Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peran Pedagang Besar Farmasi (PBF) sangat penting dalam membantu
pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat
berkualitas yang dibutuhkan di sarana pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaan
kegiatannya, PBF harus megacu kepada CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik).
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 6 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB), menyebutkan bahwa cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat
yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa
mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama
proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji
secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan, sehingga suatu perusahaan yang
bergerak dibidang distribusi obat harus dapat menjaga semua aktivitasnya dijalankan
sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/PER/VI/2011, sebagai penanggung jawab
PBF adalah seorang apoteker. Apoteker di PBF bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat. Di samping itu, perlu bagi apoteker untuk memiliki pengetahuan dan mengikuti
pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan
obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam
rantai distribusi.

1.2 Tujuan
1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang tanggung jawab Apoteker
dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
2. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan mempelajari
strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi
3. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tetang penerapan aspek-aspek
CDOB di PBF.
4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian
dibidang bisnis pada PBF.

1.3 Manfaat

1. Mengetahui, memahami tanggung jawab Apoteker dalam distribusi atau


penyaluran sediaan farmasi
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian dalam
distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
3. Memahami dan mempelajari penerapan aspek-aspek CDOB di PBF
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang profesional
yang berwirausaha.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Mutu


Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung
jawab, proses, dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang
dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan
obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh
kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis, dan semua
tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan
didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu.
Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas
distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh
komitmen manajemen puncak (BPOM RI, 2020).
Sistem mutu harus memastikan bahwa:
a. Obat dan atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkanatau
diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
c. Obat dan atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai.
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan
diselidiki.
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action) atau
CAPA yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan
sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu.

Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai


kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu
yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab
dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara teratur.

Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem


manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran
pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru
yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis.

Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu yang
merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan atau bahan obat.
Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif.

2.2 Organisasi, Manajemen Dan Personalia


Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang
menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan
semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab
masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil
harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun
pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
A. Penanggung Jawab (PJ)
1. Manajemen puncak menunjuk Penanggung Jawab
2. Memenuhi kopetensi dan persyaratan perundang-undangan.
3. Pemberian kewenangan, sumber daya dan tanggung jawab kepada
penanggung jawab
4. Penaggung jawab harus APOTEKER
5. Sudah mengikuti pelatihan CDOB
6. Penanggung Jawab memastikan penerapan CDOB dan memenuhi
pelayanan publik.
B. Tanggung Jawab Apoteker Sebagai Penanggung Jawab
1. Menyusun memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu
2. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya
3. Mengelola program pelatihan personil yang terkait dalam kegiatan
distribusi
4. Mengkoordinir kegiatan penarikan obat
5. Mengawasi penanganan keluhan pelanggan
6. Meluluskan obat dan bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke
stok
7. Melakukan kualifikasi pemasok dan pelanggan
8. Berperan dalam perjanjian kontrak
9. Memastikan inpeksi diri dijalankan
10. Mdelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis kefarmasian jika
berhalangan
11. Turut serta dalam pengambilan keputusan untuk karantina atau
pemusnahan obat/bahan obat
12. Memastikan pemenuhan pesyaratan obat.

2.3 Bangunan Dan Peralatan


Aspek bangunan dan peralatan mengatur tentang spesifikasi kondisi bangunan dan
peralatan yang harus dimiliki oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF). Harus ada area
terpisah untuk melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat agar
dapat menjamin kelancaran tugas dan fungsi Pedagang Besarb Farmasi (PBF) (BPOM
RI, 2020).
A. Kriteria Bangunan :
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan dengan penyimpanan produk
lalu penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai agar
akurat dan aman.
b. Jika bangunan bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis
dan pengelolaan bangunan tersebut harus menjadi tanggung jawab dari
fasilitas distribusi.
c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya.
d. Jika diperlukan area penyimpanan khusus harus dilakukan pengendalian
yang memadai terkait area penyimpanan yang berada dalam parameter
suhu, kelembaban, dan pencahayaan sesuai dengan persyaratan.
e. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan bahan obat yang
radioaktif, dapat menimbulkan resiko kebakaran/ledakan sesuai
persyaratan keselamatan dan keamanan.
f. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah, terlindung
dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi
peralatan yang memadai.
g. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya
diberikan kepada personel yang berwenang yaitu berupa system alarm dan
kontrol akses yang memadai.
h. Tersedia prosedur tertulis yang mengatur personel, termasuk personel
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman.
i. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah
dan debu, terdapat prosedur tertulis program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan.
j. Program pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia.
k. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personel harus terpisah dari area
penyimpanan.
B. Kriteria Peralatan :
a. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital seperti
thermohigrometer, genset, dan chiller.
b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan / memonitor lingkungan
penyimpanan obat dan bahan obat harus dikalibrasi, kebenaran dan
kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala.
c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan
sedemikian rupa agar tidak mempengaruhi mutu obat dan bahan obat.
d. Dokumentasi untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan kalibrasi peralatan
utama harus dibuat dan disimpan (BPOM RI, 2020).
C. Suhu dan Pengenalian Lingkungan
a. Harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk
mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan obat.
Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan, antara lain suhu,
kelembaban, dan kebersihan bangunan.
b. Area penyimpanan harus dipetakan pada kondisi suhu yang mewakili.
Sebelum digunakan, harus dilakukan pemetaan awal sesuai dengan
prosedur tertulis. Pemetaan harusdiulang sesuai dengan hasil kajian risiko
atau jika dilakukan modifikasi yang signifikan terhadap fasilitas atau
peralatan pengendali suhu. Peralatan pemantauan suhu harus ditempatkan
sesuai dengan hasil pemetaan.

2.4 Operasional
Aspek operasional merupakan aspek yang berisi seluruh aktifitas yang
dilakukan oleh PBF mulai dari tahapan pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran (Agustyani et al, 2017).
Mekanisme operasional PBF yang baik sesuai CDOB harus menggunakan semua
perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan bahan
obat yang diterima berasal dari industri farmasi / fasilitas distribusi lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang – undangan untuk meminimalkan resiko
obat dan bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.(BPOM RI, 2020)
A. Pengadaan
Kualifikasi Pemasok
a. Pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan serta menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB.
b. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai
izin serta menerapkan prinsip dan Pedoman CDOB.
c. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur
tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan.
d. Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi
harus melakukan pengkajian guna memastikan calon pemasok tersebut
sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat dan/atau bahan
obat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus dilakukan dengan
mempertimbangkan:
1. Reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
2. Obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan
3. Penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang
biasanya hanya tersedia dalam jumlah terbatas dan
4. Harga yang tidak wajar.
Kualifikasi Pelanggan
a. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat
hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk
menyerahkan obat ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus
didokumentasikan dengan baik.
b. Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat mencakup tetapi
tidak terbatas pada permintaan salinan surat izin pelanggan.
c. Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan
melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi obat
dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta untuk
memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau bahan obat
kepada masyarakat terpenuhi.
d. Dalam pelaksanaan penyelidikan, fasilitas distribusi dapat memastikan
kebenaran penyaluran melalui mekanisme pembayaran yang dilakukan
oleh pemesan. (BPOM RI, 2020)
B. Penerimaan
1. Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat
dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang
disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi.
2. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau
mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau
bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen.
3. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau tindakan
pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan
yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan.
4. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus
dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran.
5. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets tersebut harus
segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang
izin edar.
e. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana
transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan
kontainer/sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan.
(BPOM RI, 2020)
C. Penyimpanan
a. Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi
peraturan perundang-undangan.
b. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai dengan
rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi
bahan obat standar mutu farmasi.
c. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus memperhitungkan
kapasitas sarana penyimpanan.
d. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat
dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan
akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal
lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat
yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
e. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang diterima harus dibersihkan
sebelum disimpan.
f. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan
memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat
dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak,
dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
g. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai
dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah
First Expired First Out (FEFO).
h. Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa
untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campurbaur. Obat
dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai.
i. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik,
dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara
fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara
berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock
opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko.
j. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang
ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-
masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat.
f. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk
jangka waktu yang telah ditentukan. (BPOM RI, 2020)
D. Pemisahan obat dan bahan obat
Menurut BPOM tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik,
Pemisahan obat yang mempunyai persyaratan khusus seperti obat ditolak,
kadaluwarsa, retur, produk kembalian, dan diguga palsu harus disimpan di tempat
terpisah dengan label yang jelas, aman dan terkunci dan akses masuk dibatasi
hanya untuk personel berwenang.
E. Pemusnahan dan bahan obat
a. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak
memenuhi syarat untuk didistribusikan.
b. Harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara
terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis.
c. Dalam hal pemusnahan menggunakan jasa pihak ketiga, maka harus
memastikan bahwa pemusnahan disaksikan dan dilakukan sesuai ketentuan di
bidang lingkungan hidup.
d. Jumlah dan intensitas obat dan bahan obat yang akan dimusnahkan harus
disesuaikan dengan ketersediaan waktu penyaksian pelaksanaan pemusnahan
sampai selesai, sehingga tidak berpotensi terjadinya kebocoran obat dan bahan
obat yang akan dimusnahkan.
e. Obat dan bahan obat yang akan dimusnahkan dilakukan pre-destroy dengan
merusak bentuk sediaan dan menghilangkan identitas produk. Hasil pre-
destroy dikemas sedemikian rupa sehingga rincian obat dan bahan tidak dapat
diketahui oleh pihak yang melakukan pemusnahan.
f. Pelaporan
g. Dokumentasi terkait pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk
laporannya harus disimpan sesuai ketentuan.
F. Penerimaan pesanan
Pada saat penerimaan surat pesanan baik secara manual maupun secara
elektronik, penanggung jawab harus melakukan skrining terkait. Hal ini ada pada
Lampiran (BPOM, 2020):

a. Nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan;


b. nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan
huruf) dan isi kemasan dari Obat/Bahan Obat yang dipesan;
c. nomor surat pesanan;
d. nama, alamat, dan izin sarana pemesan;
e. nama, Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)/ Surat Izin Praktik Tenaga
Teknis Kefarmasian (SIPTTK) Penanggung Jawab sarana pemesan.
Pesananan juga harus mempertimbangkan :
a. jumlah dan frekuensi pesanan;
b. jenis obat yang dipesan;
c. lokasi sarana dan kondisi pelayanan.
G. Pengambilan
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan
tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau
bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus
memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan FEFO.
Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan
jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau
bahan obat kedaluwarsa. (BPOM, 2020)
H. Pengemasan
Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga
kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai
untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama
transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus
disegel. (BPOM, 2020)
I. Pengiriman
a. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang
mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke orang/pihak yang berwenang
atau berhak untuk keperluan khusus, seperti penelitian, special access, dan uji
klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat
dan/atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat
pemasok, nama dan alamat pemesan/penerima. Proses pengiriman dan kondisi
penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari
industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur.
c. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus tersedia.
Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat dan/atau bahan obat
serta tindakan pencegahan khusus.
d. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan
harus mencakup sekurang kurangnya informasi berikut:
 Tanggal pengiriman
 Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon, dan status dari
penerima (misalnya Apotek, rumah sakit, atau klinik)
 Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu)
 Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa
 Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas
per kontainer (jika perlu)
 Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman dan
 Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan
ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas Personel ekspedisi yang
menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisipenyimpanan;
e. Pengiriman harus dilakukan langsung ke alamat yang tertera pada dokumen
pengiriman dan harus diserahkan langsung kepada penanggung jawab sarana
atau tenaga kefarmasian lain sebagai penerima. Obat dan/atau bahan obat tidak
boleh ditinggalkan di tempat penyimpanan sementara yang tidak mempunyai
izin PBF.
f. Penerima harus membubuhkan tanda tangan, nama jelas, SIPA/SIPTTK, dan
stempel sarana pada dokumen pengiriman. (BPOM, 2020)

2.5 Inpeksi Diri


Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan (Agustyani et al,2017).
Tata cara pelaksanaan Inspeksi Diri menurut CDOB tahun 2020:
1. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan
dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya
dilakukan pada bagian tertentu saja.
2. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh
personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang
dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bias dijadikan
sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan
CDOB.
Dokumentasi Inspeksi diri berisi semua pengamatan yang dilakukan selama
inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak
terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau
kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus
didokumentasikan dan ditindaklanjuti.

2.6 Keluhan, Obat Kembalian, Obat Palsu, dan Penarikan Kembali


Tata Cara penangan keluhan Menurut pedoman CDOB tahun 2020:
a) Setiap keluhan tentang obat dan bahan obat yang tidak memenuhi syarat harus
di catat dan diselidiki secara menyeluruh untuk mengetahui asal dan alasan
keluhan termasuk bets.
b) Semua keluhan dan informasi lain mengenai produk yang rusak dan diduga
palsu harus diteliti dan dicatat sesuai dengan prosedur yang menjelaskan
tentang tindakan yang harus dilaksanakan.
c) Setiap keluhan dikelompokkan sesuai dengan jenis dan dilakukan trend
analysis terhadap keluhan.
Tata Cara penangan Obat Kembalian :
a) Obat dan bahan obat yang dikembalikan harus disimpan terpisah dari yang
memenuhi syarat jual, terkunci serta di beri label yang jelas sampai ada
keputusan tindak lanjut.
b) Penilaian yang diperlukan dan keputusan mengenai status obat dan bahan obat
tersebut harus dilakukan oleh personil yang berwenang.
c) Semua penanganan obat dan bahan obat kembalian yang termasuk layak jual /
dimusnahkan harus mendapatkan persetujuan penanggung jawab dan
terdokumentasi.
d) Transportasi yang digunakan harus dipastikan sesuai dengan persyaratan
penyimpanan dan persyaratan lainnya yang relevan.
e) Obat dan bahan obat kembalian yang layak jual harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga sistem pengeluaran barang dapat dijamin sesuai dengan FEFO
(First Expired, First Out). (BPOM RI, 2020)
Tata cara penanganan obat palsu :
a) Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan
bahan obat yang diduga palsu.
b) Setiap obat dan bahan obat yang diduga palsu harus dikarantina di ruang
terpisah,terkunci, dan diberi label yang jelas.
c) Penyalurannya harus segera dihentikan, lalu segera dilaporkan ke instansi
terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang.
d) Setelah dipastikan bahwa obat dan bahan obat tersebut palsu, segera ditindak
lajuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang.
e) Semua kegiatan harus didokumentaskan.
Tata cara melakukan penarikan obat kembali :
a) Semua obat dan bahan obat yang di tarik harus ditempatkan secara terpisah,
aman, terkunci serta diberi label yang jelas.
b) Dokumentasi dan dilaporkan serta dibuat laporan akhir setelah selesai
penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim dan
dikembalikan.
c) Segera melakukan penarikan setelah ada pemberitahuan.
d) Efektivitas pelaksanaan penarikan harus dievaluasi secara berkala.
e) Pelaksanaan penarikan harus diinformasikan ke instansi berwenang baik di
pusat maupun daerah.
f) Semua proses penarikan harus terdokumentasi. (BPOM RI, 2020)

2.7 Transportasi
Pengemudi pengiriman (termasuk pengemudi kontrak harus dilatih CDOB
dalam bidang yang terkait dengan pengiriman.
Lingkup pelatihan CDOB terkait pengiriman meliputi :
a. POB pengiriman
b. Area pengiriman
c. Penanganan kondisi yang tidak diharapkan
d. Dokumentasi pengiriman
2.8 Fasilitas distribusi berdasar kontrak
Kriteria penerima kontrak :
a. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, pengetahuan
dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi
kontrak.
b. Fasilitas distribusi yang ditunjuk oleh fasilitas distribusi lain untuk
melaksanakan kegiatan distribusi harus memenuhi persyaratan CDOB.
c. Penerima kontrak tidak diperbolehkan mengalihkan pekerjaan yang
dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya
evaluasi dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya
audit ke pihak ketiga tersebut.
d. Penerima kontrak harus menghindari aktivitas lain yang dapat mempengaruhi
mutu obat dan/ bahan obat.
e. Penerima kontrak harus melaporkan kejadian apapun yang dapat mempengaruhi
mutu obat dan/ bahan obat kepada pemberi kontrak sesuai dengan persyaratan
kontrak.(BPOM RI, 2020)
Kriteria pemberi kontrak :
a. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk kegiatan yang dikontrakkan.
b. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan
oleh penerima kontrak.
c. Pemberi kontrak harus memberikan informasi tertulis yang harus dilaksanakan
oleh penerima kontrak. (BPOM RI, 2020)

2.9 Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen
mutu, dokumentasi tertulis dengan baik secara manual maupun elektronik harus jelas
untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan memenuhi prinsip
ketertelusuran, keamanan, aksesibilitas, integritas dan validitas. Hal ini meliputi
dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpangan, penyaluran
dan pelaporan) (BPOM RI, 2020).
Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas
distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personel dan tidak
berarti ganda, terdapat pengaturan wewenang dan keamanan terhadap pihak – pihak
yang dapat mengakses, mengubah, menghapus dan/menyetujui, menandatangani
dokumen. Prosedur tertulis harus disetujui dan diberi tanggal oleh personel yang
berwenang, dan harus tercetak.
Tujuan dilakukannya dokumentasi adalah terkait dengan bets, instruksi, dan
prosedur pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan, sehingga dapat
memastikan mutu dengan baik. Sedangkan untuk penrapan dokumentasi yang baik
dan benar dengan cara sesuai CDOB yaitu dokumentasi harus jelas dan rinci, harus
komprehensif dalam bahasa yang mudah dimengerti, dan diberi tanggal oleh
personil yang berwenang lalu dokumen harus mudah didapat Kembali. (BPOM RI,
2020)
BAB III

PEMBAHASAN

Pelaksanaan Aspek CDOB di PT. Tirta Husada Farma-Pati, meliputi :

3.1 Menejemen Mutu


Manajemen mutu merupakan aspek dengan bobot tertinggi karena sistem mutu
menurut CDOB adalah totalitas dari tindakan sistem pengelolaan mutu.
Manajemen mutu harus memiliki dukungan dan komitmen dari setiap manajemen
sehingga memberikan tingkat kepercayaan. Hal-hal yang mencakup, seperti
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya, dokumentasi, sistem
pengendalian, inspeksi, audit, sertifikasi, serta kegiatan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama
penyimpanan/transportasi dan manajemen puncak adalah Apoteker Penanggung
Jawab.
Memastikan obat tetap terjaga mutunya selama penyimpanan dan transportasi,
maka Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus menerapkan sistem mutu. Sistem mutu
harus didokumentasikan secara lengkap dan dipantau efektivitasnya. Semua
kegiatan yang terkait dengan mutu harus didefinisikan dan didokumentasikan.
Harus ditetapkan adanya panduan mutu tertulis atau Standar Operasional Prosedur
(SOP) dan dokumen lainnya.

