Anda di halaman 1dari 60

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL JAHE MERAH

(Zingiber officinale var. rumbrum) TERHADAP DAYA


HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Porphyromonas gingivalis

SKRIPSI

Oleh:

Hardiyanti Suci Rusmiaty


04031181320032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 . Latar belakang

Tanaman herbal sudah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

alternatif di bidang pengobatan tradisional. 1 Hal ini disebabkan karena tanaman

herbal dinilai memiliki kemampuan antimikroba alami dan efek samping yang lebih

rendah bagi kesehatan. Salah satu tanaman herbal yang telah diketahui memiliki

aktivitas antimikroba adalah jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum).

Masyarakat sering menggunakan jahe merah sebagai obat mual, obat nyeri, obat

penghangat, obat flu, dan migrain.2 Jahe merah juga dikentahui memiliki efek

antioksidan, anti-koagulan, anti-inflamasi, anti-diabetik, analgesik, anti-piretik dan

anti-tumor.3

Penelitian in vitro yang dilakukan Arifin tahun 2012, membuktikan bahwa

konsentrasi 5% ekstrak etanol jahe merah terbukti efektif menghambat pertumbuhan

jamur parasit, golongan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. 4 Salah satu

bakteri gram negatif yang merupakan faktor etiologi infeksi pada jaringan periodontal

adalah bakteri Porphyromonas gingivalis.5

Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri yang banyak ditemukan

pada plak gigi, dimana bakteri tersebut merupakan bakteri yang menyebabkan

perubahan patologis pada jaringan periodontal dengan menurunkan respon imun dan
2

meningkatkan respon inflamatori pada sel host yang secara langsung memengaruhi

sel-sel jaringan periodontal sehingga menyebabkan terjadinya periodontitis.6

Milos N, dkk tahun 2014, membuktikan bahwa ekstrak etanol jahe merah

mampu menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Proteus

mirobilis dengan Kadar Hambat Minimum (KHM) sebesar 2,5%.7 Priskilia tahun

2015 juga membuktikan bahwa ekstrak etanol jahe merah pada konsentrasi 10%

efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri spesies Streptococcus mutans.

Penelitian tersebut menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan

maka semakin besar pula daya antibakteri ekstrak tersebut.8

Hal ini disebabkan karena dalam jahe merah mengandung senyawa aktif yang

mampu menghambat pertumbuhan bakteri seperti minyak atsiri, flavanoid, polifenol

dan senyawa saponin. Senyawa aktif tersebut bekerja dengan cara merusak dinding

sel bakteri dan menyebabkan koagulasi protein sehingga sel membran bakteri

mengalami lisis.4

Peranan antibakteri dalam jahe merah yang dianggap telah teruji dapat

menghambat pertumbuhan beberapa strain bakteri patogen pada penelitian

sebelumnya, membuat peneliti tertarik melakukan penelitian in vitro untuk

mengetahui apakah ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum)

efektif dalam menghambat pertumbuahan bakteri gram negatif jenis Porphyromonas

gingivalis.
3

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum) efektif

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui efektivitas ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var.

rumbrum) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan data penelitian mengenai manfaat dan konsentrasi ekstrak etanol

jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum) terhadap daya hambat

pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis sehingga dapat menjadi acuan

untuk meneruskan penelitian selanjutnya.

2. Menambah wawasan dan informasi mengenai manfaat dan konsentrasi etanol

jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum) dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Porphyromonas gingivalis.

3. Menambah modalitas alternatif pengobatan yang diakibatkan infeksi oleh bakteri

Porphyromonas gingivalis dengan menggunakan bahan herbal yang mudah

didapat dengan harga yang terjangkau.


4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum)

2.1.1. Definisi

Jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum), merupakan tanaman asli yang

berasal dari wilayah Indo-Malaya, yang banyak tersebar di daerah tropis seperti Asia,

Afrika, Amerika dan Australia.1 Jahe merah atau rimpang Zingiber officinale var.

rubrum yang masih satu famili dengan Zingiberaceae adalah tumbuhan yang sangat

populer digunakan sebagai bumbu selama lebih dari 2000 tahun. 2 Jahe merah

memiliki karakteristik bau khas dan rasa yang pedas, selain dapat digunakan sebagai

bumbu masakan jahe merah juga lazim digunakan sebagai bahan obat tradisional

karena memiliki banyak khasiat.3

2.1.2. Taksonomi

Kingdom : Plantae (tumbuh tumbuhan)


Devisi : Spermatophyta
Sub v devisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale
Varietas : Zingiber officinale var. rubrum
5

Gambar 1. Jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum ) 9

2.1.3. Morfologi

Tanaman jahe merah merupakan tumbuhan berbatang tegak dan tidak

bercabang. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga

kemerahan dengan bau khas yang menyengat. Daunnya menyirip dengan panjang 15-

23 mm dan panjang 8-15 mm yang tersusun berselang-selang teratur. Bunga jahe

merah tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat dengan panjang 3,5-5 cm dan lebar

1,5-1,75 cm dengan gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga

berwarna hijau kekuningan, bibir bunga dan kepala putik berwarna ungu, dan tangkai

putik berjumlah dua, tinggi tanaman ini tidak lebih dari 60 cm. Tanaman ini berserat

kasar dengan tekstur batang yang kasar pula, serta batangnya yang berbentuk bulat

kecil berwarna hijau kemerahan.9


6

2.1.4. Kandungan Senyawa Kimia

Uji fitokimia yang telah dilakukan membuktikan bahwa ekstrak jahe merah

mengandung beberapa senyawa antibakteri seperti flavanoid, oleoresin, minyak atsiri,

polifenol dan saponin. Tetapi tidak menunjukan kandungan senyawa tanin dan

alkaloid yang ditandai dengan tidak terbentuknya endapan setelah ditambahkan

gelatin 1% pada ekstrak etanol jahe merah sehingga hasilnya negatif.4

Flavanoid merupakan salah satu senyawa fenol alami yang tersebar luas pada

tumbuhan yang disintesis dalam jumlah sedikit (0,5-1,5%) dan hampir dapat

ditemukan pada semua bagian tumbuhan. Penelitian secara in vitro menunjukkan

aktivitas biologis dan farmakologis dari senyawa flavanoid sangat beragam. Salah

satu diantaranya yakni memiliki aktivitas antibakteri.10

Penyusun utama dari oleoresin jahe merah adalah senyawa turunan fenol

seperti gingerol dan shogaol yang dapat digunakan sebagai senyawa antibakteri.

Keuntungan dari oleoresin adalah lebih hygienis dan aromanya lebih tajam.

Oleoresin memiliki sifat organoleptik dari rempah rempah alamiah yang mengandung

pigmen, rasa pedas, dan sifat antioksidan.11

Minyak atsiri jahe merah mengandung zingiberen, linalool, monoterpen

limonene, sineol, borneol, dan zingiberol. Komponen minyak atsiri jahe merah yang

menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol, sedangkan linalool dan

monoterpen limonene dapat menghambat pertumbuhan mikroba.12 Tanin dan saponin

merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui memiliki komponen


7

zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan

dan sukar mengkristal.13

2.1.5. Manfaat

Jahe merah relatif aman sebagai obat herbal. Beberapa komponen kimia yang

terdapat dalam jahe merah memberikan efek farmakologi dan fisiologi seperti

antioksidan yang tinggi diatas vitamin E, anti-inflamasi, analgesik, anti-tumor, anti-

bakteri, non-toksik, anti-agregasi trombosit, non-mutagenik dan rendah efek samping

meskipun pada konsentrasi tinggi.3

Semua senyawa kimia yang terdapat dalam jahe merah dapat digunakan

sebagai obat. Hasil penelitian diketahui bahwa kandungan unsur kimia pada jahe

merah merupakan komponen senyawa yang banyak dibutuhkan oleh manusia, baik

untuk kesehatan maupun nutrisi dan salah satunya sebagai senyawa anti-bakteri.9

Senyawa anti-bakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba dan dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada manusia,

hewan dan tumbuhan. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, anti-bakteri dibedakan

menjadi 2 yaitu, anti-bakteri yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Bakteriostatik

bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan populasi dan tidak mematikan secara

langsung, sedangkan bakterisid bersifat mematikan bakteri secara langsung.

