Anda di halaman 1dari 32

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 7
FRAKSINASI DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

Kelompok : 9
Kelas : A
SYIFAUL ULUM
(201710410311006)

DOSEN PEMBIMBING :
Siti Rofida, S.Si, M.Farm.,Apt.
Drs. Herra Studiawan, M.Si.,Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan

Mahasiswa mampu menjelaskan melakukan fraksinasi suatu ekstrak


menggunakan kromatografi kolom

1.2. Latar Belakang


Metabolit sekunder diproduksi sebagai bentuk pertahanan diri bagi tanaman.
Metabolit sekunder itulah yang dimanfaatkan manusia sebagai bahan obat –
obatan.Untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang terdapat pada tumbuhan perlu
dilakukannya screening terlebih dahulu menggunakan uji fitokimia. Sedangkan, untuk
mengisolasi senyawa aktif perlu dilakukan ekstraksi menghasilkan ekstrak tanaman.
Mengekstrak suatu senyawa aktif menggunakan pelarut yg spesifik sesuai dengan
senyawa aktif yg dibutuhkan. Terdapat tiga jenis pelarut, yaitu polar, pelarut semi polar,
dan pelarut non polar.
Terdapat tiga jenis pelarut, yaitu pelarut polar, pelarut semi polar, dan pelarut non
polar. Pelarut polar yg digunakan ialah metanol dan air, pelarut semi polar adalah etil
asetat, sedangkan pelarut non polar adalah n-heksan. Suatu Senyawa kimia yg ada di
alam terdapat dalam suatu bentuk campuran, maka perlu pemisahan, fraksinasi , dimana
proses pemisahan zat dari campuran beberapa zat, fraksinasi dilakukan dg tehnik
kromatografi (KKt, KLT, KCKT, KCV, KK, KGC) dan ekstraksi cair-cair.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Tanaman Psidii guajava

Gambar daun jambu biji


 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Jambu Biji

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava L

 Morfologi dan Karakteristik Jambu Biji

Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat,
pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup banyak. Tanaman jambu biji (P.
Guajava L.) ditemukan pada ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu
biji berbunga sepanjang tahun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m,
percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat
kehijauan.

Jambu biji (P. Guajava L.) tersebar meluas sampai ke Asia Tenggara termasuk
Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Sri Lanka. Jumlah dan jenis tanaman ini cukup
banyak, diperkirakan kini ada sekitar 150 spesies di dunia. Tanaman ini (P. Guajava L.)
mudah dijumpai di seluruh daerah tropis dan subtropis. Seringkali ditanam di pekarangan
rumah. Tanaman ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Di Jawa sering
ditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup alamiah di tepi hutan dan padang
rumput.

 Kandungan zat kimia.

Daun jambu biji mengandung tanin, eugenol (minyak atsiri), minyak lemak,
damar, zat samak, triterpenoid dan asam afel. Buahnnya mengandung asam amino
(triptofan, lisin), kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C
(Muhlisah, 2007).

 Khasiat Daun jambu biji

Memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh kita, baik untuk kesehatan ataupun untuk
obat penyakit tertentu. Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata daun jambu
biji memiliki kandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita. Diantaranya, anti
inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik. jambu biji (P. Guajava L.)
digunakan untuk pengobatan seperti diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi
dan anak, kadar kolesterol darah meninggi, sering buang air kecil, luka, sariawan,
larutan kumur atau sakit gigi dan demam berdarah.

2.2. Tinjauan tentang ekstrak daun jambu biji sesuai dengan Farmakope Herbal
Indonesia tahun 2008

Ekstrak kental daun jambu biji ada lab ekstrak yang dibuat dari daun tumbuhan
Psidium guajava L.. suku Myrtaceae, mengandung flavonoid total tidak kurang
dari 1,40% dibitung sebagai kuersetin.

Pembuatan Ekstrak <31 1 >


Rendemen Tidak kurang dari 12,3%
Gunakan elanol P sebagai pelarut.
Identitas Ekstrak
Pemerian Ekstrak kental; warna cokelat tua; bau kbas; rasa kelat.
Senyawa identitas Kuersetin

Struktur kimia :
Kadar air <83> Tidak lebih dari 10%
Abu total <8 \ > Tidak lebih dari 0,8%
Abu tidak larut asam <82> Tidak lebib dari 0,2%
Kandungan Kimia Ekstrak
Kadar flavonoid total Tidak kurang dari 1,40% dibitung sebagai kuersetin
Lakukan penetapan kadar sesuai dengan Penelapan Kadar Flavonoid Total < 151
> Gunakan kuersetin sebagai pembanding dan ukur serapan pada panjang
gelombang 425 nm.