3.2 Organisasi, Manajemen, dan Personalia


Berdasarkan struktur organisai, total personalian Pedagang Besar Farmasi
(PBF) PT. Tirta Husada Farma-Pati berjumlah 20 orang. Jumlah staf yang minimal
tersebut memungkinkan koordinasi dan komunikasi antara sesama staf dan dapat
berjalan dengan baik. Personil harus dipastikan memiliki kompetensi, jumlah
memadai, dan tiap personil tidak terbebani tanggung jawab yang berlebihan agar
mutu obat dan/atau bahan obat terjaga.
Pengelolaan obat di PT. Tirta Husada Farma-Pati dilakukan oleh Apoteker
Penanggung Jawab yang bertanggun jawab terhadap pelaksanaan dan pengawasan
kegiatan pengelolaan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan di Permenkes
No.1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, yang mana
menyatakan suatu PBF harus memiliki Apoteker Penanggung Jawab yang
bertanggung jawab dalam kegiatan pengelolaan obat di sarana distribusi.
Berdasarkan pada Peraturan BPOM tahun 2020, Apoteker tersebut harus
memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk bertugas sebagai penanggung jawab di
Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah mengikuti pelatihan CDOB
sebelumnya. Apoteker Penangung Jawab di Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.
Tirta Husada Farma-Pati telah melaksanakan pelatihan CDOB secara rutin yang
dilakukan agar kompetensi meningkat. Tidak hanya untuk Apoteker Penanggung
Jawab, tetapi semua personil harus memenuhi kualifikasi yang disyaratkan dan
mengikuti pelatihan.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa Organisasi, Manajemen,
dan Personalia PT. Tirta Husada Farma-Pati telah sesuai dengan peraturan
Pedanagang Besar Farmasi (PBF) BPOM tahun 2020 dan Permenkes
No.1148/Menkes/Per/VI/2011.

3.3 Banguan Dan Peralatan


Aspek bangunan dan peralatan mengatur tentang spesifikasi kondisi bangunan
dan peralatan yang harus dimiliki oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Bangunan di PT. Tirta Husada Farma-Pati diatur berdasarkan :
a. Area Penerimaan Barang: Area yang digunakan untuk menyimpan
sementara barang yang datang dari supplier
b. Area Penyimpanan: Area gudang penyimpanan obat yang dibedakan
berdasarkan jenis dan syarat penyimpanan obat.
c. Area Penyiapan: Area yang digunakan untuk packing dan menyiapkan
obat pesanan pelanggan.
d. Area Transit Pengiriman: Area penyimpanan obat-obat pesanan pelanggan
yang selanjutnya akan dikirim kurir
e. Produk Karantina (diduga palsu, ditolak, expired dated, recall,
dimusnahkan, dan yang ditarik).
Ruang penyimpanan obat harus dalam keadaan bersih, memiliki pencahayaan
cukup bebas dari sampah, debu dan bebas dari hama. Setiap ruang penyimpanan
juga harus diklasifikasikan berdasarkan :
a. Suhu dan kelembapan
 Suhu ruang (26-30°C)
 Produk ethical (15-25°C)
 Suhu sejuk (8-15°C)
b. Produk Farmasi
- Dagang Obat Terbatas Lokal (DTL),
- Dagang Obat Keras Lokal (DKL),
- Dagang Obat Bebas Luar (DBL),
- Prekursor Farmasi
- Obat-obat Tertentu (OOT) dot biru.
c. Produk Customer / OTC (suplemen, obat tradisional, kosmetik, berbau
keras)
Penyusunan rak-rak di dalam gudang juga harus diatur tidak terlalu tinggi agar
memudahkan bagi perugas melakukan pengcekan atau pengambilan barang.
Perlengkapan yang tersedia di dalam gudang obat, antara lain :
a. Rak penyimpanan sediaan obat (solid, semisolid, cair),
b. Alat monitoring suhu terkalibrasi (termohigrometer),
c. Progam perawatan peralatan (Air Conditioner, lemari pendingin, ganset,
komputer, kipas angin, kendaraan).

3.4 OPERASIONAL
Operasional di PBF Tirta Husada Farma-Pati meliputi :
1. Pengadaan
a. Kualifikasi pemasok
Di PT. Tirta Husada Farma-Pati, proses seleksi pemasok dilakukan oleh
kantor pusat di PT. Tirta Husada Farma-Semarang. Pemasok bisa dari
Industri Farmasi Luar Negeri, Industri Farmasi dalam Negeri dan
Pedagang Besar Farmasi (PBF).
b. Kualifikasi pelanggan
Pelanggan yang akan bekerjasama dengan PBF untuk mendistribusikan
obat atau produk lain harus memenuhi pesyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, yaitu:
1. Pelanggan memiliki SIA, Apoteker Penanggung Jawab memiliki
SIPA
2. Apotek memiliki Apoteker Penaggug Jawab dan pemilik sarana
apotek yang jelas
3. Memiliki tempat dan fasilitas yang jelas
4. Adanya kemampuan untuk mendistribusikan produk ke konsumen.

Setiap outlet atau pelanggan yang ingin bekerjasama dengan PBF PT. Tirta
Husada Farma-Pati harus mengisi formulir spesimen outlet yang berisi data
Apotek, Klinik, RS, Toko Obat dan PBF, formulir tersebut disertai dengan
lampiran berupa:

a. Fotocoy SIA (Surat Izin Apoteker)


b. Fotocopy SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker)
c. Fotocopy KTP Apoteker Penanggung Jawab
d. Pegisian Spesimen Data Customer
e. Pengisian Surat Pendelegasian Penerimaan Barang/ Produk Farmasi/
Prekusor Farmasi/ Obat-Obat Tertentu.
f. Fotocopy NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
g. Fotocopy KTP pemegang NPWP. Hal ini ada pada Lampiran
Pengadaan barang di Pedagang Besar Farmasi PT. Tirta Husada
Farma-Pati melalui sistem satu pintu, yang mana pengadaan dilakukan ke
kantor pusat di PT. Tirta Husada Farma-Semarang menggunakan sistem secara
online. Fasilitas distribusi dari pemasok untuk kantor cabang Pati berasal dari
suplier resmi yang memiliki sertifikat CDOB. Pemesanan yang dilakukan
adalah produk farmasi, OTC (Over The Counter), prekursor farmasi dan OOT.
Terkait pengadaan dilakuka berdasarkan kebutuhan pelanggan agar
terhindar dari Buffer stok, penyimpangan dan penyelewengan obat.
2. Penerimaan Barang
Proses penerimaan barang dilakukan di area penerimaan barang.
Sesuai dengan panduan CDOB area penerimaan berbeda dengan area
pengiriman agar tidak terjadi kekeliruan barang keluar atau barang masuk.
Barang yang datang diterima oleh kepala gudang di bawah pengawasan
apteker penanggung jawab. Selanjutnya barang dibongkar dari kontainer dan
diletakkan pada area penerimaan.
Barang pada area penerimaan di periksa oleh kepala gudang dan
petugas lain dengan mengisi formulir penerimaan barang yang berisi: tangga,
nomor bats, kadaluarsa (ED), jumah produk dan dilihat keadaan fisiknya.
Kemudian hasil dari pengisian formlir penerimaan barang dicocokan dengan
faktur yang dierima. Jika barang sudah sesuai dengan faktur barang akan
diletakkan di ruang karantina 1x24 jam.

Barang yang telah diperiksa dilaporkan kepada apoteker penanggung


jawab. Kemdian kepala gudang akan menginput jenis dan jumlah barang yang
masuk ke sistem. Barang yang telah diinput ke sistem dapat dipindahkan
keruangan penyimpanan.

3. Penyimpanan Barang
Pada penyimpanan barang di PT. Tirta Husada Farma-Pati, obat atau produk
non obatlainnya disimpan terpisah sasuai status produk seperti:
1. Produk golongan Ethical
2. Produk golongan prekusor farmasi
3. Produk golongan Dot Biru (Obat-Obat Tertentu)
4. Produk golongan Beraroma Keras
5. Produk farmasi sediaan tetes mata dan tetes telinga
6. Produk farmasi sediaan oral cair dan sediaan oral cair suplemen
7. Produk farmasi sediaan oral cair Dot hijau ( DBL)
8. Produk farmasi sediaan oral cair obat tradisional dan herbal terstandar
9. Produk sediaan tablet, kapsul dan serbuk obat tradisional dan herbal
terstandar
10.Produk farmasi sediaan padatan
11.Produk farmasi sediaan oral padatan Dot Biru.

Gudang penyimpanan disertai alat pengatur suhu. Suhu dipantau dan dicatat
setiap hari pagi, siang dan sore.

Penyipanan barang digudang berdasarkan prinsip FEFO (Fist Expired Fist


Out), FIFO (First In - First Out) dan nomor bets. Nomor bets terkecil berada
didapan karena nomor bets yang kecil menandakan diproduksi terlebih dahulu
dan memiliki ED lebih cepat.
Pencatatan stok di PT. Tirta Husada Farma-Pati sudah menggunakan
komputerisasi. Pencatatan stok sudah tidak menggunakan kartu stok manual,
namun sudah pindah sistem komputerisasi. Kepala gudang dan petugas gudang
melakukan stok opname tiap 1 minggu sekali yang betujuan untuk memeriksa
jumlah fisik barang mencocokkan jumlah yang tertera pada sistem.
4. Pemisahan Obat dan Bahan Obat
Menurut BPOM tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik,
Pemisahan obat yang mempunyai persyaratan khusus seperti obat ditolak,
kadaluwarsa, retur, produk kembalian, dan diguga palsu harus disimpan di
tempat terpisah dengan label yang jelas, aman dan terkunci dan akses masuk
dibatasi hanya untuk personel berwenang.
Pemisahan obat dan/bahan obat di PT. Tirta Husada Farma-Pati
dikelompokkan berdasarkan perbedaan suhu, penegelompokkan produk
farmasi, dan pengelompokkan produk customer.
5. Pemusnahan
Pemusnahan di PT. Tirta Husada Farma-Pati dilakukan terhadap obat
dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat/ kriteria untuk
didistribusikan. Kriteria obat yang mengalami pemusnahan, seperti obat yang
diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku, telah kadaluwarsa,
tidak memenuhi syarat, telah dicabut izin edarnya, dan obat rusak tapi tidak
bisa diretur.
Obat yang akan dimusnahkan harus melalui prosedur tertulis sesuai
ketentuan perundang-undangan yang harus memperhatikan dampak terhadap
kesehatan, pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpangan obat kepada
pihak yang tidak berwenang. Kemudian, kegiatan pemusnahan
didokumentasikan dan diarsipkan. Ketentuan pelaporan, perencanaan, dan
pelaksanaan pemusnahan dilakukan kepada BPOM dan dinas kesehatan
provinsi, dan dibuat berita acara seperti pada Lampiran.
6. Penerimaan Pesanan
Pada saat penerimaan surat pesanan baik secara manual maupun
secara elektronik, penanggung jawab harus melakukan skrining terkait. Hal
ini ada pada Lampiran (BPOM, 2020):
f. Nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan
g. nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan
huruf) dan isi kemasan dari Obat/Bahan Obat yang dipesan
h. nomor surat pesanan
i. nama, alamat, dan izin sarana pemesan
j. nama, Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)/ Surat Izin Praktik Tenaga
Teknis Kefarmasian (SIPTTK) Penanggung Jawab sarana pemesan.
Pesananan juga harus mempertimbangkan :
d. jumlah dan frekuensi pesanan
e. jenis obat yang dipesan
f. lokasi sarana dan kondisi pelayanan.
7. Pengembalian
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan
tepat sesuai dengan Surat Pemesanaan dan memastikan obat dan/atau bahan
obat yang diambil benar lalu tercatat di kartu stok komputer. Obat dan/atau
bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum
kedaluwarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor bets obat dan/atau bahan obat
harus dicatat.
8. Pengemasan
Pengemasan barang dilakukan dengan memperhatikan jaminan mutu
produk agar tidak saling terkontaminasi, seperti pengemasan tersendiri untuk
produk dengan kemasan botol untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan seperti pecah, dan lain-lain. Pengemasan juga memperhatikan jarak
pengiriman yang harus ditempuh.
9. Pengiriman/ pendisribusian
Pendistribusian produk yaitu proses pengiriman produk kepada pelanggan
yang telah memesan barang di PBF, mutu produk sepanjang jalur distribusi
harus tetap terjaga agar produk yang sampai ketangan konsumen adalah
produk yang aman, bermutu dan berkhasiat. PT. Tirta Husada Farma-Pati
melakukan pendistribusian di daerah sekitar pati yang meliputi:
1. Pati
2. Rembang
3. Grobongan
4. Kudus
5. Demak
6. Jepara

Proses pendistribusian berdasarkan pada sistem pemesanan di PBF PT.


Tirta Husada Farma-Pati dengan sisem teking order. Sistem teking order
merupakan sistem dimana salesman menjemput orderan ke outlet. Outlet
mebuat surat pesanan atau menyebutkan pesanan pada salesmen. Salesmen
menginput pesanan outlet ke sistem melalui online. Pesanan yang masuk ke
sistem dicek oleh bagian administrasi dan di cetak PL (Picking List).
Selanjutnya PL diberikan kepada petugas gudang untuk enyiapkan barang
sesuai PL. Sebelum baran dikemas, barang diberikan kepada petugas checker
untuk memeriksa barang dan mencocokan dengan PL kemudian cetak faktur.
Selanjunya barang dikemas, barang yang telah dikemas diletakan diarea
pengiriman barang.

Waktu pengiriman barang untuk daerah luar kota berbeda dengan dalam
kota. Barang dalam kota diantar oleh sopir setiap hari, sedangkan barang
untuk luar kota diatar setiap hari rabu dan jum’at. Proses pendistribusian luar
kota dilakukan expedisi JOYO EXPRES dan untuk pendistribusian dalam kota
dilakukan oleh petugas PT. Tirta Husada Farma-Pati.

