Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

PENETAPAN KADAR SENYAWA MARKER EPMS (Ethyl-p-methoxicinnamate)


SEDIAAN KAPSUL EKSTRAK KENCUR

Albertus Aditya Setiawan 20180430053

Bagian Biologi Farmasi


Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah
Surabaya
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kencur (Kampferia galanga) merupakan salah satu jenis yang banyak ditemukan di
Indonesia. Tanaman ini tersebar luas di daerah Asia Tenggara dan India (Lim, 2016).
Tanaman ini banyak ditemukan di Asia terutama pada daerah dengan cuaca tropis seperti
Indochina, Indonesia, Thailand, Taiwan, Malaysia dan India. Rimpang dari kencur telah
banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Oleh karena
itu, kencur juga telah banyak digunakan di industri obat, makanan, minuman terutama di
negara berkembang. Secara tradisional, masyarakat di Indonesia telah memanfaaatkan
kencur sebagai bumbu makanan, penghilang rasa lelah dan obat batuk. Di India, kencur
digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi onflamasi, obesita, dan diabetes melitus
(achuan, 1997).
Senyawa seperti flavonoid, polifenol, tanin, kuinon, dan monoterpen/sekuiterpen
banyak terkandung di dalam kencur, sehingga banyak digunakan sebagai bakan baku
maupun bahan tambahan obat (Gholib, 2011). Ekstrak kencur dalam ethanol sendiri telah
diketahui dapat memiliki aktivitas antibacteria yang lebih baik dari penisilin namun kurang
baik dari erythromycin (Saraswati, 2013). Menurut hasil penelitian Amuamuta (2017),
Senyawa EPMS yang didapat dari ekstrak kencur memiliki aktivitas sitotoksin pada pada sel
tumor manusia. Menurut Dash (2017) secara in vitro dapat dinilai bawah ekstrak kencur
dapat mempunyai aktivitas Antelmintik atau anticacing. Senyawa EPMS banyak digunakan
dalam industri obat untuk obat anti jamur dan bahan dasar senyawa tabir surya.

Etil-p-metoksisinamat

Ethyl-p-methoxicinnamate (EPMS) merupakan senyawa utama yang terkandung


dalam rimpang kencur (Kaempferia galanga). EPMS merupakan salah satu turunan senyawa
turunan asam sinamat dengan jalur biosintesis asam sikimat. EPMS termasuk dalam
golongan ester yang menggandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat non-
polar dan juga gugus karbonil mengikat etil sehingga bersifat sedikit polar, sehingga dalam
ekstraksinya dapat digunakan pelarut dengan variasi kepolaran air, etanol, etil asetat,
metanol, air dan heksana.
Dalam pengembangan bahan bahan alam untuk menjadi obat tradisional terstandar
(fitofarmaka), diperlukan persyaratan persyaratan yang dapat membuktikan keamananya dan
mampu memberikan khasiat yang baik.
Senyawa marker adalah suatu senyawa yang terdapat dalam bahan alam dan diseleksi
untuk keperluan untuk uji identifikasi dan standarisasi. Senyawa marker yang digunakan
hendaklah bersifat khas, stabil mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diisolasi dan
dapat ditentukan kadarnya dengan metode analisis yang telah ditentukan.
kandungan kimia yang terekstraksi.
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak
yangdapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati
atau bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling
kecil (5)sampai nomor paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya
ukurannomor 00 adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada pasien. Ada juga
kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan bentuk memanjang (dikenal sebagai ukuran OE), yang
memberikankapasitas isi lebih besar tanpa peningkatan diameter (Depkes RI, 2014).
Formulasi kapsul yang mengandung ekstrak kental dengan kadar air cukup tinggi
memerlukan perlakuan khusus untuk menghasilkan kapsul yang baik. Oleh karena itu perlu
adanya eksipien yang mampu mengadsorpsi serta eksipien yang dapat meningkatkan sifat
alirnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana kadar EPMS pada sediaan kapsul ekstrak kencur?
1.3. Tujuan
1. Melakukan penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Kencur


2.1.1. Kencur
Kencur (kaempferia galanga) adalah tanaman tanpa batang yang termasuk
dalam famili Zingiberaceae. Tanaman ini memiliki jumlah daun 2-4 helai yang
letaknya berlawanan dengan ukuran 8-12 cm. Tanaman kencur tumbuh datar diatas
permukaan tanah. Tanaman ini hanya tumbuh pada musim penghujan. Bagian akar
atau rimpang kencur mempunyai sifat yang lunak dan mempunyai banyak kandungan
senyawa dengan aroma yang khas sehingga dapat digolongkan sebagai empon-
empon,
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Sub-Kingdom : Phanerogamae
Division : Spermatophyta
Sub-Division : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Order : Scitaminales
Family : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Species : K. galanga

a. Morfologi Kencur
Kencur memiliki bentuk batang basal yang memiliki ukuran kurang lebih
20 cm yang tumbuh dalam rumpun. Kemudian kencur memiliki daun berwarna
hijau berbentuktunggal yang pinggir daunnya berwatna merah kecoklatan. Bentuk
dari daun kencur menjorong ada yang menjorong lebar dan ada juga yang
berbentuk bundar, untuk ukurannya daun kencurmemiliki Panjang 7-15 cm, lebar
2-8 cm, dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan tepi daun rata.
Permukaan bagian atas tidak berbulu tetapi bagian bawah terdapat bulu halus.
Kemudian tangkai daun sedikit pendek memiliki ukuran berkisar antara 3-10 cm
yang terbenam didalam tanah, mempunyai Panjang berkisar 2-4 cm yang memiliki
warna putih. Jumlah daun pada kencur tidak lebih dari2-3 lembar dengan susunan
yang saling berhadapan. (Haryudin 2016 dalam Soleh 2019).
Rimpang kencur memiliki ukuran yang pendek berbentuk seperti jari yang
tumpul dengan warna coklat lalu pada bagian kulit rimpang kencur memiliki
warna coklat yang memngkilat, dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang
kencur. Kemudian pada bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan tekstur
seperti daging yang tidak berserat. (Ibrahim 1999 dalam Soleh 2019).
b. Khasiat Kencur
Kencur telah dimanfaatkan cukup banyak sebagai tonikum yaitu sebagai
obat bengkak-bengkak, reumatik, obat batuk, obat sakit perut, manghilangkan
keringat, penambah nafsu makan, infeksi bakteri, ekspektoran (memperlancar
keluarnya dahak), disentri, karminatif, menghangatkan badan, pelangsing,
penyegar, mengobati luka dan bengkak perut, encok, obat batuk, dan sakit perut
(Anonim, 2000).
Di Indonesia, penggunaan kencur digunakan masyarakat sebagai bumbu
makanan, penghilang rasa lelah dan obat batuk. Di India, kencur digunakan
sebagai obat tradisional untuk mengatasi onflamasi, obesita, dan diabetes melitus
(achuan, 1997).

c. Kandungan Senyawa Kimia Kencur


Telah dilakukan penilitian yang mengidentifikasi dan mengisolasi senyawa
kimia yang terkandung dalam ekstrak polar maupun non-polar dari Kaempferia
galanga. Senyawa seperti Ethyl-cinnamate dan etyl-p-methoxicinnamate banyak
ditemukan dalam ekstraksi dengan pelarut dichloromethane (Othman, 2006),
hexane (Yu, 2000), dan methanol (Huang, 2008). Selain itu ditemukan juga
minyak atsiri berupa ethyl-p-methoxy-cinnamate, ethyl cinnamate, 1,8-cineole,
borneol, camphene, linoleoyl, methyl-cinnamate and pentadecane. (Munda,
2018). Terdapat juga senyawa seperti 1,8-cineol, undecanone, isopropyl
cinnamate, dicyclohexyl propanedinitrile, dipentene dioxide, 9-hydroxy, 2-
nonanone, 2,7- octadiene-1-yl acetate, ethyl cyclohexyl acetate, cis-11-
tetradecenyl acetate, 2-heptadecanone, 4-methyl isopulegone, camphidine,
trans,trans-octa-2, 4-dieny acetate, 10 undecyn-1-ol, 3,7-dimethoxycoumarin,
delta- 3-carene, alpha pinene, camphene, borneol, cymene, alphaterpineol, alpha
gurjunene, germacrenes, cadinenes, caryophyllenes, luteolin and apigenin
(Othman, 2006)
2.2. Tinjauan Senyawa EPMS
Etil p-Metoksisinamat (ethyl 3-(-4-methoxyphenyl)prop-2-enoate) atau C12H14O3
merupakan salah satu produk alam yang terdapat pada kencur yang termasuk dalam
kelompok minyak atsiri dan mempunyai jumlah yang relatif besar yaitu 31,77% dari total
2,4% - 2,9% minyak atsiri.
Berat Molekul : 206,237 g/mol
Bentuk : Kristal
Warna : Putih
Bau/aroma : Harum seperti aroma khas kencur
Titik Leleh : 40-50
(Nugraha et al.,2012)
EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan
gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang
bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang
mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana. Pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi harus mempunyai kepolaran yang berbeda. EPMS lebih
mendekati heksan karena dalam EPMS ada dua gugus yang mendukung sifat nonpolar
sedang gugus yang mendukung ke arah polar hanya satu. (Taufikurohmah et al.,2008).

2.3. Kromarografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan dimana dalam analit-analit dalam
sampel terdistribusi antara 2 fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa
bahan padat atau porus dalam molekul kecil atau cairan yang dilapiskan pada dinding kolom.
Fase gerak dapat berupa gas atau cairan terutama pada instrumen kromatografi cair dan
kromatografi lapis tipis (Rohman, 2009)
Proses pemisahan pada kromatografi berdasarkan pada perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, fase diam akan menahan
senyawa campuran dan fase gerak akan akan melarutkan zat komponen campuran senyawa.
Senyawa yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang
mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Haqiqi, 2008)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi planar. KLT merupakan
metode kromatografi yang paling sederhana yang banyak digunakan. Pada Kromatografi
lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan bidang datar yang seragam yang didukung oleh
lempeng kaca, pelat aluminium.

2.3.1. Fase Diam


Pemilihan fase diam pada KLT dipilih berdasarkan pada sifat fisikokimia
komponen sampel meliputi polaritas, kelarutan, berat molekul, bentuk, dan ukuran
analit. Sifat fisik dan kimia tersebut berperan dalam menentukan mekanisme
pemisahan dalam KLT. Fase diam pada KLT dapat berupa senyawa organik seperti
pati dan selulosa maupun anorganik seperti aluminium oksida, silikon oksida,
magnesium karbonat, kalsium karbonat, dan lain-lain (Wulandari, 2011).
Menurut kepolaran komponen sampel, fase diam dapat dibedakan menjadi 2.
Sampel lipofilik dapat menggunakan fase diam berupa aluminium oksida, silika,
selulosa terasetilasi, dan poliamida. Sampel hidrofilik dapat menggunakan selulosa,
selulosa penukar ion, kieseguhr, poliamida, dan silika gase terbalik.
Fase diam yang paling banyak digunakan dalam Kromatigrafi Lapis Tipis
adalah silika gel (64%), diikuti oleh selulosa (9%), dan alumina (3%). Sebagai fase
diam, silika gel yang digunakan berupa Gel silika G, Gel silika H, Gel silika F254,
dan Gel Silika UV254. (Wulandari, 2011)
2.3.2. Fase Gerak
Fase gerak atau eluen berperan pada proses eluasi sebagai larutan sampel
untuk melewati fase diam. Interaksi antara fase diam dengan eluen sangat
menentukan terjadinya pemisaha komponen (Haqiqi, 2008). Fase gerak pada KLT
berperan untuk memindahkan senyawa sampel dari fase diam sehingga senyawa
dapat dibawa oleh fase gerak melewati lempeng, dan membantu pemisahan
campuran senyawa sehingga bisa terdeposit di beberapa temapt yang berbeda pada
fase diam.
Pemilihan fase gerak dapat mengacu pada literatur pustaka untuk menemukan
fase gerak yang sesuai. Pemilihan eluen yang cocok dapat dilakukan melalui
tahapan optimasi eluen. Optimasi eluen diawali dengan menentukan sifat kimia
sampel yang akan dianalisis dan jenis fase diam yang akan digunakan
2.4. Densitometri
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang digunakan untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif. Metode ini berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik
(REM) dengan noda analit pada fase diam KLT. Analisis kualitatif dilakukan dengan
membandingkan nilai Rf analit dengan nilai Rf standart. Nilai Rf analit yang sama dengan
Rf standart diidentifikasi kemurnian analit dengan cara membandingkan spektrum pada 2
posisi nida (awal, tengah, dan akhir noda). Analisis kuantitatid dilakukan dengan cara
membandingkan luas area noda analit dengan luas area noda standar pada fase diam yang
diketahui konsentrasinya (Wulandari, 2011).
Interaksi radiasi elektromagnetik (REM) merupakan intensitas cahaya yang mengenai
molekul senyawa dalam noda. REM dengan noda pada fase diam KLT menetukan intensitas
cahaya yang diabsorbsi, ditransmisi, dipantulkan oleh noda sampel dari intensitas REM
semula. Jika fase diam tidak ditemukan noda, maka cahaya yang jatuh akan dipantulkan
kembail. Namun jika cahaya jatuh pada pelat yang terdapat noda dari suatu senyawa, maka
sebagian cahaya akan diserap dan intensitas yang dipantulkan akan berbda dari intensitas
cahaya yang datang (Wulandari, 2011).
2.5. Validasi Metode Analisis
2.5.1. Selektivitas/spesifisitas
Selektivitas suatu metode adalah kemampuan metode untuk mengukur zat
tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin aa dalam matriks sampel (Harmita, 2004). Suatu metode dikatakan
spesifik apabila metode tersebut hanya memberikan respon pada analit tunggal.
Metode dikatakan selektif apabila metode memberikan respon untuk beberapa
senyawa kimia yang dapat dengan jelas dibedakan satu sama lain.
2.5.2. Linieritas
Linieritas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk memeberikan
respon langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Penentian linieritas minimal
menggunakan 5 macam konsentrasi antara 0.25-2.00 kali dari kadar analit yang
diperkirakan (Indrayanto & Yuwono, 2003)
Uji linieritas suatu metode analisis dilakukan untuk membuktikan adanya
hubungan antra konsentrasi analit terhadap respon detektor hubungan tersebut
dianggap linier apabila harga koefisien korelasi (r) dari perhitungan mendekati
angka 1. Menurut Indrayanto dan Yuwono persyaratan data linieritas untuk validasi
metode bisa diteruma jika memenuhi nilai koefisien (r) lebih besar dari 0,99.
2.5.3. Batas Deteksi (BD) dan Batas Kuantitasi (BK)
Batas deteksi atau limit of detection (LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi
analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu
dapat dikuantitasi. Batas kuantitasi atau limit of quantitation didefinisikan sebagai
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan
akurasi yang dapat diteruma pada metode yang digunakan.
2.5.4. Presisi
Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian diantara masing-
masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulangkali pada sejumlah
cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai
standar deviasi atau relatif standar deviasi (koefisien variasi). Presisi merupakan
kemampuan suatu metode analisis untuk menunjukan kedekatan dari suatu seri
pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogen.
2.5.5. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Persen perolehan kembalu diperoleh
melalui pengukuran sejumlah analit yang diketahui kadarya ditambahkan dalam
sampel.

1.6. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau
bahan lain yang cocok (Depkes RI, 1995). Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan
serbuk atau granul. Pada formulasi masa kapsul, bila dosis obat atau jumlah obat yang akan
dimasukkan tidak memenuhi untuk mengisi volume kapsul, maka diperlukan penambahan
bahan pengisi yang cocok dalam jumlah yang tepat. Bila jumlah obat yang akan diberikan
dalam satu kapsul cukup besar untuk mengisi penuh kapsul, bahan pengisi tidak dibutuhkan.
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk,butiran atau granul, butiran gula
inert dapat dilapisi dengan komposisi bahan aktif dan penyalut yang dapat memberikan profil
lepas lambat (Depkes RI, 1995). Penyimpanan sediaan kapsul yaitu disimpan dalam wadah
tertutup rapat, tidak tembus cahaya, dan pada suhu kamar terkendali (Depkes RI, 1995).
Evaluasi sediaan kapsul meliputi evaluasi terhadap sediaan jadi (Depkes RI, 1995).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


1. Alat Praktikum: Labu alas bulat, Labu ukur 10 ml, Lempeng KLT, KLT densitometri,
Timbangan, Mortir dan stamper, Gelas ukur
2. Bahan Praktikum : Ekstrak kencur, Standar EPMS, Etanol, HCl 57 %, Avicel, Cab-O-
Sil, Cangkang kapsul
3.2. Prosedur Kerja:
1. Pembuatan Larutan Standart EPMS 1000 ppm

Menimbang 10,0g standar EPMS

Melarutkan standar EPMS dengan etanol 96% 5 ml

Memasukkan etanol dan standar EPMS dalam labu ukur


10ml

Diultrasonik sampai larut kemudian ditambahkan 96% sampai tepat 10ml


sehingga diperoleh larutan standar EPMS dengan kadar 1.000ppm

2. Pembuatan baku kerja

Larutan baku induk diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 200, 300,


400, 500, 600 ppm. (masing-masing dibuat dalam volume 5ml)
Larutan baku kerja Volume pemipetan (mL) Volume ad pelarut

Baku kerja 1 1.0001 5 ml


Baku kerja 2 1.4958 5 ml
Baku kerja 3 2.0009 5 ml
Baku kerja 4 2.4959 5 ml
Baku kerja 5 2.99555 5 ml
Baku kerja 5 3.55135 5 ml

3. Preparasi Sampel

Ambil 3 kapsul secara random

Masukkan masing masing kapsul dalam 3labu alas bulat yang berbeda

Masing-masing ditambah etanol 5 ml

Mengekstraksi dengan metode MAE

Tambahkan sampel dengan etanol 96% ad 10 ml

4. Penotolan dan eluasi

Totolkan larutan standar pada plat KLT masing-masing sebanyak 2µL, dan
sampel sebanyak 2µL dengan replikasi sebanyak 3 kali

MEngeluasi plat KLT dengan eluen n-Heksan : Etil asetat (9:1) sebanyak 40 ml
BAB linear
Data yang diperolah dibuat persamaan regresi IV antara konsentrasi dengan area noda

Hitung harga koefisien regresinya, sehingga kadar EPMS dapat diketahui dalam
sediaan kapsul

5. Penentuan panjang gelombang maksimum

Menotolkan larutan baku 300 ppm pada lempeng KLT,

lalu dieluasi dengan eluen n-Heksan : etil asetat (9:1)

Lalu dilakukan scan pada panjang gelombang 200-400 nm

Didapat panjang gelombang maksimum sebesar 330 nm


BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

Data Penimbangan Sampel


Data Penimbangan

Kelompok 2
Sampel Replikasi 1 0,310 gram
Sampel Replikasi 2 0,302 gram
Sampel Replikasi 3 0,311 gram

Hasil Luas Area Densitometri pada panjag gelombang 330 nm

Konsentrasi Luas
Larutan
(ppm) Area

Baku 1 200.02 14448.4

Baku 2 299.16 20142.1


Baku 3 400.18 24223.2
Baku 4 499.18 27187.7
Baku 5 599.11 30837.4
Sampel 1 21146,7
Sampel 2 20764.4
Sampel 3 20273.2
Persamaan Regresi Larutan Baku Kerja

Konsentrasi Luas
Larutan
(ppm) Area

Baku 1 200.02 14448.4

Baku 2 299.16 20142.1


Baku 3 400.18 24223.2
Baku 4 499.18 27187.7
Baku 5 599.11 30837.4

y = bx + a
a : 7428.2
b : 39.896
r = 0.992270125
y = 39.896x + 7428.2
Konsentrasi EPMS dalam sediaan kapsul (ppm)
1. Sampel 1
Luas area : 21146,7

y = 39.896x + 7428.2
21146,7 = 39.896x + 7428.2
x = 343.857 ppm
2. Sampel 2
Luas area : 20764.4
y = 39.896x + 7428.2
20764.4 = 39.896x + 7428.2
x = 334.274 ppm

3. Sampel 3
Luas area : 20273.2
y = 39.896x + 7428.2
20273.2 = 39.896x + 7428.2
x = 321.962 ppm

Bobot EPMS dalam sediaan kapsul (mg)


1. Sampel 1
2 𝑚𝑐𝐿
× 343.857 𝑚𝑔 = 6.8771 x10-4 mg
1000000 𝑚𝑐𝐿

Dalam 2mcL larutan sampel mengandung 6.8771 x10-4 mg EPMS

10000 𝑚𝑐𝐿
×6.8771 x10-4 mg = 3.4386 mg
2 𝑚𝑐𝐿

Dalam 10 ml larutan sampel mengandung 3.4386 mg EPMS


Dalam 10 ml larutan sampel mengandung 0,310 gram isi kapsul

2. Sampel 2
2 𝑚𝑐𝐿
×334.2741 𝑚𝑔 = 6.6855 x10-4 mg
1000000 𝑚𝑐𝐿

Dalam 2mcL larutan sampel mengandung 6.6855 x10-4 mg EPMS

10000 𝑚𝑐𝐿
×6.6855 x10-4 mg = 3.3427 mg
2 𝑚𝑐𝐿

Dalam 10 ml larutan sampel mengandung 3.3427 mg EPMS


Dalam 10 ml larutan sampel mengandung 0,302 gram isi kapsul

3. Sampel 3
2 𝑚𝑐𝐿
×321.9621 𝑚𝑔 = 6.4392 x10-4 mg
1000000 𝑚𝑐𝐿

Dalam 2mcL larutan sampel mengandung 6.4392 x10-4 mg EPMS

10000 𝑚𝑐𝐿
×6.4392 x10-4 mg = 3.2196 mg
2 𝑚𝑐𝐿
Dalam 10 ml larutan sampel mengandung 3.2196 mg EPMS
Dalam 10 ml larutan sampel mengandung 0,311 gram isi kapsul

Kadar EPMS dalam sediaan kapsul


1. Sampel 1
3.4386 𝑚𝑔
× 100% = 1.1092 % b/b
310 𝑚𝑔

2. Sampel 2
3.3427 mg
× 100% = 1.1069 % b/b
302 𝑚𝑔

3. Sampel 3
3.2196 mg
× 100% = 1.0352 % b/b
311 𝑚𝑔

X̅ : 1.08378 %.

BAB V
Pembahasan dan Kesimpulan

Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar EPMS dalam sediaan kapsul ekstrak rimpang
kencur (Kaempferia galanga). Penetapan kadar dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis-Densitometri. Sampel kapsul yang didapat mula mula diekstraksi terlebih dahulu untuk
mendapatkan seluruh ekstrak kencur yang terdapat pada kapsul.

Pada praktikum ini mula mula dilakukan linearitas, linieritas ini didapatkan dari hasil analisis
baku kerja dan sampel dengan menggunakan KLT densitometri. Dari analisis tersebut didapatkan
data konsentrasi (ppm) dan luas area dari baku kerja dan sampel. Dari hasil tersebut didapatkan
regresi linier dengan persamaan y=bx + a. Pada praktikum ini kami menggunakan 5 baku kerja
pada konsentrasi 200.2; 299.16; 400.18; 499.18;599.11 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar
0,9922 dengan persamaan linier y = 39.896x + 7428.2.
Penentuan kadar EPMS dalam larutan sampel dilakukan dengan mensubstitusikan luas area
sampel yang didapat pada persamaan linier yang telah didapat. Konsentrasi x (ppm) pada sampel
1 = 343.857 ppm; pada sampel 2 = 334.274 ppm; dan pada sampel 3 = 321.962 ppm. Dari data
tersebut didapatkan kadar EPMS dalam sediaan kapsul yaitu, pada sampel 1 didapatkan kadar
1.1092 % Pada sampel 2 didapatkan kadar 1.1069 %pada sampel 3 didapatkan kadar 1.0352
%.Didapatkan % rata-rata sebesar 1,0837 %.

Dari persentase kadar yang didapat, diketahui bahwa ketiga sampel yang didapat tidak
memenuhi kadar EPMS yang tertera pada label, kadar EPMS yang tertera pada label sebesar 5-10
%. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah ekstrak yang digunakan dalam formula,
metode dan pelarut yang digunakan pada saat ekstraksi rimpang kencur kurang optimal.

Kurangnya jumlah ekstrak yang digunakan dalam formula dapat diperkirakan menjadi salah
satu hal yang memengaruhi kurangnya kadar EPMS dalam kapsul, menurut praktikum
sebelumnya, telah diketahui bahwa rata rata kadar EPMS dalam ekstrak kencur dengan pelarut
etanol 96% sebesar 26.91% atau dalam 20 mg ekstrak rimpang kencur mengandung kurang lebih
5.382 mg EPMS. Kadar EPMS yang tertera pada label 5-10 % atau diinginkan jumlah EPMS
sebasar 15-30 mg dalam kapsul berisi 300 mg. Maka, diperlukan optimasi formula kapsul untuk
mendapat kadar EPMS dalam kapsul yang diinginkan. Bobot ekstrak kencur yang
direkomendasikan untuk memenuhi kadar EPMS dalam kapsul yang diinginkan sebesar 55.74-
111.48 mg.

Kesimpulan

Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kadar EPMS pada 3 sampel kapsul ekstrak
kencur berturut-turut 1.1092 %; 1.1068%; dan 1.0352% tidak memenuhi kadar EPMS dalam
kapsul yang tertera pada label yaitu 5-10 %. Perlu adanya optimasi formula untuk memperbaiki
kadar senyawa EPMS yang terkandung dalam sediaan kapsul
Daftar Pustaka

Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Menkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta.

Dash PR, Mou KM, Erina IN, Ripa FA, Masud KN, Ali MS. Study of anthelmintic and insecticidal
activities of different extracts of Kaempferia galanga. Int J Pharm Sci Res. 2017; 8(2):29-
33.

Amuamuta A, Plengsuriyakarn T, Na-Bangchang K,Anticholangiocarcinoma activity and toxicity


of the Kaempferia galanga Linn. Rhizome ethanolic extract, BMC Complementary and
Alternative Medicine. 2017;17(1):1.

Saraswati J, Septalita A, Bovita NA. Antibacterial Effect Of Kaempferia galanga L Extract On


Lactobacillus Acidophilus –In Vitro, The Indonesian Journal of Infectious Disease. 2013;
1(1).

Gholib, D. 2011. Uji daya antifungi ekstrak etanol rimpang kencur (Kaemfera galanga L.) terhadap
pertumbuhan jamur Trichophyton verrucosum secara in vitro. Seeminar Nasional
Teknologi dan Veteriner. Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

Munda, Sunita & Saikia, Pompy & Lal, Dr. (2018). Chemical composition and biological activity
of essential oil of Kaempferia galanga: A review. Journal of Essential Oil Research. 30. 1-
6. 10.1080/10412905.2018.1486240.

Team Teaching. 2019. Buku Petunjuk Praktikum Fitofarmasi. Surabaya: Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai