Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

PERBANDINGAN TOTAL FLAVONOID JUS,


REBUSAN DAN SIRUP JAHE MERAH

(Zingiber Officinale Roscoe) DENGAN METODE


SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

I WAYAN ELVA DARMA PUTRA

NIM:151084

AKADEMI FARMASI SARASWATI

DENPASAR

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara tropis yang memiliki keanekaragaman


hayati melimpah. Berbagai jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia diketahui
berkhasiat sebagai obat dan telah dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional oleh
masyarakat Indonesia (Gafur, 2014). Senyawa aktif di dalam tumbuhan merupakan
metabolit sekunder yang tersebar diseluruh bagian tumbuhan dengan kadar yang
berbeda-beda. Metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan seperti
alkaloid, flavonoid, folifenol dan lain-lain (Markham, 1988).

Flavonoid merupakan salah satu senyawa terbesar dari golongan fenol.


(Markham, 1988). Menurut penelitian Fauziah (2010), pada senyawa-senyawa
golongan flavonoid diketahui memiliki berbagai aktivitas fisiologis antara lain
antibakteri, antiinflamasi, antibiotik, antiinsektisida, antialergi dan antioksidan.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah atau menghambat proses
oksidasi yang ditimbulkan oleh radikal bebas dengan cara bereaksi dengan radikal
bebas yang membentuk senyawa yang tidak reaktif dan relatif stabil. Keaktifan
senyawa flavonoid dalam menangkal radikal bebas ditentukan dari adanya gugus
fungsi –OH (hidroksi), ikatan rangkap karbon-karbon dan gugus 4-oxo. Quersetin,
xanthotumol (khalkon terprenilasi), dan genistein adalah beberapa contoh senyawa
flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan. Menurut Sadikin (2001), serangan
radikal bebas terhadap molekul sekitarnya, akan menyebabkan terjadinya reaksi
berantai, yang kemudian akan menghasilkan senyawa radikal baru dan dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, mulai dari kerusakan sel atau jaringan,
penyakit autoimun, penyakit degeneratif, hingga kanker.

Pengobatan dengan cara herbal kembali diminati oleh masyarakat Indonesia


khususnya di Bali. Pengobatan tradisional di Bali sudah sering terdengar dengan
sebutan “Usada Bali”. Salah satu tanaman yang biasanya digunakan di usada bali
adalah jahe merah. Tanaman jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum)
merupakan salah satu produk rempah yang banyak dibudidayakan di pekarangan
rumah maupun di daerah tertentu. Secara umum, tanaman jahe merah memiliki
struktur tanaman berupa daun, batang dan rimpang. Bagian tanaman yang telah
banyak dimanfaatkan adalah bagian rimpangnya. Bagian ini umumnya
dimanfaatkan sebagai bumbu dapur, obat tradisional, jamu, campuran parfum, juga
mengandung senyawa golongan fenol, flavonoid, terpenoid dan minyak atsiri, kini
telah banyak pula yang memanfaatkan komponen bioaktifnya sebagai antioksidan
pada bidang teknologi pangan. Aktivitas antioksidan yang berasal dari tanaman jahe
merah, seringkali dihubungkan dengan kandungan flavonoid atau polifenol totalnya
(Gandjar dan Rohman, 2007). Dari penelitian Jihene et al, (2013) mengatakan
bahwa jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) memiliki kandungan senyawa
flavonoid dan fenolik yang berpotensi sebagai senyawa antioksidan, dimana nilai
total flavonoid dan total fenol diperoleh pada nilai tertinggi berturut-turut 0,20 ±
0,04 mg dan 0,77 ± 0,067 mg.

Produk-produk yang menggunakan bahan baku dari jahe merah saat ini sudah
banyak diproduksi oleh beberapa pengusaha obat tradisional, salah satunya adalah
sirup jahe merah. Namun, belum ada yang memberikan informasi mengenai kadar
flavonoid yang terkandung dalam produk sirup jahe merah tersebut. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini akan melakukan pengujian mengenai total flavonoid dari
sari jahe merah, rebusan sari jahe merah, dan sirup jahe merah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atsa, maka dapat dirumuskan masalah


sebagai berikut :

1. Berapakah total flavonoid dari sari jahe merah, rebusan sari jahe merah, dan
produk sirup jahe merah?

2. Apakah terdapat perbedaan jumlah total flavonoid pada sari jahe merah,
rebusan sari jahe merah, dan produk sirup jahe merah?
1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui jumlah total flavonoid pada sari jahe merah, rebusan sari
jahe merah, dan produk sirup jahe merah.

