Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN


( Ekstrak Psidium guajava )

Nama : Rima Ningsih

Nim : 201610410311110

Kelas : Farmasi C

Kelompok 8

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN MALANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
TUGAS IV

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN


TANIN ( Ekstrak Psidium guajava )

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan polifenol dan
tanin dalam tanaman

B. TINJAUAN PUSTAKA
1) Klasifikasi tanaman ( Psidium guajava )
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur
maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon
ini banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar
dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji berbunga
sepanjang tahun (Hapsoh, 2011).

Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )

Sub Kingdom : Tracheobionta ( Tumbuhan berpembuluh )

Divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji )

Class : Dicotyledoneae ( Berkeping dua/dikotil )

Famili : Myrtaceae ( Suku jambu-jambuan )

Ordo : Myrtales

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

Nama Lokal : Jambu Biji

Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak.
Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat
kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda
berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat
telur agak jorong,ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk
ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna
hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3
bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat
telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang
masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji
buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras, berwarna kuning
kecoklatan (Hapsoh, 2011).

2) Manfaat Tumbuhan jambu Biji

Tanaman jambu biji atau Psidium guajava L. Termasuk familia


Myrtaceae, banyak tumbuh di daerah-daerah di tanah air kita. Penduduk
terlalu mementingkan buahnya, sedangkan daun-daunnya hanya sebagian
kecil saja yang memperhatikannya, padahal mempunyai nilai obat yang baik,
terutama untuk menyembuhkan sakit: diare dan astringensia (Kartasapoetra,
1992).
Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat
dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan
dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan
(terapi) bermacam macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan,
menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu,
demam berdarah, dan sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman lainnya,
seperti daun, kulit akar maupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga
berkhasiat obat untuk menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan,
kurap, diare, pingsan, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut,
serta kulit terbakar sinar matahari.
Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah dilakukan penelitian terhadap
uji aktivitas anti oksidannya dan uji aktivitasnya sebagai anti bakteri
penyebab diare (Adyana, et al. 2004).
Daun jambu biji mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu sebagai
antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi,
mengurangi demam dan penambah trombosit. Daun jambu biji putih telah
terbukti secara klinis menghambat pertumbuhan rotavirus yang
menyebabkan enteritis pada anak-anak dan menyembuhkan kejang dan
penyakit diare akut (Lozoya et al., 2002; Wei et al., 2000).

3) Kandungan Kimia
Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut
Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung
nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari
sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi
mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Hasil fitokimia
dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid, tanin,
triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid

4) Golongan Senyawa
a) Polifenol
Tumbuhan yang hidup disekitar kita memiliki kandungan kimia
yang unik. Kimia bahan alam yang merupakan hasil dari metabolisme
sekunder. Bahan kimia yang dimaksud biasanya di gunakan manusia
untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang farmasi. Salah satu
kelompok senyawa yang banyak memberikan manfaat bagi manusia
adalah polifenol. Senyawa yng termasuk kedalam polifenol ini adalah
semua senyawa yang memiliki struktur dasar berupa fenol. Polifenol
adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini
memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam
molekulnya. Fenol sendiri merupkan struktur yangterbentuk dari benzena
tersubtitusi dengan gugus –OH. Gugus–OH yang terkandung merupakan
aktivator yang kuat dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik
(Fessenden,1982).
Polifenol dapat diartikan suatu senyawa kimia yang umumnya
terdapat pada bahan alam dimana struktur dasarnya memiliki gugus
aromatik yang terkait satu atau lebih gugus OH. Polifenol dibagi menjadi
4 bagian umumnya yaitu :
1. Polifenol yang hanya memiliki struktur dasar aromatic dan gugus
OH atau bisa disebut fenolik

2. Polifenol yang struktur dasarnya selain memiliki aromatic dan OH


juga mempunyai gugus asam karboksilat

3. Polifenol yang memiliki stuktur dasar C6C3 atau yang dikenal


dengan senyawa golongan fenil propanoid, contohnya : asam p-
kumarat

4. Polifenol yang memiliki kerangka dasar C6C3C6 atau yang


dikenal golongan flavonoid, contohnya : flavonon
Senyawa polifenol banyak diteliti oleh para ilmuan, hal ini
disebabkan dari manfaat polifenol sebagai kesehatan manusia yaitu
mampu mencegah dan mengobati penyakit degenerative yang kronik
seperti kanker, diabetes, penyumbatan pembuluh darah, dan penyakati
neurodegenerative. Selain itu polifenol juga terkenal karena
kemampuannya sebagai antioksidan. Sifat antioksidan senyawa ini
berkaitan dengan keberadaan gugus fenolik yang dapat mendonorkan
atom hydrogen pada suatu radikalbebas sehingga radikal tersebut
menjadi tidak reaktif lagi.