Bakteriostatik dapat bertindak sebagai bakterisid dalam konsentrasi tinggi.13


8

2.1.6. Ekstrak Jahe Merah

Proses ekstraksi adalah penarikan atau penyaringan zat zat berkhasiat atau zat-

zat aktif yang diinginkan dari bahan tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan

termasuk biota laut dengan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga zat yang

diinginkan larut. Zat-zat aktif terdapat didalam sel, namun sel tanaman dan hewan

berbeda, demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan

pelarut tertentu dalam ekstraksinya.14

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada

bahan alam. Ekstraksi tersebut didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen

ke zat pelarut, perpindahan tersebut mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian

berdifusi kedalam pelarut.15

Beberapa metode yang dipakai untuk ekstrasi, yaitu:16

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang

dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong potong atau

berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstrasi. Rendaman tersebut

disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya

atau perubahan warna) dan dikocok berulang ulang (kira-kira 3 kali sehari).

Waktu lamanya maserasi berbeda beda, masing masing farmakope

mencantumkan 4-10 hari. Secara teoritis pada satu maserasi tidak memungkinkan

terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cara

pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh.


9

b. Perkolasi

Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkulator)

yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang

dialirkan secara terus menerus dari atas, akan turun secara lambat melintasi

simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Penyegaran bahan pelarut secara

terus menerus akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Pada teknik

maserasi sederhana tidak terjadi ekstrasi sempurna dari simplisia, sehingga

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan

disekelilingnya. Perlokasi melalui simplisia bahan pelarut segar telah

mempertahankan perbedaan konsentrasi sehingga ekstraksi total secara teoritis

dimungkinkan (jumlah bahan yang dapat diekstraksi bisa mencapai 95%).

c. Sokletasi

Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi diletakan dalam

kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi

dari gelas yang bekerja terus menerus (perkulator). Wadah gelas yang

mengandung kantung diletakkan diantara labu penyulingan dengan pendingin

aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi

bahan pelarut yang menguap dan jika telah mencapai kedalam pendingin aliran

balik akan terjadi melalui pipet yang terkondensasi didalamnya. Tetesan dari

kertas bahan yang diekstraksi kemudian ditarik keluar. Larutan yang berkumpul

dalam wadah gelas dan telah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis
10

dipindahkan kedalam labu sehingga zat yang terekstraksi terakumulasi melalui

penguapan bahan pelarut murni berikutnya.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menyatakan

bahwa ekstraksi yang digunakan untuk jahe merah adalah maserasi. Pada proses

ekstraksi tersebut dapat digunakan pelarut etanol, metanol, etil asetat, eter dan

aquadest.4 Penelitian lain menunjukan bahwa ekstrak jehe merah yang di encerkan

dengan menggunakan pelarut etanol lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli dibandingkan ekstrak jahe merah yang dilarutkan dengan

aquadest.17

2.2. Porpyromonas gingivalis

2.2.1. Klasifikasi

Phylum :Bacteroidetes
Class :Bacteroidetes
Ordo :Bacteroisales
Family :Porphyromonadaceae
Genus :Porphyromonas
Species :Porphyromonas gingivalis

Gambar 2. Bakteri Porphyromonas gingivalis. 18


11

2.2.2. Morfologi

Genus Porphyromonas merupakan bakteri anaerob gram negatif, tidak

membentuk spora, tidak memiliki alat gerak, dan bersifat non-motil. Bakteri yang

berbentuk Cocobacilli dengan panjang 0,5-2 µm. Apabila dibiakan pada agar darah,

maka koloni akan tampak lembut, berkilauan dan terlihat cembung serta 1-2 mm

didalam garis tengah dan menggelap dari tepi koloni kepusat antara 4-8 hari. Koloni

yang tidak berpigmen kadang terjadi. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh adanya

protein hydrolysates seperti trypticase, proteose peptone dan ekstrak yeast.

Pertumbuhannya dapat ditingkatkan dengan adanya 0,5-0,8% NaCl dalam darah.

Produk fermentasi yang utama adalah n-butirat dan asam asetat, untuk tingkat yang

lebih rendah juga diproduksi asam propionat, iso-butirat, fenilasetat dan isovaleric,

cyteine proteinases dan kolagenase.18

Media yang baik untuk sebagian besar bakteri anaerob dan dapat digunakan

untuk uji sensitivitas antibakteri adalah mueller hinton agar (MHA). Koloni dapat

berubah dari menit ke menit hingga diameter 3,0 mm dan warnanya mulai menggelap

dari tepi kearah pusat setelah 6-10 hari. Terkadang, koloni berubah menjadi hitam

akibat produksi yang belebih dari protohaem.19

Temperatur maksimal untuk pertumbuhan adalah 270C dan dipengaruhi oleh

adanya kabohidrat, substrat nitrogen seperti proteose pepton, trypticase dan ekstrak

yeast dengan nyata dapat meningkatkan pertumbuhan. Produk fermentasi yang utama

dari media yang terkandung pada substrat ini adalah n-butyric, propionic dan asam
12

asetat dengan tingkat yang lebih rendah untuk isobutil, isovaleric, suksinat dan asam

fenilasetat.20

2.2.3. Patogenesis

Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu jenis bakteri gram negatif

yang dapat memetabolisme asam amino dan menghasilkan sejumlah produk akhir

yang bersifat racun (toxic) terhadap struktur jaringan periodonsium, yang

berpengaruh terhadap perkembangan penyakit periodontal.21

Koloni sekunder dari plak yang terbentuk dalam waktu 1 minggu atau lebih

merupakan awal dari patogenesis Porphyromonas gingivalis pada penyakit

periodontal. Hal ini ditandai dengan bergantinya flora sub gingiva dari bakteri aerob

gram positif menjadi anaerob gram negatif. Porphyromonas gingivalis merupakan

patogen jaringan periodontal yang agresif memiliki alat gerak berupa fimbrae yang

berfungsi sebagai adhesi dan kapsul yang dapat mencegah terjadinya fagositosis.22

Porphyromonas gingivalis memiliki faktor virulensi berupa protease dan

hemaglutinin yang dapat menghambat respon imun host dengan cara menghambat

induksi kemokin pada sel dendrit, dengan menurunnya induksi kemokin maka

pengendalian terhadap respon inflamasi akan semakin melemah. Enzim proteolitik

yang dihasilkan oleh Porphyromonas gingivalis seperti Arg-gingipain (Rgp) dan Lys-

gingipain (Kgp) dapat menyebabkan terjadinya proteolisis yang tidak terkendali

disertai dengan hambatan neutrofil dan peningkatan degradasi fibrinogen yang


13

menyebabkan terjadinya pembengkakan dan perdarahan pada gingiva sehingga

jaringan periodontal yang terserang akan semakin parah.23

Proses ini berlangsung selama 7-11 hari. Efek lanjut dari invasi

Porphyromonas gingivalis pada jaringan periodontal dapat menimbulkan migrasi

epitel jungsional dan tahap lanjut dapat terjadi kehilangan perlekatan pada puncak

tulang alveolar.24

2.3. Plak gigi

2.3.1. Definisi

Plak merupakan deposit lunak yang membentuk biofilm, menempel pada

permukaan gigi, area supra gingiva terutama sepertiga gingiva dan sub gingiva

terutama pada bagian permukaan kasar, berlubang atau tepi restorasi. Plak gigi

berwarna putih keabu-abuan, kuning dan memiliki penampakan globular. Rose dan

Maley tahun 2004, mendefinisikan bahwa plak gigi merupakan akumulasi mikroba

yang kompleks, berwarna kuning keabuan, dengan komposisi utama berupa bakteri

yang terdapat pada matriks glikoprotein saliva dan polisakarida ekstraseluler.25

2.3.2. Komposisi Plak Gigi

Plak terdiri dari 70% mikroorganisme dan 30% matriks plak, matriks plak

terdiri dari 80% air dan 20% fraksi padat dimana fraksi padat mengandung 45%

protein, 15% karbohidrat dan 12% lemak. Protein plak dapat berasal dari bakteri

seperti hyalurodinase, collagenase dan glucosyltransferase. Sedangkan protein yang


14

berasal dari saliva yaitu berupa amilase, lisozim, laktoferin, laktoperidase, igA dari

cairan sulkus gingiva yaitu albumin dan igG. Karbohidrat dalam palak berupa

polisakarida yaitu hemopolisakarida (glukan dan fruktan) dan heteropolisakarida

(komponen diding sel dan lipopolisakarida) sedangkan lipid dalam plak berupa

fosfolipid.26

Newman tahun 2006, menyatakan bahwa satu gram plak (berat kering)

mengandung lebih dari 500 spesies bakteri sebanyak 1010. Awal pembentukan plak,

kokus gram positif merupakan jenis paling banyak dijumpai seperti Streptococcus

mutans, Streptococus sanguis, Streptococcus mitis, Streptococcus salivarius,

Actinomyces viscosus dan beberapa strain lainnya. Mikroorganisme non-bakteri yang

ditemukan dalam plak meliputi spesies ragi, protozoa dan virus. Unsur lain yang

terdapat pada plak gigi adalah sel epitel, sel darah putih, eritrrosit, protozoa, partikel

makanan dan komponen lain seperti fragmen halus sementum dan fragmen sel.5

2.3.3. Mekanisme Pembentukan Plak Gigi

Mekanisme plak gigi terjadi dalam tiga tahap yaitu pembentukan pelikel,

kolonisasi bakteri dan maturasi plak. Pembentukan plak dimulai dengan fase awal

yaitu pembentukan pelikel gigi. Permukaan di dalam mulut ditutupi oleh glikoprotein

saliva. Terjadi pertukaran hidroksiapatit email dengan glikoprotein saliva, diikuti

dengan interlocking antara kristal-kristal anorganik dan masuk ke tubulus dentin

sehingga terbentuklah pelikel.5 Pelikel merupakan deposit dengan lapisan yang tipis

(0,5 µm), translusen, halus, tidak berwarna dan terbentuk setelah menyikat gigi.
15

Komponen utama pelikel adalah glikoprotein (mucin) yang terdapat pada permukaan

gigi dan restorasi. Pelikel melindungi email dari aktivitas asam dan berperan sebagai

perekat dua sisi, sisi yang satu melekat pada permukaan gigi dan sisi yang lain

menyediakan permukaan lengket yang memudahkan bakteri menempel pada gigi.27

Setelah pelikel terbentuk, tahap selanjutnya adalah inisiasi adhesi dan

perlekatan bakteri. Fase ini terdapat 4 tahap, yaitu transpor bakteri pada permukaan

gigi, inisiasi adhesi, perlekatan bakteri, serta kolonisasi permukaan dan pembentukan

biofilm. Kolonisasi awal pada permukaan didominasi oleh mikroorganisme fakultatif

gram positif seperti S. sanguis, S. salivarius, dan S. mutans. Bakteri- bakteri ini

melekat pada pelikel melalui Adhesin, yaitu molekul spesifik yang ada pada pada

permukaan sel bakteri. Adhesin ini akan berinteraksi dengan reseptor dalam pelikel

gigi membuat massa plak menjadi matang, sehingga terjadilah transisi dari

lingkungan awal aerob menjadi lingkungan anaerob (dimana banyak ditemukan

spesies anaerob gram negatif).28

Fase berikutnya yaitu kolonisasi sekunder maturasi plak, fase ini ditandai

dengan menurunnya jumlah bakteri gram positif dan meningkatnya golongan bakteri

gram negatif pada plak diantaranya bakteri P. intermedia, Prevotella loescheii,

Capnocytophaga spp, Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis.

Proses maturasi plak terjadi bersamaan pada fase ini.29

2.4. Penyakit periodontal


16

2.4.1. Definisi

Penyakit periodontal adalah lesi yang mengenai jaringan penyangga gigi.

Secara umum, penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi gingivitis dan periodontitis.

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang sering terjadi pada orang dewasa.

Peridontitis merupakan salah satu penyakit yang paling luas penyebarannya pada

masyarakat dengan prevalensi yang bervariasi.30

Periodontitis merupakan suatu inflamasi jaringan periodontal yang ditandai

migrasi epitel jungsional ke apikal, serta kehilangan perlekatan dan puncak tulang

alveolar. Periodontitis diawali dengan terjadinya inflamasi pada gingiva (gingivitis)

yang dapat diakibatkan oleh akumulasi bakteri pada plak.25

Gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan

merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung, sedangkan

periodontitis didefinisikan sebagai penyakit radang jaringan pendukung gigi yang

disebabkan mikroogranisme atau kelompok mikroorganisme tertentu yang spesifik,

sehingga kerusakan progresif ligamen periodontal dan tulang alveolar dangan

pembentukan poket, resesi atau keduanya. Gambaran klinis yang membedakan

periodontitis dan gingivitis adalah ada tidaknya attachment loss yang terdeteksi

secara klinis, disertai dengan pembentukan poket periodontal dan perubahan

kepadatan dan tinggi tulang alveolar.5

Periodontitis dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu, periodontitis

kronik, aggressive periodontitis dan periodontitis manifestasi penyakit sistemik.


17

Keadaan gingiva pada periodontitis secara klinis digambarkan dengan adanya derajat

variasi warna biru hingga merah. Konsistensinya bervariasi dari lunak dan edematous

fibrotik, stippling berkurang, tepi gingiva membulat. Membesarnya ukuran gingiva

dan disertai dengan adanya perdarahan pada saat probing, serta ditemukannya poket

periodontal. Gambaran radiografi menunjukan adanya destruksi jaringan periodontal

dan perubahan pada tulang alveolar.5

2.4.2. Etiologi Penyakit Periodontal

a. Initial

Penyakit periodontal dimulai oleh plak, namun tingkat keparahan dan

perkembangan penyakit ditentukan oleh respon host terhadap biofilm bakteri.

b. Predisposition

Faktor predisposisi penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian

yaitu faktor lokal (ekstrinsik) penyebab yang berada pada lingkungan di

sekitar gigi dan faktor sistemik (intrinsik) yang dihubungkan dengan

metabolisme dan kesehatan umum.

c. Aggregating

Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan dengan

kehilangan ligamen periodontal dan tulang alevolar yang progresive yang

menyebabkan terjadinya mobilisasi dan tanggalnya gigi.

d. Modified sekunder
18

Merokok, diabetes mellitus, dental plak, oral hygiene, mikoorganisme

spesifik, faktor psikologis, obesitas, serta status ekonomi.

e. Perpetuating

Faktor genetik yang mempengaruhi kerentanan terhadap penyakit periodontal,

seperti penuaan yang dikaitkan dengan peningkatan insiden penyakit

periodontal, gender laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi dan tingkat

keparahan kerusakan periodontal dari pada wanita, serta etnik keturunan

afrika atau meksiko yang memiliki “attachment loss” gingiva lebih besar dari

pada keturunan kaukasia.

Plak supra gingiva berada diatas atau pada tepi gingiva sedangkan plak sub

gingiva berada berada dibawah tepi gingiva yang terletak diantara gigi dan epitel

poket gingiva. Mikroba yang ditemukan pada plak sub gingiva berbeda dari mikroba

yang ada pada plak supra gingiva. Hal ini dikarenakan kemampuan daerah sub

gingiva untuk memproduksi potensi reduksi-oksidasi yang rendah sehingga

menyebabkan daerah sub gingiva menjadi anaerob. Secara klinis, plak sub gingiva

sulit terlihat karena tertutup celah gingiva atau poket periodontal.31

Bertambahnya jumlah bakteri anerob dalam sulkus gingiva dapat

menyebabkan periodontitis berkembang menjadi kronik. Salah satu bakteri anaerob

yang berperan dalam inisiasi dan perkembangan periodontitis adalah bakteri

Porphyromonas gingivalis.25

Tabel 1. Spesies bakteri yang terlibat sebagai patogen pada penyakit periodontitis.
19

Spesies gram negatif Spesies gram negatif Spesies gram positif anaerob
anaerob fakultatif
Porphyromonas gingivalis Actinobaccilus Eubacterium nodatum
Tannerella forsythia actinomycetemcomitans Peptostreptococcus micros
Fusobacterium nucleatum Eikonella corrodens Streptococcus intermedia
Provontella intermedia
Provontella ningrescens
Campylobactervrectus
Treponema denticola
Spirokheta

2.5. Mekanisme Antibakteri Jahe Merah

Antibakteri adalah setiap bahan yang menghancurkan dan menghambat

pertumbuhan bakteri. Antibakteri merupakan bahan yang dapat mengganggu

pertumbuhan dan metabolisme bateri. Antibakteri yang ideal menunjukkan toksisitas

yang selektif, artinya bahwa bahan antibakteri berbahaya bagi parasit dan tidak

membahayakan bagi manusia karena sel parasit dengan sel manusia memiliki

perbedaan dalam hal dinding sel, komponen membran sel, struktur ribosom dan

metabolismenya.32

Bahan antibakteri alami atau sintetik, salah satu antibakteri alami yang

terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri yaitu jahe merah, jahe merah

dinilai memiliki daya antibakteri karena dalam jahe merah terdapat bebrapa zat-zat
20

aktif seperti minyak atsri, flavonoid, tanin dan saponin yang mampu menghambat dan

membunuh pertumbuhan mikroorganisme.33

Gambar 3. Komponen Target Antibakteri. 34

Berikut beberapa mekanisme kerja antibakteri jahe merah:34

1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri oleh senyawa minyak atsiri

Kerusakan dinding sel bakteri atau penghambatan pada pembentukannya

dapat menyebabkan sel menjadi lisis. Dinding sel bakteri terdiri dari

peptidoglikan yang merupakan kompleks mukopeptida (glikopeptida). Zat

antibakteri menghambat sitesis peptidoglikan dinding sel bakteri dengan

menghambat kerja enzim tranpeptidase dan enzim resemase alanin atau

dengan menghambat sintesa asam muramat. Senyawa alami yang terbukti

efektif menghambat pembentukan dinding sel bakteri adalah minyak atsiri.

Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrun) mengandung minyak atsiri

sebanyak 2,58-3,90% yang memiliki khasiat untuk menghambat pertumbuhan


21

mikroorganisme dengan cara mengganggu proses terbentuknya dinding sel,

sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk sempurna.

Minyak atsiri dalam jahe merah memiliki beberapa kandungan zat aktif yang

bertindak sebagai anti bakteri seperti linalool, geraniol dan sitral. Linalool

dan geraniol merupakan golongan alkohol dimana linalool dapat menghambat

mikroba pertumbuhan dengan cara inaktivasi beberapa enzim melalui alkilasi

gugus nukleofil dan denaturasi protein.

2. Inhibitor fungsi membran sel oleh senyawa saponin

Senyawa yang bekerja langsung pada membran sel bakteri, mempengaruhi

permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa-senyawa intraselular

pada sel bakteri. Senyawa saponin dalam jahe merah terbukti memiliki sifat

anti bakterial yang dapat menyebababkan penurunan tegangan permukaan sel

yang akan mengakibatkan kerusakan dengan naiknya permeabilitas atau

kebocoran dinding sel bakteri.

3. Inhibitor sintesis protein sel oleh senyawa flavonoid

Bakteri memiliki ribosom dengan 70s, sedangkan manusia memiliki 80s. Unit

ribosom pada bakteri adalah 30s dan 50s. Sintesis protein dihambat dengan

mempengaruhi fungsi subunit ribosom 30s atau 50s sehingga menyebabkan

penghambatan sintesis protein yang ireversibel dan mengakibatkan kematian

sel. Pada uji fitokimia kandungan senyawa flavanoid yang terdapat dalam jahe

merah dapat berpenetrasi ke dalam sel dan menyebabkan koagulasi protein


22

dan membran sel bakteri mengalami lisis. Senyawa flavanoind juga terbukti

memiliki efek inhibitor terhadap beberapa jenis virus.

Beberapa zat aktif yang berfungsi sebagai anti bakteri dalam jahe merah.

seperti minyak atsiri, flavonoid, dan saponin yang bekerja secara bersama sama dapat

menyebabkan denaturasi dan juga perusakan membran sitoplasma, terjadinya

denaturasi protein mengakibatkan sel bakteri tidak dapat melakukan fungsi

normalnya sehingga secara tidak langsung akan menghambat pertumbuhan bakteri

bahkan dapat berakibat mematikan bakteri.35


23

2.6. Kerangka Teori

Plak dalam sulkus Jahe merah


gingiva
ZINGGIzzz
Minyak Flavonoid Saponin
Matur dalam waktu 7-
Atsiri
11 hari

Mengganggu Menyebabk Menyebab


Jumlah O2 menurun proses an kan
pembentukan koagulasi naiknya
dinding sel protein permeabili
bakteri dalam tas dinding
Lingkungan menjadi
membran sel bakteri
anaerob
sel bakteri

Peningkatan bakteri gram


negatif Porphyromonas
gingivalis

Denaturasi protein dan


rusaknya membran
sitoplasma bakteri

Bakteri lisis

Penurunan jumlah bakteri


Porphyromonas gingivalis
24

2.5 Hipotesis

H0 : Ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum) tidak efektif dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.

H1: Ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var. rumbrum) efektif dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.


25

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro.

Desain penelitian yang digunakan adalah post test-only control group design.

Merupakan jenis penelitian eksperimen sungguhan yang memungkinkan peneliti

mengukur pengaruh perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen dengan cara

membandingakan kelompok tersebut dengan kelompok kontrol.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di:

Tempat : 1. Laboratorium Kimia Dasar Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya.

2. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang.

Waktu : 20 April – 13 Mei 2017

3.3. Subjek Penelitian dan Besar Sampel

3.3.1. Subjek Penelitian

Isolat Porphyromonas gingivalis diperoleh dari balai besar Laboratorium

Kesehatan (BBLK) Yogyakarta yang selanjutnya dibiakan di Balai Besar

Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang. Isolat Porphyromonas gingivalis yang

dibiakan pada cawan petri dengan media agar coklat, Porphyromonas gingivalis
26

merupakan bakteri anaerob gram negatif, tidak berspora (non-spore forming) dan tak

punya alat gerak (non motil), berbentuk cocobacilli dengan panjang 0,5-2 µm, bakteri

ini dapat tumbuh optimum pada suhu 36,8°-39°C.

3.3.2. Besar Sampel Penelitian

Besar sampel subjek dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan

rumus Federer, yaitu:

( t – 1 ) ( r – 1 ) ≥ 15

Keterangan:
t = jumlah perlakuan
r = jumlah replikasi

Besar sampel diperoleh dari hasil kali jumlah replikasi sampel dengan 7

(tujuh) jumlah kelompok perlakuan. Jumlah replikasi untuk tiap perlakuan yang

diperoleh adalah:

( 7 – 1 ) ( r – 1) ≥ 15

6(r–1) ≥ 15

r–1 ≥ 15 / 6

r–1 ≥ 2,5

r ≥ 2,5 + 1

r ≥ 3,5

r =4
27

Pada penelitian ini dibuat 5 jenis konsentrasi ekstrak etanol jahe merah yaitu

konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40%, disertai dengan kontrol positif (+) berupa

metronidazole dan kontrol negatif (-) berupa aquadest. Pemilihan berbagai macam

konsentrasi tersebut didasarkan pada penelitian sebelumnya.

Berdasarkan perhitungan dapat dimasukan nilai r = 4 sebagai jumlah sampel

pada setiap variabel bebas yang akan digunakan pada penelitian ini, maka jumlah

sampel isolat Porphyromonas gingivalis ditetapkan sebanyak 28 yang akan dibagi

menjadi 4 cawan petri.

3.4. Alat dan Bahan

3.4.1. Alat

1. Inkubator

2.Oven blower

3. Jangka sorong

4. Cawan petri

5. Lampu bunsen

6. Pipet tetes

7. Corong

8. Labu ukur

9. Autoclaf

10. Batang drygalsky

11. Hot plate


28

12. Pinset

13. Laminar flow air

14. Kapas

15. Pipet ukur

16. Pengukur waktu (stop watch)

17. Pisau

18. Kertas saring

19. Blender

20. Rotary evaporator

21. Toples maserasi

22. Pengaduk

23. Beaker glass

24. Water bath

25. Jarum ose


29

3.4.2. Bahan

1. Bakteri Porphyromonas gingivalis

2. Jahe merah (Zingiber officinalle var. rubrum)

3. Etanol 96%

4. Aquadest

5. TSA darah domba 5%

6. NaCl fisiologi

7. Brain heart infuse

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Tahap Persiapan :

A. Pembuatan Ekstrak Etanol Jahe Merah

Prosedur pembuatan ekstrak jahe merah adalah sebagai berikut:

1. Jahe merah segar disiapkan seberat 1 kg kemudian dicuci bersih dan

ditiriskan, lalu diiris kasar dan dikeringkan dibawah sinar matahari

secara tidak langsung.

2. Selanjutnya jahe merah dihancurkan dengan menggunakan blender

hingga diperoleh simplisia jahe merah dalam bentuk serbuk.

3. Serbuk simplisia jahe merah dimaserasi dengan pelarut etanol 96%

dengan perbandingan 5 liter pelarut untuk 1 kg jahe merah (5:1)

didiamkan selama 1x24 jam kemudian diambil filtratnya dengan

menggunakan kertas saring.


30

4. Selanjutnya filtrat yang tersaring diuapkan dengan menggunkan

vacum rotary evaporator pada suhu 400C dengan kecepatan putaran

140-160 rpm sehingga akan diperoleh ekstrak kental jahe merah yang

siap digunakan.

B. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak

Pengenceran dilakukan dengan menggunakan rumus:

V1 . M1 = V2. M2

Keterangan:

V1 : Volume awal ekstrak jahe merah


M1 : Konsentrasi awal ekstrak jahe merah
V2 : Volume akhir ekstrak jahe merah
M2 : Konsentrasi akhir ekstrak jahe merah

Pengenceran ekstrak dilakukan dengan mencampurkan ekstrak pekat dengan

aquadest.

a. Ekstrak etanol jahe merah 2,5%

V1. 100% = 10 ml. 2,5%

V1 = 0,25 ml

Jadi 0,25 ml ekstrak jahe merah diencerkan dengan 9,75 ml aquadest hasil

voleme larutan menjadi 10 ml.


31

b. Ekstrak etanol jahe merah 5%

V1. 100% = 10 ml. 5%

V1 = 0,5 ml

Jadi 0,5 ml ekstrak jahe merah diencerkan dengan 9,5 ml aquadest hasil

voleme larutan menjadi 10 ml.

c. Ekstrak etanol jahe merah 10%

V1. 100% = 10 ml. 10%

V1 = 1 ml

Jadi 1 ml ekstrak jahe merah diencerkan dengan 9 ml aquadest hasil voleme

larutan menjadi 10 ml.

d. Ekstrak etanol jahe merah 20%

V1. 100% = 10 ml. 20%

V1 = 2 ml

Jadi 2 ml ekstrak jahe merah diencerkan dengan 8 ml aquadest hasil voleme

larutan menjadi 10 ml.

e. Ekstrak etanol jahe merah 40%

V1. 100% = 10 ml. 40%

V1 = 4 ml

Jadi 4 ml ekstrak jahe merah diencerkan dengan 6 ml aquadest hasil volume

larutan menjadi 10 ml.


32

C. Pembuatan Media Biakan Bakteri

1. Sterilisasi alat dan bahan

Sterilisasi uap air panas bertekanan tinggi dengan menggunakan autoclaf

dilakukan pada medium padat, cair dan alat-alat gelas yang sebelumnya

dibungkus dengan alumunium foil. Sterilisasi pemijaran dengan lampu

bunsen pada alat berupa jarum ose dan pinset.

2. Pembuatan media biakan bakteri Porphyromonas gingivalis

Sebanyak 13,5 gram trypton soya agar dimasukan kedalam tabung

erlenmeyer. Aquadest 300 ml dimasukan kedalam erlenmeyer, dan diaduk

hingga homogen. Ujung erlenmeyer ditutup dan dimasukan kedalam autoclaf

selama 3 jam dengan suhu 121°C. Setelah diautoclaf ditambahkan darah

domba 5% dan 5cc bakteri Porphyromonas gingivalis yang sebelumnya telah

diuji kekeruhan Mc farland 0,5 pada suhu 45-55°C. Setelah itu larutan

dimasukan kedalam cawan petri kaca setinggi 0,4 cm (20 ml) dan dibiakan

pada suhu ruangan hingga memadat, kemudian diberi penandaan pada

sumuran bakteri. Kegiatan tersebut dilakukan dalam lamina flow carbinet agar

terjaga dari kontaminasi.

3.5.2. Tahap pelaksanaan :

Uji daya hambat ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum)

dilakukan dengan metode sumuran yaitu dengan cara meneteskan larutan ekstrak

pada sumuran yang dibuat dengan diameter tertentu pada media agar. Medium agar
33

yang telah padat dibuat sumuran dengan perforator yang berdiameter 7 mm sebanyak

7 lubang pada setiap cawan petri yang ditandai. Kemudian 5 konsentrasi ekstrak dan

2 kelompok kontrol dimasukan kedalam sumuran. Cawan petri tersebut diinkubasi

CO2 dalam suhu kamar 37°C selama 48 jam

Perhitungan zona inhibisi dilakukan dengan mengukur zona bebas bakteri

yang terbentuk disekitar sumuran menggunakan jangka sorong. Data yang diperoleh

berupa diameter zona hambat bakteri disekitar sumuran. Pengukuran dilakukan

dengan jangka sorong pada dua sisi yang berlainan (saling tegak lurus) dikurangi

dengan diameter sumuran kemudian diambil rata-ratanya.

Gambar 4. Diagram pengukuran zona inhibisi pertumbuhan bakteri.

Keterangan:

Lubang berisi ekstrak etanol jahe merah : Lingkaran abcdef


Zona radikal : Lingkaran ABCDEF
34

Pembacaan zona radikal ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var.

rubrum) terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dihitung dengan

rumus:

Zona hambat =
( AD−ad )+ ( BE−be ) +(CF−cf )
3

3.6. Variabel Penelitian

3.6.1. Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini dikelompokkan menjadi 7 kelompok yaitu

sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol positif (+) dengan Metronidazole

2. Kelompok kontrol negatif (-) dengan Aquadest

3. Ekstrak etanol jahe merah dengan konsentrasi 2,5%

4. Ekstrak etanol jahe merah dengan konsentrasi 5%

5. Ekstrak etanol jahe merah dengan konsentrasi 10%

6. Ekstrak etanol jahe merah dengan konsentrasi 20%

7. Ekstrak etanol jahe merah dengan konsentrasi 40%


35

3.6.2. Variabel Terikat

Zona inhibisi bakteri Porphyromonas gingivalis

3.6.3. Variabel Terkendali

a. Konsentrasi bakteri Porphyromonas gingivalis 108 CFU/MI

b. Pembentukan media agar coklat dan darah domba 5%

c. Suhu inkubasi 37°C

d. Kondisi anaerob

e. Kondisi asepsis

f. Lama inkubasi bakteri Porphyromonas gingivalis 48 jam

g. Konsentrasi ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var.rubrum)

h. Pemilihan jahe merah tua siap panen berumur 9-10 bulan


36

3.7. Definisi Operasional Variabel

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur
Ukur
1 Ekstrak etanol Ekstrak yang Timbangan Konsentrasi Rasio
jahe merah terbuat dari jahe analitik 2,5%, 5%,
(Zingiber merah yang 10%, 20%,
officinale var. dilarutkan 40%
rubrum) dengan etanol
menggunakan
metode
maserasi
2 Zona inhibisi Daerah Jangka Diameter Rasio
Porphyromonas disekeliling sorong zona hambat
gingivalis sumur biakan > 20 mm →
(variabel yang berwarna sangat kuat,
tergantung) jernih karena 10-20 mm
adanya daya → kuat, 5-
hambat ekstrak 10 mm →
etanol jahe sedang, <5
merah mm →
lemah

3.8. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Ekstrak Etanol Jahe Merah Penghambatan Pertumbuhan


(Zingiber officinale Bakteri Porphyromonas
var.rubrum) gingivalis

3.9. Analisis Data


37

Untuk mengukur validitas data yang diperoleh, maka dilakukan pengkajian

terhadap dua variabel yang diteliti yaitu (variabel dependent dan independent) dengan

menggunkan uji One Way ANOVA, dilanjutkan dengan uji Post hoc (p < 0,05) untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan signifikan antar kelompok konsentrasi ekstrak

etanol jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) dengan kelompok kontrol. data-

data yang diperoleh menggunakan program perangkat lunak komputer.

3.10 . Alur Penelitian


38

Pembuatan ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale var.


rubrum) dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20% dan 40%.

Ekstrak etanol jahe merah (Zingiber officinale


var. rubrum) diteteskan pada tiap media agar
biakan bakteri Porphyromonas gingivalis.

Diinkubasi dengan CO2 dalam suhu kamar


37°C selama 48 jam

Pengukuran zona hambat dengan


metode cakram menggunkan jangka
sorong.

Data Hasil pengukuran


diolah dan dianalisis.

BAB 4
39

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Penelitian eksperimental ini dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan

(BBLK) Palembang pada tanggal 10-13 Mei 2017 dengan tujuan untuk mengetahui

daya hambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dengan menggunakan

berbagai macam konsentrasi ekstrak etanol jahe merah dalam media agar coklat

dengan metode well diffusion ( metode sumur). Larutan ekstrak dengan 5 konsentrasi

yang berbeda serta kelompok kontrol di berikan pada sumur biakan, kemudian di

inkubasi dan dilakukan pengukuran terhadap diameter zona hambat yang terbentuk

setelah 48 jam disekitar sumur biakan.

5%
10%

2,5%

+ 20%

40%

Gambar 5. Bahan uji penelitian ekstrak etanol jahe merah dalam konsentrasi 2,5%, 5%,
10%, 20 % dan 40% serta bahan uji kontrol (+) metronidazole 5µg/ml dan kontrol (-)
aquadest sebelum dimasukkan kedalam inkubator.
40

Gambar 6. Diameter zona hambat bakteri Porphyromonas gingivalis terhadap ekstrak etanol
jahe merah dalam konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20 % dan 40% serta bahan uji kontrol (+)
metronidazole 5µg/ml dan kontrol (-) setelah di inkubasi selama 48 jam.

Tabel 3. Distribusi frekuensi uji statistik rata-rata daya hambat ekstrak etanol jahe merah
terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis pada kelompok kontrol dan
perlakuan berdasarkan konsentrasi tertentu.
Zona daya hambat ekstrak etanol jahe
Konsentrasi n merah (mm)
χ ± SD
(-) Aquadest 4 0,00 ± 0,000a
(+) Metronidazole 4 10,00 ± 0,000b
2,5% 4 0,00 ± 0,000a
5% 4 0,00 ± 0,000a
10% 4 8,00 ± 0,816c
20% 4 11,75 ± 1,258d
40% 4 14,25 ± 0,500e

Pada tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak etanol jahe merah yang tidak

mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas

gingivalis adalah ekstrak etanol jahe merah pada konsentrasi 2,5% dan 5% karena

diameter zona hambat yang terbentuk sebesar 0,00 mm dengan standar deviasi 0,000.
41

Ekstrak etanol jahe merah menunjukkan kemampuan menghambat

pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dimulai pada konsentrasi 10% yang

ditandai dengan terbentuknya diameter zona hambat sebesar (8,00 ± 0,816) mm, dan

terus menunjukkan peningkatan diameter zona hambat pada konsentrasi 20% dengan

nilai diameter zona hambat (11,75 ± 1,258) mm konsentrasi ini merupakan

konsentrasi yang paling mendekati diameter zona hambat metronidazole sebagai

kelompok kontrol (+) dimana dalam penelitian ini diameter zona hambat

metronidazole yaitu sebesar (10,00 ± 0,000) mm. Hasil diameter zona hambat pada

masing-masing konsentrasi ekstrak etanol jahe merah menunjukkan bahwa semakin

tinggi konsentrasi ekstrak etanol jahe merah maka semakin luas diameter zona

hambat pertumbuhan bakteri Porpyhromonas gingivalis yang terbentuk.

Uji one-way ANOVA menunjukkan nilai p adalah 0,000 hal ini berarti,

terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara 5 konsentrasi ekstrak etanol jahe

merah dan kelompok kontrol. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata zona hambat

diantara masing-masing ekstrak etanol jahe merah dan kelompok kontrol dilakukan

analisis lanjutan yaitu uji Post hoc menggunakan metode komparasi ganda (LSD).

Hasil analisis Post hoc metode komparasi ganda (LSD) menunjukkan bahwa

antara kelompok kontrol (+) metronidazole dengan ekstrak etanol jahe merah 2,5%,

5%, 10%, 20%, 40% dan kelompok kontrol (-) berbeda secara bermakna dengan nilai

p < 0,05. Sedangkan kelompok kontrol negatif (-) aquadest dengan ekstrak etanol

jahe merah 2,5%, 5%, ekstrak etanol jahe merah 2,5% dengan ekstrak etanol jahe
42

merah 5% tidak memiliki perbedaan yang bermakna dimana nilai p > 0,05 atau p =

1,000.

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pada ekstrak etanol

jahe merah mulai dari konsentrasi 10% mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri

Porphyromonas gingivalis. Hasil perhitungan statistik F hitung menyatakan bahwa F

hitung > F tabel (426,633 > 3,592) maka H0 ditolak H1 diterima sehingga dapat

disimpulkan bahwa ektrak etanol jahe merah (Zingiber Officinale var.rubrum) efektif

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.

4.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jahe merah pada

konsentrasi 2,5% dan 5% tidak memiliki kemampuan daya hambat terhadap

pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis, hal ini tidak sesuai dengan

penelitian Milos dkk tahun 2014 yang menyebutkan bahwa konsentrasi 2,5% efektif

dalam menghambat bakteri gram negatif dan Arifin tahun 2012 yang menyebutkan

bahwa konsentrasi minimum 5% efektif dalam menghambat pertumbuhan beberapa

jenis bakteri gram positif maupun gam negatif. Ini diduga disebabkan karena pada

penelitian tersebut peneliti menambahkan lauratan Dimethyl sulfoxide (DMSO) pada

hasil maserasi ekstrak etanol jahe merah. Dimethyl sulfoxide (DMSO) merupakan

pelarut polaritas aprotik yang efektif melarutkan berbagai bahan kimia organik dan

anorganik sehingga semua senyaa aktif dalam jahe mratah dapat ditarik denga
43

sempurna, hal ini lah yang diduga menyebabkan esktrak etanol jahe merah dalam

konsetrasi kecil sudah dapat memberikan efek menghambat pertumbuhan bakteri.

Respon daya hambat mulai terlihat pada konsentrasi 10% yang ditandai

dengan terbentuknya diameter zona hambat pada media agar biakan sebesar (8,00 ±

0,816) mm dan semakin besar seiring dengan ditingkatkannya nilai konsentrasi

ekstrak, hal ini sejalan dengan penelitian Priskilia tahun 2015 yang menyebutkan

bahwa ekstrak etanol jahe merah 10% merupakan konsentrasi efektif minimum dalam

menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini karena pada penelitian ini peneliti hanya

menggunakan etanol 96% sebagai pelarut maserasi pada ekstrak jahe merah tanpa

menambahkan larutan Dimethyl sulfoxide (DMSO) pada hasil ekstrak jahe merah

yang telah dimaserasi.

Mengacu pada penentuan kategori standar aktivitas antibakteri terhadap

mikroba menurut Morales dkk 2003 maka ekstrak etanol jahe marah yang memiliki

nilai rata-rata zona hambat sebesar 11-19 mm dapat dinyatakan bahwa jahe merah

berada pada kategori daya hambat yang kuat.

Aktivitas antimikroba terhadap Porphyromonas gingivalis disebabkan karena

adanya kandungan senyawa minyak atsiri, saponin, polifenol, dan flavonoid dalam

ekstrak yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Mekanisme kerja minyak

atsiri sebagai antimikroba adalah menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba

dengan menggangu proses terbentuknya dinding sel, sehingga dinding sel tersebut

tidak terbentuk atau terbentuk tetapi tidak sempurna.34


44

Penelitian Akintobi dkk 2013 menunjukkan bahwa kandungan minyak atsiri

dan oleoresin dalam jahe merah merupakan senyawa kimia yang mampu

menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri dengan merusak membran plasma

bakteri dan merusak sistem kerja sel dengan cara mendenaturasi struktur 3 dimensi

protein yang menyebabkan deret asam amino pada bakteri tetap utuh namun tidak

dapat lagi melakukan fungsinya.12

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat sehingga dapat

menurunkan tegangan permukaan sel yang akan mengakibatkan kerusakan dengan

naiknya permeabilitas atau kebocoran dinding sel. Flavonoid yang merupakan

turunan fenol yang dapat berinteraksi dengan sel mikroba sehingga terbentuk

komplek fenolprotein dan gingerol merupakan senyawa turunan fenol dapat

berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi dengan melibatkan ikatan

hidrogen. Fenol pada kadar rendah berinteraksi dengan protein membentuk kompleks

protein fenol. Ikatan antara protein dan fenol adalah ikatan yang lemah dan segera

mengalami peruraian. Fenol yang bebas, akan berpenetrasi kedalam sel,

menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol

menyebabkan koagulasi protein sehingga membrane sel mengalami lisis.13

Terjadinya penghambatan mikroba terhadap pertumbuhan koloni bakteri juga

disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada komponen struktural membran sel

bakteri. Membran sel yang tersusun atas protein dan lipid sangat rentan terhadap zat

kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Kerusakan membran sel


45

menyebabkan tergangunya transport nutrisi (senyawa dan ion) sehingga sel bakteri

mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya.14

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian dan pembahasan uji efekivitas ekstrak etanol jahe merah

(Zingiber officinale var.rubrum) dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Porphyromonas gingivalis yang telah dilakukan di Balai Besar Laboratorium

Kesehatan (BBLK) Palembang, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ekstrak etanol jahe merah terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Porphyromonas gingivalis.


46

2. Efek daya hambat ekstrak etanol jahe merah terhadap pertumbuhan bakteri

porphyromonas gingivalis dimulai dari konsentrasi 10% dengan terbentuknya

diameter zona hambat sebesar 8,00 ± 0,816.

3. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol jahe merah semakin kuat daya

hambat terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.

4. Daya hambat metronidazole 5µg/ml terhadap pertumbuhan bakteri

Porphyromonas gingivalis lebih lemah daripada daya hambat ekstrak etanol jahe

merah konsentrasi 20%.

1.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan sesuai dengan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah dipaparkan adalah:

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antibakteri ekstrak etanol

jahe merah terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dengan menggunakan

konsentrasi yang lebih tinggi untuk mengkaji apakah terdapat perbedaan yang

lebih signifikan dibanding konsentrasi sebelumnya.

2. Pengembangan lebih lanjut penggunaan ekstrak etanol jahe merah yang

diaplikasikan menjadi obat kumur sehingga lebih praktis untuk dimanfaat

oleh masyarakat sebagai alternatif pengobatan penyakit periodontal.


47

Daftar Pustaka

1. Sulieman AA, Fadwa M, Smah AS, Nazar A. Antimicrobial activity of zingiber


officinale (ginger) oil against bacteria isolated from children throat. International
Journal of Microbiology. 2015;1(2): 1-8.
2. Saad R, Lee W, Norfazrin H, Eddy Y, Fadli A. Comperative studies of zingiber
officinale leaves and rhizomes on the antibacterial effect. International Journal of
Pharmacy and Analytical Reserch. University of Malaysia. 2014;3(3): 262-268.
3. Kumar R, Anil, Ashok K. Pharmacological activity of zingiber officinale review-
article. Pharmacy Collage, Itaura, Chandeshwar, Azamgarh, Uttar Predesh. India.
2012;1(3): 1073-1078.
4. Arifin M. Uji Efektivitas Ekstrak jahe merah terhadap daya hambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus aureus, E. coli dan Candida albicans. Reaserch Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. 2012;1(2): 1-6.
5. Carranza FA, Newman MG, Takei H, Klokkevold. Carranza’s clinical in
periodontology 12th ed. Philadelphia:W.B Saunders. 2010
6. K Banun, Peni JS, Desi S. Biochemical detection of porphyromonas gingivalis
clinical isolate from subgingival plaque of chronic periodontitis. Jurnal PDGI.
2010;2(1): 110-114.
48

7. Milos N, Sava V, Jelena V. Olgica S. Antibacterial and anti-biofilm activity of


ginger (zingiber officinale roscoe) ethanolic extract. Laboratory of Microbiology,
Departement of Biology and Ecology, Faculty Science University of
Kraguejevac, Serbia. 2014;12(3): 129-136.
8. Priskilia M. Uji efektifitas ekstrak jahe merah (zingiber officinale linn var.
rubrum) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutas dan
Staphylococcus aureus. Reaserch Politeknik Kesehatan Jurusan Keperawatan
Gigi Semarang. 2015.
9. Agoes A. Tanaman obat indonesia. Jakarta: Salemba Medika. 2012.
10. Tilong AD. Kitab herbal khusus terapi stroke. Yogyakarta: D. Medika. 2013.
11. Mulawardi R. Petunjuk praktis bertanam jahe. Jakarta: Agromedia Pustaka. 2007.
12. OA Akintobi, Onoh CC, Ogele J, Idowu AA. Antimicrobial activity of zingiber
officinale extract against some pathogenic bacteria. Lead City University,
Ibadan, Nigeria. 2013;11(1): 7-15.
13. Kaushik P, Pankaj G. Evaluation of various crude extract of zingiber officinale
rhizome for potential antibacterial activity: a study in vitro. Scientific Research.
Garukul Kangri University, Hardwar, India. 2011;1(11): 7-12.
14. Voigt R. Buku pelajaran teknologi farmasi. Yogyakarta: UGM Press. 1995.
15. Bilater M. Bacterial resistence pharmacotherapy self-assasment program.
Sounders Company, Pennsylvania. 2006.
16. Katzung B. Farmakologi dasar dan klinik edisi 4. Alih Bahasa: Staf Dosen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Jakarta. EGC. 2004.
17. DA Putri. Pengaruh metode ekstraksi dan konsentrasi terhadap aktivitas jahe
merah (zingiber officinale var. rubrum) sebagai antibakteri Escherichia coli.
Jurnal Universitas Bengkulu, Bengkulu. 2014;1(1): 23-29.
18. Mims C, Playfair J, Roitt L. Medical microbiology. 3thed. London: Mosby
International. 2014
19. Farquharson SI, Germaine GR, Gray GR. Isolation and characterization of the
cell-surface polysaccharides of porphyromonas gingivalis ATCC 53978. Oral
Microbiology. 2014;13(1): 85-92.
20. Bramanti T, Wong GG, Weintraub ST. Chemichal and biologic properties of
lypopolisacharide from bacteri Porphyromonas gingivalis W50, W83 and ATCC
33277. Oral microbiology. 2012(3): 152-160.
21. Segura V, Georgio N, Valentino. Etiology and microbiology of periodontal
diseases: a review. African Journal of Microbiology Research. Dental School,
Coahuila Autonomus University, Mexico. 2015;11(4): 2301-2306.
22. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Medical biology 22 th ed. North America:
Mc Graw-Hill Company. 2001.
23. Amano A, Jose R, Selenio. Distruption of epithelial barrier and impairment of
cellular function by Porphyrmonas gingivalis. Biosci. 2007;3(6): 72-79.
24. Naito M, Hirakawa H, Yamashita A, Ohara N. Determination of the genome
sequence of Porphyromonas gingivalis Strain ATCC 33277 and genomic
49

comparison with strain W83 revealed extensive genome rearrangements in P.


Gingivalis, DNA Research. 2008;3(5): 15-25.
25. Rose R, Maley T. Classification of disease and condition affecting the
periodontium clinical periodontolog 9th ed. Philadelphia. 2004.
26. Samaranayake LP, Dunn WA, Progulske-Fox A. Essential microbiology for
dentistry. Toronto: Churchill Livingstone Elsevier. 2002.
27. Kumar V, Cotran R. Basic phatology 6 th ed. w. B. Sounders Company.
Pennsylvania. 2012.
28. C Leslie. Topley Wilson’s. Microbiology and microbial infection: Systematic
Bacteriology 9th ed. New York: Oxford University Press,Inc. 2012.
29. Madigan J, Martinko J, Parker. Brock biology of microorganism 10 th ed. Pearson
Education. New york. 2013.
30. Loe H, Chirstopher A, Thomas. Periodontal diseases: a brief historical
perspective. Periodontal. 2000;5(8): 7-12.
31. Kumar PS, Griffen AL, Barton JA. New bacterial species associate with chronic
periodontitis. J Dent Res. 2003;3(1): 82-89.
32. Sa-nguanpuang K, Sirichai K, Varit S. Ginger (zingiber officinale) oil as
antimicrobial agent ror minimally processed produce: a case study in shredded
green papaya. International journal of Agriculture and Biology. King Mongkut’s
University of Technology Thonburi, Tangkok. Thailand. 2011;13(6): 895-901.
33. Auta KI, Hosein E. Antimicrobial properties of the ethanolic extract of zingiber
officinale (ginger) on Eschericia coli and Pseudomonas aeruginosa. Reserch
journal of biological sciences. 2011; 9(3): 37-39.
34. Ekwenye J, Elegalam, Kangri. Antimicrobial activity of ginger (zingiber
oficinalle roscoe) and garlic (allium sativum) extracts on Escherichia coli and
Salmonela typhi. International Journal of Molecular Medicine and Advence
Science. 2010;2(3): 411-416.
35. Baskar V, Sagura C, Silva B. Study on improving bioavailability ratio of anti-
inflamatory compound from ginger through nano transdermal delivery. Asian
journal of Pharmaceutical and Clinical Reserch. Departement of Applied
Biosciences, Biolim Centre for Life Science, India. 2012;2(1): 241-246.
50

Lampiran 1. Hasil Zona Hambat Ekstrak Etanol Jahe Merah


51

Lampiran 2. Hasil Output Data SPSS


52
53

Lampiran 3. Foto Penelitian


54

Gambar 1. Alat dan bahan penelitian

Gambar 2. Pembuatan ekstak etanol jahe merah


55

Gambar 3. Uji antibakteri ekstrak etanol jahe merah

Lampiran 4. Surat Penelitian


56
57
58
59

Anda mungkin juga menyukai