2.3. Tinjauan Tentang Golongan senyawa

 Alkaloida
“Alkali-like” Senyawa alkaloid adalah substansi-substansi yang relatif toksis yang
bekerja terutama pada SSP (Susunan Syaraf Pusat), bersifat basa, mengandung
nitrogen heterosiklis dan disintesa dalam tumbuhan dari asam-asam amino dan
turunan-turunannya. Manfaatnya Sebagai racun untuk melindungi tanaman dari
serangga dan binatang, sebagai bahan penetral racun untuk diri sendiri, sebagai
pengatur tumbuh, sebagai faktor pertumbuhan tanaman dan cadangan makanan.

Gambar struktur alkaloida


 Flavonoida
Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol alam yang terbesar
(Harbone, 1987:47). Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga
pasti ditemukan pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Manfaat Flavonoid
memiliki efek biologis antioksidan yang sangat kuat sebagai antioksidan yang
dapat menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang
pembentukan produksi nitrit oksida (NO) yang berperan melebarkan pembuluh
darah (vasorelaction) dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker (Winarsi,
2007:22)

Gambar struktur umum Flavonoida (Robinson,1995:191)


 Polifenol dan Tanin
Polifenolmerupakan senyawa kimia yang terkandung didalam tumbuhan
dan bersifat antioksidan kuat. senyawa polifenol terdiri dari beberapa subkelas
yakni, flavonol, isoflavon(dalam kedelai), flavanon, antosianidin, katekin, dan
biflavan. 4enis polifenol lainadalah tanin (terkandung dalam teh dan "okelat).
Manfaatnya melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara
mengikat radikal bebas sehingga mencegah proses inflamasi dan peradangan sel
tubuh.

Gambar struktur polifenol

Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol


(Deaville et al., 2010). Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein,
karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan
molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan
komplek yaitu protein tanin

 Antrakinon
Antrakuinon adalah sejenis elemen antioksidan yang memiliki faktor pembawa
warna, yakni biasanya warna kekuningan atau kehijauan. Kandungan ini lazim
terdapat pada berbagai jenis tanaman dan buah. Biasanya senyawa ini diekstraksi
dan dimanfaatkan sebagai senyawa pewarna untuk tekstil.

Gambar Struktur Antrakinon

 Terpenoid steroid
Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau
dandapat diisolasi dari minyak atsiri.Senyawa yang kerangka karbonnya berasal
dari enam satuanisoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30
siklik yaitu skualena.

2.4. Tinjauan Tentang Fraksinasi


Merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk memisahkan golongan utama
kandungan yang satu dari kandungan golongan utama yang lainnya. Fraksinasi
merupakan prosedur pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan
kepolaran tergantung dari jenis senyawa yang terkandung dalam tumbuhan.
Dalam metode fraksinasi pengetahuan mengenai sifat senyawa yang terdapat
dalam ekstrak akan sangat mempengaruhi proses fraksinasi. Oleh karena itu, jika
digunakan air sebagai pengekstraksi maka senyawa yang terekstraksi akan bersifat
polar, termasuk senyawa yang bermuatan listrik. Jika digunakan pelarut non polar
misalnya heksan, maka senyawa yang terekstraksi bersifat non polar dalam ekstrak.
Pada prakteknya dalam melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu dengan
menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom.
2.5. Tinjauan Tentang Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan teknik kromatografi yang paling awal yang pertama 
kalidi lakukan oleh D.T.Dafi yaitu untuk membedakan komposisi minyak  bumi.
Ditinjau dari mekanismenya kromatografi kolom merupakan
kromatografi serapanatau adsorbsi.Kromatografi merupakan suatu bentuk pemisahan
fisik campuran komponen dalam suatu sampel (ekstrak) berdasarkan perbedaan migrasi
komponen-komponen tersebut dari fase diam oleh pengaruh fase gerak. Beberapa
langkah atau tahap untuk melakukan kromatografi kolom adalah sebagai berikut:
a. Fase diam yang telah diaktifkan dalam keadaan kering atau telah dicampur sejumlah
cairan, dimampatkan dalam tabung kaca berdiameter tertentu yang bagian bawahnya
punya lubang pengalir.
b. Maksimal 1% ekstrak dari jumlah fase diam dilarutkan pada sedikit pelarut,
dikeringkan dengan fase diam dan diletakkan bagian atas kolom. Selanjutnya, aliri
dengan pelarut pengembang terpilih dengan atau tanpa tekanan udara. Tiap
komponen campuran akan bergerak turun dengan kecepatan khas sehingga terjadi
pemisahan dalam kolom.
c. Selama proses pengaliran, kran pengalir dialirkan dengan kecepatan alir tertentu
d. Pelarut pengembang yang keluar ditampung, lalu dianalisis dengan KLT.
Tampungan yang Rf-nya sama dikumpulkan.
Faktor faktor yang mempengaruhi pemisahan dengan kromatografikolom adalah
fase gerak yang digunakan (kepolaran pelarut), ukuran kolom(diamter dan panjang
kolom), kecepatan alir evaluasi
Gambar Kolom kromatografi
Kelebihan kromatografi kolom dapat digunakan untuk analisis dan aqplikasi
preparative, digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran, digunakan
untuk memisahkan dan purifikasi substansi. Kekurangannya yaitu untuk
mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan Teknik dan manual, dan metode ini
sangat membutuhkan waktu lama.

