Anda di halaman 1dari 32

1

I. JUDUL USULAN SKRIPSI

Standarisasi Parameter Non Spensifik Rimpang Bangle (Zingiber

purpureum Roxb) Dengan Variasi Dua Tempat Tumbuhan.

II. INTISARI

Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb) menandung saponin,


flavonoid, tanin, alkaloid, steroid dan triterpenoid salah satu tanaman di
Indonesia yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional terbukti
memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, antidiabetes, obat diare, dan anti fungi.
Kandungan dalam tumbuhan tidak dapat dijamin selalu konstan karena ada kadar
air, susut pengeringan, kadar abu dan cemaran logram berat. Untuk menjamin
mutu dan keamanan bahan baku obat. Tujuan penelitiaan ini untuk standarisasi
parameter non spesifik pada ekstrak rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb)
Dengan Variasi Dua Tempat Tumbuhan.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Ekstrak yang diperoleh


dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan cara ultrasonik
kemudian dikentalkan dengan rotary evaporator. Kemudian dilakukan pengujian
parameter non spesifik ekstrak rimpang bangle meliputi penetapan kadar air,
kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, susut pengeringan, bobot jenis dan
cemaran logam berat. Kadar logam berat ditentukan dengan Spektroskopi Serapan
Atom (SSA). Hasil data pengujian parameter non spesifik dianalisis secara
Deskriptif dan dibandingkan dengan acuan penetapan parameter standar yang
tertera pada buku Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.

Kata kunci : Standarisasi, Ekstrak rimpang bangle, parameter non spesifik

III. LATAR BELAKANG

Produksi hasil pertanian tanaman obat tidak berbentuk simplisia saja,

namun bisa berbentuk ekstrak, maka tanaman obat unggulan dikembangan

sebagai bahan baku ekstrak yang tidak hanya memperhatikan sifat fisik dan
2

senyawa aktif dari simplisia, tetapi juga senyawa lain yang terdapat dalam

simlisia. Kestabilan kadar senyawa aktif merupakan syarat mutlak mutu

ekstrak yang diproduksi (DepKes RI, 2000). Salah satu cara untuk

mengendalikan mutu simplisia dan ekstrak adalah dengan melakukan

standardisasi simplisia. Standardisasi diperlukan agar dapat menjamin efek

farmakologi tanaman tersebut (BPOM RI, 2005). Selain itu untuk menjamin

aspek keamanan dan stabilitas ekstrak. Di Indonesia terdapat berbagai

macam tanaman yang memiliki potensi sebagai anti penyakit infeksi sampai

degeneratif, salah satunya rimpang bangle (Nijveltd dkk., 2011).

Rimpang Bangle merupakan tanaman yang tumbuh di daerah Asia

yang ber iklim tropis dari India hingga Indonesia. Rimpang Bangle terbukti

mengandung saponin, flavonoid, tanin, alkaloid, steroid dan triterpenoid

(Yuniarto dkk., 2018), selain itu hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa

ekstrak rimpang bangle mempunyai potensi sebagai antioksidan (Rissanwati

dkk., 2014), antibakteri (Anindia dkk., 2017), antihipertensi (Auliya, 2018)

dan antimalaria (Karismaningtyas, 2017) sampai saat ini belum ada yang

melaporkan dalam publikasi ilmiah.

Rimpang Bangle dapat digunakan sebagi obat tradisional sehingga

memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan. Standarisasi mutu ektrak

terdiri berbagai parameter spensifik dan parameter non spensifik. Penelitian

ini dilakukan pada standarisasi parametnon spensifik karena penelitian ingin

melihat mutu ekstrak etanol rimpang bangle berdasarkan variasi tempat

tumbuh. Sediaan obat yang diproduksi dari bahan alam sering kali bervariasi
3

ini terjadi karena beberapa faktor misalnya genetik, lingkungan, rekayasa

agronomi, waktu dan pasca panen (DepKes RI, 2000). Penelitian y ang

dilakukan oleh Suharpiami (2015) menyatakan bahwa hasil standarisasi

ekstrak etanol temu putih yang berasal dari 3 tempat tumbuhan yaitu

Makasar, Sidrap dan Jogjakarta yang meliputi standarisasi parameter non

spesifik menunjukkan hasil yang paling bagus yaitu dari Makasar, dan

terdapat berbedaan pada 3 tempat tumbuh.

Berdasarkan berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan standarisasi

pada ekstrak etanol rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb) karena

objek standarisasi adalah ekstrak tumbuhan yakni material yang di peroleh

dengan cara menyari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu. Ekstrak

etanol rimpang bangle diekstraksi dengan pelarut etanol 96%. Etanol

merupakan pelarut yang serba guna yang baik untuk ektraksi pendahuluan

(Horborne, 1987). Selain itu etanol juga memiliki kemampuan menyari

dengan polaritas yang lebar mulai dari senyawa polar sampai dengan

nonpolar (Saifudin dkk., 2011).

Rimpang bangle yang diambil bersal dari Kabupaten Purwodadi dan

Semarang yang memiliki kondisi geografis yang berbeda, ketinggi rata- rata

11 mdpl dan ketinggian kabupaten semarang ± 300 mdpl (BPS, 1992).

Lingkungan tempat tumbuhan sangat mempengaruhi kualitas dan keamanan

bahan baku ekstrak (DepKes RI, 2000), sehingga penelitiaan ingin melihat

kualitas dari tempat tumbuhan tersebut.


4

IV. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah standarisasi parameter non spensifik ekstrak etanol

rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb) dengan variasi dua tempat

tumbuhan?

2. Apakah ada perbedaan pengaruh dari dua tempat tumbuh terhadap

parameter non spesifik ekstrak etanol rimpang bangle (Zingiber

purpureum Roxb)?

V. TUJUAN PENILITIAN

1. Mengetahui hasi uji dari parameter-parameter non spensifik ekstrak

etanol rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb) dengan metode

ekstraksi ultrasonik dengan variasi dua tempat tumbuhan.

2. Menetahui ada perbedaan pengaruh dari parameter-parameter non

spesifik ekstrak etanol rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb)

dengan metode ekstraksi ultrasonik dengan variasi dua tempat tumbuhan.

VI. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitiaan ini diharapkan mampu memberikan manfaat atara lain :

1. Memberikan data awal standarisasi ekstrak etanol rimpang bangle

sehingga dapat menjamin kualitasnya.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan industri farmasi tentang

kualitas rimpang bangle yang baik dari Kabupaten Purwodadi dan

Kabupaten Semarang.
5

3. Sebagai acuan untuk penelitiaan lebih lanjut dalam mengembangkan

rimpang bangle sebagai obat fitofarmaka atau minimal obat herbal

terstandar.
6

VII. TINJAUAN PUSTAKA

1. Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb)

Bangle (Zingiber purpureum Roxb) tanaman yang berasal dari Asia

yang ber iklim tropis, misalnya dari India hingga Indonesia. Biasanya

tanaman ini sering ditanam dengan cara budidaya atau ditanam di

pekarangan dan pada tempat-tempat yang cukup mendapat sinar matahari,

mulai dari dataran rendah sampai 1.300 m dpl (Haryanto, 2009).

a. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tumbuhan bangle (Zingiber cassumunar Roxb) dapat

dilihat pada gambar 1 berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber cassumunar Roxb (Muhlisah, 2011).

Gambar 1. Rimpang Bangle (Zingiber cassumunar Roxb) (Muhlisah, 2011)


7

b. Morfologi Tanaman

Batang bangle tumbuh tegak dan memiliki rumpun yang rapat.

Tinggi tanaman bangle dapat mencapai 1,2-1,8 m. Batang bangle tersusun

atas kumpulan dari pelepah daun. Meskipun daun bangle berpelepah, daun

bangle tidak memiliki tangkai, atau disebut daun duduk. Letak daun bangle

tersusun secara menyirip berseling. Bentuk daun bangle lanset ramping,

meruncing ke ujung, dan mengecil ke pangkal. Panjang daun bangle

mencapai 23-53 cm dan lebar daun 2-3,2 cm. Permukaan daun bangle

lemas, tipis, dan licin tidak berbulu, tetapi punggung daun bangle berbulu

halus (Muhlisah, 2011).

Bunga bangle muncul dari permukaan tanah, berasal dari rimpang

samping, dan bukan dari tengah-tengah rumpun. Bunga bangle berbentuk

gelendong, dan tangkai bunga merupakan tangkai semu yang tersusun dari

tumpukan daun penumpu bunga. Daun penumpu bunga tersusun seperti

sisik ikan, bentuknya kaku, tebal, dan berwarna merah atau hijau

kecoklatan. Benang sari bunga bangle berwarna putih kekuningan dan

ujungnya berbentuk (Rosita dkk., 2005). Rimpang bangle agak bulat

pendek dan tidak banyak bercabang dengan kulit luar berwarna coklat

muda dan daging rimpang berwana oranye tua atau kecoklatan. Panen

bangle dapat berlangsung setelah tanaman berumur1 tahun lebih(Muhlisah,

2011). Rimpang sebagai bahan obat dipanen setelah tua, yaitu umur 9-12

bulan setelah tanam (Ahmad dkk., 2016). Rimpang bangle siap dipanen

dapat dicirikan oleh perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning dan
8

batang layu atau mati, sehingga panen dapat berlangsung setelah tanaman

berumur kurang atau lebih dari 1 tahun (Kardinan dan Ruhnayat, 2008).

c. Kandungan Kimia

Rimpang bangle banyak digunakan sebagi obat tradisional karena

kandungan kimia yang sangat beragam. Hermansah dan Utami, (2015)

telah melakukan skrining fitokimia ekstrak rimpang bangle. Hasil skrining

fitokimia ekstrak rimpang bangle terdapat beberapa senyawa yaitu

alkaloid, flavonoid, minyak atsirih, saponin dan lemak. Rimpang bangle

mengandung minyak atsiri dan bahan lain seperti amilum, resin, dan tanin

(Muhlisah, 2011).

d. Khasiat

Rimpang bangle Zingiber cassumunar Roxb merupakan salah satu

tanaman dipercaya memiliki khasiat sebagai obat antidotum, mengobati

demam, obat cacingan, obat diare, penawar racun, dan peluruh gas di perut

(Muhlisah, 2011). Rimpang bangle memiliki aktivitas antioksidan dengan

nilai IC50 sebesar 91,513 ppm (Rissanwati dkk., 2014), antibakteri (Anindia

dkk., 2017), antihipertensi (Auliya, 2018) dan antimalaria

(Karismaningtyas, 2017).

Kandungan tanin dalam rimpang bangle terbukti mempunyai efek

antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor (Rissanwati dkk., 2014).

Beberapa penelitian terahir menunjukaan bahwa flavonoid memiliki efek

antimikroba,antiinflamasi,merangsang pembentukan kolegen, antioksidan


9

dan atikarsinogenik (Dharmayanti, 2000). Sedangkan kandungan minyak

atsiri dapat digunalkan sebagai bahan atiseptik (Adrianto, 2012).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya

dengan menggunakan pelarutan yang didasarkan pada kelarutan komponen

terhadap komponen lain dalam campuran (DepKes RI, 2000). Bahan yang

akan diekstraksi bisanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan,

biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring dkk., 2007). Tujuan

ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang ada di bahan alam.

Prinsip ekstraksi yaitu perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut,

dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan atar muka kemudiaan

berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harborne, 1987).

Ultrasonik adalah proses pengekstrakan simplisia yang

mengunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi sebesar 20.000 kHz

dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel sehingga

menimbulkan gelembung spontan (caviatation) sebagai stres dinamis serta

menimbulkan fraksi interfase. Kelebihan metode ekstraksi ultrasonik yaitu

mempercepat proses ekstrakasi, dibandingkan dengan ekstraksi internal

atau ekstraksi konvensial, metode ekstraksi ultrasonik lebih aman, lebih

singkat dan meningkatkan jumlah rendeman kasar (DepKes RI, 2000).

Penelitian yang dilakukan Mandal dkk., (2015) metode ekstraksi yang

digunakan adalah ultrasonik karena berdasarkan bahwa metode ini dapat


10

mengkestrak senyawa polisakarida, hidrokarbon tersaturasi,

selulose, flavonoid, ester asam lemak dan steroid.

Rotary evaporator merupakan proses pemisahan estrak dengan

pelarutnya dengan pemanasan dipercepat oleh putaran pada labu alas bulat,

larutan penyari dapat menguap karena adanya penurunan tekanan. Dengan

buatan pompa vakum, uap air penyari akan menguap naik ke komdensator

dan mengalami kondensasi menjadi molekul- molekul cairan pelarut murni

yang akan ditampung dalam labu alas bulat penampung (Sudjadi, 2007).

3. Standarisasi

Standarisasi dalam kefarmasiaan tidak lain adalah serangkaian

parameter, prosedur dan cara pengukursn yang sasilnya merupakan unsur-

unsur terkait para dikma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi

syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batasan-

batasan) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan

mutu ekstrak terdiri dari berbagai paramer standar umum dan parameter

standar spesifik. Pengertian standarisasi juga berati proses menjamin

bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai

nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu

(Depkes RI, 2000).

Mengingat obat herbal berbagai tanamn memiliki peranan penting

dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia

maka perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan keamanan

ekstrak tanaman obat (Saifudin dkk., 2011). Metode standarisasi dalam


11

proses pembuatan obat herbal meliputi dua aspek parameter yaitu aspek

parameter spesifik dan non spesifik (DepKes RI, 2000). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui paramet non spesifik dalam rimpang bangle.

Parameter non spesifik ekstrak yaitu penelitian aspek kimi,

mikrobiologi dan fisis yang akan mengetahui keamanan konsumen dan

stabilitas (Saifudin dkk., 2011). Parameter non spesifik ekstrak menurut

buku “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat” (DepKes RI,

2000), meliputi :

a. Bobot Jenis

Parameter bobot jenis merupakan perbandingan zat di udara

pada suhu 25◦C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang

sama. Bobot jenis suatu adalah hasil yang diperoleh dengan

membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer, kecuali

dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapakan pada suhu

25◦C. Tujuannya adalah memberikan batasan rentang besaranya masa

persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair

sama ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang, memberikan

gambaran kandungan kimia tersebut, bobot jenis juga terkait dengan

kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi ( DepKes RI, 2000).

b. Kadar Air

Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang

berada di dalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan


12

minimal atau rentang besaranya kandungan air dalam bahan

(DepKes RI, 2000).

c. Kadar Abu

Parameter kadar abu merupakan bahan yang dipanaskan dalam

temperatur tertentu dimana senyawa organik dan turunannya

terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan

anorganik, yang memberikan gambaran kandungan mineral internal

dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya

ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan

kontaminasi suatu eksrak (Depkes RI, 2000).

d. Susut Pengeringan

Penetapan susut pengeringan merupakan persentase senyawa

yang menghilang selama proses pemanasan (tidak hanya

menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain

yang menghilang). Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada

temperatur 105ºC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang

dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak

mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik

menguap) identik dengan kadar air karena berada di

atmosfer/lingkungan udara terbuka. Tujuannya adalah untuk

memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa

yang hilang pada proses pengeringan (DepKes RI, 2000).


13

e. Cemaran Logram

Parameter cemaran logam berat merupakan penentuan

kandungan logam berat dalam suatu ekstrak secara spektroskopi

serapan atom, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak

tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi

batas yang telah ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan

(Depkes RI, 2000).

Logam timbal merupakan logam yang sangat beracun Manusia

menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Pada orang

dewasa umumnya ciri-ciri keracunan timbal adalah pusing,

kehilangan selera, sakit kepala, anemia, sukar tidur, lemah, dan

keguguran kandungan. Selain itu timbal berbahaya karena dapat

mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran sel darah merah yang

mengakibatkan tekanan darah tinggi (Gusnita, 2012).

Logam merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic), dapat

bercampur dengan enzim di dalam tubuh manusia menyebabkan

hilangnya kemampuan enzim untuk bertindak sebagai katalisator

untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap

kedalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifat

beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika

terhisap, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat

racun yang komulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang

terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan


14

bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri

diantaranya adalah kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan

terganggunya sistem syaraf (Setiabudi, 2005).

Logam arsen merupakan salah satu elemen yang paling toksik

dan merupakan racun akumulatif. Manusia terpapar arsen melalui

makanan, air dan udara. Paparan arsen secara inhalasi dapat

berakibat oksidatif stress, inflamasi, dan gangguan fungsi paru,

paparan arsen secara ingesti dapat berakibat lesi kulit hingga kanker,

pembengkakan hati dan gangguan kardiovaskular, dan paparan

secara dermal dapat mengakibatkan dermatitis kulit. Paparan akut

(14 hari atau kurang), pada orang dewasa dan anak-anak

mengakibatkan efek gastrointestinal, seperti mual, muntah, sakit

perut, dan diare serta efek neurologis (misalnya, sakit kepala,

pusing) pada sistem saraf pusat dan perifer (Lesmana dkk., 2016).

Logam kadmium merupakan logam toksik, terjadi secara primer

di alam bercampur dengan seng (Zn) dan timbal (Pd). Proses

ekstraksi pengolahan logam Zn dan Pb sering menyebabkan

pencemaran lingkungan oleh kadmium. Manusia terpapar kadmium

melalui makanan, pekerja pada tempat peleburan dan pengolahan

logam. Keracunan akut kadmium biasanya terjadi karena menghirup

debu dan asap yang mengandug kadmium. Efek toksik dini

disebabkan oleh peradangan setempat. Kadmium yang termakan


15

akan menyebabkan mual, muntah, salivasi, diare dan kejang perut

(Endrinaldi, 2009/2010).

4. Spektometri Serapan Atom

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang

pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang

diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari

spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode

analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan

penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam

dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2004 dalam Arifiani, 2012).

Spektrometri Serapan Atom (SSA) digunakan dalam uji batas untuk

logam-logam di dalam obat sebelum dimasukan ke dalam formulasi.

Sampel biasanya dilarutkan dalam asam nitrat 0,1 M untuk menghindari

pembentukan hidroksida logam dari logam berat, yang relatif non volatile

dan menekan hasil pembacaan SSA (Watson, 2009).

Alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang

menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu

sistem optik untuk pengukuran sinyal. Dalam metode SSA, sebagaimana

dalam metode spektrometri atomik yang lain, contoh harus diubah ke

dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah

atomisasi, pada proses ini sampel diuapkan dan didekomposisi untuk

membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum pembentukan atom


16

bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Basset

et al., 1994) :

a. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan

meninggalkan residu padat.

b. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom

penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.

c. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang

lebih tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut

mampu memancarkan energi


17

VIII. LANDASAN TEORI

Produksi hasil pertanian tanaman obat tidak berbentuk simplisia saja,

namun bisa berbentuk ekstrak, maka tanaman obat unggulan dikembangan

sebagai bahan baku ekstrak yang tidak hanya memperhatikan sifat fisik

dan senyawa aktif dari simplisia, tetapi juga senyawa lain yang terdapat

dalam simlisia. Standardisasi diperlukan agar dapat menjamin efek

farmakologi tanaman tersebut (BPOM RI, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Suharpiami (2015) menyatakan

bahwa hasil standarisasi ekstrak etanol temu putih yang berasal dari 3

tempat tumbuhan yaitu Makasar, Sidrap dan Jogjakarta yang meliputi

standarisasi parameter non spesifik menunjukkan hasil yang paling bagus

yaitu dari Makasar, dan terdapat perbedaan pada tiga tempat tumbuh.

Penelitian lain mengemukakan bahwa standarisasi ekstrak daun kangkung

darat dari 2 tempat mengemukakan bahwa hasil uji parameter non spesifik

bahwa standar batas maksimal yang ditetapkkan BPOM (Hayati dkk.,

2015), dan terdapat juga perbedaan pada dua tempat tumbuh. Telah

diketahui bahwa suatu sediaan obat yang di

IX. HIPOTESIS

Ada pengaruh variasi kosentrasi span 80 dan tween 80 terhadap sifat

fisika kimia dan krim tabir surya.

X. METODE PENILITIAN

A. Rancangan dan Variabel Penilitian


18

Penilitian ini menggunakan metode penilitian eksperimental dengan

Variabel yang digunakan dalam penilitian adalah:

1. Variabel bebas

Variasi konsentrasi emulgator span 80 dan tween 80 ekstrak daun

alpukat digunakaan FI (5%) FII (%) FIII (0%) dalam sediaan krim

2. Variabel Tergantung

Evaluasi karakteristik fisika (organoleptis, homogenitas, pH, viskositas,

daya sebar, daya lekat) dan Nilai SPF.

3. Variabel Terkendali

Proses pembuatan krim, kondisi lingkungan penelitian.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Alat

a. Alat untuk membuat serbuk simplisia: oven, toples kaca,

timbangan elektrik simplisia, dan blender.

b. Alat untuk proses ekstraksi: timbangan elektrik, seperangkat alat

maserasi, corong buchner, alat - alat gelas dan rotary evaporator.

c. Alat untuk membuat krim: wadah plastik, alat- alat gelas, mortir

dan stamper.

d. Alat untuk uji karakteristik fisik krim : pH meter, Viskometer,

alat uji daya lekat, stopwatch, alat uji daya sebar.

e. Alat untuk uji in vitro: Spektrofotometer UV-VIS.

2. Bahan
19

Bahan pembuatan ekstrak yaitu daun alpukat, etanol 96% (teknis).

Bahan formula krim yang di gunakan yaitu parafin cair (farmasetis), setil

alkohol (farmasetis), tween 80 (farmasetis), span 80 (farmasetis) dan

akuades.

C. Jalannya Penilitian

1. Pengumpulan dan determinasi tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan untuk mengetahui identitas

tumbuhan yang akan digunakan dalam penelitian yaitu daun alpukat.

Tumbuhan daun alpukat dideterminasi di Laboratorium , Ekologi dan

Biosistematika Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP Semarang.

2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun alpukat

a. Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Alpukat

Pembuataan serbuk simplisia daun alpukat yaitu daun alpukat yang

telah dicuci bersih diangin-anginkan, kemudiaan di masukkan oven

dengan suhu 50oC sampai kering. Simplisia yang sudah kering. Simplisia

yang sudah kering dihaluskkan dengaan mengunakkan blander, diayakan

mesh 40 kemudiaan dihitung kadar airnya mengunakkan moisture

balance sampai kadar air ≤10% (Depkes RI, 2000). Simplisia kering

kemudiaan ditimbang dan serbuk daun alpukat disimpan dalam wadah

tertutup rapat dan diberikan silika.

b. Pembuatan Ekstraksi Etanol Daun Alpukat

Ekstraksi daun alpukat dalam penelitian ini menggunakan metode

maserasi. Pembuatan ekstrak daun kelor pada penelitian ini dilakukan


20

dengan menyari serbuk simplisia daun kelor menggunakan cairan penyari

metanol 96%. Perbandingan serbuk simplisia dan pelarut yang digunkaan

1:10. Simplisia daun alpukat sebanyak 1000 gram di masukaan ke dalam

wadah kaca dan di tambahn 7000 ml digunakaan untuk maserasi bagian

pertama, kemudiaan ditutup an dibiarkaan selama 3 hari dan terlindungi

dari cahaya sambil diaduk.

Setelah 3 hari campuran tersebut diserkai, diperas, dipisahkan

filtrat dan ampasnya, mengunakaan corong buchner. Hasil penyariaan

disebut sebgai maserat I Selanjutnya, dilakukan remaserasi dengan 3000

ml etanol 96% diberi perlakuaan yang sama dengan maserasi sebelumnya

selama 2 hari. Campurkaan simplisia dan etanol 96% disaring kembali

menghasilkan maserat II. Maerat I dan maserat II di campurkaan,

kemudiaan dipekatkaan menggunakan rotary evaporator pada suhu tidak

lebih 50°C sampai didapatkan ekstrak kental. Ekstrak etanol daun alpukat

yang diperoleh selanjutnya dikumpulkan dan diukur bobotnya untuk

menghitung rendemen yang dihasilkan. Rendemen yang diperoleh

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

c. Pembuatan krim esktrak metanol daun kelor

Formulasi Krim mengacu pada formulasi krim ekstrak etanol

rimpang kencur pada penelitiaan Siswanto Agus (2012) dengan

formulasi dapat dilihat pada tabel 4 :

Tabel 4. Formula krim ekstrak etanol rimpang kencur


21

Bahan KOSENTRASI SEDIAAN

(gram) FI FII FII


Ektrak kencur 4 4 4

Parafin cair 40 40 40

Setil alkohol 5 5 5
Tween 80 3,75 2,50 3,25
Spaan 80 1,25 2,50 1,75
Metil paraben 0,1 0,1 0,1

Formulasi krim dalam penilitiaan dibuat sebanyak 3 formula,

dengan variasi konsentrasi tween 80 dan span 80 yang di gunakkan yaitu

FI (3%) FII (5%) FIII (12%). Tiap - tiap formula mempunyai bobot 100

gram, dengan kandungan ekstrak daun alpukat 10 gram. Formula krim

ekstrak etanol alpukat dapat dilihat pada tabel 5.


22

Tabel 5. Modifikasi Komposisi Krim Ekstrak Metanol Daun Alpukat

Bahan KOSENTRASI SEDIAAN

(gram) FI FII FII


Ektrak kencur 10 10 10

Parafin cair 40 40 40

Setil alkohol 5 5 5
Tween 80 2,25 2,5 7,8
Spaan 80 0,75 2,5 4,2
Metil paraben 0,1 0,1 0,1
Aquadest ad 100 100 100
Keterangan :
FI: Krim ekstrak etanol daun alpukat dengan konsentrasi span 80;tween80
(75% : 25%)
FII: Krim ekstrak etanol daun alpukat dengan konsentrasi span 80;tween80
(50%;50%)
FII: Krim ekstrak etanol daun alpukat dengan konsentrasi span 80;tween80
(65%;35%)

Metode pembuatan sediaan krim yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Proses pembuatan krim dimulai dengan menyiapkaan bahan-

bahan sesuai formula. Semua bahan yang ditimbang sesuai dengan

formula. Tiap formula terdapat perbedaan pada konsentrasi emulgator

span 80 dan tween 80. Terlebih dahulu di bedakaan fase minyak dan fase

air, Fase minyak (Span 80, paraffin cair, dan setil alkohol) di panaskan di

atas watherbath pada suhu 70oC, sedangkkan fase air Tween 80 dan

akuades di panaskan di atas watherbath pada suhu 70oC. Kemudiaan

kedua fase dicampurkan dengan cara dituang perlahan ke dalam mortir

panas, aduk secara kontinyu. Basis krim terbentuk seiring dengan

pendinginan dan diaduk dengan homogenizer dengan kecepatan 500

rpm, dan berbentuk massa krim yang homogen. Ditambahkan pengawet

dan sedikit aquadest kedalam bahan berkhasiat yang telah diencerkan


23

sedikit demi sedikit lalu diaduk sampai homogen menggunakan

homogenizer atau mortir. Sediaan krim yang sudah homogen dimasukkan

ke dalam pot krim.

3. Pengujian Karakteristik Fisik Kimia Sediaan Krim

a. Uji organoleptis

Sediaan krim diamati tekstur dan warna secara visual, bau

secara penciuman (Faradiba, 2013).

b. Uji homgenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan

gelas objek. Ekstrak dioleskan pada kaca objek dan diamati

butiran kasar secara visual dengan diberikkan penyiranan pada

bagiaan bawah gelas objek (Depkes RI, 1979)

c. Uji pH

Pemeriksaan pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda ke

dalam sediaan krim kemudiaan tekan ON dan tunggu sampai

angka pH yang muncul stabil. Penentuaan pH dilakukan dengan

replikasi sebanyak tiga kali untuk masing-masing formula.

d. Uji viskositas

Uji viskositas krim dilakukan dengan alat Viskosimeter Rion

VT 04. Viskosimeter dipasang pada klemnya dengan arah

horizontal atau tegak lurus dengan arah klem. Rotor kemudian

dipasang viskosimeter dengan menguncinya berlawanan arah

dengan jarum jam. Mangkuk diisi sampel krim sebanyak 40 gram

dimasukan dalam wadah, kemudiaan dipasang dengan rotor


24

nomor 2 dan motor dijalankan dengan kecepatan 60 rpm (rotasi

per menit) rotor ditempatkan tepat berada ditengah-tengah yang

berisi krim, kemudian alat dihidupkan dan ketika rotor mulai

berputar jarum penunjuk viskositas secara otomatis akan menuju

ke kanan kemudian setelah stabil, viskositas di baca pada skala

dari rotor yang digunakan (Allen, 2002)

e. Uji daya lekat

Uji ini dilakukan untuk mengetahui luas daerah

menyebarnya krim pada kulit. Pengujian ini dilakukan dengan

cara 0,5 gram krim diletakkan diatas kaca (tengah). Kaca yang

satunya ditimbang dan diletakkan diatas masa krim dan biarkan 1

menit, kemudian diukur diametrer krim yang menyebar (dengan

mengambil panjang rata-rata diameter dari beberapa sisi).

Selanjutnya ditambah 50 gram beban tambahan, lalu diamkan 1

menit dan catat diameter krim yang menyabar seperti sebelumnya.

Selanjutnya lakukan penambahan beban 50 gram lagi dan catat

diameter krim yang menyebar seperti sebelumnya. Suatu krim

dikatakan baik apabila daya menyebarnya besar (diameter besar).

(Rachmawati, dkk, 2007).

f. Daya sebar

Pengujian dengan timbangan sebanyak 0,5 gram sediaan

krim tabir surya yang kemudian diletakkan dengan hati-hati diatas

kaca transparan yang dilapisi kertas grafik, lalu ditutup dengan

kaca. Kemudiaan di berikkan beban tertentu 50 gram-300 gram

dan dibiarkan selama 1 menit pada saat penambahan beban


25

(Voigt,1984). Penentuan daya sebar dilakukan dengan replikasi

sebanyak tiga kali untuk masing-masing formula.

4. Penentuan Nilai Sun Protective Factor (SPF) Krim Tabir Surya

Ekstrak Daun Kelor dengan Spektrofotometer UV-Vis

Penentuan nilai SPF diukur serapan larutan dari tiap formula

dengan mengunakan spektrofotometer UV-Vis setiap 5 nm pada

rentang panjang gelombang 290 - 320 nm. Tiap sediaan krim

ditimbang sebanyak 0,02 gram dalam 5 ml. Penentuan nilai SPF

dilakukkan dengan replikasi sebanyak tiga kali untuk masing

formula. Data yang diperoleh dengan persamaan Mansur (Susanti,

2012) :

Keterangan:

EE = Spektrum efek eritemal

I = Intensitas spektrum sinar

Abs = Serapan produk tabir surya

CF = Faktor koreksi
26

Tabel 6. Nilai EE X I adalah konstan, dimna nilainya sudah ditetapkan


Sayre,dkk.dalam Dutra, 2004

Panjang gelombang EE x I

290 0,0150

295 0,00817

300 0,02874

305 0,3278

310 0,1864

315 0,0839

320 0,0180

Total 1

XI. ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa karakteristik fisik dan

kimia meliputi organoleptis, homogenitas, pH, daya lekat, daya sebar dan

viskositas dianalisis secara deskriptif. Sedangkan data absorbansi yang

diperoleh dari krim ekstrak etanol daun alpukat kemudiaan dihitung

mengunakkan nilai SPF yang didapat tergolong dalam proteksi minimal,

sedang, ekstra, maksimal atau ultra. Setelah mengetahui nilai SPF dari

masing-masing formula data diolah mengunakan statistik SPSS dengan uji

Anova megunakan Tuckey dengan tarif kepercayaan 95%.

XII. Skema Rencana Jalannya Penelitian


27

Ekstrak Etanol
Daun Alpukat

Pembuataan Krim

Kontrol FI Krim FI Krim FI Krim Kontrol


ekstrak ekstrak ekstrak
Positif Negatif
tween 80 dan tween 80 dan tween 80 dan
span 80 span 80 span 80
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
3% 5% 12%

Pemeriksaan Sifat Fisik Krim Tabir Surya dan

Nilai SPF

Analisis Data

Pembahasan dan Kesimpulan

Gambar 4. Skema Jalannya Penelitiaan

XIII. FASILITAS YANG DIPERLUKAN


28

1. Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim

Semarang.

2. Laboratorium Formulasi Tekhnologi Sediaan Fakultas Farmasi

Universitas Wahid Hasyim Semarang.

3. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi-FMIPA

Uneversitas Diponegoro Semarang.

XIV. JADWAL PENELITIAN

Tahap Waktu Pelaksanaan


Pembuatan Proposal Agustus 2018 – September 2018
Persiapan Penelitian September 2018
Pelaksanaan Penelitian September – November 2018
Pengolahan Data November – Desember 2018
Penyusunan Skripsi Januari 2019

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V.,2002, The Art, Science, and Thechnology of Pharmaceutical


Compounding, 2ndEdistion, American Pharmaceuticalassosiaation,
Washington D. C, 263-277.
29

Ahmad, M.M., 2016, Anti Inflammatory Activities of Nigella Sativa Linn


(kalong, black seed), http://Lailanurhayati.multiply.com/journal, diakses
21 Agustus 2018.
Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Diterjemahkan Oleh
Farida Brahim, Edisi Keempat, UI-Press, Jakarta, 377-382, 489-494.
Ayu, P., Lintang., 2015, Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Tempe Kedelai
(Glycine max .L) Sebagai Agen Pemutih Kulit Alami, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Jember, Jember.
Black, H.S. 1990. Antioxidant and Carotenoids as Potential Photoprotectants
dalam Nicholas, J.L dan A.S. Nadim. Sunscreen Development,
Evaluation and Regulatory Aapects, Vol. 10, Marcel Dekker Inc. New
York.
DepKes RI, 1979, Farmakope Indonesia, EdsiKetiga, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
DepKes RI, 1985, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
DepKes RI, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta, 1-26
DepKes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 5-12.
Dirjen Pom. Farmakope Indonesia ed. III. Jakarta: Departemen Kesehtan RI.
1979
Fithria, R.F., 2015, Mengatasi Hiperpigmentasi Ringan Dengan Produk Sediaan
Tropikal Cetakan pertama, Wahid Hasyim Universitay Press, Semarang,
67-68
Gadri, A., Darijono, S.T., Maulidin, R., Iwo, M.I., 2012, Formulasi Sediaan Tabir
Surya dengan Bahan Aktif Nanoparrtikel Cangkang Telur Ayam Broiler,
Jurnal Matematika & Sains, Vol. 17 No. 3.
Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
30

Herbone,J.B., 1987, Metode Fitokimia Penentun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, 2nd, (terjemahann oleh: Padmawinata, K. Dan Soediro, I.),
Bandung: Penerbit ITB.
Herwandi, D., 1991, Telaah Fitokimia Daun Dysoxylum Gaunic haudianum (Juss)
miqmeliaceae, Skripsi, Jurusan Farmasi, ITB.
Ikhsanuddin A., Nurlaela. E., dan Nining, S., 2012, Optimasi Komposisi Tween
80 dan Span 80 sebagai Emulgator Dalam Repela Minyak Atsirih Daun
Sere (cymtopogo Citratus (D.C)Staps) Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti
Betina Pada Basis Vanishing Cream Dengan Metode Simpel Lattice
Design, Jurnal Ilmu Kefarmasian, 2, 1, 41-45.
Juwita, A.P., Yamlean, P.V. Y., Edy, H.J., 2013, Formulasi Krim Ekstrak Etanol
Daun Lamun (Syringodium Isoeti Folium)., 2;2, ISSN 2303-2493.
Katja, D.G., E. Suryanto dan F. Wehantouw. 2009. Potensi Daun Alpukat (Persea
americana Mill) Sebagai Sumber Antioksidan Alami. Chemistry Progress
Vol.2, Nomor 1. FMIPA UNSRAT.
Mulya, M., dan Suharman., 1995, Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga
University Press: Hal. 40
Nolf, R., dkk., 2001. The Spctrofotometric Analysis and Modelling of Sunscreen,
Washington: J. Chem. Educ.
Pontoan, J., 2016, Uji Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya dari Ekstrak Daun
Alpukat (Presea americana M), Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta.
Raymond, Row C: Shekey Daul, Handbook og Pharmaceutical Exipient 6 th.
London : Pharmaextade Press. 2009
Rowe, C, R., Sheskey, J. P., and Quinn, E. S., 2009, Handbook Of Pharmaceutical
Excipients, Sixth Edtion , 474-475, 633-634 Pharmaceutical Press And
American Phamcist Association, Washington, London.
Rowe, C, R., Sheskey, J. P., and Quinn, E. S., 2009, Handbook Of Pharmaceutical
Excipients, Sixth Edtion , 474-475, 633-634 Pharmaceutical Press And
American Phamcist Association, Washington, London.
Rowe, R.C, Paul, JS, Paul JW, 2003, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 4th
edisi, London, Chicago Pharmaceutical Press.
31

Santosa, D., Gunawan, D. 2001. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Kulit.


Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Halaman: 46.
Sastroamidjojo, H, 1985, Kromatografi Edisi I (Cetakan I), Yogyakarta: Liberty.
Siswanto, A.,2012, Formulasi Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Rimpang Kencur
(Kaemferia galangal L). Univeritas Muhammadiyah, Purwokerto.
Soeratri, W., I., & Anastasira, T., 1993.Penentuan Nilai SPF In Vitro Sedian Krim
Tabir Surya Matahari Etilheksil- P- Metoksisinamat dan Oksibenson,
Majalah Farmasi Airlangga.
Suwandi, Edisi V, 338-339, 369-424, 551-584, 849,850,854, Universitas Gajah
Mada press, Yogyakata.

Tarangono, R.I.S., 2017, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik., Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.
Voigh, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan Oleh
Soendani Nurono

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.


Halaman: 119-120.
Wasitaatmaja, S. M., 1997, Penuntut Ilmu Kosmetik Medik, 17, 26-30, 117-120,
Univesitas Indonnesia Press, Jakarta.
Wedana JS, S.M., N P.E. Leliqia, dan C.I.S. Arisanti, Optimasi Komposisi Span
60 dan Tween 80 Sebagai Emulgator Terhadap Sifat Fisik Dalam
Formulasi Cold Cream Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcina
mangostana L).
Wilkinson, J.B, and Moore, R.J. 1982. Harry’s cosmeticology. 7 th Edition.
London : George Godwin
Yuniarti, T., 2008, Ensikopidia Tanaman Obat Tradisional, Med Press,
Yogyakarta, 35-38.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Lembar Pengesahan ………………………………………………………… ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
I. Judul Usulan Skripsi ............................................................................ 1
32

II. Intisari .................................................................................................. 1


III. Latar Belakang ..................................................................................... 2
IV. Perumusan Masalah ............................................................................. 4
V. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
VI. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
VII. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 5
A. Tumbuhan Alpukat (Persea ammericana miller) ........................... 5
B. Ekstraksi .......................................................................................... 7
C. Krim ................................................................................................ 9
D. Monografi Bahan ............................................................................ 10
E. Kulit ................................................................................................. 12
F. Tabir Surya ...................................................................................... 15
G. Spektrofotometer UV-Vis ............................................................... 17
H. Sun Protection Factor (SPF) ........................................................... 19
VIII. Landasan Teori ..................................................................................... 22
IX. Hipotesis .............................................................................................. 23
X. Metode Penelitian ................................................................................ 23
A. Rancangan dan Variabel Penelitian ................................................ 23
B. Bahan dan Alat Penelitian ............................................................... 24
C. Jalannya Penelitian .......................................................................... 24
XI. Analisis Data ........................................................................................ 31
XII. Skema Rencana Jalannya Penelitian .................................................... 32
XIII. Fasilitas Yang Diperlukan .................................................................... 33
XIV. Jadwal Penelitian ................................................................................. 33
Daftar Pustaka ............................................................................................... 34

iii

Anda mungkin juga menyukai