2. Untuk mengetahui perbedaan jumlah total flavonoid pada sari jahe merah,
rebusan sari jahe merah, dan produk sirup jahe merah.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat mengetahui perbedaan total flavonoid dari sari jahe merah, rebusan
sari jahe merah, dan produk sirup jahe merah

2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat dalam bidang kimia bahan alam


hayati dan farmasi dalam meningkatkan produktivitas sari jahe merah,
rebusan sari jahe merah, dan produk sirup jahe merah yang berdasarkan dari
total flavonoid alami.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe)

Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan suatu rempah-rempah di


Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang
kesehatan. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu dan termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Jahe berasal dari
Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. ( Paimin, 2008). Menurut
Hutapea dalam Rahayu, (2010) mengatakan tanaman obat tradisional yang terdapat
di Indonesia sangat beragam dan setiap tumbuhan memiliki nama daerah yang
berbeda. Di Sumatra tumbuhan jahe merah disebut Halia untuk daerah Aceh,
Bening untuk daerah Gayo, Bahing untuk daerah Batam, Lahia untuk daerah Nias,
Sipadeh untuk daerah Minangkabau, dan Jahi untuk daerah Lampung. Masyarakat
Jawa biasa menyebut jahe merah dengan Jahe untuk daerah Sunda, Jae untuk daerah
Jawa Tengah, dan Jhai untuk daerah Madura. Di daerah Bali masyarakat mengenal
jahe merah dengan sebutan Cipakan. Di Kalimantan terkenal dengan sebutan
Sipadas untuk daerah Kutai, dan sebutan Hai untuk daerah Dayak. Masyarakat
Sulawesi lebih mengenal jahe merah dengan sebutan Bawo untuk daerah Sangir,
Melito untuk daerah Gorontalo, Yuyo untuk daerah Buol, Kuni untuk daerah Barce,
Laia untuk daerah Makassar, dan Pese untuk daerah Bugis. Zingiber officinale
Rosc.Var.Rubrum di Nusa Tenggara lebih dikenal dengan nama Jae untuk daerah
Sasak, Aloi untuk daerah Sumba, Lea untuk daerah Flores, dan Laiae untuk daerah
Kupang. Masyarakat Indonesia Timur memiliki nama yang berbeda pula untuk
jahe merah. Maluku memiliki sebutan Ilii untuk daerah Tanimbar, Laia untuk
daerah Aru, Siwei untuk daerah Buu, Galaka untuk daerah Ternate, Gara untuk
daerah Tidore, dan Siwe untuk daerah Ambo.

Jahe merah merupakan terna berbatang semu tegak yang tidak bercabang dan
termasuk famili Zingiberaceae. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil berwarna
hijau dan agak keras. Daunnya tersusun berselang-selang teratur. Tinggi tanaman
ini 30-60 cm. Jahe merah tumbuh baik di daerah tropis yang beriklim cukup panas
dan curah hujannya sedikit. Jika cahaya matahari mencukupi, tanaman ini dapat
menghasilkan rimpang jahe lebih besar daripada biasanya (Sudewo dalam Rahayu,
2010). Habitus tumbuhan jahe merah yaitu herba dan semusim. Tumbuh tegak
dengan tinggi 40-50 cm. Batang semu, beralur, membentuk rimpang, dan berwarna
hijau. Daun tumbuhan jahe berbentuk tunggal, lancet, dengan tepi rata, ujung
runcing, pangkal tumpul, dan berwarna hijau tua. Bunga tumbuhan jahe merah
biasanya majemuk, bentuk bulir, sempit, ujung runcing, panjang 3,5-5 cm, lebar
1,5-2 cm, tangkai panjang kurang lebih 2 cm, berwarna hijau kemerahan, kelopak
bentuk tabung, bergigi 3 dan mahkota bentuk corong panjang 2-2,5 cm. Buah
tumbuhan jahe merah kotak, bulat panjang, coklat. Biji berbentuk bulat dan
berwarna hitam. Akar berbentuk serabut berwarna putih kotor (Hutapea dalam
Rahayu, 2010).

Klasifikasi dari tanaman jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) adalah sebagai
berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales
Famil : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale

Kandungan dari jahe merah berupa senyawa minyak atsiri zingiberena,


zingiberol, bisabolena, kurukumin, ginggirol, dan resin pahit. Kebanyakan bagian
tanaman yang digunakan adalah rimpang. Khasiat jahe merah adalah mengobati
batuk, membangkitkan nafsu makan, perut kembung, gatal, sakit kepala, serta
salesma (Wasito, 2011). Rimpang jahe merah mengandung komponen senyawa
kimia yang terdiri dari minyak menguap (volatile oil),minyak tidak menguap
(nonvolatile oil) dan pati. Minyak atsiri (minyak menguap) merupakan suatu
komponen yang memberi khas, kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58-
2,72% dihitung berdasarkan berat kering. Minyak atsiri umumnya berwarna
kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberikan aroma yang khas
pada jahe. Kandungan minyak tidak menguap disebut oleoresin, yakni suatu
komponen yang memberi rasa pahit dan pedas. Rasa pedas pada jahe merah sangat
tinggi disebabkan oleh kandungan oleoresin yang tinggi. Zat oleoresin inilah yang
bermanfaat sebagai antiemetik (Sudewa dalam Rahayu, 2010).

2.2. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang


paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Pada umumnya flavonoid
terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) dan terdapat pada hampir
semua bagian tanaman. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat
tinggi (angiospermae) adalah flavon dan flavonol. Flavonoid termasuk senyawa
fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas
sebagai obat. Senyawa – senyawa ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga
dan buah. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga
sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk
melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi,
mencegah tulang keropos dan sebagai Antibiotik (Sangu, 2013). Kebanyakan
flavonoid merupakan senyawa berwarna kuning, dan berperan pada warna kuning
bunga dan buah, yang mana flavonoid ini berada sebagai glikosida. (Nahar, 2009
dalam yuni wulandari,2014).

Menurut Sirait (2007) ada beberapa kegunaan flavonoid bagi tumbuhan dan
manusia : a. Bagi tumbuhan

1. Untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan.

2. Untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji.

b. Bagi manusia

1. Dosis kecil, flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, hesperidin


mempengaruhi pembuluh darah kapiler.

2. Flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada


lemak.

Diduga bahwa flavon bekerja seperti auksin dalam menstimulir perkecambahan biji
gandum.

Gambar 2.1 Struktur Umum Senyawa Flavonoid (Achmad, 1986 dalam Sjahid,
2008).
Tabel 2.1 menurut J.B Harborne (1987) sifat berbagai golongan flavonoid dibagi
menjadi :
Tabel 2.1 Golongan flavonoid
Golongan
Penyebaran Ciri Khas
Flavonoid
Pigmen bunga merah marak, Larut dalam air, λmaks
merah, merah senduduk, 515-545 nm, bergerak
Antosianin
dan biru; juga dalam daun dengan BAA pada kertas.
dan jaringan lain.
Terutama tanwarna, dalam Menghasilkan antosianidin
galih dan daun tumbuhan (warna dapat diekstraksi
berkayu. dengan amil alkohol) bila
Proantosianidin
jaringan dipanaskan dalam
HCl 2M selama setengah
jam.
Terutama ko-pigmen Setelah hidrolisis, berupa
tanwarna dalam bunga bercak kuning murup pada
sianik dan anisianik; kromatogram Forestal bila
Flavonol
tersebar luas dalam daun. disnari dengan sinar UV;
maksima spektrum pada
350-386 nm.
Seperti flavonol. Setelah hidrolisis, berupa
bercak coklat redup
Flavon kromatogram Forestal;
maksima spektrum pada
330-350 nm.
Seperti flavonol. Mengandung gula yang
Glikoflavon terikat melalui ikatan C-C;
bergerak dengan
pengembangan air, tidak
seperti flavon biasa.
Tanwarna; hamper Pada kromatogram BAA
Bioflavonil seluruhnya terbatas pada berupa bercak redup
gimnospermae. dengan Rf tinggi.
Pigmen bunga kuning, Dengan amonia berwarna
kadang-kadang terdapat merah (perubahan warna
Khalkon dan
juga dalam jaringan lain. dapat diamati in situ ),
auron
maksima spektrum 370-
410 nm.
Tanwarna; dalam daun dan Berwarna merah kuat
Flavanon buah (terutama dalam dengan Mg/HCl; kadang-
Citrus). kadang sangat pahit.
Tanwarna; sering kali dalam Bergerak pada kertas
Isoflavon akar; hanya terdapat dalam dengan pengembang air;
satu suku, Leguminosae. tak ada uji warna khas.

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi
harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen,
banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu
gula, flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut
dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH),
aseton, dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada
flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida
lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih
mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham,1988).

Kebanyakan flavonoid merupakan senyawa antioksidan. Beberapa flavonoid


mempunyai sifat anti-inflamasi, anti hepatotoksik, anti tumor, anti mikroba,
antivirus. Beberapa obat tradisional dan tanaman obat mengandung flavonoid
sebagai senyawa bioaktif. Sifat antioksidan flavonoid yang ada pada buah-buahan
dan sayuran segar diduga berkontribusi pada kemampuannya untuk melindungi
tubuh terhadap penyakit jantung dan penyakit kanker. (Nahar, 2009 dalam yuni
wulandari,2014).

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan


alga dan hornwort. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji.
Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan,
misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, propolis (sekresi lebah), dan di dalam
sayap kupu-kupu: itu pun dengan anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari
tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam
tubuh mereka (Harbone, 1967 dalam Markham, 1988).

2.3. Spektrofotometri UV-Vis

Teknik spestroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang


mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Ada dua macam instrument pada teknik spektroskopi yaitu spectrometer dan
spektrofotometer. Instrument yang memakai monokromator celah tetap pada
bidang focus disebut sebagai spectrometer. Apabila spectrometer tersebut
dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut
spektrofotometer (Markham,1988 dalam Purnamiasih, 2014).

Prinsip dasar dari analisis spektrofotometri UV-Vis adalah bila suatu sinar
melalui larutan kimia tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan
panjang gelombang tertentu. Warna larutan kimia tergantung pada jenis sinar yang
dipancarkan dan ditangkap oleh mata, sehingga senyawa kimia ada yang berwarna
atau tidak. Spektrofotometer merupakan alat pengukur kualitatif dan kuantitatif
karena jumlah sinarnya yang diserap oleh partikel di dalam larutan juga tergantung
pada jenis dan jumlah partikel (Sangu, 2013).
Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang
sangat encer dengan pembanding blanko pelarut serta menggunakan
spektrofotometer yang merekam otomatis. Senyawa tanpa warna diukur pada
jangka 200-400 nanometer (dalam nm), senyawa berwarna pada jangka 200-700
nm. Panjang gelombang serapan maksimum dan minimum pada spektrum serapan
yang diperoleh direkam (dalam nm), demikian juga kekuatan absorbansi
(keterserapan atau kerapatan optik) pada maksima dan minima yang khas. Pelarut
yang banyak digunakan untuk spektroskopi UV ialah etanol 95% karena
kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut. Pelarut lain yang sering
digunakan ialah air, metanol, heksana, eter minyak bumi, dan eter. Pelarut seperti
kloroform dan piridina umumnya harus dihindari karena menyerap kuat di daerah
200-260 nm (Harborne, 1987).

Spektrum Flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol


atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240285 nm (pita
II) dan 330-550 nm (pita I) (Markham, 1988). Analisis spektroskopi UV dan sinar
tampak merupakan cara tunggal yang paling baik untuk menganalisa flavanoid. Hal
ini dikarenakan ciri spektrum yang sama memberikan data mengenai jenis senyawa
yang sama. Keuntungan dari analisis spekstroskopi adalah sangat sedikitnya sampel
yang digunakan untuk analisis lengkap (Markham, 1988).

2.4. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum


tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dengan cepat memisahkan antara
bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam yang
tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap
pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang
diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian
warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna di dalam tabung reaksi. Hal yang
berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode
ekstraksi. Skrining fitokimia juga dilakukan untuk mengetahui kandungan secara
kualitatif senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu bahan alam.
Skrining fitokimia menggunakan serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk basah
meliputi pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida,
terpenoida/steroida, tannin dan saponin menurut prosedur penelitian yang telah
dilakukan oleh Harbone (Harbone, 1987).

Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang


mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara
isolasi atau pemisahannya. Pada tahun akhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan
telah berkembang menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia
organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan dengan keduanya.
Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa orgaik yang dibentuk dan
ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya,
perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah dan fungsi
biologisnya (Harbone, 1987).

2.5. Hipotesis

Diduga ada perbedaan kadar flavonoid antara rebusan jus sari jahe merah, jus
sari jahe merah alami, dan produk sirup jahe merah.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe merah alami, produk
sirup jahe merah, akuades, K-Na-Tartrat, AlCl3 (10%), Quercetin, logam
magnesium, asam sulfat, HCl Pekat, ammonia encer, H2SO4 pekat, H2SO4 2N,
reagen Dragendroff, reagen Mayer, FeCl3 1%; 5%, NaOH encer, NaOH 10%.
3.2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handscun, blender, masker,
tissue, tabung reaksi, rak tabung reaksi, beaker glass 250 mL; 100 mL, gelas ukur
100 mL; 50 mL; 5 mL, labu ukur 100 mL; 25 mL; 10 mL; 5 mL, batang pengaduk
kaca, corong kaca, erlenmeyer, kertas perkamen, kertas saring, kain kasa, sendok
tanduk, aluminium foil, timbangan, pipet tetes, lampu bunsen, kaki tiga, plat alas
pembakaran, cawan porselen, kaca arloji, dan spektrofotometri UV-Vis
(Shimadzu).

3.3. Rancangan Eksperimen


3.3.1. Jenis/Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental untuk
mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder rebusan jahe merah, jus
jahe merah, dan produk sirup jahe merah secara reaksi tabung dan total
flavonoid berdasarkan nilai absorbansi dari rebusan jahe merah, jus jahe merah,
dan produk sirup jahe merah dengan Spektrofotometri UV-Vis.
3.3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
3.3.2.1. Populasi
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah jahe merah
3.3.2.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah rebusan sari jahe merah, jus sari
jahe merah, dan produk sirup jahe merah.
3.3.2.3. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini dilakukan teknik sampling secara acak dengan
menggunakan tiga kelompok perlakuan, yaitu:
1. Rebusan jahe merah: jus jahe merah yang ditambahkan 10 % jumlah air
dan dipanaskan hingga volume air berkurang sebanyak 10 %.
2. Jus jahe merah.
3. Sediaan sirup jahe merah.
Dilakukan masing-masing tiga kali pengulangan dalam pengujian aktivitas
total flavonoid.
3.4. Identifikasi Vaabel
3.4.1. Variabel Bebas
Variable bebas dalam penelitian ini adalah rebusan sari jahe merah, jus
sari jahe merah, dan produk sirup jahe merah.
3.4.2. Variabel Tergantung
Variable tergantung dalam penelitian ini adalah pengujian aktivitas
total flavonoid.

3.5. Metode
3.5.1. Persiapan Bahan
1. Pengumpulan sampel diperoleh dari salah satu produsen pembuat sirup
jahe merah di Bali. Bagian jahe merah yang digunakan adalah bagian
rimpang dari jahe merah. Rimpang jahe merah kemudian dikumpulkan
ke dalam kantong plastik. Bagian rimpang dibersihkan dengan
menggunakan air. Setelah bersih dilakukan pemotongan agar
memudahkan dalam pemblenderan.

2. Pembuatan Rebusan Jahe Merah

Jahe merah segar yang sudah dibersihkan, kemudian ditimbang


sebanyak 25 gram, lalu dipotong kecil-kecil. Jahe merah yang sudah
dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam blender. Tambahkan air
sebanyak 100 ml ke dalam blender, kemudian blender campuran jahe
merah dengan air tersebut. Setelah terbentuk jus jahe merah, disaring
untuk memperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh ditambahkan air
sejumlah 10% atau 10 ml air. Panaskan di atas penangas air hingga
volume air berkurang sebanyak 10% atau 10 ml. Hasil rebusan tersebut
akan digunakan untuk pengujian antioksidan.

