TUGAS 4
PENETAPAN KADAR SENYAWA MARKER EPMS DALAM
SEDIAAN KAPSUL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka
KELOMPOK : 7
KELAS: C
DOSEN PEMBIMBING:
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.
PENDAHULUAN
A. Kromatografi Fingerprint
Fingerprint chromatografi merupakan suatu teknik kromatografi yang
membandingkan persamaan dan perbedaan komponen-komponen kimia yang ada dalam
ekstrak tanaman dan produknya. Metode ekstraksi dan persiapan sampel merupakan
tahap yang penting fingerprint obat herbal yang berguna untuk efisiensi evaluasi sebagai
kontrol kualitas (Liang et al., 2004).
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik
tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi
lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi.
B. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena hanya memerlukan
investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan
yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta penanganannya
sederhana. KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan
menggunakan densitometer sebagai alat pelacak bila cara penotolanya dilakukan secara
kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang
gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan
densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada
umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata
serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau
memanjang.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fitokimia dan
teknik yang paling cocok untuk analisis. Metode ini hanya memerlukan waktu sedikit
untuk analisis dan jumlah cuplikan yang digunakan sangat sedikit. Lapisan yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir yang disebut fase diam, ditempatkan pada
penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada bercak atau pita. Selain itu plat atau lapisan
diletakkan dalam bejana pengembang yang berisi larutan pengembang (fase gerak),
pemisahan terjadi selama perembatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa
yang tidak berwarna harus ditempatkan atau dideteksi dengan pereaksi deteksi (Stahl,
1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk
identifikasi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm dan bercak dihitung harga Rf-
nya. Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,99 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.
hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0-100 (Stahl,
1985). Sedangkan pereaksi semprot atau penampak bercak digunakan pada deteksi
senyawa tertentu. Misalnya dalam tanaman yang banyak mengandung flavonoid
menggunakan AlCl3 dan minyak atsiri menggunakan vanilin asam sulfat (Markham,
1988).
Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), yaitu:
a. Analisis Kualitatif Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk uji
identifikasi senyawa baku. Parameter pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang
digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika
mempunyai nilai Rf yang sama diukur pada kondisi Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
yang sama dengan 3 sistem eluen yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Analisis Kuantitatif Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng
dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah
dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak
tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri
(Gandjar dan Rohman, 2007).
C. Densitometri
Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi
radiasi elektromagnetik dengan analit berupa bercak pada KLT. Interaksi radiasi
elektromagnetik dengan noda KLT yang ditentukan adalah absorpsi, transmisi, pantulan
(refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar fluor dari radiasi semula. Penentuan
kualitatif analit KLT-Densitometri dilakukan dengan cara membandingkan nilai Rf analit
dan standart. Penentuan kuantitatif analit dilakukan dengan cara membandingkan luas
area noda analit dengan luas area noda standart pada fase diam yang diketahui
konsentrasinya atau menghitung densitas noda analit dan membandingkannya dengan
densitas noda standart. Densitometri adalah alat yang dilengkapi dengan
spektrofotometeryang panjang gelombangnya dapat diatur dari 200-700 nm.
Densitometri merupakan metode penetapan kadar suatu senyawa pada lempeng
kromatografi menggunakan instrument TLC-scanner. Pengukuran dilakukan dengan cara
mengukur serapan analit (cahaya yang diukur dapat berupa cahaya yang dipantulkan atau
yang diteruskan), pemadaman fluoresensi analit atau hasil reaksi analit (Gandjar dkk,
2007).
2.4. EPMS (etil para-metoksi sinamat)
2.8. Linearitas
Menurut ICH (1995) linearitas merupakan kemampuan dari metode analisis untuk
memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam contoh kisaran
konsentrasi tertentu. Parameter linearitas adanya hubungan yang lineardigunakan
koefisien korelasi r pada analisis regresi linier yang ideal dicapai jika b= 0 dan r = +1
atau -1 karena akan terjadi suatu hubungan proporsional antara konsentrasi dan luas area
yang tegandytung dari arah garis (Harmita, 2004).
2.9. Presisi
Presisi merupakan kedekatan hasil dari sederet pengukuran yang diperoleh dari
contoh yang homogen pada kondisi tertentu (ICH, 1995). Pengujian presisi pada awal
validasi metode seringkali menggunakan dua parameter yaitu keterulangan dan presisi
antara. Presisi biasanya dinyatakan dengan SD atau RSD (Standard Deviasi Relatif)
dariserangkaian data. Presisi bisa diukur dari nilai simpangan baku atau simpangan baku
relative (Koefisien Variasi) dengan criteria jika Koefisien Variasi (KV) pada metode
2% atau kurang. Jika nilai KV < 2 % maka bisa disebut metode yang digunakan
memberikan presisi yang baik (Harmita, 2004).
𝑆𝐷
KV = X 100%
𝑋
2.10. Akurasi
Akurasi atau kecermatan merupakan kedekatan hasil yang diterima (baik sebagai
nilai teoritis maupu nilai rujukan yang diterima) dengan nilai yang diperoleh dari hasil
pengukuran (ICH,1995). Akurasi biasanya dinyatakan dengan persen perolehan kembali
(Recovery). Akurasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode simulasi
(spiked-placeo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method).
Pada metode simulasi sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia)
ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi atau plasebo
kemudian campuran dianalisis dan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan kadar
analit yang ditambahkan (kadar yang sebernarnya). Metode panambahan baku
dilakukan dengan cara sampel yang danalisis kemudian sejumlah tertentu analit yang
diperiksa ditambahkan ke dalam sampel lalu dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua
hasil tadi dibandigkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita,
2004). Recovery dapat dihitung dengan rumus :
Recovery= (Kadar terukur )/(Kadar teoritis ) 100%
2.11. Linearitas
Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh
hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran
konsentrasi tertentu. Sedangkan rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan
tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan,
keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Rentang dapat dilakukan dengan cara
membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya (Ermer & Miller 2005).
Persamaan garis yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari metode
kuadrat terkecil, yaitu y = a + bx. Persamaan ini akan menghasilkan koefisien korelasi
(r). Koefisien korelasi inilah yang digunakan untuk mengetahui linearitas suatu metode
analisis. Penetapan linearitas minimum menggunakan lima konsentrasi yang berbeda.
Nilai koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan adalah lebih besar dari 0.9970
(ICH, 1995). Linearitas juga dapat diketahui dari kemiringan garis, intersep, dan
residual (Ermer & Miller 2005).
BAB III
PROSEDUR KERJA
A. Alat B. Bahan
a. Gelas ukur a. Ekstrak kencur
b. Pipet volume b. Etanol 96%
c. Timbangan analitical c. Standar EPMS
d. Labu ukur d. n-heksana
e. Chamber e. etil asetat
f. Ultrasonik f. asam format
g. Plat KLT
h. Densitometri
i. Pipa kapiler
20 cm
0,5 cm
10 cm
2 cm 1,5 cm
1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm
Keterangan :
Diukur eluen dari n-heksana : etil asetat : asam formiat (90 : 10 : 1) sebanyak 101 ml
b. Baku Kerja 5
d. Baku Kerja 3
e. Baku Kerja 2
f. Baku Kerja 1
Hasil No. 3 dipipet sebanyak 1,0 ml, dimasukkan ke dalam vial bersih dan
kering.
Hasil No. 4 ditambah etanol 96% sebanyak 2,0 ml, di ultrasonic selama 5
menit
20 cm
0,5 cm
10 cm
2 cm 1,5 cm
1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm
Keterangan :
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 323-346, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Hargono, Djoko. dkk, 1986, Sediaan Galenik. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains, Erlangga, Jakarta.
Harmita. 2004. ‘Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya’,
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No. 3, Desember.
Liang, Y., Xieb P., Chan K., 2004, Review : Quality control of herbal medicines,
Journal of Chromatography B, 812 (2004), 53-70
Saifudin, A., Viesa, R., dan Hilwan, Y.T. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soeratri, W. dan Tutik, P. 2004. Penambahan asam glikolat terhadap efektifitas sediaan
tabir surya kombinasi anti UV-A dan anti UV-B dalam basis gel. Majalah Farmasi
Airlangga: Surabaya
Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Edisi terjemahan
(diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro), ITB press, Bandung,
3-18.
Sutriani L. 2008. Ektraksi Pelarut. Available online at
http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html. Diakses : 20 Agustus
2016.