Dokumen untuk pengiriman obat harus disiapkan dan harus mencakup


sekurang-kurangnya, surat pesanan asli pelanggan, copy dokumen pengiriman
dengan nomor urut dokumen dan dilengkapi dengan catatan penerimaan
produk oleh pelangggan (stempel, tanda tangan dan nama penerima)
Lampiran.

3.5 Inspeksi Diri


Inspeksi diri harus memiliki SK (Surat Keputusan) yang dikepalai oleh
Apoteker Penanggung Jawab dan dibentuk oleh tim tersendiri yang ahli dan
kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Inspeksi diri juga memiliki check list
yang berkaitan dengan self assesment ketika melakukan audit. Program inspeksi
diri dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan mencakup semua
aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sebelum melakukan inspeksi diri, kegiatan harus dilakukan secara terencana.
Pelaksanaan harus dicatatan dan dilaporkan. Laporan tersebut diberikan ke
manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan
penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan
dibuat CAPA (Corrective and Preventive Action).
3.6 Penanganan Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga
Palsu dan Penarikan Kembali
Pelaporan keluhan oleh pelanggan terhadap kualitas atau kuantitas barang
yang didistribusikan oleh PT. Tirta Husada Farma-Pati dapat dilakukan secara lisan
atau tulisan. Pelaporan dapat secara langsung melalui kontak PBF atau melalui
salesman. Keluhan oleh pelanggan ditulis pada dokumen penanganan keluhan.
Selanjutnya keluhan tersebut diproses dengan menyelidiki proses penyiapan
hingga penditribusian barang. Petugas gudang, pemasaran, dan apoteker
penanggungjawab bekerjasama melakukan penyelidikan. Hasil temuan
dirundingkan bersama untuk menentukan tindakan penanganan keluhan.
Pelanggan dapat melakukan retur atau mengembalikan obat atau barang
kepada PBF , yaitu untuk barang yang akan keladuarsa atau barang rusak. barang
yang dikembalikan oleh pelanggan akan diperiksa oleh apoteker penanggungjawab
dan dicatat pada buku retur. Barang yang digolongkan retur bagus dapat
dimasukkan kegudang.

3.7 Transportasi
Pengiriman di PT. Tirta Husada Farma-Pati harus aman dan dilengkapi
dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah indentifikasi dan verifikasi
kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan. Pengiriman dilakukan oleh pihak
internal maupun eksternal (jasa ekspedisi), jika menggunakan jasa rekan ekspedisi
harus memiliki surat perjanjian kerjasama dan dilakukan pelaporan ke instansi
terkait. Ekpedisi yang dilakukan kerjasama adalah Joyo Express. Jika terjadi
kondisi yang tidak diharapkan selama transportasi, harus segera dilaporkan kepada
fasilitas distribusi dan/atau penerima obat.

3.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak


Kegiatan kontrak yang dilakukan PT. Tirta Husada Farma-Pati terkait dengan
keamanan, khasiat, dan mutu obat dan/atau bahan obat, diantaranya adalah :

a. Kontrak pemanfaatan fasilitas penyimpanan berupa bangunan, gudang/ruang

b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa ekspedisi.


Pemberi kontrak harus memberikan informasi tertulis yang harus dilaksanakan
oleh penerima kontrak terkait jasa ekspedisi, harus melaporkan kejadian apapun
yang dapat mempengaruhi mutu obat sesuai dengan persyaratan kontrak.

3.9 Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen
mutu. Dokumentasi dapat berupa tertulis maupun elektronik dan harus jelas untuk
mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan memenuhi prinsip ketertelusuran,
keamanan, aksesibilitas, integritas dan validitas. Dokumentasi berdasarkan dengan
distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan), dokumen
prosedur tertulis, dokumen intruksi tertulis, dokumen kontrak, catatan, data, dan
dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu, dalam bentuk kertas maupun
elektronik.
Penyimpanan dokumen dilakukan minimal 3 tahun dan disimpan secara baik,
tertelusur, dan mampu ditunjukkan (BPOM., 2020). Pada Pedagang Besar Farmasi
(PBF) PT. Tirta Husada Farma-Pati penyimpanan dilakuakan selama 5 tahun.
Setelah 5 tahun oleh audit perpajakan dokumen akan diminta.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesipulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di PT. Tirta Husada Farma-Pati di dapatkan kesimpulan:
1. Penerapan aspek CDOB di PT. Tirta Husada Farma-Pati sudah berjalan dengan
baik.
2. PT. Tirta Husada Farma-Pati sudah menggunakan sistem teknologi informasi
untuk memudahkan dalam kegiatan distribusi.
4.2 Saran
1. Untuk meningkatkan kepuasan peanggan di luar kota, maka pengirimannya
dijadikan minimal 1 minggu 3 kali.
2. Penambahan staf gudang untuk menunjang pelayanan distribusi obat dan
penataan stok barang di gudang.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2020. Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI No. 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.
Kementerian Kesehatan. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai