TINJAUAN PUSTAKA
5
6
diameter antara 3,27 - 4,05 cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit
menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua (Hapsoh, 2008 dalam
Putri, 2014).
c
Gambar 2.2 Jahe emprit (Zingiber officinale var amarum)
(Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate),
dan sebagainya (Setiawan, 2015: 17).
Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memiliki rimpang
dengan bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil
berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna kuning kemerahan, ukuran lebih
kecil dari jahe kecil. Memiliki serat yang kasar. Rasanya pedas dan aromanya
sangat tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm dan tingginya antara 5,2 - 10,40 cm.
Panjang rimpang dapat mencapai 12,39 cm. sama seperti jahe kecil, jahe merah
juga selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang
lebih tinggi dibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan
(Setiawan, 2015: 23).
Diantara ketiga jenis jahe, jahe merah memiliki kandungan minyak atsiri
dan oleoresin yang paling tinggi. Kandungan minyak atsiri jahe merah berkisar
antara 2.58-3.72% (bobot kering), sedangkan jahe gajah 0.821.68% dan jahe
emprit 1.5-3.3%. Selain itu, kandungan oleoresin jahe merah juga lebih tinggi
dibandingkan jahe lainnya, yaitu 3% dari bobot kering (Herlina, et al., 2002).
10
umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin
merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35%
yang diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis
jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang
tinggi dan 9 jenis jahe badak rasa pedas kurang karena kandungan oleoresin
sedikit. Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan
sinar matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin
yang dihasilkan.
Tabel 2.2 Komponen Volatil dan Non-volatil Rimpang Jahe
Fraksi Senyawa
(-)-zingeberene, (+)-ar-curcumene, (-)-
βsesquiphelandrene, -pinene, bornyl acetat, borneol,
camphene,-bisaboline, -cymene, cineol, cumene, β-
Volatil elemene, farnesene, βphelandrene, geraneol,
limonene, linalool, myrcene, β-pinene, sabinene.
Non-volatil Gingerol, shogaol, gingediol, gingediasetat,
Gingerdion, Gingerenon
Sumber : WHO Monographs on selected medicinal plants Vol 1,1999
Oleoresin merupakan komponen yang memberi rasa pedas dan pahit yang
khas pada jahe. Sifat pedas ini tergantung pada umur panen. Semakin tua umurnya
semakin pedas dan pahit. Salah satu senyawa yang memberikan karakteristik
pungent dari oleoresin jahe adalah gingerol atau 1(3'-metoksi-4'-hidroksifenil)-5-
hidroksialkan-3-ones yang memiliki rantai samping yang bervariasi. Rantai
samping senyawa gingerol yang telah diidentifikasi adalah (3)-, (4)-, (5)-, (6)-,
(8)-, (10)-, dan (12)-gingerol memiliki karbon atom berturut-turut 7, 8, 9, 10, 12,
14, dan 16 (Araona, et al., 1999).
Oleoresin bersifat tidak stabil terhadap pemanasan dan sensitif terhadap
cahaya atau adanya oksigen karena mengandung zat-zat volatil. Senyawa lain
yang lebih pedas namun memiliki konsentrasi yang lebih kecil adalah shogaol
(fenilalkanone). Gingerol dapat berubah menjadi shagaol bila dilakukan proses
pengeringan, pemasakkan maupun penyimpanan (Hernani dan Raharjo, 2005).
Biasanya pada jahe segar kandungan shogaol hanya sedikit, rasio antara gingerol
dan shogaol dalam jahe segar sekitar 7 : 1. Gingerol dan shogaol telah
diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik pada jahe. Selain gingerol
dan shogaol juga ditemukan senyawa lain pada oleoresin jahe seperti gingediol,
gingediasetat, gingerdion, dan gingerenon. Menurut Farrel (1990), beberapa
keuntungan dari oleoresin antara lain dapat menjadi senyawa anti bakteri dan
kontaminan lain, tidak mengandung enzim, mengandung antioksidan alami,
memiliki umur simpan yang relatif lama (pada kondisi normal).
2.6 Pelarut
Pelarut dalam proses ekstraksi digunakan untuk memisahkan konsentrat
dari suatu komponen yang diinginkan serta menghilangkan atau mengurangi
konsentrat dari komponen yang tidak diinginkan. Pelarut harus dipilih yang cukup
baik, tidak merusak residu. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang memiliki
viskositas rendah, hal ini bertujuan agar sirkulasi bebas dapat terjadi. Pelarut yang
digunakan untuk mengekstrak bahan pangan harus memiliki kriteria tertentu.
Syarat pelarut yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi oleoresin adalah
faktor keamanan dan faktor ekonominya, diantaranya adalah :
a. pelarut memiliki kelarutan yang tinggi pada suhu tinggi, kelarutan yang
rendah pada suhu ruang, karena untuk evaporasi harus terjadi pemisahan
antara minyak dan pelarut.
b. toksisitas (tidak beracun ketika diproses).
c. memiliki selektivitas yaitu keefektifan pelarut dalam melarutkan zat
yang dikehendaki dengan cepat dan juga baik.
d. mudah mengalami penguapan.
e. memiliki sifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak.
f. tidak bereaksi dengan peralatan.
g. tidak mudah meledak.
h. memiliki harga yang terjangkau atau murah.
20
Pelarut yang dapat digunakan dalam ekstraksi oleoresin dari jahe adalah
etanol, n-heksana, etilen dikhlorida, petroleum eter, dan juga aseton (Djubaedah,
1986)
Proses pemisahan pelarut dari hasil ekstraksi bertujuan untuk memisahkan
pelarut dari ekstrak oleoresin dengan cara distilasi (Treybal, 1981). Ekstraksi
padat cair atau leaching adalah proses pengambilan komponen dalam suatu
padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Treybal, 1981).
Interaksi antara solute dengan padatan, solute dengan pelarut dan pelarut
dengan padatan sangat berpengaruh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi
ini, dengan adanya pemanasan solute yang terperangkap di dalam padatan mulai
meleleh, bergerak melalui pori-pori padatan. Adanya penambahan pelarut
menyebabkan pori-pori padatan mengembang dan pelarut yang masuk kemudian
melarutkan solute dilanjutkan dengan berdifusi keluar permukaan partikel padatan
dan bergerak ke lapisan film sekitar padatan, untuk selanjutnya ke badan cairan.
Menurut Koswara (1995), Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap
berikut :
1. Pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling
kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa secara difusi pada bidang
antar muka bahan ekstraksi dengan pelarut. Dengan demikian terjadi
pelarutan ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dan raffinate, yang sering dilakukan dengan
cara penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut,
umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu,
larutan ekstrak dapat langsung diolah setelah dipekatkan.
Pada tahapan ekstraksi memerlukan pelarut yang digunakan untuk
ekstraksi oleoresin jahe dimana harus memiliki selektivitas yang tinggi dan aman
sesuai standar makanan serta farmasi. Dalam hal ini digunakan etanol sebagai
pelarut karena etanol memiliki kemampuan mengekstrak yang sangat baik dan
aman dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit menurut standar Federal Food, Drug
21
Kelemahan penggunaan pelarut etanol adalah etanol larut dalam air, dan
juga melarutkan komponen lain seperti karbohidrat, resin dan gum. Larutnya
komponen ini mengakibatkan berkurangnya tingkat kemurnian oleoresin.
Keuntungan menggunakan pelarut etanol dibandingkan dengan aseton yaitu etanol
mempunyai kepolaran lebih tinggi sehingga mudah untuk melarutkan senyawa
resin, lemak, minyak, asam lemak, karbohidrat, dan senyawa organik lainnya
( Gamse, 2002).
2.7.1 Sifat Fisika Etanol
Berikut sifat Fisika Etanol dapat dilihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Sifat Fisika Etanol
Karkteristik Standar
Warna Bening atau tidak berwarna
Bau Bau khas yang menyengat
Titik Didih 78,29 ⁰C
Kelarutan Larut dalam air dan eter
Densitas 0,789 g/cm3
Nyala Mudah terbakar (flammable)
Faleh Setia Budi /2009/ Pada penelitian ini, variasi Kondisi optimum
25