendistribusikan udara ke seluruh ruangan produksi yang
membutuhkan dengan hambatan udara sekecil mungkin.
 Dumper, bagian dari ducting AHU berfungsi mengatur
jumlah udara yang dipindahkan ke dalam ruang produksi.
Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur
sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper. Hal ini
berguna terutama untuk mengatur besarnya debit udara yang
sesuai dengan ukuran ruangan yang akan menerima
distribusi udara tersebut selanjutnya dikirim ke tiap ruang
produksi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning),
merupakan salah satu sarana penunjang kritis yang
memegang peran penting dalam industri farmasi. Hal ini
antara lain disebabkan karena :
a. Untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan
pembuatan produk.
b. Memastikan produksi obat yang bermutu.
c. Memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi
personil.
d. Memberikan perlindungan pada Iingkungan di mana
terdapat bahan berbahaya melalui pengaturan sistem
pembuangan udara yang efektif dan aman dari bahan
tersebut.
Sistem HVAC adalah suatu sistem yang
mengondisikan lingkungan melalui pengendalian suhu,
kelembaban, arah pergerakan udara dan mutu udara –
termasuk pengendalian partikel dan pembuangan
47

kontaminan yang ada di udara. Secara Umum fungsi


HVAC sebagai fasilitas tata udara adalah untuk
menciptakan kondisi lingkungan tempat agar mememuhi
semua persyaratan teknis bagi dilaksanakannya kegiatan
farmasi.

3.3.1.6 Sanitasi dan Higiene


Usaha sanitasi dan hygiene di PT. Pharos Indonesia dilakukan
terhadap semua ruang lingkup sanitasi dan hygiene :

1. Personalia

Setiap personil yang berhubungan dengan pembuatan,


pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu
obat harus memperhatikan hygiene dengan memakai pakaian kerja
yang bersih dan memakai sepatu atau sandal yang telah
disediakan. Alat-alat pelindung diri (APD) seperti masker, ear topi
khusus dan sarung tangan yang digunakan untuk mencegah
kontaminasi produk dan menjaga kesehatan operator. Kesehatan
diri sangat penting diperhatikan oleh setiap personil. Personil
tidak boleh bekerja apabila personil mengidap penyakit menular
dan diharuskan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara
berkala. Di PT. Pharos Indonesia juga memberi syarat untuk
dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum karyawan diterima
bekerja dan pemeriksaan selanjutnya dilakukan medical check up
secara berkala setiap satu tahun sekali. Produksi injeksi dilakukan
kualifikasi mata yang dilakukan setiap 1 tahun sekali. Untuk
pakaian pencucian dilakukan 2 kali seminggu untuk pakaian grey
area dan 1-2 kali seminggu untuk pakaian black area. Setiap
personil tidak diperbolehkan merokok, makan, minum atau
melakukan kegiatan yang dapat mengotori daerah produksi,
laboratorium, gudang dan daerah lain yang mungkin merugikan
mutu produk.
48

2. Bangunan
Bangunan dirancang dan dibangun sedemikian rupa
sehingga memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik.
Penyediaan toilet dengan jumlah yang cukup dan berventilasi
baik. Tempat cuci tangan bagi karyawan yang letaknya sebelum
masuk area produksi. Sampah dikumpulkan dalam wadah yang
sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan diluar
bangunan. Pembersihan bangunan dilakukan berjadwal sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan.
3. Peralatan

Kegiatan pemeliharaan kebersihan terbagi menjadi dua


antara lain pembersihan operasional dan non oprasional.
Pembersihan operasional dilakukan pada saat ada kegiatan atau
sedang produksi dan dilakukan pembersihan setiap hari pada pagi
hari. Pembersihan non operasional berhubungan dengan peralatan
dan mesin dilaksanakan pembersihan setiap satu minggu sekali.
Sanitasi ruangan dan peralatan dilakukan setiap sebelum produksi
menggunakan alkohol (untuk produk steril). Kegiatan
pemeliharaan kebersihan peralatan meliputi bagian luar dan
bagian dalam peralatan hingga terkecil sesuai dengan cara yang
telah ditentukan. Setiap dilakukan kegiatan pembersihan harus
dituliskan dan dilaporkan dalam buku catatan pembersihan
peralatan.

4. Tahapan Sebelum dilakukan Proses Manufacturing


a. Proses Pembersihan dan sanitasi
Pembersihan adalah proses penyingkiran atau
membersihkan partikel yang ada dipermukaan. Sedangkan
sanitasi adalah proses pengurangan kontaminasi mikroba
dengan menggunakan reagen atau desinfektan
1) Persiapan ruangan
49

Ruangan yang akan digunakan untuk proses


produksi harus dalam keadaan bersih telah disanitasi dan
diberi label bersih/Clean tag. Sanitasi ruangan setelah
proses produksi dilakukan oleh operator. Sanitasi yang
dilakukan yaitu sanitasi lantai, kaca, dan meja, sebelum
ruang produksi digunakan kondisi ruangan harus
diperiksa kesesuaian dengan persyaratan tekanan, suhu
dan kelembaban, sebelum memulai produksi, harus
dipastikan bahwa sudah tercapai perbedaan tekanan udara
antar ruang. Untuk ruangan ruang granulasi dan kompresi
tablet tekanan udara didalam ruang lebih rendah dari
tekanan udara dalam koridor untuk mencegah terjadinya
kontaminasi akibat debu yang keluar dari ruang granulasi
dan kompresi, Sedangkan untuk ruang produksi liquid
dan cream tekanan udara didalam ruang diatur lebih
tinggi dari tekanan udara dalam koridor.
2) Persiapan Peralatan
Semua peralatan yang digunakan sebelum proses
produksi harus telah dibersihkan, disanitasi dan
dilengkapi dengan label bersih. Setiap kali selesai
dibersihkan operator harus menempelkan label bersih alat
dan mencantumkan nama produk yang diproduksi seblum
pembersihan alat, no batch paraf operator dan tanggal
pembersihan.
3.3.1.7 Produksi
PT. Pharos Indonesia memproduksi berbagai macam bentuk
sediaan meliputi sediaan padat, sediaan cair, semisolida, sediaan steril
dalam bentuk vial, dry syrup, dan kapsul. Departemen produksi
diwajibkan memproduksi produk sesuai dengan target dan jadwal produksi
bulanan yang diberikan oleh Departemen PPIC berdasarkan permintaan
dari marketing, hasil forecast dan sisa stok jadi. CPOB pada proses
produksi yang diterapkan oleh PT. Pharos Indonesia antara lain :
50

a. Pengadaan, penimbangan, penyerahan bahan awal


Bahan baku serta bahan pengemas diperoleh melalui supplier yang
telah disetujui oleh pihak QA. Sistem First Expired First Out (FEFO)
digunakan untuk pengeluaran bahan awal dan bahan kemas dari gudang.
Pada saat penerimaan bahan awal dan bahan kemas di gudang harus
diperiksa isi dokumen pengiriman dan keutuhan/ fisik kemasan, kemudian
bahan awal dan bahan kemas diletakkan di atas palet dan disusun sesuai
dengan kapasitas susunan, bahan awal dan bahan kemas kemudian diberi
label karantina sambil menunggu hasil uji dari QC. Setelah lulus uji dari
QC, label karantina di ganti dengan label putih bertuliskan “diluluskan”.
Proses produksi diawali dengan permintaan bahan ke bagian gudang
kemudian bahan yang diminta akan disiapkan oleh petugas gudang.
Ruangan penyerahan barang berada diantara gudang dan ruangan
produksi dan dilengkapi dengan passbox. Bahan dalam 1 bets tertentu
yang akan ditimbang diletakkan dalam satu palet yang sama untuk
memudahkan proses penimbangan. Bahan awal yang telah ditimbang,
dikemas dalam plastik bersih dan diberi identitas, kemudian dimasukkan
dalam satu wadah dan diletakkan pada ruang staging untuk bahan awal.
a. Pengolahan
Pengolahan dalam setiap ruangan produksi menggunakan satu jenis
produk saja, dengan tujuan untuk menghindari mixup antar produk.
Ruangan yang akan digunakan untuk proses produksi harus dilengkapi
dengan label status kebersihan dan label yang menunjukkan kegiatan
produksi yang akan berlangsung lengkap dengan nomor bets dan
kuantitasnya.
b. Pengawasan selama proses (IPC)
IPC melakukan pengawasan selama proses produksi berlangsung,
dengan cara mengambil sampel proses produksi secara berkala, yaitu pada
awal, tengah dan akhir proses produksi.
c. Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk satu jenis produk saja melalui satu
jalur. Pengemasan di lakukan di Grey area untuk pengemasan primer dan
51

black area untuk pengemasan sekunder dan tersier. Sebelum dilakukan


proses pengemasan harus dipastikan jalur pengemasan tersebut bebas dari
dokumen-dokumen dan produk dari kegiatan pengemasan sebelumnya,
serta dilakukan pemeriksaan bahan kemasan yang akan digunakan.
d. Pengiriman
Pengiriman dilakukan ke Sara Subur (Divisi penjualan Pharos)
yang selanjutnya akan di distribusi ke distributor disertai dengan catatan
pengiriman yang terdokumentasi dan dilakukan dibawah pengawasan
gudang.

3.3.1.8 Pengawasan Mutu (Quality Control)


Quality control atau pengawasan mutu merupakan bagian penting dari
CPOB yang bertujuan untuk menjamin mutu mulai dari awal proses produksi
sampai dihasilkan produk yang berkualitas. Bagian pengawasan mutu berwenang
untuk menentukan lulus (release) atau tidaknya (reject) bahan awal baik itu bahan
baku maupun bahan kemas, produk ruahan, produk jadi, kondisi kebersihan alat
dan ruangan. Quality control atau pengawasan mutu dipimpin oleh seorang
manager yang merupakan apoteker dan dibantu oleh staff/pegawai lainnya dalam
memastikan bahan awal yang digunakan untuk produksi sediaan obat harus
memenuhi spesifikasi meliputi identitas, sifat fisika, kimia, bebas endotoksin,
status halal (dalam bahan baku tertentu) kualitas dan keamanan; Memastikan
bahwa bahan yang belum diluluskan tidak boleh digunakan; Memastikan tahap
produksi dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan sudah tervalidasi; Memastikan
dan mengawasi berlangsungnya proses produksi hingga pemeriksaan akhir di
laboratorium sebelum produk di release; Memastikan produk yang belum
diluluskan tidak dijual ke pasaran sebelum mutu dan keamanannya terjamin sesuai
dengan persyaratan; Bertanggungjawab pada pemeriksaan kelengkapan Bulk
Production Order (BPO)/Packaging Order (PO) seperti nama produk, supplyer,
expired date, nama dan kode item, nomor LPB (Laporan Pemeriksaan Bahan) dan
LSA (Laporan Sampling Analisa), kuantitas, jumlah yang dibutuhkan disertai
dengan kelengkapan paraf baik dari supervisor dan inspektor IPC hingga
dimasukan dalam data COA yang akan diserahterimakan kepada QA;
52

bertanggung jawab terhadap terlaksananya fungsi pengawasan mutu, pengawasan


dalam proses dan CPOB; bertanggung jawab dalam pemantauan kualitas produk
meliputi bahan baku, bahan kemasan dan produk jadi; dan bertanggung jawab
terhadap analisa tahunan terhadap produk jadi.
Departemen Quality Control/Pengawasan Mutu di PT. Pharos Indonesia
dibagi menjadi 2 bagian utama yakni Quality Control 1 dan Quality Control 2.
Quality control 1 merupakan bagian manajemen pengawasan mutu yang berperan
dalam mengontrol setiap tahapan produksi agar produk yang dihasilkan sesuai
dengan standar yang ada. QC 1 terbagi bertanggung jawab terhadap produk jadi
yang terdiri dari : IPC (In Process Control), pemeriksaan mikrobiologi,
pemeriksaan fisika kimia serta pemeriksaan retained produk jadi dan stabilitas.
Sedangkan, Quality Control 2 bertanggung jawab dalam mengontrol dan
menganalisa mengenai bahan kemasan dan bahan baku yang digunakan dalam
proses produksi termasuk penanganan retained bahan baku dan bahan kemasan.

3.3.1.8.1 Quality Control 2


Quality Control 2 dibagi tugasnya menjadi QC 2 bagian kemasan, dan QC 2
bagian bahan baku.
1. Quality Control Bagian Kemasan
1.1 Bahan Kemasan
Kemasan adalah suatu wadah atau tempat yang digunakan untuk
mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan-keterangan
termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan.
Pengemasan mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menjaga
kualitas produk. Fungsi dari kemasan sebagai berikut :
 Sebagai wadah atau tempat
Digunakan untuk memudahkan penyimpanan produk yang
berupa tepung-tepungan, butiran, cairan dan gas agar tidak
berserakan dan memudahkan pekerjaan bila akan
dipindahkan atau diangkut.
 Menjaga kualitas produk/mutu produk
53

Produk yang di luluskan untuk di pasarkan tentunya telah di


pastikan mutunya sesuai dengan tujuan penggunaannya,
kemasan sangat berperan penting dalam menjaga produk
tetap memiliki mutu yang baik. Bagi produk yang dikemas,
kemasan sangat berfungsi untuk melindungi lingkungan
sekitar produk sehingga stabilitas produk tetap terjaga. Bahan
kemas yang akan dipilih tergantung dari sifat – sifat produk
serta kemampuannya untuk melindungi produk yang akan
dikemas. Bahan dan bentuk kemasan yang tidak memenuhi
persyaratan akan menurunkan kualitas produk, merusak
bahkan memberikan efek toksik pada produk yang dikemas
dan bila terjadi kebocoran dapat menimbulkan kejadian yang
tidak diinginkan seandainya produk yang dikemas adalah
racun atau produk yang mudah terbakar.
 Sebagai penunjang cara penyimpanan dan transport
Produk-produk yang akan dipasarkan biasanya tidak
langsung dibawa dari pabrik ke pengecer, tetapi melalui
saluran pemasaran yang agak panjang. Selain itu ada
beberapa bahan yang harus disimpan dulu sebelum dijual
untuk pengontrolan kualitasnya, sehingga kemasan harus
dibuat sedemikian rupa agar efisien dalam menggunakan
ruangan penyimpanan. Yang dimaksud dengan efisien yaitu
memberikan perbandingan maksimum antara berat atau
jumlah produk yang disimpan dengan persatuan luas dari
bangunan untuk penyimpanan, sehingga makin tinggi
penumpukan, makin tinggi juga efisiensinya.
 Sebagai identitas dan informasi
Produk-produk akan dapat di ketahui identitas dan
kegunaannya dengan cara melihat dari kemasan produk
tersebut, sehingga kemasan harus di design sebaik mungkin
agar informasi yang ingin di dapatkan dari produk tersebut
tersampaikan dengan jelas, baik nama produknya, indikasi,
54

berat bersih, cara penyimpanan, komposisi, cara, aturan, dan


dosis pemakaian, efek samping yang dapat ditimbulkan,
nomor registrasi, nomor batch, tanggal kadaluarsa.

1.2 Macam-macam Kemasan


Pada PT. Pharos Indonesia, kemasan dibagi menjadi kemasan primer,
sekunder, dan kemasan tersier. Kemasan primer merupakan kemasan yang
langsung bersentuhan dengan bahan obat, contoh dari kemasan primer antara lain
adalah blister, aluhard, foil print, dan foil back, can spray, botol kaca amber, vial
amber, vacuum forming ampul, tube, botol plastik opak, stiker, flip off, rubber
stapper. Sedangkan, kemasan sekunder merupakan kemasan pembungkus
kemasan primer Contoh dari kemasan sekunder adalah unit box, dan kemasan
tersier merupakan kemasan pembungkus kemasan sekunder contohnya master
box.

1.3 Sampling dan Analisa Bahan Kemasan


Proses sampling bahan kemasan pada PT. Pharos Indonesia dilakukan
secara random oleh inspektor. Pengambilan wadah yang akan digunakan untuk
disampling adalah dengan menggunakan rumus 1+√n, dimana n merupakan
jumlah wadah keseluruhan bahan kemasan. Kemudian kemasan yang telah
disampling akan dianalisa, sampling di lakukan setiap ada bahan kemasan yang
datang dari supplyer. QC dapat mengetahui waktu kedatangan barang baru ketika
petugas gudang telah menginput nomor LPB pada sistem, yang menandakan
bahwa petugas gudang telah memeriksa kesesuaian surat jalan barang dan surat
pesanan barang serta telah memeriksa keadaan bahan saat kedatangan. Pada saat
melakukan analisa bahan kemasan pada gudang inspektor akan menempelkan
label hold yang menandakan bahwa bahan kemasan dikarantina untuk di analisis.
Analisis pada bahan kemasan meliputi: nama kemasan, kode item dan atau
kode cetak, supplyer, nomor LPB, tanggal LPB, keadaan fisik (robek, lubang,
berkerut, kasar, keriput, terlipat, tergores, kotor, kerapihan), kelengkapan cetakan,
posisi cetakan, pengeleman terkait daya rekat, barcode, range warna, homosenitas
55

warna, pengotoran tinta, pengotoran lem, kerapihan pemotongan, tinggi, lebar,


diameter luar, dan diameter dalam, (pada unit box : pelepasan crislock meliputi
kondisi box, kondisi penguncian box). Bila analisa bahan kemasan telah selesai
dilakukan dilakukan verivikasi hasil analisa, jika memperoleh hasil memenuhi
persyaratan (MS) yang ditentukan maka bahan kemasan diverivikasi dan di input
nomor LSA-nya yang selanjutnya manager akan me-konform LSA yang
menyatakan bahan kemasan tersebut dinyatakan lulus/release, lalu bahan kemasan
diberi label realease QC dan bahan kemasan sudah bisa digunakan untuk
produksi. Jika hasil yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan (TMS), maka
bahan kemasan dipasang label reject, tidak dapat digunakan untuk proses
produksi.

2. Quality Control Bagian Bahan Baku


Bahan Baku merupakan bahan yang diguakan dalam membuat produk
dimana bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya atau
merupakan bagian tersebesar dari produk. Dalam industri farmasi, bahan baku
meliputi bahan aktif (zat aktif) dan bahan tambahan (eksipien), kedua bahan
tersebut harus di pastikan dan di pantau mutunya.
2.1 Sampling dan Analisa Bahan Baku
Proses sampling bahan baku pada PT. Pharos Indonesia dilakukan oleh
inspektor. Bahan baku harus memiliki ED (expired date) lebih atau 1 tahun atau
maksimal 4 bulan sebelum ED, sejak bahan tersebut diterima di gudang. Jumlah
pengambilan sampling bahan baku menggunakan rumus 1+√n, dimana n
merupakan jumlah keseluruhan bahan baku, dan disampling di lima titik (atas kiri,
atas kanan, tengah, bawah kiri, bawah kanan). Kemudian bahan baku yang telah
disampling akan dianalisa, sampling di lakukan setiap ada bahan baku yang
datang dari supplyer. QC dapat mengetahui waktu kedatangan barang baru ketika
petugas gudang telah menginput nomor LPB pada sistem, yang menandakan
bahwa petugas gudang telah memeriksa kesesuaian surat jalan barang dan surat
pesanan barang serta telah memeriksa keadaan bahan saat kedatangan. Pada saat
melakukan analisa bahan kemasan pada gudang inspektor akan menempelkan
label hold yang menandakan bahwa bahan kemasan dikarantina untuk di analisis.
56

Sebelum bahan baku di analisis, pertama analis harus memastikan nama


bahan baku, kode item, dan etiket yang dilabelkan pada sampel, setelah itu analisa
bahan baku dilakukan sesuai dengan MoA (Metode of Analysis) bahan baku
tersebut. Analisis pada bahan baku meliputi: pemerian, pH, senyawa teroksidasi,
bahan partikulat, endotoksin bakteri, sterilitas, kelarutan (dalam purrified, dalam
alkohol, dalam kloroform, dalam eter), identifikasi IR, susut pengeringan, sisa
pijar, jarak lebur, kadar, total impurities. Bila analisa bahan baku telah selesai
dilakukan sesuai MoA maka akan dilakukan verivikasi hasil analisa, jika
memperoleh hasil memenuhi persyaratan (MS) yang ditentukan maka bahan baku
diverivikasi dan di input nomor LSA-nya yang selanjutnya manager akan me-
konform LSA yang menyatakan bahan baku tersebut dinyatakan lulus/release, lalu
bahan baku diberi label realease QC dan bahan baku sudah bisa digunakan untuk
produksi. Jika hasil yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan (TMS), maka
bahan baku dipasang label reject, tidak dapat digunakan untuk proses produksi.

3.3.1.8.2 Quality Control 1


QC 1 bertanggung jawab terhadap produk jadi yang dibagi tugasnya
menjadi IPC (In Process Control), pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan fisika
kimia serta pemeriksaan stabilitas dan retained produk jadi.
1. In Process Control (IPC)
Bagian ini mengawasi dan mengontrol segala kegiatan yang dilakukan
selama proses produksi berlangsung untuk mencegah produk yang tidak
memenuhi syarat dalam jumlah yang besar, yakni melakukan pengawasan
terhadap proses produksi dari awal bahan datang ke ruang produksi sampai
menjadi produk jadi, mengkoordinasi dan memastikan bahwa produk pada
contoh pertinggal dan disimpan dengan teratur pada ruang penyimpanan, contoh
pertinggal (retained sample); melakukan pemeriksaan kelengkapan BPO (bulk
production order) / PO (packaging order) terkait nama produk, expired date,
nama dan kode item, nomor LSA, kuantitas, jumlah yang dibutuhkan, dan paraf;
melakukan sampling terhadap bahan baku, kemasan dan produk jadi; dan
melakukan pengawasan selama proses penimbangan bahan baku, persiapan proses
dan pengawasan selama proses sesuai dengan prosedur.
57

IPC di PT. Pharos Indonesia dibagi tugas dan tanggung jawabnya menjadi
tiga bagian yaitu IPC weighting, produksi, dan kemasan primer. Staf IPC di
bagian weighting bertugas untuk mengecek bobot massa bahan baku dan formula
induk bahan baku sesuai dengan yang tertera di BPO pada area staging bahan
baku I, selanjutnya diserah terima ke staging bahan baku II, dicek kembali dan di
simpan sampai waktu akan di produksi. Sebelum produksi, setiap ruang produksi
harus di clean tag. IPC mengecek kesiapan produksi mulai dari ruangan, sampai
dengan mesin apakah siap digunakan untuk proses produksi. Setiap tahapan
produksi dari mixing sampai sebelum packaging dilakukan sampling awal tengah
dan akhir (kecuali coating, dilakukan sampling akhir saja) dengan jumlah
sampling menggunakan rumus 1+√n, dimana n merupakan jumlah keseluruhan
yang di produksi dari 1 batch. Untuk proses packaging yang dilakukan di area
packaging grey untuk kemas primer, IPC melakukan pengecekan pada awal dan
akhir, sedangkan operator packaging grey melakukan pengecekan setiap 20 menit.
Setiap pengambilan sampling akan di lakukan pemeriksaan fisika dan kimia
di laboratorium QC. Pemeriksaan fisika dan kimia dilakukan sesuai MoA dan
akan dibandingkan dengan standar yang sudah ditetapkan dan merupakan penentu
untuk proses produksi dapat berjalan atau dihentikan dan diperbaiki untuk
menjamin kualitas produk yang akan dihasilkan. Orang yang melaksanakan
inspeksi terhadap mutu produk terdiri dari: operator, inspector IPC dan supervisor
IPC. Operator bertugas melakukan inspeksi setiap 15 menit sekali, supervisor IPC
akan melakukan inspeksi setiap 60 menit sekali pada awal dan akhir proses,
sedangkan inspektor IPC akan melakukan inspeksi pada bagian awal, tengah, dan
akhir proses meliputi pemeriksaan suhu dan kelembapan, kebersihan ruangan dan
peralatan yang digunakan, kesesuaian peralatan dengan produk, kesesuaian
penggunaan formula bahan dengan yang tertera dalam BPO/PO, memastikan
bobot, volume dan ukuran penggunaan alat sesuai dengan produksi produk
yaanng akan dilakukan. Dalam proses produksi produk solid, semisolid maupun
liquid selalu dilakukan pemeriksaan oleh personil produksi diantaranya seperti,
tablet (pemeriksaaan kadar air granul, ketebalan, bobot tablet, kekerasan, uji
waktu hancur, kerapuhan dan kebocoran blister, terjadi atau tidaknya kesalahan
mayor dan minor, mayor: berbintik, belang, warna, emboss; minor: geripis,
58

lengket, gompal, berkuping, bermata); sirup/suspensi (pemeriksaan volume,


viskositas, pH dan kejernihan, kekencangan tutup untuk dibuka maupun ditutup
kembali, uji kebocoran dan pencetakan expired date dan nomor bets pada label);
krim dan salep (pemeriksaan pH, homogenitas, kehalusan, bobot isi tube,
penampilan, uji kebocoran). Untuk persiapan produksi sefalosporin, IPC
bertanggung jawab melakukan pemeriksaan WFI untuk rekonstruksi, kebersihan
spuit/alat suntik, dan ampul sebelum dan sesudah di oven. Khusus untuk
pemeriksaan kejernihan atau uji sterility sebelum pengisian sediaan dilakukan
secara visual oleh subyek < 40 tahun, sehat, okuitas visual tidak kurang dari 6/6
dan titik komvergemsi terdekat 10 cm, tanpa menggunakan kacamata, tidak sering
sakit kepada dan tidak buta warna, kesehatan mata operator visual harus diperiksa
1 tahun sekali, serta istirahat hanya diperbolehkan 5 menit/ jam sebelum
melakukan pemeriksaan kembali.
Ruang IPC merupakan ruangan yang digunakan untuk melakukan pengujian
khusus selama proses produksi yang tidak mungkin dilakukan di ruang produksi
yang bersangkutan. IPC dilakukan terhadap tahap-tahap kritis selama proses
produksi.

2. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan analisis mikrobiologi dilakukan tidak hanya untuk kepentingan
departemen quality control tapi secara menyeluruh pada lokasi pabrik terutama
produksi diantaranya meliputi: memeriksa dan menganalisis bahan baku, produk
ruahan, produk obat jadi, ruangan produksi dan kemasan, pemeriksaan air dan
peralatan yang digunakan dalam proses produksi, serta pemeriksaan air (purified
water, water for injection dan reverse osmose). Pemeriksaan mikrobiologi air
dilakukan selama seminggu sekali, dengan menggunakan metode sterility, titik
pengambilan untuk pretretment yaitu raw water, setelah dorinasi, setelah
multimedia filter, setelah carbon filter, dan setelah softener, sedangkan untuk titik
pengambilan untuk purified water pada after EDI,tangki 1000 L, ruang cuci botol,
ruang cuci alat produksi 1, mascarini, ruang cuci alat produksi 2, water heater tank
liquid, laboratorium Analytical Devlopment (AD), Lab QC, ruang cuci alat
sefalosporin, mesin cuci vial sefalosporin, ruang persiapan injeksi sefalosporin.
59

Selain itu, uji sterility juga dilakukan untuk penguji sediaan injeksi dan bahan
kemasan yang akan digunakan tertutama pada bahan kemas yang akan digunakan
untuk sediaan semi solid dan liquid. Setiap analisa mikrobiologi harus dilakukan
dengan kondisi lingkungan yang dibuat untuk mencegah kontaminasi ke produk
maupun dari produk, yaitu di bawah Laminar Air Flow/LAF pada area A,
menggunakan masker dan sarung tangan, pakaian khusus yang sudah disterilkan
serta setiap material yang kontak langsung dengan material yang diuji harus
dalam keadaan steril. Analisis yang dilakukan di laboratorium analisis
mikrobiologi meliputi perhitungan jumlah cemaran mikroba, pemeriksaan air
(konduktivitas, total organic carbon, pH, mikrobiologi (kapang dan khamir),
identifikasi bakteri (Pseudomonas aeruginosa, Eschercia coli), dan pemeriksaan
endotoksin yang tidak boleh terdapat dalam setiap produk atau bahan baku
produk, uji potensi, uji sterilitas.

3. Pemeriksaan Fisika-Kimia
Pemeriksaan analisis fisika-kimia bertanggungjawab untuk menganalisa
bahan baku, produk antara, produk ruahan dan produk jadi mengikuti yang tertera
dalam Methode of Analysis (MOA), mengadakan analisa sampel in-process
control (IPC) yang memerlukan pemeriksaan analisis fisika-kimia.
Apabila dalam proses pemeriksaan baik pemeriksaaan mikrobiologi ataupun
pemeriksaan fisika kimia terdapat hasil uji di luar spesifikasi (HULS) seperti
disebabkan karena lab error (kondisi sampel yang diterima, analisis, metode
analisa, reagen, alat/instrumen, proses analisa dan proses sampling) maka
dilakukan pengujian ulang yaitu : Stage A, analisa ulang (retest) oleh analis yang
sama dengan sampel yang sama jika masih tidak memenuhi syarat (TMS)
dilanjutkan dengan Stage B, dilakukan oleh analis senior (pengalaman kerja 2
tahun atau lebih) dengan sampel yang sama, jika masih tetap TMS dilanjutkan ke
Stage C, dilakukan oleh analis beda (analis ke-3) dengan sampel hasil sampling
ulang, jika masih TMS dilanjutkan Stage C1 yang dilakukan oleh analis senior
(analis dengan pengalaman kerja 2 tahun atau lebih) dengan hasil sampling ulang
dan di tambah dengan kontrol (sampel pembanding), jika hingga tahap ini masih
60

TMS makan akan dibuatkan laporan penyimpangan dan laporan HULS ke


departemen QA untuk dilakukan investigasi ulang.
4. Pemeriksaan Stabilitas /Followup stability
Uji stabilitas produk dilakukan terhadap produk jadi yang diproduksi di PT.
Pharos Indonesia, produk jadi yang dibuat diluar PT. Pharos Indonesia (Toll)
maupun produk impor. Uji stabilitas produk dilakukan meliputi produk yang telah
beredar dipasaran dan produk yang direalisasikan dengan pengecualian misalnya
batch yang sifatnya berbeda dari standar atau batch yang diolah ulang. Untuk
produk yang telah beredar di pasaran dilakukan pengujian pada 1 batch dari setiap
produk/tahun dan disimpan serta diuji setiap tahun sampai masa kadaluarsa
tercapai. Ketentuan ini juga berlaku untuk direlease-kan dengan pengecualian.
Jumlah sampel yang dihitung sesuai dengan kebutuhan untuk pemeriksaan selama
proses edar, untuk tahun pertama dilakukan pengujian 3 bulan sekali, yaitu pada
bulan ke 0, bulan ke-9, bulan ke-12. Untuk tahun kedua dilakukan pengujian 6
bulan sekali, yaitu pada bulan ke-18, dan ke-24. Untuk tahun berikutnya sampai
ED dilakukan 1 tahun sekali.
Pemeriksaan stabilitas dilakukan dengan 2 macam cara yakni : pemeriksaan
short term (stabilitas dipercepat) dan long term (stabilitas masa panjang atau
sampai produk ED). Pengujian stabilitas dilakukan pada produk new release yang
dilakukan oleh AD (Analytical Development) dan produk yang telah beredar atau
produk eksis. Pengujian ini dilakukan untuk syarat registrasi dan juga bertujuan
untuk produk yang release beredar di pasaran sehingga dapat memastikan
stabilitas dipasaran dapat tetap terjamin, dimana pemeriksaan stabilitas ini
dilakukan berdasarkan 1 (satu) produk dari 1 (satu) batch selama 1 (satu) tahun;
dan untuk new product diambil dari 3 batch dari 1 produk.
Pengujian stabilitas dilakukan berdasarkan Asian Guidline Stability dengan
parameter : pemerian; identifikiasi, bobot, ketebalan, kekerasan, waktu hancur,
friabilitas, disolusi, dan analisa mikrobiologi, dan dilakukan sesuai MoA (metode
of analisis) produk jadi yang di validasi.

5. Sampel pertinggal/ Retained Sample


61

Retained sampel atau pertinggal merupakan produk yang diambil secara


acak yang digunakan sebagai pembanding apabila apabila ada keluhan (komplain)
terhadap produk yang dipasarkan. Contoh pertinggal (retained sample) disimpan
pada suhu kamar, kecuali injeksi disimpan di lemari pendingin atau disesuaikan
dengan tempat penyimpanan di pasaran. Untuk penyimpanan sampel ini
disesuaikan dengan tempat dimana produk harus disimpan, hal ini dilakukan
untuk memantau leadaan obat ketika disimpan sesuai dengan cara penyimpanan
yang dianjurkan. Untuk penyimpanannya dapat disimpan dalam suhu kamar
dengan kelembapan ruangan yang diatur berdasarkan persyaratan. Penyimpanan
retained sample diurutkan sesuai abjad dan beberapa produk disimpan sesuai
jenisnya seperti kosmetik, produk sefalosporin, OOT, prekursor. Untuk
penyimpanan retained bahan baku disimpan dengan expired date di tambah satu
tahun, untuk bahan kemas disimpan 2 tahun.

3.3.1.9 Dokumentasi
Sistem dokumentasi harus dapat menggambarkan secara rinci proses setiap
batch atau lot suatu produk, sehingga mempermudah proses penelusuran
terhadap suatu batch atau lot produk tertentu. Ruang lingkup dokumentasi
meliputi catatan spesifikasi, produksi, pengawasan mutu, penyimpanan dan
distribusi, pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruangan dan
peralatan, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat
kembalian dan pemusnahan obat, peralatan khusus, inspeksi diri, serta pelatihan
CPOB bagi karyawan.
Perubahan pada dokumen yang berisi instruksi, prosedur atau spesifikasi,
perlu dibuatkan penganti yang sebelumnya disahkan oleh personil atau bagian
yang berwenang sebelum dapat digunakan. Pada kejadiaan dokumen yang sudah
tidak berlaku, maka dokumen tersebut beserta salinannya ditarik dan diberi
penandaan”tidak berlaku” atau dimusnahkan. Sistem penyimpanan dokumentasi
di QA yaitu semua dokumen yang berkaitan dengan produk disimpan (ED+1),
sedangkan dokumen lain disimpan minimal 1 versi revisi terakhir (mis: Protap,
log book/log sheet selama 1 tahun). Semua kegiatan yang dilakukan dalam
penerapan CPOB harus selalu dicatat dan didokumentasikan sebagai bukti bahwa
62

hal tersebut memang benar telah dilakukan. Ruang lingkup pengelolaan dan
pengendalian dokumen meliputi kegiatan pembuatan prosedur, persetujuan,
perubahan (perbaikan dan pembaharuan), distribusi, penyimpanan, pemusnahan
serta koordinasi pelatihan. Kegiatan yang dilakukan yaitu menyusun sistem
pengelolaan dan pengendalian dokumen, menyusun dan atau menyetujui
dokumen, serta mengkoordinasikan dan atau melaksanakan perubahan dokumen.
Salianan BPO/ PO disimpan oleh departemen QA dalam jangka waktu
kadaluarsa obat ditambah minimal 1 tahun.
Semua peralatan utama seperti mesin cetak, mesin granulasi dan lain-lain
telah diberi nomor pengenal sehingga akan memudahkan operator dalam
mengenali mesin atau peralatan yang akan dipakai pada proses pembuatan obat
tertentu. Quality system juga memiliki tanggung jawab dalam penyimpanan dan
pengaturan dokumen-dokumen departemen QA. Dokumen-dokumen yang terkait
dengan departemen QA serta dokumen yang terkait dengan kualitas baik dalam
bentuk cetakan maupun data disimpan dan diatur berdasarkan aturan yang telah
ditentukan.
Dokumen-dokumen yang tersimpan di departemen QC seperti prosedur
tetap, Master Batch Record (MBR), Laporan Sampling dan Analisis (LSA) dan
Method of Analysis (MOA). Prosedur tetap (Protap) terdari dari protap sistem,
protap operasional mesin dan protap pembersihan mesin. Protap harus selalu
dikaji ulang setiap tahun dan direvisi jika terdapat perubahan dan prosedur sudah
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Master Batch Record (MBR) terdiri
dari BPO/PO, laporan pemeriksaan proses produksi dan pengemasan dari IPC
dan operator, memo dan form kesiapan jalur. Penyimpanan dokumen BPO/PO
maupun dokumen yang berhubungan dengan produk, disimpan ED+1.
Laporan Sampling Analisis adalah dokumen yang dikeluarkan dapartemen
QC yang menyatakan status penerimaan atau penolakan terhadap bahan baku dan
kemasan. Penanganan bahan baku dan bahan pengemas di PT. Pharos Indonesia,
telah memenuhi ketentuan CPOB. Semua bahan baku yang keluar masuk
dipantau dengan sistem LSA, sehingga memudahkan pemantauan persediaan
yang ada di gudang. Pemantauan persediaan berperan penting dalam upaya
perencanaan produksi yang akan dilakukan terkait dengan jumlah dan jenis
63

bahan baku serta bahan pengemas yang dibutuhkan. LSA oleh departemen QC
disimpan dalam jangka waktu 5 tahun, setelah itu dimusnahkan dengan dibuat
berita acara. PT. Pharos Indonesia telah menerapkan sistem dokumentasi dengan
menggunakan sistem komputerisasi. Beberapa dokumen yang ada di PD, yaitu:
a. Jurnal Produk
Meliputi jurnal produksi untuk produk exist dan juga untuk produk yang
akan launching. Dokumen ini dapat dilihat langsung dalam bentuk
lembaran tulisan dan komputer, berisi tentang langkah- langkah
pengembangan produk berikut hasil analisa sediaan dan uji stabilitas
serta harga pokok penjualan (HPP) produk. Jurnal produk berisi form
usulan produk, penentuan bahan baku yang akan digunakan beserta
harganya, studi pustaka, preformulasi, formulasi, hasil analisa dan uji
stabilitas sediaan, HPP dan Manufacturing Batch Trial.
b. BPO/ PO Produk (Batch Trial)
Bulk Production Order (BPO) adalah dokumen yang berisi formula
disertai langkah-langkah perubahan produk untuk skala produksi,
dokumen ini digunakan oleh divisi manufacturing dalam hal ini adalah
PPIC.
c. Katalog Bahan Baku
Merupakan dokumen yang berisi data bahan baku yang meliputi nama
generik dan nama dagang bahan baku, tanggal terima bahan baku oleh PD,
tanggal kadaluarsa bahan baku, tempat penyimpanan bahan baku serta
keterangan lainnya seperti jumlah bahan baku, CoA dan lain-lain.
d. CoA Bahan Baku
Merupakan dokumen yang memuat CoA dari bahan baku yang digunakan
PD.
e. Dokumen lain (Seperti Material Requestion)
Adapun dokumen yang diperlukan untuk barang-barang impor adalah CoA
(Certificate of Analysis), B/L (Bill of Landing) atau Airways Bill,
Insurance, Invoice dan Packaging List..
64

3.3.1.10 Bussiness Development Department (BD Department)


Bussiness Development Departemen dipimpin oleh seorang manager. BD
Departemen melihat target pasar untuk mencari produk baru yang sedang ada di
pasar/di dunia atau produk yang baru akan muncul. Selain itu, mempersiapkan
pengadaan bahan baku sampai produk siap launching.
Bussiness Development Department (BD Department) memiliki beberapa
project yaitu:
a. Lokal, dimana produk baru diproduksi di tempat sendiri yaitu di PT. Pharos
Indonesia; (b)
b. Toll manufacturing, dilakukan apabila fasilitas di PT. Pharos Indonesia
tidak tersedia, sehingga produk diproduksi ditempat lain (perusahaan
farmasi yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan); (c)
c. Import, produk yang dibeli dari luar negeri baik bahan baku, bahan
pengemas dan produk jadi. Produk impor ini terdiri dari import license
product, impor finish product dan impor total;
d. Lokal BE (Bio Equivalence), dimana semua produk dilakukan uji terlebih
dahulu kesetaraannya dengan produk yang sudah ada dipasaran.
BD Departemen melakukan penelusuran paten, untuk mencari obat-obat
yang tidak dipatenkan atau obat yang masa patennya hampir berakhir, sehingga
obat tersebut bisa diusulkan untuk produksi. Kemudian dilakukan pemeriksaan
paten produk oleh BusDev bekerja sama dengan divisi marketing dalam
penelusuran literatur dan analisis pasar untuk mencari produk-produk yang
mempunyai nilai jual yang baik, selanjutnya dibuat formulir usulan produk yang
diajukan ke direksi untuk persetujuan (disetujui atau tidak ). Jika disetujui oleh
direksi, maka BD memberikan formulir usulan kepada PD untuk dilakukan
praformulasi dan formulasi. Formulasi usulan juga diserahkan kepada Analytical
Development (AD) untuk dilakukan evaluasi metode analisa serta ke Purchasing
Departement untuk penyediaan kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas.

3.3.1.11 Product Development Department (PD Department)


Departemen ini dipimpin oleh general manager yang melaksanakan
tugasnya dibantu oleh Manager, staf dan analis. Departemen ini bertugas dalam
65

mengembangkan formula dan mengembangkan kemasan.


a. Pengembangan formula (formulation development)
 Produk exist
Pengembangan formula dilakukan dalam mengubah formula
ataupun mengubah kemasan produk yang sudah ada.
 Produk baru
Terdiri dari mengembangkan produk me to dan mengembangkan
produk baru. Jika form usulan telah disetujui oleh pihak direksi,
selanjutnya PD Department akan melakukan beberapa tahap
pengembangan formula yaitu:
1. Studi literatur

Studi literatur dilakukan untuk mempelajari sifat fisika kimia,


pemerian, pH, stabilitas, studi inkompatibilitas, struktur kimia, termasuk
efek farmakologi, bentuk sediaan terkait pemilihan bahan tambahan, teknik
pembuatan, alat-alat produksi, lingkungan, bahan kemasan dan faktor
kualitas. Hasil studi literatur dituliskan dalam form praformulasi.
2. Studi originator

Studi originator dilakukan terhadap obat me too. PT. Pharos


Indonesia melakukan pengembangan formula terhadap produk yang akan
dikembangkan atau ditiru sesuai dengan originatornya.
a. Approve CoA (Certificate of Analysis)
Bussines Department mencari bahan baku dan bahan kemas
yang telah memiliki CoA, kemudian CoA diperlihatkan ke PD
Department apakah sesuai kebutuhan atau tidak. Bila CoA tersebut
sesuai, maka PD Department melakukan approve CoA kepada
supplier bahan baku dan bahan kemas.
b. Tahap formulasi
Ada 3 tahap formulasi yaitu formulasi I, formulasi II dan
formulasi III. Yang membedakan dari ketiga formulasi ini adalah
jumlah produk yang diproduksi. Misalnya untuk formulasi I
sejumlah 200 g, selanjutnya dianalisa oleh AD Department. Bila
66

produk dinyatakan release oleh AD Department maka dilakukan


formulasi II oleh PD Department sejumlah 1,5 kg, kemudian
dilakukan analisa kembali oleh AD Department. Jika produk tersebut
release maka dilakukan tahap formulasi III oleh PD Department
sejumlah kapasitas minimum mesin di area produksi. Jika tahap
formulasi III dinyatakan release maka dilakukan produksi skala
pabrik. Pengujian produk secara fisika kimia dilakukan oleh AD
Departement. Untuk formulasi III dilakukan uji stabilitas.
c. Evaluasi hasil akhir
Evaluasi dilakukan terhadap hasil pengujian formulasi
sehingga didapatkan penilain hasil akhir, ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut kemudahan dalam
memperoleh bahan baku, harga, perlakuan terhadap bahan baku
selama proses, jumlah bahan baku dalam satu formula, waktu
produksi, peralatan yang dipakai serta lingkungan yang
dipersyaratkan.
d. Penyusunan Master Batch Record (MBR)
Setelah proses formulasi akhir telah disetujui, maka dilakukan
penyusunan Master Batch Record (MBR) yang terdiri dari Bulk
Production Order (BPO) dan Packaging Order (PO). Dengan
memasukkan data yang mengenai bahan baku yang digunakan dan
proses pembuatan serta bahan kemasan yang digunakan, jumlah dan
proses pengemasannya.
e. Trial Produksi
Berdasarkan MBR tersebut kemudian dilakukan Trial
production/trial batch yaitu produksi dalam skala batch yang masih
bersifat percobaan dan merupakan tanggung jawab Produksi dan PD
MBR akan menjadi Master formula jika produksi tersebut berhasil
dengan baik tanpa ada masalah selama 3 batch berturut-turut.
b. Pengembangan Kemasan (Packaging Development)
Tugas utama pada bagian pengembangan kemasan (Packaging
Development) adalah menentukan kemasan yang paling sesuai dengan
67

karakteristik obat. Tahapan pengembangan kemasan (packaging development)


adalah sebagai berikut:
 Usulan Produk Baru
Bussiness Development atau marketing memberikan usulan produk baru
termasuk usulan bentuk sediaan dan kemasan yang diinginkan dengan
melakukan pemantauan terhadap perkembangan kemasan yang diinginkan pada
produk baru.

 Spesifikasi Kemasan
Penentuan spesifikasi kemasan disesuaikan dengan form usulan dan sifat
bahan obat. Jika ada pertentangan dengan keinginan marketing biasanya
dilakukan penyesuaian.
 Mencari Sampel Kemasan
Pencarian sampel kemasan dilakukan oleh purchasing department yang
terdiri dari sampel contoh yang memuat data identitas kemasan dan trial sampel
yang akan diuji oleh packaging development dan QC.
 Penentuan Harga Pokok Penjualan
Penentuan harga produk obat jika diproduksi sendiri (harga produk + biaya
proses + harga kemasan) dihitung oleh Packaging Development. Sedangkan,
untuk menghitung harga produk toll manufacturing impor (harga kemasan +
biaya proses). Harga tersebut harus disetujui oleh marketing sebelum dilakukan
proses pengemasan. Apabila kemasan belum pernah dipakai sebelumnya, maka
kemasan harus didaftarkan terlebih dahulu di master kemasan.
 Menyusun Master Formula dan Manufacturing Batch Record
Penyusunan Master Formula dan Manufacturing Batch Record meliputi:
material, desain, ukuran, warna dan jenis cetakan.
 Membuat Artwork untuk kemasan baru.
Marketing bekerjasama dengan desainer untuk membuat Artwork.
Pembuatan Artwork disesuaikan dengan registrasi dan nilai jualnya. Artwork
yang telah mendapat persetujuan akan menjadi Final Artwork dan disimpan
dalam bentuk film/file untuk dokumen PT. Pharos Indonesia. Final artwork
tersebut selanjutnya dikirim ke supplier dalam bentuk fotoprint. Packaging
68

Development melakukan pememeriksaan ulang spesifikasi kemasan yang


tercantum dalam Purchasing Order (PO) sebelum dilakukan pengiriman ke
supplier. Selanjutnya, supplier akan mengirimkan bentuk kemasan jadi sesuai
final artwork beserta standar warna dan jika disetujui oleh Packaging
Development maka supplier akan memproduksi kemasan tersebut sesuai dengan
fotoprint yang telah disetujui. Packaging development divisi New Product
Development/NPD bertanggung jawab terhadap proses pengemasan pada tiga
batch pertama. Apabila pada pengemasan tiga batch berturut-turut tidak
ditemukan masalah maka selanjutnya proses pengemasan menjadi tanggung
jawab packaging development divisi manufacturing.

3.4 Jenis Obat yang Diproduksi


PT. Pharos Indonesia memproduksi lebih dari 150 produk ethical,
20 brand over the counter (OTC) terkenal, 30 produk suplemen makanan
dan nutraceutical dan 10 produk kecantikan.
a. Ethical
Acetram, Alviz, Artepid, Cardiotone, Elxion, Elzar, Eugenix,
Lethira, Liotrix, Neripros, Phardex, Pharozepin, Profibrat, Remital,
Slepzol, Stavinor, Veronil, Zerlin dan lain-lain.
b. Over the Counter
Aclonac, Beluna, Colidan, Fishqua, Fruit 18, Glunest, Igastrium,
Joint Herbal, Microlax, Polysilane, Praxion, Proris Kaplet, Stop X,
Vegeblend, Thermolyte Diet Sugar dan lain-lain.
c. Suplemen Makanan dan Nutraceuticals
I Face, Nourish Bio White Series, Nourish Skin, Nourish Skin
Ultimate, Nourish Skin X-Tra, Omepros dan lain-lain.
d. Produk Kecantikan
Illuminare Acne Concelar, Illuminare Acne Fresh Hydration
Lotion, Illuminare Acne Makeup Cleansing Water, Illuminare Brightening
Bright Hydration Lotion, NBC Wrinkle, Nourish Bio White dan lain-lain.
69

BAB IV

PEMBAHASAN

Industri farmasi merupakan industri yang mempunyai peran sebagai unit

pelayanan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit

oriented). Peran industri farmasi sebagai unit pelayanan kesehatan adalah

memproduksi obat atau menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan oleh

masyarakat supaya obat yang dihasilkan oleh industri farmasi senantiasa terjamin

mutu dan kualitasnya.

CPOB merupakan pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk

diikuti serta ditaati oleh pemilik industri farmasi untuk mengendalikan dan

mengawasi proses pembuatan obat yang aman (safety), bermutu (quality) dan

berkhasiat (efficacy). Pada dasarnya CPOB adalah suatu sistem manajemen

pengawasan dan pengendalian mutu yang menyeluruh yang ditujukan untuk

menjamin kepastian dan konsistensi mutu sediaan obat serta memberikan

kepuasan kepada konsumen. Pedoman ini mencakup berbagai aspek antara lain

ketentuan umum, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,

pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan

kembali obat dan obat kembalian serta dokumentasi.

PT. Pharos Indonesia merupakan industri farmasi yang bergerak dalam

bidang kesehatan dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan serta menciptakan produk-produk inovatif dan mengembangkan bisnis

dibidang retail dan apotek. Dalam mewujudkan komitmennya, PT.Pharos


70

Indonesia telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam

setiap aspek pembuatan obat. Proses produksi yang dilakukan di PT.Pharos

Indonesia dilaksanakan sesuai jadwal yang telah dibuat oleh Manajer Produksi.

Bagian produksi melaksanakan proses produksi berdasarkan Bulk Production

Order (BPO) yang telah diturunkan dari tiap produk yang telah ada. BPO berisi

mengenai setiap langkah serta tahapan kerja dicatat (mengerjakan apa yang

tertulis dalam BPO dan menulis apa yang telah dikerjakan) pada lembar kerja

yang diparaf oleh petugas pelaksana sebagai dokumentasi sehingga apabila terjadi

masalah pada produk maka dapat dilihat pada BPO yang telah ditulis dan juga

apabila terjadi perubahan pada proses produksi dapat menjadi pertimbangan

dalam perubahan BPO berdasarkan pemeriksaan dan pengujian.

Aspek –aspek CPOB yang telah diterapkan oleh PT. Pharos Indonesia

adalah sebagai berikut:

1. Manajemen Mutu

Penerapan manajemen mutu di PT. Pharos Indonesia berdasarkan pada

sistem mutu yang terbentuk atas pola kerja yang baik dari struktur organisasi,

prosedur kerja di setiap bagian, proses produksi serta personil yang terlibat dalam

proses pembuatan suatu produk sehingga produk yang dihasilkan PT. Pharos

memenuhi persyaratan CPOB. PT. Pharos Indonesia memiliki beberapa bagian

dalam struktur organisasinya mempunyai komitmen dan bertanggung jawab untuk

pencapain mutu secara konsisten serta dapat diandalkan, dan bagian tersebut

adalah bagian produksi, bagian QC, bagian PD, serta bagian PPIC. Setiap bagian

tersebut mempunyai tugas dan wewenang dan tanggung jawab sendiri-sendiri.


71

Manajemen mutu di PT.Pharos Indonesia terbagi menjadi dua yakni

pemastian mutu (Quality Assurance) dan pengewasan mutu (Quality Control).

Pemastian mutu adalah upaya yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan

bahwa obat dihasilkan, secara konsisten memiliki mutu, khasiat dan keamanan

sesuai dengan yang dipersyaratkan serta sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Pemastian mutu ini dipastikan dengan pelaksanaan CPOB yaitu meliputi berbagai

macam aspek seperti produk yang sesuai standar, bangunan dan fasilitas yang

memadai dan sebagainya. Secara umum tugas dan tanggung jawab Quality

Assurance adalah bertanggung jawab terhadap pelulusan atau penolakan produk

jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua sektor terkait,

bertanggung jawab terhadap pengembangan kualitas bersama seluruh departemen

melalui training Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), inspeksi diri atau

audit Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), validasi, kualifikasi dan kalibrasi,

menerapakan dan mengembangkan sistem manajemen mutu di lingkungan

manufacturing.

Departemen Quality Assurance di PT. PI terbagi menjadi 2 tim, yaitu tim

(kualifikasi, kalibrasi dan validasi) dan tim (Quality system). Quality system

dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain adalah inspeksi diri, dokumen center,

penanganan produk obat kembalian, penanganan penyimpangan, pengendalian

perubahan, pengkajian mutu produk, dan disposisi pelulusan/penolakan produk

jadi.

Kualifikasi dan kalibrasi didefinisikan sebagai identitas peralatan yang

berkaitan dengan kinerja dan fungsi serta pemberian batas nilai tertentu atau

restriksi terhadap sifat tersebut agar sesuai dengan ketentuan menurut CPOB.
72

Sebagai pemastian kualifikasi atau kalibrasi dilakukan pada peralatan, mesin serta

sarana penunjang yang memiliki dampak yang kritis, maupun besar terhadap

kualitas produk. Terdapat 4 jenis kualifikasi yaitu Kualifikasi instalasi (IQ),

Kualifikasi Operasional (OQ), Kualifikasi Kinerja (PQ) dan DQ. Kualifikasi

instalasi (IQ) dilakukan dengan mencocokkan pemasangan sistem atau mesin

pada ketentuan manual book atau desain yang telah ditetapkan. Kualifikasi

instalasi dilakukan terhadap semua mesin baru atau mesin lama yang belum

pernah dikualifikasi instalasi. Kualifikasi instalasi ulang dilakukan apabila mesin

mengalami perbaikan atau penggantian komponen utama yang dapat berpengaruh

pada operasional atau kinerjanya.

Kualifikasi Operasional (OQ) dilakukan untuk memastikan bahwa sistem

atau peralatan bekerja sesuai fungsi desain dan spesifikasinya. Kualifikasi

instalasi dilakukan setelah kualifikasi instalasi memenuhi syarat. Kualifikasi

Kinerja (PQ) dilakukan untuk memastikan bahwa sistem atau peralatan

menghasilkan output sesuai dengan spesifikasi output. Kualifikasi kinerja

dilakukan setelah kualifikasi operasional memenuhi syarat. Kualifikasi ini

dilakukan pada peralatan atau mesin atau sarana penunjang yang mempunyai

dampak yang kritis atau besar pada kualitas produk. Mesin, peralatan maupun

sarana penunjang yang telah dikualifikasi diberikan label kualifikasi dan

ditandatangani oleh staff Quality Assurance. Saat ini jenis kualifikasi yang

dilakukan oleh PT.PI adalah Kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan

kualifikasi kinerja. Berdasarkan CPOB tidak ada ketentuan khusus yang

menetapkan bahwa setiap perusahaan harus memenuhi 4 kualifikasi diatas.


73

Rekualifikasi atau kualifikasi ulang dilakukan apabila jika mesin/peralatan

dan fasilitas/sistem mengalami perubahan atau modifikasi dan melalui kontrol

perubahan. Rekualifikasi dilakukan untuk membuktikan bahwa mesin/peralatan

dan fasilitas/sistem dapat perform secara konsisten pada kondisi yang baru.

Pelaksanaan kualifikasi di PT. Pharos Indonesia dilakukan setiap 1 tahun sekali

untuk AHU, 3 tahun sekali untuk mesin dan water system serta setiap 6 bulan

untuk alat penunjang kritis (Oven dan Autoclave) untuk fasilitas steril. Rekalibrasi

dilakukan selama 1 tahun sekali untuk semua alat ukur dan instrument.

Validasi adalah tindakan pembuktian yang terdokumentasikan bahwa

setiap bahan, prosedur, proses, kegiatan, peralatan serta sistem yang digunakan

dalam produksi maupun pengawasan mutu akan selalu memberikan hasil sesuai

yang diharapkan secara konsisten. Berdasarkan CPOB Seluruh kegiatan validasi

hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan

jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau

dokumen setara.

Protokol validasi yang tertulis hendaklah di buat untuk merinci kualifikasi

dan validasi yang akan dilakukan. Selain itu, perusahaan harus membuat laporan

yang mengacu pada protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh,

tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi

perbaikan. Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, pembersihan dan

metode analisa.

Jenis pelaksanaan validasi ada 3 yaitu, validasi prospektif, validasi

konkuren dan validasi retrospektif. Di PT. PI pelaksanaan validasi prospektif dan

validasi konkuren dilakukan sebanyak 3 batch berturut-turut. Hal ini telah sesuai
74

dengan ketentuan CPOB yang secara umum, 3 (tiga) bets berurutan yang telah

memenuhi persyaratan validasi proses.

2. Personalia

Personalia merupakan faktor yang penting untuk menjamin mutu produk

yang dihasilkan. Personil yang dimiliki PT. Pharos sudah terkualifikasi dan

berpengalaman dalam hal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai yang

disyaratkan dalam CPOB. Semua personil di PT. Pharos Indosesia mendapatkan

pelatihan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pelatihan CPOB karyawan

PT. Pharos Indosesia dilakukan secara rutin dan berkala. Program pelatihan

CPOB ini ditujukan untuk memastikan bahwa setiap karyawan telah mendapatkan

pengetahuan tentang CPOB dan menjamin bahwa setiap karyawan, khususnya

yang berkaitan langsung dengan proses pembuatan obat melaksanakan prinsip-

prinsip CPOB dengan baik dan benar. Selain pelatihan CPOB, beberapa pelatihan

mengenai pemahaman protap, metode analisis, instruksi kerja dan prosedur lain

yang berhubungan dengan proses produksi dan pengemasan serta prosedur lain

yang dapat mempengaruhi mutu produk juga dilaksanakan secara rutin. Pelatihan

ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kerja para karyawan.

3. Bangunan dan fasilitas

Secara umum bangunan yang ada di PT. Pharos indonesia secara

keseluruhan telah memenuhi ketentuan CPOB. Setiap tahapan dalam proses

produksi dilakukan dalam ruangan tersendiri dan terpisah. Bangunan pada

ruangan produksi PT. Pharos (dinding, lantai dan langit-langit) telah dilapisi

dengan epoksi, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka sehingga mudah
75

dibersihkan. Lantai di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air,

permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien.

Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam dalam daerah kritis berbentuk

lengkungan. PT. Pharos indonesia memproduksi sediaan steril dan non steril

sehingga ruangan produksi obat di PT. Pharos Indonesia terdiri dari black area,

grey area, dan white area

Secara keseluruhan ruangan produksi PT. Pharos dinilai baik, hal ini dapat

dilihat dari bangunan produksi di PT. Pharos untuk produksi non beta laktam,

dimana ruangannya dilengkapi dengan ruang pencampuran awal, ruang granulasi

basah dan kering, ruang pengeringan, ruan cetak tablet, ruang pembuatan sirup,

pengisian kapsul, ruang pembersih kapsul, ruang pengemasan dan lain-lain yang

juga sudah terpisah.

Bangunan PT. Pharos Indonesia terdiri atas 3 bagian yaitu:

a. Gedung perkantoran PT. Pharos Indonesia yang dirintis melalui tahap

perkembangan yaitu:

 Membangun perpustakaan ilmu farmasi dan kedokteran.

 Membangun laboratorium pengembangan produk.

 Membangun sarana dan prasarana produksi.

 Merekrut tenaga-tenaga muda yang berbakat dan memiliki

kemampuan tinggi.

b. Gedung produksi sediaan non ß-laktam yang terdiri dari 2 lantai, yaitu:
 Lantai 1 terdiri dari: Gudang bahan baku, Gudang bahan kemas,

Ruang produksi dan Ruang pengemasan.


76

 Lantai 2 terdiri dari: Ruang dan laboratorium Product Development

(PD), Ruang dan laboratorium Analytical Development (AD), Ruang

dan laboratorium Quality Control (QC), Ruang Quality Assurance

(QA), Ruang Production Planning & Inventory (PPIC), Ruang

Purchasing Department, Ruang Bussiness Development (BusDev),

Registration Development.

c. Gedung produksi sefalosporin yang terdiri dari: Gudang bahan baku dan

kemas sefalosporin., Ruang produksi sediaan sefalosporin, Ruang

pengemasan sediaan sefalosporin, Gudang obat jadi sefalosporin.

4. Peralatan

Secara umum peralatan di ruang produksi telah memenuhi persyaratan

CPOB, yang sebagian besar dari peralatannya terbuat dari bahan Stainless steels.

Setiap alat disimpan pada ruangan yang terpisah dan tertutup yang dilengkapi

dengan alat penghisap debu, sehingga dapat dihindari terjadinya kontaminasi pada

setiap proses produksi. Semua peralatan yang digunakan terlebih dahulu

dikualifikasi. Kualifikasi ini meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi,

operasional, dan kinerja. Selain itu juga dilakukan kalibrasi yang rutin dilakukan.

Perawatan peralatan di PT. Pharos selalu dilakukan oleh cleaning

validation yaitu dengan cara dibersihkan setiap kali selesai digunakan dalam

produksi obat. Perawatan peralatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah

malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau

kemurnian suatu produk yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang tertinggal di

alat. Peralatan yang telah dibersihkan dicantumkan keterangan tertulis yang

menyatakan status alat, siapa yang membersihkan, kapan dan siapa yang
77

mengetahui. Kemudian diberi tanda “TELAH DIBERSIHKAN”. Ini bertujuan

untuk membedakan peralatan yang telah dibersihkan dengan peralatan yang belum

dibersihkan. Untuk menunjang perawatan maka dilaksanakan validasi

pembersihan .

5. Sanitasi dan higiene

Penerapan sanitasi dan hygiene diharapkan dapat menjamin perlindungan

produk dari pencemaran. Sanitasi ruangan dilakukan oleh masing-masing bagian

produksi ketika akan melakukan proses produksi dan pada saat pergantian item

obat. Semua karyawan dilatih untuk menerapkan higiene perorangan. Tiap

personil yang masuk ke area pembuatan obat diharuskan untuk mengenakan

pakaian pelindung, termasuk penutup rambut. Persyaratan ini tidak saja

diberlakukan bagi para personil atau karyawan, tetapi juga kepada semua orang

yang akan memasuki area produksi, termasuk pengunjung lain, seperti tamu, dan

mahasiswa praktek pekerja lapangan. Pakaian pelindung yang digunakan harus

bersih, umtuk menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran produk.

Disamping keharusan menggunakan pakaian pelindung dan penutup

rambut, tiap personil dan pengunjung diinstruksikan untuk mencuci tangannya

sebelum memasuki area produksi. Untuk menjaga mutu produk, PT. Pharos

Indonesia melarang tiap orang baik karyawan maupun pengunjung yang berada

dalam area produksi, laboratorium QC, area gudang, dan area lain yang

memungkinkan dapat kontak dengan produk untuk makan, minum, atau merokok

karena dikhawatirkan berdampak terhadap mutu produk. Setelah digunakan,

peralatan dibersihkan, baik bagian luar maupun bagian dalamnya dengan

menggunakan alkohol atau aquadest. Setelah dilakukan pembersihan pada alat


78

dicantumkan keterangan tertulis yang menyatakan status alat, siapa yang

membersihkan, kapan dan siapa yang mengetahui. Kemudian diberi tanda

“TELAH DIBERSIHKAN”.

6. Produksi

Rencana produksi obat di PT. Pharos disusun sesuai dengan target dan

jadwal produksi bulanan yang diberikan oleh Departemen PPIC berdasarkan

permintaan dari marketing, hasil forecast dan sisa stok jadi. Pada pengadaan

bahan baku serta bahan pengemas dari supplier sebelumnya harus disetujui oleh

pihak QA, dengan sistem FEFO untuk pengeluaran bahan awal dan pengemas dari

gudang. Lalu QC bertugas untuk memeriksa bahan baku dan bahan pengemas

yang datang dari gudang, kemudian sambil menunggu hasil uji dari QC. Bahan

baku dan bahan pengemas yang sudah lulus uji diberikan label “HIJAU” yang

bertuliskan ‘DILULUSKAN”. Selain itu, QC juga bertanggung jawab dalam

pengawasan produksi.

Produksi di PT. Pharos indonesia dilaksanakan sesuai dengan prosedur

yang ditetapkan pada CPOB agar dapat menjamin nbahwa produk yang dihasilkan

senantiasa memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Proses produksi yang

dilaksanakan berdasarkan BPO/PO yang dikeluarkan oleh product development.

Bagian produksi melaksanakan produksi untuk semua produk yang telah

direncanakan berdasarkan BPO/PO dari setiap produk yang telah ada.

Setiap langkah dan tahapan kerja dicatat pada lembar kerja MBR

(Manufacturing Batch Record) yang ditanda tangani oleh user sebagai

dokumentasi untuk menjadi catatan produksi batch yang sangat penting untuk
79

penelusuran kembali jika ada keluhan produk dari konsumen serta pengendalian

selama berlangsungnya produksi.

Selama proses produksi dilakukan in process control (IPC) untuk

menjamin mutu produk yang dimulai dari bahan masuk sampai menuju produk

jadi serta untuk menjaga keseragaman mutu selama proses produksi. Operator

IPC dilakukan 30 menit sekali. Supervisor kan melakukan inspeksi setiap 60

menit sekali pada awal dan akhir proses, sedangkan inspektor IPC melakukan

inspeksi pada bagian awal, tengah, dan akhir proses meliputi pemeriksaan suhu,

kelembapan, kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, kesesuaian alat

dengan produk, kesesuaian penggunaan formula bahan dengan yang tertera pada

BPO/PO, memastikan bobot, volume dan ukuran penggunaan alat sesuai dengan

produksi yang akan dilakukan.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu di PT. Pharos dilakukan oleh bagian QC yang

bertanggung jawab untuk melaksanakan selama produksi agar produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi semua persyaratan mutu yang ditetapkan. Sesuai

dengan tanggung jawabnya bagian QC melakukan pengujian yang meliputi semua

fungsi analisis dari bahan datang, in process, sampai produk jadi termasuk

pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan baku, bahan kemasan,

produk antara, produk ruahan, kemasan obat jadi, program uji stabilitas,

dokumentasi dari suatu batch penyimpanan contoh pertinggal (Retained Sample),

penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku pada setiap bahan dan

produk termasuk metode pengujiannya. Bagian QC berhak menolak penggunaan


80

bahan baku dan bahan kemas jika potensial dan tidak memenuhi sertifikat analisa

bahan baku.

Bahan baku sebelum masuk gudang diperiksa terlebih dahulu oleh bagian

QC, jika memenuhi syarat bahan baku diberi label berwarna hijau (lulus/release)

dan jika tidak memenuhi syarat diberi label warna merah (tidak lulus/reject) dan

dikembalikan ke supplyer. Jika ada obat yang dikembalikan karena klaim dari

pemakai mengenai kualitas dan keefektifannya maka bagian QC akan melakukan

analisis secara fisika, kimia maupun mikrobiologi dan hasil analisa yang

dicocokkan dengan sampel pertinggal.

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit Persetujuan Pemasok

Inspeksi diri merupakan cara untuk meninjau seluruh kegiatan dari setiap

segi yang memungkinkan diperoleh jaminan mutu. Inspeksi Diri dilakukan

dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan

mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB). Berdasarkan CPOB inspeksi diri dan audit dilaksanakan setiap 1 tahun

sekali, sedangkan di PT. PI pelaksanaan inspeksi diri dan audit tergantung dari

jenis pendekatan auditnya.

Secara manajerial, sistem audit internal yang dilakukan di PT. Pharos

Indonesia berpedoman pada standar ISO 9001: 2000 dan CPOB 2012. Dalam

melaksanakan audit internal, departemen Quality Assurance menggunakan acuan

audit dari Badan POM (checklist Badan POM pada proses Mapping Industri

Farmasi). Masing-masing departemen kemudian diaudit sesuai dengan

relevansinya terhadap checklist tersebut. Audit internal digunakan guna

mendapatkan gambaran yang akurat secara independen mengenai keadaan suatu


81

organisasi atau departemen saat ini sehingga diharapkan hasil audit serta

perbaikan yang dilakukan guna memenuhi persyaratan dari Badan POM.

Persyaratan ini bertujuan agar produk yang dihasilkan memiliki mutu, keamanan,

dan keefektifan sesuai dengan syarat dan tujuan yang telah ditetapkan menurut

CPOB.

Selain melakukan audit internal Quality Assurance juga bertugas

melakukan Inspeksi eksternal terutama dilakukan terhadap suplier baru maupun

suplier eksis, serta melakukan inspeksi terhadap pabrik rekanan yang melakukan

kerjasama melalui toll manufacturing. Tujuan audit vendor suplier baru adalah

memastikan bahwa suplier tersebut mempunyai sistem yang dapat menjamin

bahan baku, bahan kemas, dan reagen tersebut selalu memenuhi spesifikasi.

Untuk pemeriksaan sampel bahan baku, bahan kemas, dan reagen, dilakukan

pemeriksaan oleh departemen Quality Control. Di PT. PI audit eksternal

dilakukan tiap 3 tahun sekali.

9. Penangana Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur

tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah dibuat sistem

bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat

dari peredaran secara cepat dan efektif Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan

dapat menyangkut mutu (keadaan fisik, kimia, biologi dari obat maupun

kemasannya), efek samping yang merugikan (seperti reaksi alergi), atau masalah

terapeutik (seperti obat kurang memberikan respon klinis). Semua keluhan dan
82

laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian

diambil tindakan lanjut yang sesuai dan dibuat laporan.

Penarikan kembali obat dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat

mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan serta beresiko

terhadap kesehatan. Penarikan kembali obat terjadi atas prakarsa pembuat obat

atau adanya instruksi pemerintah yang berwenang. Selain itu karena penemuan

produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atas dasar pertimbangan adanya

efek samping yang tidak diperhitungkan dan merugikan kesehatan.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar kemudian

dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa,

atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan

keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat. Prosedur penanganan

obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian, pengolahan kembali,

pemeriksaan mutu dan pengawasan mutu yang seksama. Obat kembalian yang

tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnakan kemudian dibuat prosedur

pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup pencegahan

pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke

tangan yang tidak berwenang.

Penanganan keluhan terhadap kualitas obat PT. Pharos Indonesia ditangani

oleh departemen Medical Affairs, ketika ada complain dari luar PT.PI maka MA

akan melakukan pengecekan terhadap kelengkapan berita acara dan sampel

kemudian membuat form pelaporan keluhan mengenai kualitas obat dan

diserahkan di QA.
83

QA melakukan pengecekkan kembali terhadap kesesuaian form berita

acara serta sampel. Setelah pengecekkan di QA selesai, QA melakukan

penggantian produk (SP non sales). QA membuat disposisi keluhan terkait

keluhan, jika data keluhan sesuai/valid, QA melakukan investigasi keluhan hasil

investigasi dibuat dalam form penanganan complain (CAPA) kemudian jika

setelah pengecekan data tidak valid investigasi tidak dilanjutkan.

10. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang

meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan produksi. Dokumentasi

berfungsi untuk memudahkan penelusuran sejarah produk, jika terjadi hal-hal

yang tidak diinginkan serta mengantisipasi terjadinya kesalahan dimasa

mendatang.

Sistem dokumentasi harus dapat menggambarkan secara rinci proses setiap

batch atau lot suatu produk, sehingga mempermudah proses penelusuran terhadap

suatu batch atau lot produk tertentu. Ruang lingkup dokumentasi meliputi catatan

spesifikasi, produksi, pengawasan mutu, penyimpanan dan distribusi,

pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan,

penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan

pemusnahan obat, peralatan khusus, inspeksi diri, serta pelatihan CPOB bagi

karyawan.

11. Pembuatan Dan Analisis Berdasarkan Kontrak


84

PT. Pharos Indonesia sudah melaksakan pembuatan dan analisis

berdasarkan kontrak yaitu dengan mengadakan kerja sama dengan industri farmasi

lain yang memerlukan sarana, fasilitas dan tempat untuk memproduksi, untuk trial

skala pilot maupun skala industri, mengemas atau labeling suatu sediaan obat.

Berikut merupakan Grup Perusahaan Pharos : Unit Bisnis Upstream

a. Pabrik Farmasi, Kosmetik dan Suplemen Makanan: PT. Pharos Indonesia,

PT. Prima Medika Laboratories, PT. Faratu, PT. Apex Pharma, dan Unit

Bisnis Downstream.

b. Retail toko farmasi dan kecantikan mencakup baik pangsa pasar atas

maupun bawah: Century Healthcare, Apotik Generik, Avecca Beauty,

Unit Bisnis Penunjang, PT. Inti Utama Solusindo Computer hardware

solutions, PT. Mitra Insan Sejahtera Recruitment & HR Solution, PT.

Pharindo Econolab Clinical & bio-equivalency test lab, PT. Prima Tax

Service Tax consultancy, PT. Proresult Kreasi Utama Marketing agency,

PT. SGS Computer software company.

c. Perusahaan Pemasaran Suplemen Makanan dan Nutraceutical: PT.

Nutrisains dan PT. Nutrindo Jaya Abadi.

12. Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi, validasi yang

perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan

yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang

dapat mempengaruhi mutu produk hendaknya di validasi. Validasi adalah

tindakan pembuktian yang terdokumentasikan bahwa setiap bahan, prosedur,

proses, kegiatan, peralatan serta sistem yang digunakan dalam produksi maupun
85

pengawasan mutu akan selalu memberikan hasil sesuai yang diharapkan secara

konsisten. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan guna mengurangi

kegagalan dalam proses. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan

jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen

yang setara. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi

dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh

kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).Protokol validasi hendaklah

merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.Laporan yang mengacu pada

protokol kualifikasi dan atau protokol validasi yang memuat ringkasan hasil yang

diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, serta kesimpulan dan

rekomendasi di dokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.Setelah

kualifikasi selesai, diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melaksanakan tahap

kualifikasi dan validasi selanjutnya.


86

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil kegiatan Prakter Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Pharos Indonesia pada
tanggal 3 September - 28 September 2018 adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dapat meningkatkan
pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab
apoteker dalam industri farmasi.
2. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), memberi bekal calon apoteker
sehingga memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
3. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), memberikan kesempatan kepada
calon apoteker untuk mempelajari prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) serta penerapannya dalam industri farmasi.
4. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), mempersiapkan calon apoteker
dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang professional.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan setelah menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanankan di PT. Pharos Indonesia pada
tanggal 3 September - 28 September 2018 adalah sebagai berikut :
1. Implementasi CPOB yang telah dilaksanakan oleh PT Pharos Indonesia
hendaknya tetap dipertahankan dan selalu up to date dengan informasi baru
untuk masa yang akan datang sehingga produk obat yang dihasilkan dapat
terjamin kualitas, khasiat dan keamanannya secara konsisten.
2. Kerjasama antara PT. Pharos Indonesia dengan Fakultas Farmasi Institut
Sains dan Teknologi Nasional diharapkan dapat selalu berjalan dengan baik
sehingga mahasiswa calon apoteker mendapatkan kesempatan untuk
87

memperoleh pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab apoteker di


dunia kerja, serta penerapan CPOB dalam industri farmasi.
DAFTAR PUSTAKA

Presiden Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 51. Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1779/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri

Farmasi. Jakarta: Kemenkes RI

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan

Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK. 03.1.33.12.12.8195 Tentang

Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik

88
89

Anda mungkin juga menyukai