b) Tanin

Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer


glikosida yang terdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama
tumbuhan berkeping dua (dikotil). Monomer tannin adalah digallic acid
dan D-glukosa. Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol
yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat
rendah. Oleh karena adanya gugus fenol, maka tannin akan dapat
berkondensasi dengan formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif
terhadap formaldehida dan mampu membentuk produk kondensasi,
berguna untuk bahan perekat termosetting yang tahan air dan panas.
Tanin diharapkan mampu mensubsitusi gugus fenol dari resin fenol
formaldehid guna mengurangi pemakaian fenol sebagai sumberdaya
alam tak terbarukan.
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang
diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti
diare, anti bakteri dan antioksidan. Tanin merupakan komponen zat
organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar
dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari
larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut. Tanin dibagi
menjadi dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap
protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan biologis.
Antioksidan dalam pengertian kimia, merupakan senyawa
pemberi elektron. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas
senyawa oksidan tersebut bisa terhambat. Antioksidan menstabilkan
radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki
radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas.
Secara umum tannin terbagi atas tannin (proanthocyanidins)
hidrolisis dan tannin kondensasi. Tannin hidrolisis diprekursor oleh
asam dehydroshikimic sedangkan tannin kondensasi disintesis dari
prekursor flavonoid. Tingginya kandungan tannin dari kalus yang
dihasilkan secara in vitro dapat dipahami karena produksi metabolit
sekunder pada kalus in vitro dipengaruhi oleh berbagai faktor di
antaranya komposisi media yang digunakan dan zat pengatur tumbuh
yang diaplikasikan. Tanin terhidrolisis terdiri atas dua kelas, yang paling
sederhana ialah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa
glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih gugus ester galoil. Pada jenis
yang kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu asam
heksahidroksidifenat, yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis,
elagitanin ini menghasilkan asam elagat.
Tanin secara ilmiah didefinisikan sebagai senyawa polipenol
yang mempunyai berat molekul tinggi dan mempunyai gugus hidroksil
dan gugus lainnya (seperti karboksil) sehingga dapat membentuk
kompleks dengan protein dan makromolekul lainnya di bawah kondisi
lingkungan tertentu.

 Klasifikasi Senyawa Tanin


Tanin diklasifikasikan menjadi 2 kelas, antara lain sebagai
berikut:
1. Tanin Terhidrolisis, tanin apabila dihidrolisa akan menghasilkan
fenol polihidroksi yang sederhana. Terbentuk dari ikatan
 Depsidik (Ikatan Ester) antar 2 mol asam galat
 C-C pada cincin aromatik 2 mol asam galat
Hidrolisa:
 Asam Gallat > terurai menjadi pirogalol
 Asam Protokatekuat > Katekol
 Asam Ellag dan Tenol > Fenol lain
Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat. Tanin
terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat yang
dapat membentuk jembatan oksigen, sehingga dapat
dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam
klorida.

2. Tanin Terkondensasi, tanin terkondensasi adalah polimer


komplek, kebanyakan katekin dan flavonoid. Tanin
terkondensasi tidak dapat dihidrolisis melainkan terkondensasi
menghasilkan asam klorida. Tanin terkondensasi memiliki
peranan yang lebih penting bila dibandingkan dengan zat samak
terhidrolisis.

Klasifikasi Tanin berdasarkan warna dari garam ferri (FeCl3),


dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Katekol
Berwarna hijau dengan 2 gugus fenol. Misalnya : Flobatanin
dan Pirokatekol. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
- Apabila dipanaskan akan menghasilkan katekol
- Apabila didihkan dengan HCl akan menghasilkan
flobapin yang berwarna merah.
- Apabila ditambahkan FeCl3 akan berwarna hijau.
- Apabila ditambahkan larutan Br akan terbentuk endapan.
Contoh Katekol : Asam kirotamat (pada kina) dan asam
katekotanat (pada gambir).
2. Pirogalatanin (pirogalol)
Berwarna biru dengan FeCl3 dengan 3 gugus fenol.
Memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
- Apabila dipanaskan akan terurai menjadi pirogalol.
- Apabila dididihkan dengan HCl akan dihasilkan Asam
gallat dan Asam ellag.
- Apabila ditambahkan dengan FeCl3 akan berwarna biru.
- Apabila ditambahkan brom tidak akan terbentuk
endapan.
Contoh Pirogalatanin : Gallotanin (pada gallae) dan
Ellagitanin (pada Granati cortex)

 Sifat-Sifat Tanin
Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit
sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu
sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain :
1) Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
 Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk
koloid dan akan memiliki rasa asam dan sepat.
 Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka akan
terbentuk endapan.
 Tanin tidak dapat mengkristal.
 Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak
dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
2) Sifat Kimia
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
 Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk
campuran polifenol yang sulit untuk dipisahkan sehingga sulit
membetuk kristal.
 Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromotografi
 Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi
adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna.
3) Sifat sebagai pengkhelat logam.
Fenol yang ada pada tanin, secara biologis dapat berguna
sebagai khelat logam. Mekanisme atau proses pengkhelatan
akan terjadi sesuai dengan pola subtitusi dan pH senyawa
fenol itu sendiri. Hal ini biasanya terjadi pada tanin
terhidrolisis, sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi
pengkhelat logam.
Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya
khelat yang kuat dan dapat membuat khlelat logam menjadi
lebih stabil dan aman di dalam tubuh. Namun, dalam
mengkonsumsi tanin harus sesuai dengan kadarnya, karena
apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah) tidak akan
memberikan efek, namun apabila mengkonsumsi terlalu
banyak (kadar tinggi) dapat mengakibatkan anemia karena zat
besi yang ada dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin
tersebut.
4) Cara Melakukan Identifikasi
 Ditambah dengan gelatin. Cek endapan coklat hitam. Tanin akan dan
dapat mengendapkan gelatin (protein)
 Ditambah dengan NaCl-gelatin. NaCl membuat larutan menjadi jenuh
sehingga terjadi salting out atau penggusiran gelatin dari larutan. Hal ini
menyebabkan endapan coklat hitam menjadi lebih banyak dibandingkan
reaksi no 1
 Ditambah Pb(II)Asetat, positif bila terdapat endapan putih hingga coklat
terang. Reaksi ini harus dilakukan pada suasana asam lemah dengan pH
berkisar antara 3-6. Jika terlalu basa, ditakutkan ada endapan pengecoh
yang berupa Pb(OH)2
 FeCl3 3%. Larutan ini ditambah dengan ekstrak tanin untuk
membedakan tanin terhidrolisis (gallotanin) dan tanin terkondensasi
(proantosianin). Pada tanin terhidrolisis, larutan akan berubah warna
menjadi biru - biru kehitaman, sedangkan pada tanin terkondensasi
berubah menjadi hijau.
 Test fluorosensi. Ekstrak tanin+NaOH untuk membuat tanin berubah
menjadi asam fenolat yang mempunyai gugus kromofor sehingga dapat
terbaca di spektro 365nm warna hijau terang. Untuk memisahkan adanya
gugus kromofor lain yang (mungkin) dapat mengganggu ditambahkan
petroleum eter pada ekstrak NaOH-tanin dan diambil larutan petroleum
eter sebelum dispekrto.
a. Pemisahan KLT
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan
campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng
kromatografi lalu melihat komponen / analit yang terpisah dengan
penyemprotan atau pengecatan. Lapisan pemisah terdiri atas bahan
berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat
gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah
berupa larutan yang ditotolkan baik berupa bercak ataupun pita, setelah
plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan.
Gambaran utama yang mengatur kemampuan daya pisah
lempeng KLT adalah ukuran bercak (spot) dan dimensi fisik lempeng,
dengan diameter sebesar 0,5 cm dan panjang lempeng umumnya 10 cm.
Dengan ukuran seperti ini, lempeng hanya mampu memisahkan 20 analit
secara optimal supaya terpisah secara sempurna. Meskipun demikian,
dengan penghantaran kapiler normal eluat, maka lempeng teoritis
maksimum adalah < 5.000. kecepatan fase gerak bervariasi di sepanjang
lempeng KLT. Semakin jauh fase gerak melewati lempeng maka
kecepatannya akan menurun.
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana
adalah dilakukan pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa
senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar
ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366
nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat dideteksi maka harus
dicoba disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut
tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan
pemanasan.
 Fase diam
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena
strukturnya, ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai
pengikat dll. Fasa diam yang digunakan TLC tidak sama dengan yang
digunakan untuk kromatografi kolom, terutama karena ukuran dan zat
yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan spesifikasi tertentu, iaitu
ukuran (diameter) dalam mesh atau j^m dan untuk kegunaannya (mis:
untuk TLC atau kromatografi kolom). Beberapa fase diam yang
banyak dijual dipasaran.
 Fase gerak
Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik.
Dapat digunakan satu macam pelarut organic saja ataupun campuran.
Bilamana fase gerak merupakan campuran pelarut organik dengan air
maka mekanisme pemisahan adalah partisi. Pemilihan pelarut organic
ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan.
Pendekatanpolaritas adalah yang paling sesuai untuk pemilihan
pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak
yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya,
senyawa non polar lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari
pada fase gerak yang polar.
 Tinjauan eluen dan indeks polaritas
Eluen adalah pelarut yang dipakai dalam proses
migrasi/pergerakan dalam membawa komponen-komponen zat
sampel atau fasa yang bergerak melalui fasa diam dan membawa
komponen-komponen senyawa yang akan dipisahkan.

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang
dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi
dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas
keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-
komponen sampel.

Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak


adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat
keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua
mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang
mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak.

Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena


prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua
persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling
penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan
dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor
dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat
digunakan.

 Harga Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis
tipis sangat lazim menggunakan harga Rf (Retordation Factor)
yang didefinisikan sebagai:

Nilai Rf ini terkait dengan factor perlambatan. Nilai rf


bukanlah suatu nilai fisika absolut untuk suatu komponen;
meskipun demikian, dengan pengendalian kon disi KLT secara
hati-hati, nilai rf dapat digunakan sebagai cara untuk identifikasi
kualitatif. Disebabkan oleh banyaknya variable yang
berpengaruh pada nilai rf-misalnya adanya sedikit perbedaan
komposisi fase gerak, suhu, ukuran chamber, lapisan penjerap,
dan sifat campuran-maka penentuan nilai rf dalam suatu system
KLT yang berbeda merupakan cara yang harus dilakukan ketika
melakukan identifikasi untuk membuktikan adanya suatu
komponen atau analit yang dituju dalam sampel.
C. Prosedur Kerja
a. Preparasi sampel
1. 0,3 gram ekstrak ditambah 10 ml aquadest panas, diaduk dan dibiarkan
sampai temperatur kamar, lalu tambahkan 3-4 tetes 10 % NaCl, diaduk
dan disaring.
2. Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3 ml dan disebut
sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC.
b. Uji gelatin
1. Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB ditambah dengan
sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan NaCl 10%.
2. Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin
c. Uji Ferri Klorida
1. Sebagai larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3, kemudian
diamati terjadinya perubahan warna.
2. Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin
3. Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih,
tetapi setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan
warna menjadi hijau biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa
polifenol.
FeCl3 (+), uji gelatin (+) tanin (+)
FeCl3 (+), uji gelatin (-) polifenol (+)
FeCl3 (-) polifenol (-), tanin (-)
d. Kromatografi Lapis Tipis
1. Sebagian larutan IVC digunakan untuk pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Kloroform-Etil asetat-Asam formiat (0,5:9:(II gtt))
Penampak noda : Pereaksi FeCl3
2. Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam sampel.
D. Bagan Alir
a. Preparasi Sampel

0,3 gram ekstrak ditambah 10 ml aquadest panas, diaduk dan


dibiarkan sampai temperatur kamar

Ditambahkan 3-4 tetes 10% NaCl, diaduk dan disaring.

Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3 ml dan


disebut sebagai larutan IV A, IV B dan IV C.

b. Uji Gelatin

Larutan IV A digunakan sebagai blanko, larutan IV B ditambah


dengan sedikit larutan gelatin 2 gtt dan 5 ml larutan NaCl 10%.

Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin.

c. Uji Ferri Klorida

Sebagian larutan IV C diberi beberapa tetes larutan FeCl3


kemudian diamati terjadinya perubahan warna.

Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan


putih, tetapi setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi
perubahan warna menajdi hijau biru hingga hitam,
menunjukkan adanya senyawa polifenol.
FeCl3 positif, uji gelatin positif tanin (+)
FeCl3 positif, uji gelatin negative polifenol (+)
FeCl3 negatif polifenol (-), tanin (-)
d. Kromatografi Lapis Tipis

Sebagian larutan IV C digunakan untuk pemeriksaan KLT. Fase


diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Kloroform-Etil asetat-Asam formiat
(0,5:9:(II gtt))
Penampak noda : Pereaksi FeCl3

Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam


sampel.
Daftar Pustaka

Adnyana, dkk., 2004, Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih dan
Jambu Biji Daging Buah Merah Sebagai Antidiare, Acta
Pharmaceutika Indonesia, 29(1), 1927.

Hapsoh, Hasanah, 2011. Budidaya tanaman obat dan rempah. Medan: USU
Press.

https://www.academia.edu/12104044/laporan_praktikum_fitokimia_identifi
kasi_senyawa_golongan_polifenol_dan_tanin

Ibnu Gholib, 2012, Analisis Obat Secara Spektoskopi dan


Kromatografi,Yogyakarta; Pustaka Pelajar

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta:


Penerbit Rineka Cipta.

Lozoya, X., Reyes-Morales, H., Chavez-Soto, M.A., Martinez-Garcia, M.C.,


Soto-Gonzales, Y., and Doubova, S.V., 2002, Intestinal anti-spasmodic
effect of a phytodrug of Psidium guajava folia in the treatment of acute
diarrheic disease, J Etnopharmacol., 83(1-2), 19-24

Anda mungkin juga menyukai