3. Pembuatan Jus Jahe Merah

Jahe merah segar yang sudah dibersihkan, kemudian ditimbang


sebanyak 25 gram, lalu dipotong kecil-kecil. Jahe merah yang sudah
dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam blender. Tambahkan air
sebanyak 100 ml ke dalam blender, kemudian blender campuran jahe
merah dengan air tersebut. Setelah terbentuk jus jahe merah , disaring
untuk memperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk
pengujian antioksidan.
3.5.2. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia pada penelitian ini meliputi identifikasi flavonoid,
alkaloid, saponin, tanin, terpenoid, steroid, dan kuinon yang dilakukan
dengan menggunakan metode berikut :
a. Identifikasi Flavonoid Metode I :
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 2 mL, kemudian dipanaskan kurang lebih 5 menit.
Setelah dipanaskan ditambahkan dengan 0,1 gram logam Mg dan 5 tetes
HCl pekat. Reaksi positif ditunjukkan apabila terbentuk warna kuning
jingga sampai merah (Mustikasari & Ariyani, 2010 dalam Ergina dkk,
2014).
Metode II :
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 5 mL, selanjutnya dimasukkan ke dalam tiga buah
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 5 mL ammonia encer dan 5 mL
H2SO4 pekat. Reaksi positif ditunjukkan apabila larutan terbentuk warna
kuning (Sahu et al., 2014).
Metode III :
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 1 mL, lalu dimasukkan ke dalam tiga buah tabung
reaksi, setelah itu masing-masing larutan ditambahkan H2SO4 2N
sebanyak 2 tetes dan dikocok kuat. Reaksi positif ditunjukkan apabila
larutan mengalami perubahan warna menjadi warna kuning, merah atau
coklat (Munte et al., 2015).
Metode IV :
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 1 mL, lalu dimasukkan ke dalam tiga buah tabung
reaksi, setelah itu masing-masing larutan ditambahkan NaOH 10%
sebanyak 2 tetes dan dikocok kuat. Reaksi positif ditunjukkan apabila
larutan terbentuk warna yaitu warna kuning, merah, coklat, atau hijau
(Munte et al., 2015).
b. Alkaloid
Metode I :
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 2 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Setelah itu larutan sampel ditambahkan dengan 5 tetes reagen
Dragendroff. Reaksi positif ditunjukkan apabila terbentuk endapan
berwarna jingga (Mustikasari dan Ariyani, 2010 dalam Ergina et al.,
2014).
Metode II :
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 2 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Setelah itu larutan sampel ditambahkan 3 tetes HCl pekat dan 5 tetes
reagen Mayer. Reaksi positif ditunjukkan apabila terbentuk endapan
berwarna putih (Mustikasari dan Ariyani, 2010 dalam Ergina et al.,
2014).
c. Saponin
Pengujian saponin dilakukan dengan menggunakan metode Forth
yaitu dengan cara memasukkan 2 mL larutan sampel ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 10 mL aquades lalu dikocok selama 30
detik, diamati perubahan yang terjadi. Reaksi positif ditunjukkan apabila
larutan terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik)
(Marliana et al., 2005).
d. Tanin
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 2 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
selanjutnya dipanaskan kurang lebih 5 menit. Setelah dipanaskan
masing-masing ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Reaksi positif
ditunjukkan apabila terbentuk larutan berwarna coklat kehijauan atau
biru kehitaman (Marlinda et al., 2012 dalam Ergina et al., 2014).
e. Terpenoid/Steroid
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 2 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tiga buah tabung
reaksi. Setelah itu masing-masing larutan sampel ditambahkan dengan 3
tetes HCl pekat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Reaksi positif ditunjukkan
apabila larutan terbentuk warna merah atau ungu (terpenoid) atau warna
hijau (steroid) (Septianingsih, 2013 dalam Ergina et al., 2014).
f. Kuinon
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil masing-masing larutan
sampel sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Selanjutnya larutan sampel ditambahkan dengan NaOH. Reaksi positif
ditunjukkan apabila larutan terbentuk warna biru kehijauan atau merah
(Soni dan Sosa, 2013).

3.5.3. Tahap Pembuatan Kurva Standar Quersetin


Quersetin ditimbang sebanyak 0,01 gr dimasukkan kedalam labu ukur
10 ml, kemudian ditambahkan aquadest hingga sampai 10 ml (larutan induk
1000 ppm). Kemudian dibuat serangkaian larutan standar 10 ppm, 20 ppm,
30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm. Untuk larutan standar 10 ppm dipipet
sejumlah 5 ml, 6,6 ml untuk larutan standar 20 ppm, 7,5 ml untuk larutan
standar 30 ppm, 8 ml untuk larutan standar 40 ppm, 5 ml untuk larutan
standar 50 ppm, dan masing-masing ditambahkan 0,1 ml AlCl3 (10%), 0,1
ml K-Na-Tartrat, kemudian ditambahkan aquades hingga sampai 10 ml.
Setelah itu diinkubasi selama 30 menit. Serapannya diukur pada panjang
gelombang 415 nm menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Kemudian
dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai serapan sebagai
koordinat (Y) dan konsentrasi larutan standar sebagai absis (X).

3.5.4. Tahap Pengujian Total Flavonoid

Sampel diambil sebanyak 2 ml, ditambahkan 0,1 ml AlCl3 (10%),


0,1 ml K-Na-Tartrat, dan 2,8 ml aquadest

Dikocok hingga tercampur

Diukur

UV-Vis dengan panjang gelombang 415 nm

Diinkubasi 30 menit

Diukur UV-Vis dengan panjang gelombang 415 nm

Kurva kalibrasi menggunakan quersetin dengan beberapa


konsentrasi
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Ergina, S. N., dan Pursitasari, I.D. 2014. Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder
Pada Daun Palado (Agave angustifolia) Yang Diekstraksi Dengan Pelarut Air
Dan Etanol. J. Akad. Kim. 3(3): 165-172 ISSN 2302-6030.

Fauziah, L. 2010.Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun ketela


Pohon (manihot utilissiima pohl). http://miss-purplepharmacy.blogspot. com.
Diakses tanggal 25 September 2015.

Gafur, M.A., Isa I.,dan Blalangi N. (2014). Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Flavonoida dari Daun Jamblang (Syzygium cumini). Skripsi.
Gorontalo:Fakultas MIPA Univertas Negeri Gorontalo.

Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Puataka Pelajar,
Yogyakarta.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Penerbit ITB.Bandung.

Jihene, L.,Touil, A., Chemkhi, S., Zagrouba, F. 2013. Impact of Infra-red drying
temperature on total phenolic and flavonoid contents, on antioxidant and
antibacterial activities of ginger (Zingiber officinale Roscoe). Chemical
Engineering Department, King Khaled University.

Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh


Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung.
Munte, L., Runtuwene, M.R., Citraningyas, G. 2015. Aktivitas Antioksidan Dari
Ekstrak Daun Prasman (Eupatorium triplinerve Vahl.). Jurnal Ilmiah Farmasi
– UNSRAT Vol. 4 No. 3

Paimin F B., Murhananto, 2008 . Seri Agribisnis Budi Daya Pengolahan,


Perdagangan Jahe. Cetakan XVII. Penebar Swadaya. Jakarta : 5 – 20.

Rahayu, Fitri. 2010. Formulasi Sediaan Chewable Lozenges yang Mengandung


Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc. Var). Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Sadikin, M. 2001. Pelacakan Dampak Radikal Bebas terhadap Makromolekul.


Kumpulan Makalah Pelatihan: Radikal Bebas dan Antioksidan dalam
Kesehatan. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

Sahu, M., Verma, D., dan Harris, K. K. 2014. Phytochemicalanalysis Of The Leaf,
Stem And Seed Extracts Of Cajanus Cajan L(Dicotyledoneae : Fabaceae).
World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences

Sangu Yuliana Fandelina,2013, Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Ekstrak


Etanol Daun Intaran (Azadirachta indica) Dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis Dan Spektrofotometri UV-Vis. Karya Tulis Ilmiah tidak
dipublikasikan, Denpasar Akademi Farmasi Saraswati Denpasar.

Sjahid, L.R., 2008, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru
(Eugenia Uniflora L.), Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sirait Midian,2007, Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi, ITB, Bandung, 129.


Soni, A., dan Sosa, S. 2013. Phytochemical Analysis and Free Radical Scavenging
Potential of Herbal and Medicinal Plant Extracts. Journal of Pharmacognosy
and Phytochemistry

Wasito, H. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai