USULAN PENELITIAN
DESY NATALIA
A161025
Setelah membaca dan menelaah isi naskah proposal usulan penelitian tugas
akhir, kami memberikan persetujuan:
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
tersebar berwarna kelabu. Sel kelenjar berupa titik yang lebih kecil
berwarna kekuningan (Farmakope Herbal Indonesia, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian para ahli, baik dalam negeri maupun
mancanegara, jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai
obat. Dari ketiga jenis jahe yang ada, jahe merahlah yang lebih banyak
digunakan sebagai obat, karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya
paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe yang lain sehingga lebih
ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kandungan minyak
atsiri jahe merah berkisar antara 2,58 – 3,72 persen dari bobot kering.
Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan minyak atsiri jahe
gajah, yaitu sebesar 0,82 – 1,68 persen dari bobot kering dan kandungan
minyak atsiri jahe emprit, yaitu sebesar 1,5 – 3,3 persen dari bobot kering.
Selain itu, kandungan oleoresinnya juga lebih tinggi dibandingkan jenis
jahe lainnya, yaitu mencapai 3 persen dari bobot kering (Herlina et. all.,
2002).
2.2.2 Kandungan Jahe Merah (Zingiber officinnalle Rose Var. Rubrum)
Kandungan Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe.)
Jahe mengandung senyawa volatile yakni terpenoid dan non volatile yang
terdiri dari gingerol, shogaol, paradol, zingerone dan senyawa turunan
mereka serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol. Gingerol dan
shogaol merupakan kandungan utama senyawa flavonoid pada Jahe.
Senyawa tersebut mempunyai efek antioksidan yang dapat mencegah
adanya radikal bebas dalam tubuh (Stailova et. all, 2007).
4
5
Senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil yang menempel pada cincin aromatik. Senyawa fenolik terbentuk dari
jalur metabolisme asam sikimat dan fenil propanoid (Proestos, Sereli, dan
Komaitis, 2006). Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena
umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida,
danbiasanya terdpaat dalam vakuola sel. Beberapa ribu senyawa fenol alam telah
diketahui strukturnya. Flavonoid merupakan golongan terbesar, tetapi fenol
monosiklik sederhana, fenilpropanoid, dan kuinon fenolik juga terdapat dalam
jumlah besar. Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan seperti
lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa poliferol. Semua senyawa fenol
aromatik, akan menunjukkan serapan kuat di daerah spektrum tampak. Selain itu,
secara khas senyawa fenolik menunjukkan pergeseran batokromik pada
spektrumnya bila ditambahkan basa (Harbone, 1987).
Asam fenolat memiliki berbagai aktivitas biologi pada manausia, seperti
meningkatkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol darah, memiliki
aktivitas antimikroba misalnya pada bakteri Staphylococcus aureus, antiulser,
antiinflamasi, antioksidan, sitotoksik, anti tumor, antispasnodik, dan antidepresan
(Silva, et al., 2009).
4
5
Kata dari “flavonoid” merupakan kata yang merujuk pada senyawa bahan
alam yang mengandung dua cincin aromatik benzena yang dihubungkan oleh 3
atom karbon, atau suatu fenilbenzopiran (C6-C3-C6). Bergantung pada posisi
ikatan dari cincin aromatik benzena pada rantai penghubung tersebut, kelompok
flavonoid dibagi menjadi 3 kelas utama, flavonoid, isoflavonoid, dan
neoflavonoid. Flavonoid dapat disintesis melalui jalur fenol dengan melibatkan
calkon dan dihidrocalkon sebagai senyawa antaranya. Bahan awal yang direasikan
dengan adanya asam dapat membentuk senyawa flavonoid dengan melibatkan
calkon sebagai senyawa antara, sedangkan apabila direaksikan pada kondisi basa
akan membentuk suatu dehidrocalkon dengan adanya proses reduksi terlebih
dahulu.
Flavonoid merupakan senyawa metabolit tumbuhan yang sangat melimpah
di alam. Fungsi senyawa flavonoid sangatlah penting bagi tanaman pada
pertumbuhan dan perkembangannya. Fungsi tersebut seperti penarik perhatian
hewan pada proses penyerbukan dan penyebaran benih, stimulan fiksasi nitrogen
pada bakteri Rhizobium, peningkat pertumbuhan tabung serbuk sari, serta resorpsi
nutrisi dan mineral dari proses penuaan daun.senyawa flavonoid juga dipercaya
memiliki kemampuan untuk pertahanan tanaman dari herbivora dan penyebab
penyakit, serta senyawa ini membentuk dasar untuk melakukan interaksi alelopati
antar tanaman (Andersen dan Markham, 2006). Selain itu, senyawa flavonoid
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi (Zuhra dkk., 2008).
2.6 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa oemberi elsktron (donor elektron) atau
reduktan. Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi,
dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Akibatnya kerusakan sel akan
dihambat oleh adanya antioksidan. Antioksidan memiliki peranan yang cukup
penting bagi kesehatan khususnya dalam mempertahankan tubuh dari kerusakan
sel akibat adanya radikal bebas. Berdarkan sumbernya, terdapat antioksidan yang
disebabkan oleh senyawa oksigen reaktif. Antioksidan alami umumnya memiliki
gugus fenolik dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2006).
Antioksidan sangat beragam jenisnya. Secara umum antioksidan dapat
digolongkan dengan dua cara, yaitu :
2.6.1 Berdasarkan fungsi
A. Antioksidan primer, yaitu antioksidan yang berperan dalam
menghentikan reaksi rantai radikal bebas dengan berfungsi sebagai
pendohor atom H atau elektron pada radikal bebas dan berdampak
pada pembentukan produk yang lebih stabil. Antioksidan primer
(AH) dapat memutuskan tahap inisiasi dengan cara bereaksi
dengan sebuah radikal bebas atau menghambat reaksi propagasi
dengan cara bereaksi dengan radikal peroksil atau alkoksida
Contohnya tokoferol, flavonoid, dan asam askorbat (Halim, 2011).
B. Antioksidan sekunder, yaitu antioksidan yang kerjanya
menghambat kerja peroksidan dengan mekanisme reaksi berupa
4
5
4
5
Kelebihan dari metode DPPH adalah metode ini merupakan metode yang
mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu
atau ekstrak tanaman (Koleva et al., 2002).
4
5
A. Alkaloid
Sejumlah simplisia jahe merah dalam mortir, dibasahkan dengan
amonia sebanyak 1 ml, kemudian ditambahkan kloroform dan
digerus kuat. Cairan kloroform disaring, filtrat ditempatkan dalam
tabung reaksi dan ditambahkan HCl 2 N, campuran dikocok, lalu
dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Dalam tabung reaksi terpisah :
Filtrat 1 : sebanyak 1 tetes larutan pereaksi dragendrof diteteskan ke
dalam filtrat, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan atau kekeruhan berwarna hingga coklat.
Filtrat 2 : sebanyak 1 tetes larutan peraksi mayer diteteskan ke dalam
filtrat, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan
atau kekeruhan berwarna putih.
Filtrat 3 : sebagai blanko atau kontrol negatif (DepKes RI, 1995).
B. Flavonoid
Sejumlah simplisia jahe merah masing-masing digerus dalam mortir
dengan sedikit air, kemudian dipindahkan kedalam tabung reaksi,
ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 5 tetes HCl 2 N, seluruh
campuran dipanaskan selama 5-10 menit. Filtrat disaring panas-
panas, kemudian dibiarkan dingin. Filtrat ditambahkan amil alkohol
lalu dikocok kuat-kuat. Reaksi positif dengan terbentuknya warna
merah pada lapisan amil alkohol (DepKes RI, 1995).
C. Tanin
Simplisia jahe merah 1 gram ditimbang, ditambahkan 100 ml air
panas, didihkan selama 5 menit kemudian disaring. Filtrat sebanyak
5 ml dimasukan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan gelatin maka
akan timbul endapan putih yang menunjukkan adanya tanin (DepKes
RI, 1995).
D. Fenolat
Simplisia jahe merah 1 gram ditimbang, ditambahkan 100 ml air
panas, dididihkan selama 5 menit kemudian disaring. Pereaksi FeCl 3
ditambahkan, maka akan timbul warna hijau biru kehitaman
menunjukkan adanya fenol (DepKes RI, 1995).
E. Triterpenoid dan Steroid
Serbuk simplisia jahe merah digerus dengan eter, kemudian fase eter
diuapkan dalam cawan penguap hingga kering, pada residu ditetesi
pereaksi liberman-burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukan
kandungan triterpenoid sedangkan bila terbentuk warna hijau biru
menunjukkan adanya senyawa steroid (DepKes RI, 1995).
F. Kuinon
Serbuk simplisia jahe merah masing-masing ditambahkan dengan
air, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring dengan kapas.
Filtrat ditambahkan larutan KOH. Terjadi warna merah
menunjukkan adanya senyawa kuinon (DepKes RI, 1995).
G. Saponin
Serbuk simplisia jahe merah masing-masing ditambahkan dengan
air, dididihkan selama 5 menit, kemudian dikocok. Terbentuknya
busa yang konsisten selama 5-10 menit ± 1 cm, berarti menunjukkan
bahwa bahan uji mengandung saponin (DepKes RI, 1995).
3.3.3 Susut Pengeringan
Susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan maksimal
tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan, kecuali
dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105˚C. Zat ditimbang 1 gram sampai
2 gram dalam botol timbangan dangkal bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Diratakan
bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga
merupakan lapisan setebal ± 5 mm sampai 10mm, dimasukkan ke dalam
ruang pengering, buka tutupnya, dikeringkan pada suhu penetapan hingga
bobot tetap (DepKes RI, 2000).
3.3.4 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi dilakukan terhadap simplisia jahe merah dengan
pengerjaan sesuai yang tertera pada Materia Medika Indonesia. Adapun
tahapannya sebagai berikut :
4
5
3.4 Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan menggunakan metode refluks. Sampel uji berupa
simlisia jahe merah. Simplisia kering diekstraksi menggunakan pelarut air
masing-masing pada waktu 30, 60, 90, dan 120 menit pada suhu 50°C, 60°C,
70°C, dan 80°C. Ekstrak cair yang didapat diuapkan menggunakan waterbath,
sehingga didapatkan ekstrak kental jahe merah. Ekstrak kental jahe merah
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40°C, kemudian dihitung persen
rendemen dengan rumus :
4
5
4
5
% Inhibisi = x 100%
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4
5
atau tanah. Menurut persyaratan kadar abu total pada simplisia rimpang jahe
merah yaitu tidak lebih dari 5%.
Penetapan kadar sari larut air dan larut etanol bertujuan untuk memberikan
gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol
dari suatu simplisia.
Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan maksimal
kandungan air didalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat menjadi
media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa yang
terkandung di dalam simplisia (Depkes RI, 2000).
Penetapan susut pengeringan dilakukan bertujuan untuk memberikan
batasan (rentang) maksimal mengenai besarnya senyawa yang hilang pada saat
proses pengeringan pada suhu 105oC (Depkes RI, 2000). Kandungan yang hilang
antara lain air, minyak atsiri dan senyawa-senyawa kandungan lain yang mudah
menguap.
4
5
4
5
DAFTAR PUSTAKA
Amarowicz, R., Naczk, M., and Fereiodon. 2000. Antioxidants Activity of Crude
Tannins of Canola and Repessed Hulls. JAOCS. 77; 957-961.
Andersen, M., Markham, K.R. 2006. “Flavonoids”. New York : Taylor & Francis
Group.
Bendra, A. 2012. “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Premna Oblongata
Miq. Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari
Fraksi Teraktif.” Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Depok : Universitas Indonesia.
Blainski, A., Cristiny, G., dan de Mello J. 2013. Application and Analysis of the
Folin Ciocalteu Method for the Determination of The Total Phenolic
Content from Limonium Brasiliense L.” J. Mdpi Molecules. 18 (6855).
Blois, M. S. 1990. Antioxidant Determinations by The Used of A Stable
Free Radical. Nature. 181; 1199-1200.
Chang, C., Yang, M., Wen, H., Chern, J. 2002. Estimation of Total Flavonoid
Content in Propolis by Two Complementary Coloimetric Methods. J. of
Food and Drug Anlaysis. 10(3); 178-182.
Departemen Kesehatan RI. 1977. “Materia Medika”. Jilid I. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1985. Farmakope Indonesia. Edisi I. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Hal 10-
11.
Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., and Nabavi, S.F. 2009. Antioxidant Activity
of Methanol Extract of Ferula Assafoetida and its Essential Oil
Composition. Grasas Aceites, 60 (4); 405-412.
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1995. “Kimia Organik.” Jilid I,
diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A.H., edisi ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga. pp. 436- 444.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar. pp. 9-18; 31-33; 221-263.
Gembong, T. 1991. Taksonomi Tumbuhan Spermatophita. Yogyakarta : UGM
Press.
Halim, F. 2011. “Peran Senyawa Antioksidan dalam Permen Cokelat terhadap
Pengaturan Tekanan Darah Manusia.” Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Surabaya : Universitas Katolik Widya Mandala.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Moder Menganalisis
Tumbuhan. Bandung : ITB. Hal. 47-75.
Herlina, R., dkk. 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah. Jakarta : Si Rimpang
Ajaib. Media Pustaka.
Jasson, N. 2005. “The Determination of Total Phenolic Compounds in Green
Tea.” http://folinciocalteu/method/colorimetric, diakses pada 24 Januari
2014.
Kristina, I. 2018. “Aktivitas Antioksidan Ekstrak Campuran Rimpang Temu
Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) dan Temu Putih (Curcuma zeboaroa
Rosc) Berdasarkan Perbedaan Suhu Pengeringan Simplisia dan Lama
Waktu Perebusan”. Skripsi. Bandung : Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia.
Hal. 25-26.
Kubo, I., Masuoka, N., Xiao, P., and Haraguchi, H. 2002. Antioxidant Capacity
of Dodecyl Gallate. SNT. 1-9.
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin, J.Sci.
Technol. 26 (2); 211-219.
Mulja, M., dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga
Unversity Press. pp. 7; 26-32.
Nurhayati, S. K., dan Herjono. 2012. “Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan
Lama Penyimpanan pada Kadar Fenolat Total Pasta Tomat.” Indo. J.Chem.
Sci. 1 (2); 158-163.
Pokorny, J., Yanishlieva, N., dan Gordon, M. 2001. Antioxidant in Food;
Practical Applications, Wood Publishing Limited. Cambrodge, England. pp.
1-123.
4
5