2.6. Tinjauan Tentang Fase Diam dan fase Gerak Pada Kromatografi Kolom

Dalam kromatografi terdapat istilah fase diam dan fase gerak. ditinjau dari
pengertian keduanya dimana fase diam merupakan salah satu komponen yang penting
dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena dengan adanya interaksi dengan
fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR) dan terpisahnya komponen suatu
senyawa analit. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porous (berpori) dalam bentuk
molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapiskan pada padatan
pendukung.Sedangkan fase gerak merupakan pembawa analit, dapat bersifat
inertmaupun berinteraksi dengan analit tersebut. 6ase gerak dapat berupa bahan cair dan
dapat juga berupa gas inert yang umumnya dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa
yang mudah menguap.

Pada kromatografi kolom, kolomnya (tabung gelas) diisi dengan bahan seperti pati
yang dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom. Larutan sampel
kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga sampel diasorbsi oleh adsorben.
Kemudian pelarut(fase gerak) ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat
terlarut berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa gerak)dan pelarut yang
teradsorbsi oleh adsorben (fase diam).Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita
simpulkan bahwa fase gerak dalam kromatografi kolom merupakan pelarut sedangkan
fase diamnya adalah adsorben.Fase diam adalah cair dan fase gerak cair atau gas (pada
kromatografi cair-gas) dan dasar pemisahan partisi konsep like dissolves like.

2.7. Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis dan Perhitungan Nilai Rf

Kromatografi Lapis Tipis adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan


perpindahan dari komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam dan gerak.
(Depkes 1995). KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas
dan elektroforesis. Berbeda degan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan
atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan
yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng
kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini
dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gholib Gandjar, 2007)

KLT memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah penggunaanya mudah,


lebih murah, memiliki sensitivitas tinggi, solven yang dipakai sedikit, dapat digunakan
secara luas pada sampel yang berbeda, kecepatan pemisahan, polaritas solven dapat
diatur dan diubah, sampel yang dikur sekali pengukuran bisa sampai 20 totolan pada plat
20x20 cm. Fungsi KLT sendiri adalah mengidentifikasi dan memisahkan kompones dari
suatu campuran,dan dapat mengetahui kemurnian suatu zat(Touchstone, J.C. dan
Dobbins, M.F., 1983)

Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa
baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung
pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan
cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang
terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode
spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng
dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non-
dekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan
dilakukan analisis lanjutan (Gholib Gandjar, 2007). Cara menghitung nilai Rf yaitu

Jarak titik noda( cm)


jarak bataseluasi (cm)
BAB 3
PROSEDUR KERJA
3.1 Bagan alir

Lakukan optimasi ekstrak dengan cara uji KLT terhadap ekstrak dengan
mengganti - ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen
tersebut akan digunakan untuk fraksinasi.

Siapkan kurang lebih 50 gram silica gel.

Siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml.

Silica gel dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan


sedikit eluen, kocok selama 15 menit.

Campur butir (4) tersebut dituang kedalam kolom sampai setinggi 10 cm dari
atas.

Tuangkan ke dalam kolom sampai penuh, tutup deengan aluminium foil,


biarkan semalam.

Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan,


kemudian ekstrak ditambahkan sedikit pelarut (etanol/methanol) ad larut
dicampur denga silica gel sama banyak, diaduk-aduk menggunakan gelas
pengaduk sampai homogen dan kering.
Eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5 cm diatas permukaan silica gel.

Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan kedalam


kolom (diatas permukaan silica gel), lalu ditambahkan eluen kira-kira
setinggi 3 cm. Eluen dialirkan/diteteskan sambil dituangi eluen baru
sampai kolom terisi penuh dengan eluen, sementara penetesan tetep
dilakukan. Kecepatan penetesan diatur.

Penempungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml.

Dilakukan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial (vial no. 1, 10, 20, 30, 40
dst). Pada uji KLT, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan fase gerak
pada kromatografi kolom.

Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya dapat
digabung.

Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan pada
vial diantaranya (bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no 15 dilakukan
uji KLT).

Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda pada
analisis dengan KLT.
Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatogram, dianalisis
dengan teknik kromatografi lapis tipis dan hitung nilai Rf masing – masing
spot noda.

Dokumentasikan pada UV 254, UV 365, dan visual.

Plat KLT (nomer 15) di derivatisasi dengan pereaksi dragendorf, uap


ammonia, anisaldehid-asam sulfat, FeCl3, KOH 10%.

3.2. Deskripsi Prosedur Kerja


1. Lakukan optimasi eluen dengan cara uji KLT terhadap ekstrak dengan mengganti-
ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen tersebut akan digunakan
untuk fraksinasi
2. Siapkan 50-70 gram silica gel (sesuai diameter kolom yang digunakan)
3. Siapkan Eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml
4. Silika gel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan sedikit eluen, kocok
selama 15 menit
5. Campuran butir (4) tersebut dituang kedalam kolom sampai setinggi 10 cm dari atas
6. Tuangkan Eluen ke dalam Kolom sampai penuh, tutup dengan aluminium foil, biarkan
semalam
7. Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan, kemudian ekstrak di
tambahkan sedikit pelarut (etanol/methanol) ad larut dicampur dengan silica gel sama
banyak. Diaduk-aduk menggunakan gelas pengaduk sampai homogen dan kering.
8. Eluen dialirkan sampai permukaan 0,5 cm diatas permukaan silica gel
9. Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan ke dalam kolom
(diatas permukaan silica gel), lalu ditambahkan eluen kira-kira setinggi 3 cm. Eluen
dialirkan/diteteskan sambal dituangi eluen baru sampai kolom terisi penuh dengan
eluen, sementara penetesan tetap dilakukan. Kecepatan penetasan diatur.
10. Penampung eluen setiap vial sebanyak 5 ml
11. Dilakukan Uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial ( vial no. 1, 10, 20,30, 40, dst).
Pada uji KLT, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan fase gerak pada
kromatografi kolom
12. Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya dapat digabung.
13. Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan pada vial
diantaranya ( bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no 15 dilakukan uji KLT)
14. Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda pada analisis
dengan KLT
15. Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatogram, dianalisis dengan
Teknik KLT dan dihitung Rf masing-masing spot noda
16. Dokumentasikan pada UV 254, UV 365 dan Visual
17. Plat KlT no (15) di derivatisasi dengan pereaksi dragendorf, uap ammonia,
anisaldehid-asam sulfat, FeCl3 dan KOH 10%
BAB 4
HASIL

1. Hasil Proses Pemisahan Senyawa

2. Hasil Penggolongan Fraksinasi


A. Fraksinasi Pertama

Pada vial Kelipatan 10 setelah penotolan pada UV 254 didapatkan penggolongan

Kesimpulan penggolongan pertama : (1-10) (20) (30-40) (50-60) (70) (80)

B. Fraksinasi Kedua
Dimasukkan vial yang berada diantara penggolongan fraksi : (15) (25) (45) (65) (75)

Penotolan untuk semua vial fraksinasi pengamatan secara visual

Pengamatan dibawah sinar UV 254 Pengamatan dibawah sinar UV 365

Kesimpulan Penggolongan Kedua : (1-10) (15-25) (30-40) (45) (50-60) (65-75) (80)

C. Fraksinasi Ketiga

Dimasukkan vial yang berada diantara penggolongan fraksi :(13)(28)(43)(43)(45)(48)


(63)(78)
Penotolan untuk semua vial fraksinasi pengamatan secara visual

Pengamatan dibawah sinar UV 254 Pengamatan dibawah sinar UV 365

Kesimpulan Penggolongan Ketiga : (1-13)(15-25)(28)(30-45)(48-60)(63-75)(78-80)

D. Fraksinasi Keempat

Dimasukkan vial sisa yang belum tergolongkan : (14)(26)(27)(29)(46)(47)(61)(62)(76)


(77)

Penotolan untuk semua vial fraksinasi


Pengamatan secara visual

Pengamatan dibawah UV 254


Pengamatan dibawah UV 365

Kesimpulan Penggolongan Keempat :


(1-14) (15-25) (26) (27-28) (29) (30-47) (48-62) (63-75) (76-80)

E. Fraksinasi Kelima

Penggolongan yang sama disatukan dalam satu vial

Penotolan untuk semua vial fraksinasi pengamatan secara visual


Pengamatan dibawah sinar UV 254 Pengamatan dibawah sinar UV 365

3. Kesimpulan Akhir Penggolongan di dapat 9 Fraksinasi yaitu :


F1 : 1-14 F4 : 27-28 F7 : 48-62
F2 : 15-25 F5 : 29 F8 : 63-75
F3 : 26 F6 : 30-47 F9 : 76-80

4. Hasil Penggolongan Senyawa Setelah Pemberian Penampak Noda


A. Penampak Noda Anisaldehid Asam Sulfat (Terpenoid dan steroid)
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya noda berwarna merah

Fraksi Harga Rf
F1 0.81 0.85 0.89
F2 0.61 0.71 0.81 0.89
F3 0.59 0.61 0.89
F4 0.50 0.61 0.89
F5 0.50 0.61 0.89
F6 0.47 0.50 0.89
F7 0.42 0.89
F8 0.42 0.89
F9 0.27 0.89
B. Dengan Penampak Noda Dragendroff (Alkaloid)
Hasil Positif ditunjukkan dengan noda berwarna kuning jingga

Fraksi Harga Rf
F6 0.26 0.53 0.59 0.87

C. Dengan Penampak Noda FeCl3 (flavonoid,polifenol dan tanin)

Fraksi Harga Rf
F1 0.91
F6 0.39 0.46
F7 0.19 0.37
F8 0.30 0.39 0.44

D. Dengan Penampak Noda KOH 10% dalam Etanol (Antrakinon)


Hasil Positif ditunjukkan dengan noda berwarna kuning dan kuning coklat

Fraksi Harga Rf
F1 0.86 0.90
F6 0.39 0.51 0.57
F7 0.39 0.44
F8 0.41 0.46
BAB 5

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu fraksinasi ekstrak Psidium guajava dengan menggunakan
metode kromatografi kolom. Kromatografi mampu memisahkan zat berdasarkan absorbsi
senyawa yang berbeda berdasarkan absorbennya. Senyawa dapat bergerak melewati kolom
dengan kecepatan yang berbeda, hal ini memungkinkan untuk dipisahkan menjadi beberapa
fraksi. Keuntungan kromatografi kolom diantaranya biaya pengerjaan yang relative murah,
disposabilitas fase diam yang relative mudah digunakan dalam proses. Adapun prinsip kerja
kromatografi kolom dapat dilakukan dengan menggunakan prisnsip gravitasi untuk proses eluasi.
Atau dapat juga menggunakan gas terkomperesi untuk mendorong eluen melewati kolom. Ketika
fase gerak dan analit dimasukkan dari bagian atas kolom pergerakan masing-masing komponen
campuran dalam analit berada dalam laju yang berbeda. Komponen dengan absorbsi dan afinitas
yang lebih rendah terhadap fase diam bergerak lebih cepat bila dibandingkan dengan absorbsi
dan afinitas yang lebih besar dari fase diam. Komponen yang bergerak cepat dapat keluar dari
kolom terlebih dahulu sedangkan komponen yang bergerak lambat dieluasi terakhir.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kesalahan pada saat eluasi, yaitu : (1) preparasi fase
diam yang tidak merata sehingga menyebabkan panjang lintasan yang tidak seragam, (2)
cracking pada fase diam sehingga kerapatannya tidak seragam, (3) tidak ratanya lintasan bagian
bawah kolom, (4) pita terlalu lebar akibat lebarnya kerapatan fase diam sehingga senyawa atau
fraksi yang dipisahkan juga tidak seragam. Dari beberapa permasalahan ini mengakibatkan tidak
terpisahnya senyawa-senyawa menjadi fraksi yang berbeda berdasarkan polaritasannya dan
mengakibatkan masih bergabungnya antar senyawa satu dengan senyawa lain dalam tampungan
vial.

Tipe kromatografi yang kami lakukan termasuk dari tipe kromatografi adsorpsi , yaitu
teknik pemisahan dimana komponen campuran diserap pada permukaan adsorben. Jenis fase
diam yang digunakan yaitu silica gel. Semakin besar ukuran mesh semakin kecil partikel
adsorben, partikel adsorben yang lebih kecil atau nilai ukuran mesh lebih tinggi digunakan untuk
flash kromatografi atau kromatografi yang memberi tekanan atau gas didalamnya, sedangkan
partikel yang lebih besarnilai mesh yang lebih rendah digunakan untuk kromatografi gravitasi.
Misalnya 70-230 silika gel digunakan untuk gravitasi dan 230-400 mesh untuk kolom flash.
Polaritas pelarut yang dilewatkan melalui kolom mempengaruhi laju relative dimana senyawa
bergerak melalui kolom. Pada praktikum kromatografi ini digunakan metode kromatografi
kolom basah, dimana silica gel tersebut dilarutkan terlebih dahulu atau disuspensikan didalam
cairan pelarutnya yang nantinya akan digunakan. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu Ekstrak psidium guajava, pengaduk stainless steel, fase diam silica gel,vial
sebanyak 80, fase gerak menggunakan n-heksan dan etil asetat, kolom, dan erlemeyer.
Pada percobaan ini, hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan ±50 gram silica gel
dan menyiapkan eluennya. Karena pada praktikum ini digunakan metode kromatografi kolom
basah, dimana silica gel dibasahi dalam cairan atau pelarutnya yang akan digunakan. Setelah
terbasahi, masukkan silica gel tersebut kedalam kolom sedikit demi sedikit, pastikan permukaan
silika gel terbasahi semua dan pada saat memasukkan harus hati-hati atau perlahan, pastikan
tidak terdapat gelembung udara yang ada di dalam kolom dan untuk menghindari terjadinya
cracking. . Penambahan pelarut atau eluen harus tetap dilakukan terus menerus untuk mencegah
terjadinya kerusakan atau pecahnya kolom yang diakibatkan adanya rongga udara. Tambahkan
kolom tersebut hingga batas tanda sambil keran bawah tabung dibuka. Setelah itu dieluasi selama
10-15 menit dengan kran bawah kolom dibuka dengan kecepatan yang terjaga, dan pastikan
eluen tidak sampai habis yang mengakibatkan fase diam kering dan rusak. Diusahakan eluen
tingginya 10 cm diatas permukaan fase diam. Tuangkan eluen ke dalam kolom sampai penuh,
tutup dengan aluminium foil, biarkan semalaman.

Selanjutnya adalah melakukan fraksinasi. Fase diam yang telah dibuat dan di diamkan
selama 24 jam. Kemudian preparasi sampel, siapkan ekstrak Psidium guajava sebanyak 1% dari
jumlah silica gel yang digunakan. Ekstrak tersebut dilarutkan dengan methanol/ethanol dan
kemudian dikeringkan dengan silica gel hingga berbentuk butir-butir yang menyerupai pasir.
Kemudian dimasukkan kedalam kolom yang telah dibuat sebelumnya. Setelah itu ditambahkan
eluen hingga batas pada tabung sekitar 3 cm. Eluen dialirkan sambil dituangi eluen baru sampai
kolom terisi penuh dengan eluen, sementara penetesan tetap dilakukan, kecepatan penetesan
diatur (1-2 tetes perdetik), penetesan diusahakan tidak cepat dan tidak lambat, karena jika terlalu
cepat maka senyawa dikhawatirkan tidak tertampung secara keseluruhan dan jika terlalu lambat
maka waktu yang digunakan juga lama. Semakin lama maka terjadi pemisahan berdasarkan
afinitas sampel terhadap fase diamnya yang dapat dilihat dari perbedaan warna yang timbul.
Apabila warna pertama sampai ujung kolom maka dapat dimulai untuk menampung pada vial ke
1, ke 2 dan seterusnya sampai vial ke 80. Sebelumnya vial sudah harus dikalibrasi sebanyak 5ml.
Vial yang telah berisi fraksinasi selanjutnya ditutup dengan alumunium foil lalu dilubangi di
bagian atasnya. Hal ini bertujuan untuk pemekatan sampel dan agar mempermudah dalam
penotolan pada lempeng KLT, dan noda yang terbentuk hitam kecil dan pekat.

Identifikasi fraksinasi dari tampungan vial k1–ke 80. Hal yang pertama dilakukan
sebelum di lakukan identifikasi yaitu membuat fasa gerak dari campuran n-heksan dan etil asetat
(4:1) kemudian dimasukkan ke dalam chamber ditunggu sampai jenuh. Selanjutnya dilakukan
Identifikasi pertama (1) dengan diambil sampel vial no 1,10,20,30,40,50,60,70 dan 80. Jika pada
vial tampak kering maka harus dilarutkan dengan eluen yang sama. Kemudian ditotolkan secara
berurutan dan diamati pada UV254 noda yang timbul berbentuk bulat, kecil, hitam dan pekat.
Setalah itu plat dimasukan ke chamber yang sudah jenuh dan dieluasi sampai batas eluasi.
Setelah itu diamati pada UV254 : dapat dilihat pada plat ada beberapa noda yang mirip dengan
noda yang lainnya, sehingga dapat dikelompokan menjadi 1 fraksi atau dapat digabung menjadi
1 fraksi. fraksi no 1-10 memiliki profil noda yg sama. Fraksi nomor 20 berbeda. 30-40 fraksi
sama. 50-60 fraksi sama. 70 dan 80 memiliki profil noda yang berbeda. Pada identifikasi fraksi
yang pertama mendapatkan 6 pengelompokkan fraksi yaitu vial 1-10; 20; 30-40; 50-60; 70 dan
80 ( vial 1 golongan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai).

Pada Identifikasi kedua (2), diambil dari vial yang berisi gabungan dari vial yang lain, yg
memiliki fraksi yang sama. Seperti vial 1-10 memiliki fraksi yang sama maka harus digabungkan
menjadi satu vial, begitu seterusnya. Setelah itu dilakukan pengecekan di bawah UV254 lagi,
agar mempermudah pengecekan maka dipilih vial 1-10 yang diambil ditengahnya yaitu
15,25,45,65 dan 75. Setelah di lakukan penotolan pada identifikasi kedua ini didapat 11 noda yg
akan diamati. Pada pengamatan secara visual vial 1-10 warna kuning, 20 , 25, 30-40 tidak
nampak, vial 45-80 warna hijau kekuningan (memiliki kepekatan dan ketinggian yang berbeda),
pada identifikasi kedua ini mendapatkan hasil pengelompokan lagi dari vial 1-10 (1 golongan) ;
15-25(1 golongan); 30-40 (1 golongan); 45; 50-60 (1 golongan); 65-75 (1 golongan) dan 80.

Selanjutnya, Identifikasi Ketiga (3) , yaitu menggabungkan vial-vial yang memiliki fraksi
yang sama terlebih dahulu (dilihat dari penggolongan yang sebelumnya), kemudiian dilakukan
pengecekan pada vial 13,28,43,45,48,63 dan 78. Penentuan ini dapat dilihat dari hasil
penggolongan yang sebelumnya dimana ada 13 noda yang akan di identifikasi. Dari identifikasi
ketiga ini mendapatkan 7 penggabungan fraksi yaitu vial : 1-13; 15-25; 28; 30-45(noda terang
kehijauan); 48-60; 63-75 dan 78-80. Identifikasi Keempat (4) cara yang digunakan sama dengan
identifikasi sebelumnya, maka akan dilakukan pengecekan pada vial : 14, 26, 27, 29, 46, 47, 61,
62, 76, dan 77. Dari identifikasi ke empat ini mendapatkan 9 penggabungan fraksi yaitu vial 1-
14; 15-25; 26; 27-28; 29; 30-47; 48-62; 63-75 dan 76-80. Kesimpulan Akhir Penggolongan di
dapat 9 Fraksinasi yaitu : F1 : 1-14; F2 : 15-25; F3 : 26; F4 : 27-28; F5 : 29; F6 : 30-47; F7 : 48-
62; F8 : 63-75; F9 : 76-80. Setelah dilakukan identifikasi penggabungan fraksi, selanjutkan
dilakukan identifikasi metabolit skunder. Yang pertama yaitu penggolongan senyawa terpenioid
dan steroid, dimana pada plat KLT diberi penampak noda anisaldehid asam sulfat dan kemudian
dipanaskan untuk melihat perubahan warna yang terjadi, apabila warna yang muncul adalah
merah ungu maka senyawa tersebut positif mengandung terpenoid dan steroid. Pada fraksi 1
senyawa positif pada RF 0,81; 0,85 dan 0,89. Untuk fraksi 2 senyawa positif pada RF 0,61;
0,71;0,81; dan 0,89. Fraksi 3 senyawa positif pada RF 0,59;0,61; dan 0,89. Fraksi 4 dan 5
memiliki senyawa positif pada RF 0,5;0,61; dan 0,89. Fraksi 6 senyawa yang positif pada RF
0,47;0,50 dan 0,89, sedangkan untuk fraksi7 dan 8 memiliki senyawa positif pada RF 0,42 dan
0,89. Dan untuk fraksi 9 senyawa positif pada RF 0,27 dan 0,89.

Identifikasi yang kedua yaitu penggolongan senyawa alkaloid dimana plat diberi
penampak noda dragendroff dan kemudian dipanaskan untuk melihat perubahan warna yang
terjadi, apabila warna yang muncul adalah kuning jingga maka senyawa tersebut positif alkaloid.
Pada fraksi 6 senyawa positif alkaloid pada RF 0,26; 0,53; 0,59 dan 0,87. Identifikasi yang ketiga
yaitu penggolongan senyawa flavonoid, tannin dan polifenol, untuk senyawa flavonoid dapat
dilihat secara visual terlebih dahulu apabila noda berwarna kuning tanpa diberi penampak noda
maka dapat dipastikan positif flavonoid. Pengamatan senyawa tannin dan polifenol pada plat
diberi penampak noda FeCl3. Untuk senyawa polifenol terbukti pada noda yang muncul dengan
warna kehitaman, pada fraksi 1 terdapat noda yang positif senyawa polifenol pada RF 0,91,
fraksi 6 positif polifenol pada RF 0,46 dan 0,39, untuk fraksi 7 positif polifenol pada RF 0,19
dan 0,37. Dan untuk fraksi 8 positif polifenol pada RF 0,3; 0,39 dan 0,44. Untuk identifikasi
yang terakhir atau yang keempat yaitu penggolongan senyawa antrakinon dengan pemberian
penampak noda KOH 10% dalam metanol, kemudian plat di amati secara visual perubahan
warna yang terjadi, pada fraksi 1,6,7,dan8 ke empat fraksi memunculkan warna spesifik
antrakinon yaitu kuning, kuning coklat atau hijau ungu akan tetapi yang muncul pada ke empat
fraksi hanya warna kuning dan kuning coklat saja. Pada farksi 1 senyawa positif antrakinon pada
RF 0,86 dan 0,90. Farksi 6 senyawa positif antrakinon pada RF 0,39 ; 0,51 dan 0,57. Fraksi 7
senyawa positif antrakinon pada RF 0,39 dan 0,44. Fraksi 8 senyawa positif antrakinon pada RF
0,41 dan 0,46.
BAB 6
KESIMPULAN
Prinsip kerja kromatografi kolom adalah sebagai berikut:
1. Didasarkan pada absorpsi komponen-komponen campuran dengan afinitas yang berbeda
terhadap permukaan fase diam.
2. Absorban bertindak sebagai fase diam dan fase geraknya adalah cairan yang mengalir
membawa komponen campuran sepanjang kolom.
3. Sampel yang mempunyai afinitas besar terhadap absorban akan secara selektif tertahan
dan afinitasnya paling kecil akan mengikuti aliran partikel. Dari hasil praktikum yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses identifikasi fraksinasi senyawa dalam ekstrak Psidium guajava didapatkan
sembilan fraksidengan pembagian : fraksi 1 (vial no 1-14), fraksi 2 (vial no 15-25), fraksi
3 (vial no 26), fraksi 4 ( vial no 27-28), fraksi 5 (vial no 29), fraksi 6 (vial no 30-47),
fraksi 7 (vial no 48-62), fraksi 8 (vial no 63-75), fraksi 9 (vial no 76-80).
2. Hasil dari senyawa fraksinasi tersebut setelah diberikan penampak noda dan diamati
dibawah UV 254 dan 365 dapat dikatakan :
 Fraksi 1 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,81 ; 0,85 ; 0,89,
juga mengandung senyawa flavonoid, tannin dan polifenol pada rf : 0,91 serta
mengandung senyawa antrakinon pada rf : 0,86 ; 0,90.
 Fraksi 2 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,61 ; 0,71 ;
0,81 ; 0,89.
 Fraksi 3 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,59 ; 0,61 ;
0,89.
 Fraksi 4 dan fraksi 5 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf:
0,5 ; 0,61 ; 0,89.
 Fraksi 6 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,47 ; 0,5 ; 0,89 ;
juga mengandung senyawa alkaloid pada rf : 0,26 ; 0,53 ; 0,59 ; 0,87 ; selain
itu juga mengandung senyawa flavonoid, tannin dan polifenol pada rf : 0,46 ;
0,39 ; serta mengandung senyawa antrakinon pada rf : 0,39 ; 0,51 ; 0,57.
 Fraksi 7 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,42 ; 0,89 ; juga
mengandung senyawa flavonoid, tannin dan polifenol pada rf : 0,19 ; 0,37 ;
serta mengandung senyawa antrakinon pada rf : 0,39 ; 0,44.
 Fraksi 8 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,42 ; 0,89 ; juga
mengandung senyawa flavonoid, tannin dan polifenol pada rf : 0,3 ; 0,39 ;
0,44 ; serta mengandung senyawa antrakinon pada rf : 0,41 ; 0,46.
 Fraksi 9 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid yaitu pada rf : 0,27 ;
0,89.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Anonim.1979. Materia Medika Indonesia Jilid 1.Jakarta: Depkes RI
Ansel, C.Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI
Press
Arifin, A. S. 1986. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta : Penerbit Karunia
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun: Cara Modern Menganalis Tumbuhan.
Bandung. ITB
Muhlisah, Fauziah. 2007. Tanaman Obat Keluarga (Toga). Jakarta : Niaga Swadaya. Hal
26-28

Sirait, Midran .1980 .Materia Medika Indonesia Jilid I .Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Voigh, Rudolf. 1994 .Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi kelima. Yokyakarta : UGM
Press
Lampiran Bukti Plagiarism Bab 1

Lampiran Bukti Plagiarism Bab 2


Lampiran Bukti Plagiarism Bab 3

Lampiran Bukti Plagiarism Bab 1-3


Lampiran Bukti Plagiarism Bab 4 (Hasil)

Lampiran Bukti Plagiarism Bab 5 pembahasan


Lampiran Bukti Plagiarism Bab 6 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai