Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman merupakan salah satu sumber senyawa kimia yang penting dalam
pengobatan. Umumnya senyawa kimia ini berupa senyawa metabolit sakunder berupa
alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid, steroid, dan senyawa lain yang memiliki aktivitas
biologis beragam. Hal ini mendorong para peneliti untuk mengisolasi zat aktif biologis yang
terdapat dalam tanaman. Diharapkan nantinya dapat menghasilkan berbagai zat kimia yang
dapat digunakan sebagai obat, baik untuk kesehatan manusia maupun agroomi.

Berbagai jenis bahan terdapat di alam memiliki jenis, bentuk dan komposisi yang
beeragam. Dalam pemanfaatannya, manusia dapat mengambil seluruh zat dari bahan
tersebut atau dapat mengambil beberapa zat yang dibutuhkannya saja dari suatu bahan.
Untuk dapat mengambil atau memperoleh zat tersebut dapat dilakukan berbagai proses,
salah satunya yaitu ekstraksi.

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari
ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstrak ini
didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam
pelarut.

Metodee yang digunakan dalam ekstraksi daun jambu biji adalah meode maserasi,
dimana metode maserasi adalah metode penyarian yang terpilih untuk digunakan
dikarenakan cara pengerjaannya relatif sederhana dan peralatannya yang mudah diusahakan
(Anonim, 1986). Farmakope indonesia edisi IV menetapkan bahwa sebagai cairan penyari
adalah air, etanol, etanol-air, atau eter. Umumnya digunkan campuran etanool dan air untuk
meningkatkan keefektifan penyarian.

Kandungan kimia daun jambu biji antara lain: asam psidiolat, asam ursolat, asam
kategonat, asam oleanolat, asam guajavolat, asam krategolat, guajaverin, isokuersetin,
hiperin, senyawa flavonol, tanin, kasuarinin dan kuersetin.

Salah satu kandungan kimia dari daun jambu biji, yaitu kuersetin, termasuk senyawa
flavonoid yang mempunyai fungsi menghambat fusi membran gamet landak laut saat terjadi
fertilisasi. Kuersetin juga menghambat aktivitas hialuronidase sehingga spermatozoa tidak
dapat menembus kumulus menjelang fertilisasi.

1.2. Rumusan Masalah

 Bagaimana cara pembuatan ekstrak nabati dengan metode maserasi?


 Bagaimana menghitung persen rendemen dari hasil ekstraksi?

1.3. Tujuan

 Mengetahui cara pembuatan ekstrak nabati dengan metode maserasi.


 Mengetahui persen rendemen dari hasil ekstraksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.)


Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrales
Suku : Mytaceae
Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava L. (Anonim, 1986)

2.1.1 Kandungan kimia, khasiat dan manfaat


a. Kandungan kimia
Menurut Sudarsono dkk (2002), daun jambu biji mengandung flavonoid, tanin
(17,7%), fenolat (573,3 mg/g) dan minyak atsiri. Daun jambu biji (Psidium guajava
L.), mengandung flavonoid yang dinyatakan sebagai kuersetin. Kuersetin memiliki
aktivitas menghambat enzim reverse transcriptase yang berarti menghambat
pertumbuhan virus RNA dan memiliki titik lebur 31oC, sehingga kuersetin tahan
terhadap pemanasan.
Gambar 1. Kuersetin
b. Khasiat dan Manfaat
Daun jambu biji dimanfaatkan sebagai salah satu sumber bahan obat. Daun jambu
berkhasiat untuk mengobati sariawan, diare dan radang lambung. Efek farmakologis
dari daun jambu biji yaitu antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakter, antidiabetes,
antihipertensi dan penambah trombosit. Indarini (2006) menunjukkan bahwa ekstrak
daun jambu biji yang mempunyai potensi antioksidan adalah daun jambu biji
berdaging buah putih yang diekstrak dengan etanol 70 % secara maserasi.

2.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apapun dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku
proses pembuatan ekstrak baik sebagai bahan obat atau produk. Berdasarkan hal
tersebut, maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. Untuk menghasilkan simplisia
yang bermutu dan terhindar dari cemaran. Pada umumnya melakukan tahapan
kegiatan seperti sortasi basah, pencucian, peranjangan pengeringan, sortasi kering dan
penyimpanan

2.3 Ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif
yang semula berada di dalam sel tanaman ditarik oleh cairan hayati. Metode ekstraksi
dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah tanaman dan daya
penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak dari tanaman. Sifat dari bahan mentah tanaman merupakan faktor
utama yang harus dipertimbangkan dalam memperoleh metode ektraksi
( Harbone.J.B,1999 ). Pada umumnya peyarian akan bertambah baik apabila
permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari luas. Metode penyarian
yang umum digunakan yaitu maserasi, perkolasi, soxhcletasi, dan sebagainya.
Pemilihan disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik
( Anonim, 1986 ).

2.4 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia
menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya langsung. Ekstrak kering harus mudah
digerus menjadi serbuk (Departemen Kesehatan RI, 1979). Penyari dengan etanol dengan
cara maserasi atau perkolasi (Anonim, 1979). Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari
simplisia nabati dapat dipandang sebagai bahan awal, bahan antara atau bahan produk jadi.
Ekstrak sebagai bahan antara masih perlu diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat tunggal
atau campuran ekstrak lain. Ekstrak sebagai produk jadi berarti ekstrak yang berada dalam
sediaan obat yang siap digunakan oleh konsumen (Anonim, 2000).
Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi:
1) Ekstrak encer, sediaan yang masih dapat dituang
2) Ekstrak kental, sediaan yang tidak dapat dituang dan memiliki kadar air sampai 30%
3) Ekstrak kering, sediaan yang berbentuk serbuk, dibuat dari ekstrak tumbuhan yang
diperoleh dari penguapan bahan pelarut
4) Ekstrak cair, mengandung simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai bahan
pengawet

2.5 Metode Ekstraksi

2.5.1 Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru hingga
semua pelarut tertarik dengan sempurna ( exhaustive extraction ), umumnya dilakukan pada
suhu kamar. Tahapn perkolasi yaitu penetesan pelarut serta penampungan perkolatnya
hingga didapat volume 1 sampai 5 kali jumlah bahan. Proses keberhasilan ekstraksi dengan
cara perkolasi dipengaruhi selektifitas pelarut, kecepatan alir pelarut dan suhunya, ukuran
simplisia tidak boleh terlalu halus karena dapat pori-pori saringan perkolator (Depkes
RI,2000).
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkolator) yang
memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara
kontinyu dari atas akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya
berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses
maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna
dari simplisia, maka pada perkolasi memungkinkan terjadinya ekstraksi total (Voight,
1995).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan cara maserasi, karena :
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi.
b. Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan
penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup
untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meingkatkan perbedaan konsentrasi.

2.5.2 Maserasi
Maserasi adalah metode ekstraksi dengan prinsip pencapaian kesetimbangan
konsentrasi, menggunakan pelarut yang direndam pada simplisia dalam suhu kamar, bila
dibantu pengadukan secara konstan maka disebut maserasi kinetik. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel
dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar, sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi. Kekurangan metode ini, butuh waktu yang lama dan
memerlukan pelarut dalam jumlah banyak. Sedangkan keuntungannya adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan bahan sejenis yang
mudah mengembang. Bila cairan penyari yang digunakan air maka untuk mencegah
timbulnya kapang, dapat ditambahkan pengawet pada awal penyarian.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
- Modifikasi maserasi melingkar
- Modifikasi maserasi digesti
- Modifikasi maserasi melingkar bertingkat
- Modifikasi remaserasi
- Modifikasi dengan mesin pengaduk (Sudjadi, 1988).
2.5.3 Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet dilakukan dengan cara bahan yang
akan diekstraksi diletakkan dalam kantung ekstraksi. Wadah gelas yang mengandung
kantung diletakkan diantara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan
dihubungkan dengan pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai
kedalam pendingin aliran balik melalui pipet yang berkondensasi di dalamnya. Larutan
berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis
dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui
penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995).
Keuntungan metode ini adalah :
 Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan secara langsung.
 Digunakan pelarut yang lebih sedikit
 Pemanasannya dapat diatur (Sudjadi, 1998).
Kerugian dari metode ini :
 Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah
terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
 Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya
dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan
volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
 Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut
dengantitik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat
yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan
uap pelarut yang efektif (Sudjadi,1998).
 Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran a'eotropik
dantidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya
heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena
uapnya akan mempunyai komposisiyang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah
(Sudjadi, 1998).

2.5.4 Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut yang terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali
sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2.6 Pelarut
Cairan penyari atau pelarut yang aman digunakan adalah air, etanol, etanol-air
atau eter (Kementrian Kesehatan RI, 1986). Pemilihan cairan penyari harus
mempertimbangkan banyak faktor. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi
oleh :

 Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.


 Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar.
 Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh larut
dalam bahan ekstraksi.
 Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut
dengan bahan ekstraksi.
 Selektivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
 Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan
pelarutdipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun,
tidakmudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif, buaka
emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik (Sutriani, L . 2008).
Etanol merupakan golongan alkohol dengan jumlah atom karbon dua dan mempunyai
nilai kepolaran 0,68 (Ashurst, 1995). Keuntungan penggunaan etanol sebagai pelarut adalah
mempunyai titik didih yang rendah sehingga lebih mudah menguap, oleh karena itu, jumlah
etanol yang tertinggal di dalam ekstrak sangat sedikit. Etanol dipertimbangkan sebagai
penyari karena lebih selektif, mikrobia sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun,
netral, absorpsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas
yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa,
minyak menguap, glikosida, dan kurkumin.

Anda mungkin juga menyukai