Di negara Indonesia sendiri, jenis jahe terbagi menjadi tiga antara lain
(jahe sunti, jahe gajah dan jahe emprit) Yang dimana ketiga jenis
jahe tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyatakat sebagai obat
trafisional ataupun bumbu masakan. (Santoso, 2008). Secara taksonomi
jahe dapat diklasifikasikan sebagai berikut(1):
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Zingiber
1. Gingerol
Ekstraksi merupakan cara penarikan senyawa kimia yang ada pada
simplisia berdasarkan atas berpindahnya massa atau berat
komponen zat padat ke komponen pelarut yang dimana perpindahan
tersebut terjadi pada lapisan antar muka, lalu berdifusi masuk ke
komponen pelarut. Optimasi ekstraksi yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan variasi konsentrasi etanol sebesar 30%,
70%, dan 96% untuk mengetahui konsentrasi optimum yang dapat
mengekstrak 6-gingerol berdasarkan rimpang jahe. Rimpang jahe
poly mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang bermanfaat bagi
kesehatan. Berbagai penelitian menunjukan bahwa jahe memiliki
sifat antioksidan menggunakan beberapa komponen utamanya yaitu
6-gingerol dan shogaol (Winarti, dkk, 2005). 6-Gingerol dalam jahe
bersifat antikoagulan yang berfungsi mencegah penggumpalan
darah, yang mengakibatkan pembuluh darah tersumbat sehingga
menyebabkan stroke primer dan agresi jantung. Selain itu, 6-
gingerol dan shogaol juga memiliki aktivitas antireumatik.(Arifianto
et al. 2019)
Penelitian yang dilakukan terutama pada gingerol bilier sebagai
anti-inflamasi. Mekanisme yang terjadi pada ekstraksi gingerol
antara lain sebagai berikut: pelarut aquadest berdifusi sebagai
padatan (serbuk jahe), kemudian zat terlarut (ekstrak gingerol)
larut pada pelarut. Larutan yang bercampur menggunakan pelarut
kemudian berdifusi keluar berdasarkan padatan, pelarut dicampur
menggunakan zat terlarut berdifusi ke bagian atas luar partikel.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi antara lain
suhu, kecepatan pengadukan, ukuran, bentuk, jenis dan jumlah
pelarut. Peristiwa fisik yang terjadi pada proses leaching
merupakan perpindahan massa. Perbedaan konsentrasi berdasarkan
konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah dapat
mengakibatkan terjadinya transfer massa. Semakin besar
konsentrasi, semakin cepat transfer massa terjadi. (AGRITEPA,
Vol.VIII, N0.2 2020)
2. Flavonoid
Flavonoid adalah salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan dalam jaringan tanaman.
Flavonoid termasuk kedalam golongan senyawa fenolik dengan
struktur kimia C6-C3-C6. Penetapan kadar fenolat dan flavonoid
total dilakukan pada fraksi n-heksana, kloroform, etil asetat, n-
butanol, dan residu.
Kadar total flavonoid tertinggi diperoleh menurut fraksi etil
asetat. Senyawa flavonoid yang terkandung pada jahe diantaranya
adalah kuersetin, rutin, katekin, dan epikatekin. Flavonoid
termasuk kedalam golongan flavonol yang memiliki sifat semi-polar.
Flavonoid yg terkandung pada jahe merah antara lain kuersetin,
rutin, katekin dan epikatekin. Semua flavonoid mempunyai gugus –
OH yang dapat mengakibatkan senyawa-senyawa tersebut
termasuk pada senyawa fenolat. Hal tersebut yang mengakibatkan
semakin besar kadar senyawa flavonoid pada sampel, maka semakin
besar pula kadar senyawa fenolatnya.(Repository and Jember
2018)
3. Minyak atsiri
Zingiberen merupakan salah satu parameter mutu yang dapat
digunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atsiri jahe yang
diperoleh. Kadar zingiberen yang semakin tinggi menyatakan bahwa
kualitas minyak atsiri tersebut semakin bagus dan memiliki nilai
ekonomi yang cukup tinggi. Namun, kandungan zingiberen pada
minyak atsiri jahe segar di Indonesia relatif kecil yaitu berkisar
30-35% pada jahe yang berumur 9 bulan. Kadar zingiberen pada
minyak atsiri jahe dipengaruhi oleh jenis dan umur panen jahe yang
digunakan. Semakin cepat umur panen jahe maka kadar zingiberen
akan semakin sedikit. Selain itu, proses distilasi yang kurang tepat
juga dapat mempengaruhi kadar zingiberen karena zingiberen
merupakan senyawa yang bersifat termolabil sehingga dapat
mengalami degradasi. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk
meningkatkan kadar zingiberen dalam minyak atsiri jahe yang
diperoleh. Sehingga, pada penelitian ini dilakukan proses
fermentasi jahe segar sebelum di distilasi untuk mendapatkan
minyak atsiri yang memiliki kandungan senyawa zingiberen dengan
kadar yang lebih tinggi.Minyak atsiri jahe emprit diperoleh melalui
proses fermentasi dengan variasi waktu yang digunakan adalah 2
dan 3 hari. Dalam proses fermentasi, terjadi beberapa peristiwa
seiring dengan lama waktu yang digunakan dalam proses fermentasi
seperti aroma khas jahe yang semakin menurun karena terjadi
pembentukan asam yang semakin banyak, perubahan warna yang
semakin gelap pada bagian permukaan lapisan atas jahe karena
terjadi reaksi browning, tekstur jahe yang semakin lunak karena
adanya ikatan-ikatan pati yang dipecah oleh enzim, serta timbul
gas. Peristiwa ini juga dapat disebabkan oleh mikroba yang
terdapat pada jahe. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diketahui bahwa terdapat beberapa jenis mikroba yang terkandung
dalam rimpang jahe yaitu Pseudomonas solanacearum atau
Ralstonia solanacearum, Enterobacter cloacae (Setianingrum,
Kusumawati, and Sriyono 2020)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri jahe emprit
memiliki warna kuning muda dengan kadar senyawa zingiberen tanpa
fermentasi, fermentasi 2 dan 3 hari mengalami peningkatan yang
signifikan secara berturut-turut sebesar 18,2415 %, 46, 5788 %,
dan 50,2132 %. Keadaan ini berbanding terbalik dengan volume
yang dihasilkan secara berturut-turut sebanyak 1,6 mL, 1,4 mL, dan
1,4 mL. Sehingga diketahui bahwa proses fermentasi hanya
berpengaruh pada kadar senyawa zingiberen dan tidak
mempengaruhi jumlah volume minyak atsiri yang dihasilkan.
Hasil uji aktivitas repelan minyak jahe emprit dan jahe merah
1. Tahap inisiasi
Dari tahap inisiasi bahan uji diperoleh lama proteksi berikut:
Bahan uji yang memiliki lama proteksi kurang dari 20 menit, waktu
pengujian setiap 5 menit. Bahan uji dengan lama proteksi lebih dari
20 menit, waktu pengujian setiap 15 menit, tetapi apabila ada
nyamuk yang hinggap, maka waktu pengujian diturunkan menjadi
setiap lima menit. Waktu pengujian yang diperoleh dari tahap
inisiasi selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk pengukuran lama
proteksi pada tahap penentuan konsentrasi efektif.
Sari, Reidinda Ratna Puspita, Sri Mulyani, and Sitti Rahmah Umniyati.
2014. “Uji Aktivitas Repelan Minyak Atsiri Jahe Emprit (Zingiber
Officinale Roxb. ‘ Cochin Ginger ’) Dan Jahe Merah (Zingiber
Officinale Roxb . Var Rubrum) Dengan Basis Minyak Wijen Dan
Minyak Kelapa Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti.” Traditional
Medicine Journal 19 (2): 80–88.
Yuliningtyas, Anti Wulan, Hari Santoso, and Ahmad Syauqi. 2019. “Uji
Kandungan Senyawa Aktif Minuman Jahe Sereh (Zingiber Officinale
Dan Cymbopogon Citratus).” E-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS
(BIOSCIENCE-TROPIC) 4: 2–7.