Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH

Faqih Rahman Fareza (20024010162)

GOLONGAN V2

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN


NASIONAL “VETERAN“ JAWA TIMUR

PROGRAM STUDI STRATA SATU (S1)

AGRIBISNIS 2021

MATERI I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Tanah merupakan lapisan yang menyelimuti bumi dengan ketebalan yang bervariasi dari
beberapa sentimeter hingga lebih dari 3 meter. Dibandingkan dengan massa bumi, lapisan ini
sebenarnya tidak berarti, namun, dari tanah inilah segala makhluk hidup yang berada di muka
bumi, baik tumbuhan maupun hewan memperoleh segala kebutuhan mineralnya. Selain itu,
antara tanah dan makhluk hidup ini membentuk suatu hubungan yang dinamis. Dari tanah
diperoleh kebutuhan mineral makhluk hidup dan ke dalam tanah akan dikembalikan residu
dari makhluk tersebut. Kehidupan sangat vital bagi tanah dan tanah sangat vital bagi
kehidupan. Pandangan manusia tentang tanah sangat dipengaruhi oleh latar belakang setiap
individu. Seorang petani menganggap tanah sebagai media tempat tumbuh tanamannya,
sedangkan seorang insinyur bangunan memandang tanah sebagai tempat berdirinya bangunan
serta sebagai sumber bahan bangunan yang bernilai tinggi. Bagi kita, tanah merupakan
sumber yang dapat menghasilkan makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal kita. Jelas bahwa
keberadaan kita sangat tergantung kepada tanah. Istilah TANAH berasal dari bahasa Yunani
SOLUM yang artinya LANTAI. Beberapa ahli kimia, seperti Liebig, menganggap tanah
sebagai gudang cadangan makanan bagi tumbuhan. Sedangkan para ahli geologi terdahulu
menganggap tanah sebagai hasil lapukan batuan. Kedua konsep ini tidak salah namun,
keduanya belumlah lengkap. Beberapa ahli telah mencoba mendefinisikan tanah ini sesuai
bidangnya setiap. Para edafolog, yang memandang tanah dalam kaitannya dengan
penggunaannya sebagai media tumbuh tanaman, mendefinisikan tanah sebagai suatu
campuran bahan-bahan organik dan mineral yang mampu mendukung kehidupan tumbuhan.
Sedangkan para pedolog, yang memandang tanah sebagai suatu bentuk utuh yang tersendiri,
mendefinisikan tanah sebagai suatu hasil alami yang terbentuk dari pelapukan batuan sebagai
akibat kegiatan iklim dan jasad renik. Pada kedua konsep ini terlihat bahwa kehidupan
sangat penting artinya bagi tanah. Di satu segi tanah merupakan media yang sangat
diperlukan bagi kehidupan, sedangkan di lain segi sifat tanah sangat dipengaruhi oleh
kehidupan yang terdapat di sekitarnya. Di bawah lapisan tanah ini terdapat sekumpulan hasil
lapukan batuan yang terhampar di atas lapisan batuan dan belum terkena pengaruh kegiatan
makhluk hidup. Bagian 2 batuan yang telah melapuk ini dinamakan dengan lapukan batuan
atau lebih sering dikenal dengan nama bahan induk tanah yang berbeda dengan tanah yang
didefinisikan
sebelumnya. Sedangkan bahan-bahan lepas yang terdapat di atas lapisan batuan, yang telah
atau yang belum terkena pengaruh makhluk hidup dinamakan dengan regolit. 1.1 Fungsi
Tanah Tanah mempunyai fungsi yang vital, yaitu sebagait tempat tumbuh dan
berkembangnya perakaran, penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur
hara), penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin,
dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan
kesediaan hara), dan sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat
langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman
tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Keempat fungsi tanah tersebut secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1. 1.2 Komposisi
Tanah Tanah berkembang dari bahan mineral yang berasal dari batuan induknya dan
bahan organik yang berasal dari makhluk hidup yang terdapat di sekitarnya. Bahan-bahan
ini
membentuk bagian padat tanah yang dinamakan dengan kerangka tanah. Di antara partikel
padat ini terdapat rongga yang dapat berisi udara atau berisi air. Ruang pori ini meliputi
sekitar setengah volume tanah pada horizon A, sedangkan pada horizon B dan C ruang pori
ini lebih sedikit jumlahnya. Bagian pori yang lebih kecil biasanya diisi oleh air sedangkan
udara mengisi bagian pori yang lebih besar. Bahan mineral tanah terdiri atas partikel yang
berukuran sangat beragam, yaitu dari yang berukuran sangat kasar (pasir, kerikil, dan batu)
hingga yang berukuran halus (debu dan liat). Perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat
disebut tekstur tanah secara rinci akan kita bahas di Bab III. Sifat Fisik Tanah. Bahan mineral
ini
sangat besar perannya bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman serta kemungkinan
penyediaan hara serta air. Tanah yang ideal biasanya mengandung sekitar 45% mineral
dari volumenya. Bahan organik tanah menyusun antara 1 hingga 5% volume tanah. Bahan
ini paling banyak dijumpai di bagian atas tanah dan kadangkala membentuk horizon
organik.
1. 2. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengambil


contoh tanah yang baik dan benar
2. Mahasiswa dapat membedakan tanah utuh,
tanah agregat, dan tanah biasa
3. Mahasiswa dapat mengatahui cara penanganan
sampel tanah sehingga dapat di gunakan untuk analisis
tanah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Pengambilan sampel tanah untuk mengetahui sifat fisik tanah dibagi
menjadi dua jenis yaitu: (1) Sampel tanah utuh yang digunakan untuk
menganalisis bulk density, permeabilitas tanah, serta porositas tanah, yang
dilakukan dengan cara menggunakan ring sampel. Pengambilan sampel tanah
utuh dilakukan dengan cara mengambil tanah yang telah dibersihkan dari
perakaran dan tanaman
sebelum pengambilan sampel lalu meletakkan ring sampel diatas tanah. (2)
Sampel tanah tidak utuh digunakan untuk analisis tekstur dan struktur, dimana
pengambilan sampel tanah tidak utuh dilakukan dengan cara mengambil tanah dari
titik yang telah ditentukan tempatnya. Jumlah sampel tanah tidak utuh diambil dari
kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm pada masing-masing ketinggian (Ervanaz dkk.,
2014).
Struktur tanah merupakan partikel-partikel tanah seperti pasir, debu,
dan liat yang membentuk agregat tanah antara suatu agregat dengan agregat yang
lainnya. Dengan kata lain struktur tanah berkaitan dengan agregat tanah dan
kemantapan agregat tanah. Bahan organik berhubungan erat dengan kemantapan
agregat tanah karena bahan organik bertindak sebagai bahan perekat antara partikel
mineral primer. Penggunaan bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah sehingga menunjang pertumbuhan tanaman yang lebih baik
(Margolang dkk., 2015).
Bahan organik berpengaruh terhadap sifat fisik tanah yaitu dapat
meningkatkan stabilitas agregat tanah, sehingga menciptakan struktur tanah yang
mantap dan ideal bagi pertumbuhan tanaman yang berakibat pada tingkat porositas
yang baik dan mengurangi tingkat kepadatan tanah, sehingga akan menciptakan
agregat - agregat yang stabil. Kedalaman tanah menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap kemantapan agregat. (Utomo dkk., 2015).
Tanah dengan kandungan bahan organik dan populasi cacing yang tinggi
berpengaruh terhadap berat isi dan kemantapan agregat tanah. Bahan organik akan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan akan menciptakan struktur tanah
yang lebih baik sehingga akan menciptakan agregat

agregat yang stabil (Pramana 2014)

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum “Pengambilan Contoh dan Penanganan Sampel Tanah” dilakukan pada hari
Kamis, 07 Oktober 2021 pada pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di
Laboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur
Hilwa Walida, Khairul Anwar dan Rudi Tomson Hutasoit Program Studi Agroteknologi
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Labuhanbatu.

3.2 Cara kerja

A. Pengambilan Contoh Tanah Utuh


1. Ratakan dan bersihkan lapisan tanah yang akan diambil,
kemudian letakkan tabung tegak lurus pada lapisan tanah
tersebut.
2. Gali tanah sekeliling tabung dengan sekop.
3. Kerat tanah dengan pisau sampai hampir mendekati
tabung. 4. Tekan tabung sampai tiga perempat bagiannya masuk
kedalam tanah. 5. Letakkan tabung lain tepat di atas tabung
pertama, kemudian tekan lagi
sampai bagian bawah dari tabung yang kedua masuk ke dalam
tanah kira kira 1 cm.
6. Kedua tabung beserta tanah di dalamnya digali dengan sekop.
7. Pisahkan tabung pertama dan tabung kedua dengan hati-hati.
Kemudian potonglah tanah kelebihan yang ada pada bagian atas
dan bawah tabung pertama sampai rata.
8. Tutup bagian atas dan bawah tabung dengan

tutup plastik. B. Pengambilan Contoh Tanah Biasa dan

Agregat Utuh

1. Gali tanah sampai kedalaman yang diinginkan. Untuk


penetapan stabilitas agregat cukup dengan mengambil
agregat pada
kedalaman sesuai dengan dalamnya perakaran,
atau kedalaman yang diinginkan.
2. Ambil gumpalan-gumpalan tanah yang dibatasi dengan
belah-belah alami (agregat utuh), masukkan ke dalam kotak /
kantong plastik.

A. Contoh Tanah Utuh

1. Ambil contoh tanah utuh dari lapang, yang ada dalam


kotak atau kantong plastik.
2. Buka plastik pembungkusnya, dan lepaskan karet
pengikat kasa dibagian atas ring sampel.
3. dengan pisau, bersihkan sisa-sisa tanah yang ada
ditubuh ring sampel. 4. Dengan pisau potong secara miring 45O
tanah bagian atas ring sampai permukaan tanah rata dengan
ring.
5. Tutup kembali permukaan tanah atas dalam ring dengan
kasa yang baru dan ikat dengan karet.
6. Ulangi langkah nomor 2, dan 4 untuk meratakan tanah
dalam ring bagian bawah
7. Ulangi langkah no 5 untuk menutup ring bagian bawah.
8. Beri label contoh tanah tersebut berdasarkan lokasi
contoh tanah diambil dan kedalaman pengambilan.
9. Buka karet pengikat kasa bagian atas ring dan letakkan
ring diatas baki penjenuh untuk analisa lanjut.

B. Contoh Agretat Utuh


1. Ambil contoh tanah agregat utuh ukuran 0.5 kg s/d 1 kg.
2. Letakkan agregat di atas baki dan buka pengikat
kantung agregat tersebut.
3. keluarkan bongkahan agregat tersebut dari kantong plastik diatas baki.
4. Patahkan bongkahan agregat dengan jari-jari tangan
menggunakan kekuatan kecil s/d sedang menjadi agregat
tanah berukuran diameter 1.0 s/d 1.5 cm
5. Letakkan agregat dalam baki tersebut ditempat teduh
(tidak kena sinar matahari) langsung dan sirkulasi udara
baik dan lancar.
6. setelah kering masukkan kedalam kantong plastik baru,
diberi label berdasarkan asal lokasi sampel tanah diambil dan
kedalamannya. 7. Simpan ditempat aman untuk analisa fisika
lebih lanjut.
C. Contoh Agretat Utuh
1. Contoh tanah yang sudah dikeringkan ditumbuk dalam
mortir secara hati-hati, kemudian diayak dengan saringan
berturut-turut dari yang berdiameter 2 mm, 1 mm dan 0,5
mm. Contoh tanah yang tertampung diatas saringan 1 mm
adalah contoh tanah yang berdiameter 2 mm, sedangkan yang
lolos saringan 0,5 mm adalah contoh tanah halus (< 0,5 mm).
2. Contoh tanah yang diperoleh dimasukkan dalam kantong
plastik dan diberi label seperlunya.
3. Simpan ditempat aman untuk analisa fisika dan
kimia lebih lanjut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan

No Perlakuan Gamb Keterangan


. ar

1. Contoh Tanah Utuh Gambar 4.1 Dari


wilayah
wonosalam

2. Contoh Tanah Agregat Utuh Dari


wilayah
wonosalam

Dari wilayah
kebun upn

3. Contoh Tanah Biasa Dari


wilayah
wonosalam

Dari wilayah
kebun upn

Tabel 4.2 Penanganan Contoh Tanah

No Perlakuan Gamb Keterangan


. ar
1. Penanganan Contoh Tanah Dijenuhkan
Utuh
2. Penanganan Contoh Tanah Dikering-anginkan
Agregat Utuh

3. Penanganan Contoh Tanah Dikering-anginkan


Biasa

4.2 Pembahasan
Pengambilan contoh tanah di lapangan dilakukan untuk mengetahui
bagaimana sifat fisik tanah ( tekstur tanah, struktur, porositas tanah, bulk density,
dan permeabilitas tanah ) di suatu lokasi/tempat. Dalam penentuan sifat fisik tanah
dibutuhkan tiga macam contoh tanah, yaitu contoh tanah utuh, tanah agregat utuh,
dan tanah biasa.
bahwa tanah utuh digunakan untuk
menganalisis bulk density, permeabilitas tanah, serta porositas tanah yang
dilakukan dengan cara menggunakan ring sample. Tanah utuh diambil
dari kedalaman 0-20 cm ataupun 20-40 cm.
Pengambilan tanah agregat utuh dilakukan untuk penetapan stabilitas
agregat tanah. Utomo dkk., (2015) berpendapat bahwa tanah yang mengandung
bahan organik tinggi akan memiliki kemantapan agregat yang tinggi.
Tanah biasa atau tanah tidak utuh digunakan untuk analisis struktur,
penetapan kandungan air, tekstur tanah, kandungan bahan organik, Ph, dan sifat
kimia yang lain pada tanah. Menurut Prayogo dan Saptowati, (2016) tanah terusik
diperlukan untuk penetapan kadar lengas, testur, tetapan Atterberg, kenaikan
kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, indeks patahan, konduktivitas
hidroulik tak jenuh, luas permukaan, erodibilitas tanah menggunakan hujan tiruan
untuk
penetapan sifat kimia tanah misalnya kandungan hara (N,P,K, dll), kapasitas
tukar kation, kejenuhan biasa, dll, digunakan pengambilan contoh tanah terusik.
Pengambilan contoh tanah dilakukan di kebun UPNV JATIM. Sebelum
pengambilan sampel, tanah harus dibersihkan terlebih dahulu dari tanaman dan
perakaran karena tanaman dan perakaran akan mempengaruhi porositas tanah
dan
volume tanah. Hal ini didukung pendapat Nugroho, (2017) bahwa akar tunggang dan
akar lateral berhubungan dengan sifat fisik tanah yang meliputi kedalaman solum
tanah, porositas tanah, dan berat volume tanah. Dalam pengambilan sampel
digunakan copper ring dengan tebal tabung memenuhi nisbah luas < 0,1 agar
mencegah terjadinya tekanan mendatar. Dalam memisahkan ring pertama dan
kedua harus dilakukan secara hati-hati agar didapatkan tanah utuh tanpa adanya
bagian hilang yang mempengaruhi berat jenis tanah. Pengambilan tanah ditempat
dan kedalaman yang berbeda karena pada tempat dan kedalaman berbeda memiliki
sifat fisik tanah yang berbeda juga.
Terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam pengambilan sampel
tanah. Syarat-syaratnya antara lain tempat jauh dari pemukiman, jauh dari aliran
air, jauh dari jalan, tidak boleh mengambil dari galengan sawah, selokan, bekas
pembakaran, bekas timbunan pupuk, kapur, bekas penggembalaan ternak, dan
dibawah tajuk pohon. Hal-hal yang menjadi syarat ini dikarenakan sampel tanah
harus dapat menggambarkan kondisi fisik tanah pada tempat pengambilan sampel

V. PENUTUP
.

5.1 Kesimpulan
Pengambilan contoh tanah dilakukan di dua tempat yang berbeda. sampel
satu diambil di kebun UPNV JATIM dan sampel dua
diambil di wilayah wonosalam
. Kedua sampel diambil
dari kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah yang diambil terbagi menjadi tiga, yaitu
tanah utuh, tanah agregat utuh, dan tanah biasa. agar mengetahui isi kandungan dalam
tanah tersebut

Daftar Pustaka
Afriani, L., dan Juansyah, J. 2016. Pengaruh Fraksi Pasir Dalam Campuran
Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Indeks Plastisitas Untuk Meningkatkan
Daya Dukung Tanah
Dasar. Jurnal Rekayasa
. 20(1): 24-32
Ainun, S., Sururi, M.R., Pharmawati, K., dan Suryana, I. 2015. Penyisihan Fe-
Organik pada Air Tanah Dengan AOP (Advanced Oxidation Process).
Reaktor
. 15(4): 218-223.
Andalusia, B., Zainabun, dan Arabia, T. 2016. Karakteristik Tanah Ordo Ultisol
di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek
Kabupaten Aceh
Utara.
Jurnal Kawista
. 1(1): 45-49
Arabia, T., Zainabun, dan Royani, I. 2012. Karakteristik Tanah Salin Krueng
Raya Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar
. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Lahan
. 1(1): 32- 42
MATERI II

PENGAMATAN STRUKTUR, TEKSTUR, DAN WARNA TANAH AGREGAT


DAN TERGANGGU
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tanah tersusun atas mineral-mineral organik, air dan udara yang tersusun
dalam suatu ruang yang membentuk tubuh tanah. Karena proses pembentukan
tanah yang progresif, ada perbedaan morfologi, kimia, fisik dan biologis di
tanah yang berbeda. Tanah terdiri dari empat komponen utama, yaitu mineral,
bahan organik, udara, dan air tanah.
Tanah mendukung banyak bentuk kehidupan, terutama pertumbuhan
tanaman sebagai contoh yang sangat baik. Tanah berfungsi sebagai tempat
tumbuh tanaman yang menangkap sinar matahari. Dengan fungsi tersebut, tanah
berperan dalam siklus karbon global. Juga, sebagian besar barang yang
dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan berada pada siklus terberat
hingga ke tanah. Dalam konteks ini, tanah menyediakan lingkungan yang sesuai
sehingga erosi bahan mati akibat aktivitas mikroorganisme pada senyawa dasar
dapat berlangsung cukup cepat untuk segera mengikuti masuk kembali ke
dalam siklus, terutama melalui vegetasi.
Sifat fisik tanah mempunyai banyak kemungkinan untuk dapat digunakan
sesuai dengan kemampuan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan untuk
menjadi lebih keras dan menyangga kapasitas drainase, menyimpan air,
plastisitas, mudahuntuk ditembus akar, aerase dan kemampuan untuk menahan
retensi unsur-unsur hara tanaman. Semuanya erat hubungannya dengan kondisi
fisik tanah. Salah satu sifat fisik tanah yang terpenting adalah tekstur tanah.
Secara umum sifat fisik tanah meliputi warna, tekstur dan konsistensi tanah.
Warna tanah merupakan ciri tanah yang paling jelas dan dapat dengan mudah
ditentukan di lapangan. Warna tersebut mencerminkan jenis mineral yang
menyusun tanah, reaksi kimia dan akumulasi bahan yang terjadi, misalnya
kadar bahan organik yang tinggi dalam tanah menghasilkan warna yang lebih
gelap. Tekstur mencerminkan ukuran partikel fraksi tanah, sedangkan struktur
tanah adalah bentuk atau susunan partikel tanah primer menjadi partikel
sekunder yang membentuk agregat. Sifat fisik tanah dapat digunakan dalam
berbagai cara tergantung pada kapasitas yang diberikan padanya. Kemampuan
lebih tahan dan
tahan terhadap kemampuan mengalirkan, menahan air, plastisitas, mudah
penetrasi ke dalam akar, ventilasi, dan kemampuan menahan retensi hara oleh
tanaman. Semuanya berkaitan erat dengan sifat fisik tanah. Salah satu sifat fisik
tanah yang penting adalah tekstur tanah.
Tekstur tanah menunjukkan seberapa kasar atau halus suatu tanah. Struktur
tanah adalah sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan spasial
partikel-partikel tanah yang bergabung membentuk agregat melalui proses
pedogenesis. Pengecatan tanah untuk mengetahui kandungan unsur hara dan
bahan organik.Dengan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan praktikum
untuk mengetahui tekstur, struktur, dan warna tanah secara mendalam.
I.2 Tujuan Praktikum
Mengetahui tekstur, struktur, dan warna tanah dari sampel tanah yang telah
diambil

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari kamis, 14 oktober 2021 pada pukul


15.00-16.40 WIB yang bertempat di laboratorium sumber daya lahan,
fakultas pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
dan sidoarjo
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tekstur tanah adalah perbandingan realtif antara pasir, debu, dan liat yaitu
partikel tanah dengan diameter kurang dari atau sama dengan dua milimeter.
Tekstur tanah termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini
karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara,
pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik, pemadatan tanah.
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan
mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyimpan dan mengahantarkan air
(Simanungkalit, 2018).
Tanah bertekstur liat lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman
dibandingkan jalur tanam yang bertekstur lempung liat berpasir karena tanahnya
mampu menyimpan air dan unsur hara lebih tinggi (Handayani, dan Karmilasanti,
2013). Syamsuddin, (2012) menyebutkan tekstur tanah yang paling ideal bagi tanah
pertanian adalah lempung berdebu yang memiliki komposisi seimbang antara fraksi
kasar dan halus dan kapasitasnya menjerap hara yang baik.
Tekstur tanah erat hubungannya dengan pergerakan air, dan zat terlarut,
udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik, kemudahan
tanah memadat, dan lain-lain. Artinya tekstur tanah akan mempengaruhi porsi fase
padatan, cair, dan gas. Sehingga tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi struktur tanah. Menurut Handayani dan Kamilasanti, (2013) tekstur
tanah merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam mengatur status unsur
hara dan produktivitas tanah. Tanah yang bertekstur liat memiliki kandungan hara
lebih tinggi dibandingkan tanah yang bertekstur pasir.
Tekstur menunjukkan sifat butiran tanah yang halus atau kasar, lebih
tepatnya tekstur ditentukan oleh keseimbangan kandungan antara pasir, liat dan
debu di dalam tanah. Tekstur digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel tanah,
terutama dalam proporsi relatif berbagai kelompok tanah. Tanah dengan tekstur
pasir dan debu sangat rentan terhadap longsor dibandingkan dengan tekstur tanah
liat yang memiliki daya ikat air yang lebih baik. Semakin halus tekstur tanah
semakin banyak menyimpan air dan permeabilitas lambat. Ukuran butiran yang
tidak merata dan banyaknya intensitas
air yang tertampung dalam tanah serta berada pada kelerengan yang curam akan
mudah mengalami longsor (Nur Issa dkk, 2020)
Menurut Wibowo (2014) semakin halus suatu tekstur tanah semakin banyak
ruang pori yang terbentuk diantara partikel yang akan terisi air dan udara. Tekstur
adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah
merupakan penentu dari parameter fisik tanah yang lainnya. Tekstur tanah pada
masing – masing subak sampel, pada Subak Kerdung memiliki tekstur tanah
lempung/loam (L), Subak Jatiluwih memiliki tekstur tanah lempung berliat/clay
loam (CL) dan pada Subak Lotunduh memiliki tekstur tanah lempung liat berdebu/
silk clay loam (SiCL)
2.1 Struktur Tanah
Struktur tanah adalah susunan partikel – partikel tanah yang membentuk
agregat tanah. Agregat tanah tersusun oleh butir – butir debu, pasir, dan liat yang
terikat oleh bahan organik, oksidasi – oksidasi besi dan lainnya. Struktur tanah
berperan penting dalam peningkatan laju infiltrasi pada tanah sehingga jika struktur
tanah baik maka akan mudah dalam meloloskan air pada tanah (Sarminah dan
Indriawan, 2017). Debu sulit membentuk agregat yang mantap dan berukuran
relative kecil sehingga mudah dihanyutkan aliran permukaan seperti air irigasi
(Soniari, 2012). Bahan organik berfungsi untuk mengikat partikel-partikel tanah
menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air. Kandungan bahan organik dapat diketahui
dari kandungan C-organik (Nur Issa dkk, 2016).
Struktur tanah menunjukkan gumpalan dari butir-butir tanah yang
membentuk suatu agregat (bongkahan). Bahan organik merupakan salah satu
pembenah tanah yang telah dirasakan manfaatnya dalam perbaikan sifat-sifat tanah
baik sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara fisik memperbaiki struktur tanah,
menentukan tingkat perkembangan struktur tanah dan berperan pada pembentukan
agregat tanah meningkatkan daya simpan lengas karena bahan organik mempunyai
kapasitas menyimpan lengas yang tinggi pemberian bahan organik berpengaruh
nyata dalam meningkatkan porositas total, jumlah pori berguna, jumlah pori
penyimpan lengas dan kemantapan agregat serta menurunkan kerapatan zarah,
kerapatan bongkah dan permeabilitas (Andalusia et al., 2016)
Struktur tanah pada lapisan olah tanah (Ap) tergolong remah, karena
gumpalan tanah yang diambil sangat porous dan agregat tidak terikat sesamanya.
Horizon AB, Bw dan BC memiliki struktur gumpal bersudut, dimana sisi agregat
tanah membentuk sudut yang tajam. Tingkat perkembangan atau kematangan
struktur tanah untuk tiap horizonnya dicirikan sedang, di karenakan ketika diambil
dari profil untuk diperiksa butir struktur tanah agak kuat dan tidak mudah hancur.
Berdasarkan penelitian Arabia et al. (2015)
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam pengamatan struktur dan tekstur tanah
lapang yaitu : piring plastik, ayakan dengan diameter lubang 2mm,
sendok plastik, botol semprot, penggaris.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengamatan struktur dan tekstur tanah
lapang yaitu: tanah agregat, tanah terganggu, air. Tanah yang
digunakan diambil dari tanah lapang daerah Sidoarjo.

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Penetapan Struktur Tanah Agregat
1. Memotong bongkahan tanah agregat menjadi bongkahan yang lebih
kecil
2. Meletakkan bongkahan tanah di antara ibu jari dan telunjuk. Ibu jari
sebagai sumbu x dan telunjuk menjadi sumbu y.
3. Mengamati tanah apakah tanah lebih panjang ke arah sumbu y atau
x dan atau tanah tersebut memiliki panjang sama antara sumbu y
dan sumbu x nya.
4. Apabila tanah lebih panjang ke sumbu y tanah tersebut memiliki
struktur tanah tiang, apabila tanah memiliki panjang yang sama
antara sumbu x dan sumbu y tanah tersebut memiliki struktur
tanah kubus, sedangkan apabila tanah tersebut lebih panjang ke
sumbu x dan sedikit pipih pada sumbu y tanah tersebut memiliki
struktur tanah lempeng (platy).
5. Lalu melihat pada ujung bongkahan tanah, pada struktur tanah tiang
apabila ujungnya membulat atau tumpul disebut kolumnar
sedangkan jika ujungnya tajam atau lancip disebut prismatik.
6. Pada struktur tanah kubus apabila ujung bongkahan tanah membulat
atau tumpul disebut engular blocky sedangkan jika ujungnya tajam
atau lancip disebut sub engular blocky.
III.2.2 Penetapan Tekstur Tanah Terganggu
1. Mengayak tanah dengan ayakan berdiameter 2mm. Tanah yang
lolos ayakan yang akan diamati teksturnya.
2. Mengambil sedikit sampel tanah yang lolos ayakan lalu membasahi
dengan air secukupnya.
3. Mengepal tanah dan membentuknya menjadi bola, apabila tanah
tidak bisa menjadi bola tanah tersebut memiliki tekstur pasir. 4. Tanah
yang berhasil dikepal menjadi bola lalu dibentuk pita pipih
memnajang dan diukur panjangnya.
5. Mengkategorikan jenis tanah sesuai dengan panjang pipih tanah
yang diamati.
6. Lalu bekas tanah diamati kehalusan dan kelengketannya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Struktur, tekstur, warna tanah agregat dan terganggu
No Contoh Tanah Tekstur Tanah Bentuk Struktur Warna
Tanah Tanah

1. Tanah Agregat Daerah -


Struktur tanah
Sidoarjo
tiang dengan
ujung membulat
atau disbeut
-
kolumnar.

2. -

Tanah Terganggu Daerah


Tekstur tanah
Sidoarjo
pasir, kasar dan
tidak lengket.

IV.2 Pembahasan.
Pengamatan pada struktur tanah agregat yang diambil dari tanah
lapang daerah Sidoarjo meperlihatkan hasil pengamatan bahwa struktur
tanah tersebut memiliki struktur tanah tiang, karena tanah lebih memanjang
ke sumbu Y. Pada ujung tanah agregat berbentuk tumpul, yang dikenal
sebagai kolumnar.
Pengamatan tekstur tanah terganggu yang diambil dari daerah
Sidoarjo memperlihatkan hasil pengamatan bahwa tekstur dari tanah
tersebut adalah
kasar karena tanah tersebut merupakan pasir. Hal ini terbukti dalam
pengamatan yang dilakukan secara manual tanah ini tidak dapat dibentuk
menjadi bola dengan cara dikepal, lalu tanah ini juga tidak bisa dibentuk pita
pipih memanjang. Kemudian untuk uji tekstur kehalusan dan kelengketan
dari sampel tersebut, tanah ini bertekstur sangat kasar dan tidak lengket
sama sekali di jari karena tektur sampel tanah tersebut merupakan pasir.
V. PENUTUP

V.1 Kesimpulan
1. Tanah agregat yang di ambil dari suatu daerah di Sidoarjo memiliki
struktur tanah tiang dengan ujung yang berbentuk tumpul dengan
nama lain kolumnar
2. Tanah tergangu yang di ambil dari suatu aerah di Sidoarjo memilik
tekstur yang kasar dan tidak lengket sama sekali
DAFTAR PUSTAKA

Andalusia, B., Zainabun, dan Arabia, T. 2016. Karakteristik Tanah Ordo


Ultisol di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan
Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.
Jurnal Kawista. 1(1): 45-49.
Arabia, T., A. Karim, dan Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan
Tanah. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
Handayani, P., dan Karmilasanti. 2013. Sifat Tanah Pada Areal Aplikasi
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di PT. Intracawood,
Bulungan, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian
Dipterokarpa. 7(1): 35-42.
Nur Isra, dkk. 2019. Karakteristik Ukuran Butir Dan Mineral Liat Tanah
Pada Kejadian Longsor (Studi Kasus: Sub Das Jeneberang).
Jurnal Ecosolum Volume 8, Nomor 2, Tahun 2019, ISSN
ONLNE: 2654-430X, ISSN: 2252-7923
Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta,Rasti, D. Setyorini, dan W.
Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor
Syamsuddin. 2012. Fisika Tanah. Universitas Hasanuddin, Semarang.
Sarminah, S., Indirwan. 2017. Kajian Laju Infiltrasi Pada Beberapa Tutupan
Lahan di Kawasan Karst Sangkulirang – Mangkalihat Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal AGRIFOR. 16(2): 308.
Tangketasik, A., Wikarniti, N. M., Soniari, N. N., & Narka, I. W. (2012).
Kadar bahan organik tanah pada tanah sawah dan tegalan di
Bali serta hubungannya dengan tekstur tanah. Agrotrop:
Journal on Agriculture Science, 2(2).
Wibowo, Y Sunarya. 2011. Perilaku Sifat Fisik Dan Keteknikan Tanah
Residual Batuan Volkanik Kuarter Di Daerah Cikijing,
Majalengka, Jawa Barat.
MATERI III

KONSISTENSI TANAH
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pengolahan tanah yang tepat sangat membantu keberhasilan penanaman yang diusahakan.
Pengolahan tanah untuk media pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebaiknya dilakukan
pada keadaan air yang tepat, yaitu tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Hal ini
dimaksudkan agar tidak merusak struktur tanah.
Penetapan konsistensi tanah dilakukan 2 cara yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif.
Prinsip penetapan secara kualitatif adalah penentuan ketahanan massa tanah terhadap remasan,
tekanan atau pijitan tangan pada berbagai kadar air tanah.
Penetapan konsistensi tanah secara kualitatif serimg diistilahkan sebagai penentuan angka
Atterbeg karena Atterbeg adalah pelopor penetapan batas-batas konsistensi tanah yang
dinyatakan dengan angka kandungan pada batas cair dan batas plastis (lekat) suatu tanah.
Menurut Hardjowigeno (1987) hal:31 bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik
umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Penetapan konsistensi
tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab, dan kering.
Konsistensi basah merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di
atas kapasitas lapang (field cappacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan
konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang.
Konsistensi kering merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah
kering udara. Oleh karena itu pentingnya mengetahui konsistensi tanah untuk mengetahui
tanah tersebut layak apa tidak untuk dikelola sebagai lahan pertanian.
Konsistensi tanah menunjukkan derajat kohesi dan adhesi diantara partikel-partikel tanah. Hal
ini ditunjukkan oleh ketahanan massa tanah terhadap perubahan bentuk yang diakibatkan oleh
tekanan dan berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah. Tanah-tanah yang
mempunyai konsistensi yang baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat
pengolah tanah. Oleh karena itu tanah dapat ditemukan dalam keadaan basah, lembab dan
kering maka penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut.
Konsistensi tanah dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif dilakukan dengan cara memijat dan memirit atau membuat bulatan atau
gulungan. Sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan cara penentuan angka Atterberg
(Nurhidayati, 2006.Malang hal:56).
Konsistensi yang besar yaitu pada keadaan paling kering yang disebabkan oleh adanya gaya
kohesi. Konsistensi sedang pada waktu keadaan lembab karena adanya gaya adhesi. Konsistensi
rendah/sangat rendah apabila keadaan basah, sangat basah atau jenuh air (Syarief, S. 1994). I.2
Tujuan Praktikum
Mengetahui dan menentukan konsistensi tanah terhadap remasan, tekanan, atau pijatan
tangan dalam keadaan basah, lembab, dan kering.
Waktu dan Tempat

Praktikum “Konsistensi Tanah” dilaksanakan pada hari kamis, 4 November 2021 pada
pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA


1. Pengertian Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah adalah daya kohesi dan adhesi diantara partikel-partikel tanah dan
ketahanan (resistensi) massa tanah tersebut terhadap perubahan bentuk oleh tekanan atau
berbagai kekuatan yang dapat mempengaruhi.

Konsistensi tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah.


Pentingnya konsistensi tanah ialah untuk menentukan cara penggarapan tanah yang efisien
dan penetrasi akar tanaman di lapisan tanah bawahan.

Tanah yang bertekstur pasir bersifat tidak lengket, tidak liat (non plastic) dan lepas-lepas.
Sebaliknya tanah bertekstur lempung-berat pada keadaan basah berkonsistensi sangat
lengket, sangat liat dan bila kering bersifat sangat teguh (kuat) dan keras.

Tanah bertekstur geluh (loam) mempunyai sifat diantara tekstur pasir dan lempung. Perekatan
partikel tanah membentuk gumpalan agregat dan mempunyai konsistensi keras jika kering,
disebabkan adanya bahan-bahan perekat, yaitu lempung itu sendiri kapur atau gamping
(CaCO3), silika (SiO2), sesquioksida (Al dan Fe oksida) dan humus. Kecuali lempung semakin
basah makin kurang daya rekatnya.

2. Cara Menentukan Konsistensi Tanah


Cara menentukan konsistensi di lapangan ialah dengan cara memijit-mijit tanah, dalam
berbagai keadaan kandungan air seperti keadaan basah (wet), lembab (moisture) atau kering
(dry), biasanya dengan menggunakan ibu jari dengan telunjuk. Pada keadaan basah diamati
plastisitasnya, apakah massa tanah cukup liat untuk dapat dibuat bentuk-bentuk tertentu tanpa
retak-retak atau pecah atau apakah tanah melekat pada jari-jari kita, sehingga untuk melepaskan
antara ibu jari dan telunjuk agak sukar atau mudah sekali.

Keadaan lembab ditentukan dengan mencoba meremukkan massa tanah dengan telapak tangan
atau jari, apakah gembur ataukah antara partikel-partikel tanah cukup saling melekat dalam
gumpalan yang teguh. Keadaan kering dilakukan dengan mencoba meremukkan atau
memecahkan gumpalan tanah kering, apakah lunak ataukah keras. Berdasarkan keadaan
kandungan airnya, struktur tanah dapat digolongkan menjadi:

a. Keadaan Basah
b. Keadaan Lembab

c. Keadaan Kering

III. METODOLOGI
PRAKTIKUM
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam pengamatan yaitu wadah plastik dan piring
III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengamatan struktur dan tekstur tanah


lapang yaitu: tanah di UPN VETERAN JAWA TIMUR

III.2 Cara Kerja


1. Dalam Keadaan Basah
a. Kelekatan
· Memijit tanah antara ibu jari dengan telunjuk
· Menentukan daya lekatnya
b. Plastisitas
· Memirit tanah diantara ibu jari dan telunjuk
· Melihat dapat tidaknya dibuat gelintiran dan mudah tidaknya berubah bentuk

2. Dalam Keadaan Lembab


· Meremas massa tanah pada telapak tangan
· Menentukn ketahanan massa tanah terhadap remasan

3. Dalam Keadaan Kering


· Meremas/menekan massa tanah pada telapak tangan
· Melihat daya tahan tanah terhadap remasan dan tekanan telapak tangan

IV Hasil dan Pembahasan.


Konsistensi dipengaruhi oleh kadar air tanah. Faktor-faktor lain yang menyumbang pada
konsistensi ialah bahan penyemen agregat tanah bentuk dan ukuran agregat serta tingkat
agregasi. Jadi konsistensi berkaitan erat dengan lempung dan kadar bahan organik juga
menentukan konsistensi tanah.

Hasil pengamatan tanah UPN pada pengamata konsistensitanah adalah saat tanah kering
onsistensinya lunak karena pada saat mendapat sedikit tekanan antara jari tangan, tanahnya
mudah tercerai menjadi butiran kecil.

Pada saat lembab hasilnya gembur karena saat diremas dapat tercerai, bila digenggam masaa
tanah menggumpal, dan melekat bila ditekan. Pada saat keadaan basah tanah tidak melekat
apabila saat tanah dipijit tidak tertinggal pada ibu jari dan telunjuk. Dan tidak plastis saat
dibentuk gelintiran, massa tanah mudah berubah bentuk.

Pada konsistensi basah atau lembab indikator konsistensi tanah dapat dilihat dari tingkat
kelekatan dan plastisitas tanahnya. Dari hasil percobaan diperoleh hasil kelekatan dan
plastisitas pada tanah
vertisol sangat lekat dan plastis, tanah rendzina lekat dan plastis, tanah ultisol sangat lekat dan
agak plastis, tanah alfisol lekat dan plastis, dan tanah entisol agak lekat dan agak plastis.

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa tanah yang mengandung lempung dapat memiliki
konsistensi yang lekat dan plastis saat dalam keadaan basah. Namun pada tanah yang memiliki
kandungan pasir yang lebih dominan daripada debu dan lempung memiliki onsistensi yang
kurang lekat dan tidak plastis karena pasir dapat membuat rongga pori-pori yang besar dan
tidak akan tercampur dan kasar ketika dibasahi.

Manfaat yang dapat dilakukan setelah mengetahui konsistensi tanah dibidang pertanian adalah
dapat memperoleh atau mempermudah dalam pengolahan tanah yang dimana tanah ditempat
yang berbeda memiliki konsistensi berbeda-beda.

Dengan mengetahui hal tersebut dapat membuat konsistensi tanah yang sesuai tanaman yang
ditanam sehingga dapat membantu meningkatkan produksi pertanian. Dan juga dapat
mengurangi dampa erosi yang terjadi di lahan pertanian yang berlereng.

Penentuan konsistensi tanah terdapat dua metode yaitu metode secara kuantitatif dan secara
kualitatif. Pada praktikum konsistensi tanah ini penentuan konsistensi tanah menggunakan
metode secara kualitatif.

Prinsip dari metode secara kualitatif ini adalah penentuan ketahanan masa tanah terhadap
tekanan diantara ujung telunjuk dengan ibu jari atau ujung ibu jari dengan pangkal telapak
tangan. Penetapan secara kualitatif ini dengan melihat tingkat kekerasan pada kondisi kering
dan tingkat kelekatan dan keliatan pada kondisi basah.

Penentuan konsisteni tanah secara kualitatif digunakan pada praktikum ini karena cara
penentuan yang sederhana dan tidak susah, tidak tergantung terhadap alat dan alat yang
digunakan sangat sederhana.

Tekstur, struktur dan konsistensi memiliki hubungan erat untuk mengetahui konsistensi tanah
maka terlebih dahulu untuk mengetahui tekstur dan struktur tanah tersebut. Contoh hubungan
ketiga sifat itu adalah tanah dengan tekstur pasir maka akan mempunyai struktur butir tunggal
dan sifat konsistensi lepas-lepas. Dan tanah bertekstur lempung akan mempunyai struktur
gumpal patau pejal dan mempunyai konsistensi agak teguh dan plastis.
V. PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Tanah UPN pada saat keadaan kering memiliki konsistensi tanah yang lunak. Daam keadaan
lembab memiliki konsistensi tanah yang gembur. Dan dalam keadaan basah memiliki
konsistensi tanah yang tidak melekat dan tidak plastis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 2.
Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
3. Nurhidayati, 2006. Penuntun Praktikum Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian –
Unisma. Malang.
4. Poerwowidodo. 1991. Ganesha Tanah. CV Rajawali. Jakarta.
5. Sarief, S.E. 1994. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.
MATERI IV

BERAT ISI, BERAT JENIS DAN RUANG PORI TANAH


I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tanah adalah campuran butir-butir dari berbagai ukuran dan bahwa ada hubungan yang erat
antara penyebaran besar butir dan sifat tanah. Para ahli menyatakan berat tanah dalam istilah
kerapatan butir-butir yang menyusun tanah. Biasanya ditetapkan sebagai massa atau berat
satuan solum tanah padat dan disebut kerapatan butir.
Dalam dasar ilmu tanah, dapat dipelajari mengenai penentuan Berat isi. Berat isi berhubungan
dengan padatan, porositas dan bahan organik. Selain itu, dalam pengaplikasiannya, kondisi
Berat isi sangat mempengaruhi infiltrasi, konsistensi, pergerakan akar dan pengolahan lahan.
Hal inilah yang menunjukkan bahwa Berat isi masih berhubungan dengan sifat-sifat tanah
yang lain. Oleh karena itu, Berat isi sangat penting untuk dipelajari sehingga pengetahuan
mengenai Berat isi semakin bertambah. Dan kita dapat menghitung dan menentukan Berat
jenis dan Berat Isi suatu tanah.
Bahan padat dan ruang pori tanah mempengaruhi berat isi dan berat jenis partikel, sehingga
setiap jenis tanah mempunyai berat isi dan berat jenis yang berbeda pula. Data sifat-sifat fisik
tanah tersebut diperlukan dalam perhitungan penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur, dan
pembenah tanah pada satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu. Maka dari itu, perlu adanya
analisa dan praktikum tentang berat isi dan berat jenis partikel tanah pada penggunaan lahan
yang berbeda. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui dan menghitung berat isi, berat jenis, dan ruang pori tanah berdasarkan data
analisis yang ada
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berat isi, berat jenis, dan ruang pori
tanah

Waktu dan Tempat

Praktikum “Konsistensi Tanah” dilaksanakan pada hari kamis, 4 November 2021 pada
pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA


Berat isi adalah perbandingan berat tanah kering dengan suatu volume tanah termasuk volume
pori-pori tanah, umumnya dinyatakan dalam gram/cm3.Besaran ini menyatakan bobot tanah,
yaitu padatan air persatuan isi. Yang paling sering dipakai adalah bobot isi kering yang
umumnya disebut bobot isi saja. Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan alat-alat pertanian, tekstur, struktur,
dan kandungan
air tanah. Nilai ini banyak dipergunakan dalam perhitungan perhitungan seperti dalam
penentuan kebutuhan air irigasi pemupukan dan, pengolahan tanah. ( Foth, 1986).
Berat isi tanah adalah berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan
volume tanah, dinyatakan dalam g/cm3 (g/cc). Volume tanah termasuk butiran padat dan ruang
pori. Berat isi ditentukan oleh porositas dan padatan tanah. Nilai berat isi tanah sangat
bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik,
tekstur tanah, kedalaman tanah,jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Agus et al. 2006).
Nilai dari volume berat isi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kandungan bahan
organik tanah, porositas dan kepadatan tanah. Untuk tanah berstruktur halus mempunyai
porositas tinggi dan berat tanah yang lebih rendah dibandingkan tanah berpasir. Bahan organik
memperkecil berat volume tanah, karena bahan organik jauh lebih ringan daripada mineral dan
bahan organik memperbesar porositas (Sarief, 1986).
Berat jenis tanah adalah angka perbandingan antara berat butir tanah dan berat isi air suling
dengan isi sama pada suhu 40C. Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain
piknometer atau botol ukur, saringan, thermometer, oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu,
alat pendingin dll.
Prosedur pengujian meliputi tahapan pengeringan benda uji di dalam oven selama 24 jam
dan penimbangan, selanjutnya benda uji dimasukkan ke dalam piknometer lalu timbang lagi
dan seterusnya. Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan
massa jenis air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³.
(Hardjowigeno,1987).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Penetapan berat isi :
1. Copper ring
2. Timbangan
3. Oven
4. Kaleng timbang
3.2.2 Penetapan berat jenis :
1. Labu ukur 100 ml
2. Timbangan
3. Kompor listrik
4. Oven
5. Hot plate
6. Beaker gelas
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penetapan Berat Isi
1. Mengambil contoh tanah dari lapang dengan copper
ring. 2. Menimbang tanah dan ringnya (X g), hitung
pula volume tanah ( t), dimana :
r = jari-jari lingkaran tanah (cm)
t = tebal/tinggi tanah (cm)
3. Memasukkan tanah dengan copper ringnya kedalam
oven dengan suhu 1050C.
4. Berat isi tanah dapat dihitung dengan rumus :

3.3.2 Penetapan Berat Jenis Tanah


1. Memanaskan air dalam beaker gelas 250 ml sampai
mendidih, kemudian dinginkan.
2. Menibang labu ukur 50 ml (A g).
3. Mengisi dengan tanah kering oven 30 g, timbang berat labu
ukur dan berat tanah didalamnya (B g).
4. Menambahkan air kedalam labu sampai ¾ bagian labu,
kemudian didihkan diatas hot plate.
5. Mendinginkan.
6. Menambahkan air dingin yang sudah dididihkan sampai
garis batas, kemudian timbang (C g).
7. Memasukkan air yang telah dididihkan ke labu ukur lain
untuk mencari berat jenis air.
8. Berat jenis tanah (gcm-3) dapat dihitung dengan rumus :
Berat labu ukur = A g
Berat labu + tanah = B g
Berat tanah = (B – A) g
Volume tanah = 100 – volume air
Berat air
= 100 –
BJ air

BI) x 100 %
Ruang pori total = ( 1 -
BJ

IV Hasil dan Pembahasan.


4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Berat Isi Tanah
No. Contoh Berat Tanah Berat Volume Berat Isi
Tanah + Ring (g) Ring (g) Tanah (gcm3)
(1050C)
t) cm3 =

(A) (B) (C) (D)

1. T1 (0-20) 244,1 109,1 117,75 1,15

2. T2 264,1 108,6 117,75 1,33


(20-40)

Tabel 6.2 Hasil Pengamatan Berat Jenis Tanah


No. Conto Labu Labu Labu Berat BJ Volume Berat
h Air
Ukur Ukur Ukur Air Tanah Jenis
Tanah (gcm
+ + ( C –B) (volume (gcm-3)
-3
Berat Berat ) labu
Tanah Tan ukur –
ah D/E)
+
Air

(A) (B) (C) (D) (E) (F) (G)

1. T1 44,7 74,7 162, 87,6 1 12,4 2,42


3
(0-20)

2. T2
46,4 76,4 162,9 86,5 1 13,5 2,22
(20-40)

Tabel 6.3 Hasil pengamataan Ruang Pori Tanah


No. Contoh Tanah Berat Isi Berat Jenis Ruang Pori (%)
Tanah Tanah
(gcm-3) (gcm-3)

1. T1 (0-20) 1,15 2,42 52%


2. T2 (20-40) 1,33 2,22 40%

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh berat isi
maupun berat jenis tanah dari tanah yang diambil di Desa Sampang
Agung Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto di peroleh hasil :

1. Berat Isi Tanah

Hasil untuk berat isi sample T1 pada kedalaman 0-20 cm


yaitu 1,15 gcm-³ sedangkan sample T2 pada kedalaman 20-40 cm
yaitu 1,33 gcm-³. Hal tersebut membuktikan bahwa tanah
bertekstur halus mempunyai porositas tinggi, berat tanah lebih
ringan dan bahan organik yang dapat memperkecil volume tanah
dan memperbesar porositas. Menurut (Buckman dan Brady,
2002) tanah dengan teksur halus seperti lempung berdebu, liat
dan lempung berliat mempunyai berat isi lebih rendah
dibandingkan tanah dengan tekstur pasir. Makin padat suatu
tanah makin tinggi berat isi, yang berarti makin sulit meneruskan
air (infiltrasi dan perkolasi) atau ditembus akar tanaman
(Hardjowigeno, 1992).

Nilai berat isi pada berbagai jenis tanah bervariasi, nilai ini
tergantung pada fraksi partikel penyusunnya. Perbedaan berat isi
tanah kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm disebabkan karena
adanya faktor faktor yang mempengaruhi berat isi tanah yaitu
kandungan bahan organik, semakin tinggi bahan organiknnya
maka tanah akan semakin poros sehingga berat isinya menjadi
rendah. Struktur tanah, tanah yang mempunyai struktur yang
mantap (lempeng) mempunyai (BI) yang lebih tinggi daripada
tanah yang mempunyai
struktur yang kurang mantap (remah). Pengolahan tanah, jika
suatu tanah sering diolah tanah tersebut memiliki berat isi yang
tinggi daripada tanah yang dibiarkan saja, dan didalam
pengolahan tanah yang baik akan meanghasilkan tanah yang baik
pula. Agregasi tanah, agregasi merupakan proses pembentukan
agregrat-agregrat tanah dengan terbentuknya agregat-agregat itu,
tanah menjadi berpori-pori, sehingga tanah menjadi gembur,
dapat menyimpan dan mengalirkan udara dan
air. Agregat tanah memiliki ukuran yang lebih besar
daripada partikel partikel tanah. (Hakim, 1986).

2. Berat Jenis Tanah

Hasil untuk berat jenis tanah pada sample T1 yaitu 2,42


gcm-³ sedangkan pada sample T2 2,22 gcm-³. Hal tersebut
menunjukkan bahwa partikel tanahnya tersusun atas
mineral-mineral kecil seperti mineral kwarsa, feldspart dan silikat
kobida yang merupakan komponen tanah sekitar angka tersebut.

Menurut (Darmawijaya, 1997) partikel-partikel tanah yang


ukuran partikelnya kasar, memilki nilai berat jenis yang tinggi
misalnya pasir, ukuran partikel pasir lebih besar daripada ukuran
partikel liat sehingga berat jenis pasir lebih tinggi dari pada liat
dan sebaliknya. Sedangkan (Rahardjo, 2001) menyatakan Bahan
Organik tanah memiliki berat jenis tanah, semakin banyak
kandungan bahan organik tanah, menyebabkan semakin
rendahnya berat jenis tanah.

3. Ruang Pori Tanah

Hasil perhitungan untuk porositasnya adalah tanah dengan


kedalaman 0-20 cm memiliki ruang pori Sebasar 52% dan
sampel tanah kedalaman 20-40cm memiliki ruang pori sebesar
40%. Hal tersebut membuktikan bahwa tanah cukup baik untuk
pertanian
karena normalnya memiliki pori sebesar 50%. Didalam pori ini bisa
terisi air tanah, udara tanah, bahkan materi organik yang nantinya
akan sangat dibutuhkan untuk proses kimiawi tanaman. Porositas
tanah tinggi apabila bahan organik tinggi tanah-tanah dengan
struktur granular/remah mempunyai porositas yang lebbih tinggi
dari pada tanah-tanah dengan struktur massive (pejal).

Bidang pertanian merupakan sebuah bidang yang tidak akan


lepas dari tanah. Karena bidang ini terkit dengan proses penanaman
tumbuhan dan tanah adalah sebagai medi tempat tumbuhnya.
Dibutukan kadar bobot isi dan bobot jenis yang seimbang dalam
tanah pertanian agar dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman.
Misalkan saja tanah yang memiliki bobot isi dan bobot jenis yang
terlalu tinggi dapat mengekibatkan struktur tanah mantap dan
menyulitkan perakaran tanaman untuk melewatinya akibatnya
tanaman akan mati karna kesulitan mengambil zat hara yang ada
didalamnya, sebaliknya jika kadar bobot isi dabn bobot jenis terlalu
rendah tanah cendrung tidak dapat mengikat unsure hara
didalamnya. Olehkarena itu dibutuhkan tanah yang memiliki kadar
bobot isi dan bobot jenis yang seimbang untuk mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman. (Undang Kurnia dkk. 2006)

V. PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil praktikum ini adalah :
1. Berat isi, berat jenis dan berat pori adalah semakin tinggi bulk density pada suatu tanah
maka partikel density tanah tersebut akan rendah.
2. Perbedaan Berat Isi Tanah disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi berat
isi tanah Kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organiknya maka tanah
akan semakin poros sehingga Berat isinya menjadi rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, et al. 2006. Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah. Yogyakarta :


Fakultas Pertanian. UGM.

Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 2002. Ilmu Tanah(Terjemahan


Soegiman). Jakarta : PT BhrataraKarya Aksara.

Darmawijaya, M. isa. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta : Gadjah


Mada University Press.

Foth, Henry D. 1986. Fundamental of Soil Science. Gajah Mada


University. Yogyakarta.
Hakim. 1986. Dasar-Dasar Fisika Tanah. Malang : Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian UB.

Hardjowigeno, S . 1987 . Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana.

Jakarta Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Jakarta : PT Mediyatama

Sarana Perkasa.

Rahardjo, pudjo dkk. 2001. Peranan Beberapa Macam Sumber dan Dosis
Bahan Organik terhadap ketersediaan Air bagi Tanaman.
Gambung : Pusat Penelitian Teh dan Kina.

Sarief, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Pustaka Buana.

Undang Kurnia dkk. 2006. Sifat Fisik Tanah & Metode penelitian. Bogor :
Tim Dosen.
MATERI V

PRAKTIKUM DASAR
ILMU TANAH KU-KL

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tanah sudah digunakan orang sejak dahulu karena semua orang yang hidup di
permukaan bumi mengenal wujud tanah. Pengertian tanah itu sendiri bermacam-macam,
akan tetapi karena luas penyebarannya apa sebenarnya yang dimaksud tanah, akan
ditemui bermacam-macam jawaban atau bahkan orang akan bingung untuk
menjawabnya. Masing-masing jawaban akan dipengaruhi oleh pengetahuan dan minat
orang yang menjawab dalam sangkut-pautnya dengan tanah. Mungkin pengertian tanah
antara orang yang satu dengan yang lain berbeda. Misalnya seorang ahli kimia akan
memberi jawaban berlainan dengan seorang ahli fisika, dengan demikian seorang petani
akan memberi jawaban lain dengan seorang pembuat genteng atau batubata. Pada
mulanya orang menganggap tanah sebagai medium alam bagi tumbuhnya vegetasi yang
terdapat di permukaan bumi atau bentuk organik dan anorganik yang di tumbuhi
tumbuhan, baik yang tetap maupun sementara.

Semua makhluk hidup sangat tergantung dengan tanah, sebaliknya suatu tanah
pertanian yang baik ditentukan juga oleh sejauh mana manusia itu cukup terampil
mengolahnya. Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan dan kesejahteraan manusia. Tanah dapat digunakan untuk medium tumbuh
tanaman yang mampu menghasilkan berbagai macam makanan dan keperluan lainnya.
Maka dari berbagai macam tanah beserta macam-macam tujuan penggunaannya itu perlu
dilakukan suatu pembelajaran lebih lanjut mengenai tanah agar kita benar-benar
memahami tanah itu sendiri.

Tujuan Praktikum
1. Mengetahui kadar air tanah kering udara dan kapasitas lapang serta
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman
2. Menghitung kadar air tanah kering udara dan kapasitas lapang
Waktu dan Tempat
Praktikum “Konsistensi Tanah” dilaksanakan pada hari kamis, 18 November
2021 pada pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di Laboratorium Sumber
Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jawa Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA


Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan
yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir
71% permukaan bumi. Air diperlukan untuk kelangsungan proses biokimiawi organisme
hidup, sehingga sangat essensial(Wulan, 2011).

Tanah merupakan media pertimbuhan tanaman yang memiliki sifat-sifat morfologi.


Sifat morfologi adalah sifat-sifat tanah yang dapt di amati dan dipelajari dilapang.
Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat fisik dari tanah tersebut. Di
dalam setiap tanah terdapat zat-zat lain yang berupa gas dan zat cair, zat cair dalam tanah
dapat ditentukan dengan menngunakan rumus kadar air. Kadar air dalam tanah
berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain.

Sarwono Hardjowigeno (1987) berpendapat bahwa berdasarkan gaya yang bekerja


pada air tanah yaitu gaya adhesi, kohesi dan gravitasi, maka air tanah dibedakan menjadi
:

1. Air Higroskopis

Air higraskopis adalah air yang diadsorbsi oleh tanah dengan sangat kuat, sehingga
tidak tersedia bagi tanaman. Jumlahnya sangat sedikit dan merupakan selaput tipis yang
menyelimuti agregat tanah. Air ini terikat kuat pada matriks tanah ditahan pada tegangan
antara 31-10.000 atm (pF 4,0 – 4,7).

2. Air Kapiler

Air kapiler merupakan air tanah yang ditahan akibat adanya gaya kohesi dan adhesi
yang lebih kuat dibandingkan gaya gravitasi. Air ini bergerak ke samping atau ke atas
karena gaya kapiler. Air kapiler ini menempati pori mikro dan dinding pori makro,
ditahan pada tegangan antara 1/3 – 15 atm (pF 2,52 – 4,20)
Menurut Kartasapoetra dan Sujedja (1991), Air kapiler dibedakan menjadi:

a. Kapasitas lapang, yaitu air yang dapat ditahan oleh tanah setelah air gravitasi turun semua.
Kondisi kapasitas lapang terjadi jika tanah dijenuhi air atau setelah hujan lebat tanah
dibiarkan selama 48 jam, sehingga air gravitasi sudah turun semua. Pada kondisi kapsitas
lapang, tanah mengandung air yang optimum bagi tanaman karena pori makro berisi
udara sedangkan pori mikro seluruhnya berisi air. Kandungan air pada kapasitas lapang
ditahan dengan tegangan 1/3 atm atau pada pF 2,54.

b. Titik layu permanen, yaitu kandungan air tanah paling sedikit dan menyebabkan tanaman
tidak mampu menyerap air sehingga tanaman mulai layu dan jika hal ini dibiarkan maka
tanaman akan mati. Pada titik layu permanen, air ditahan pada tegangan 15 atm atau
pada pF 4,2. Titik layu permanen disebut juga sebagai koefisien layu tanaman.

3. Air Gravitasi

Air gravitasi merupakan air yang tidak dapat ditahan oleh tanah karena mudah
meresap ke bawah akibat adanya gaya gravitasi. Air gravitasi mudah hilang dari tanah
dengan membawa unsur hara seperti N, K, Ca sehingga tanah menjadi masam dan
miskin unsur hara.

Kandungan air tanah dapat ditentukan dengan beberapa cara. Sering dipakai
istilah-istilah nisbih, seperti basah dan kering. Kedua-duanya adalah kisaran yang tidak
pasti tentang kadar air sehingga istilah jenuh dan tidak jenuh dapat diartikan yang penuh
terisi dan yang menunjukkan setiap kandungan air dimana pori-pori belum terisi penuh.
Jadi, yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah jumlah air yang bila dipanaskan
dengan oven yang bersuhu 105°C hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap
(Apriyanti, 2012)

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah contoh tanah kering angin.
Sedangkan alat yang digunakan antara lain Botol timbang, timbangan analitis, keranjang
kuningan, cawan tembaga porus, bejana seng, kertas label, spidol, pipet ukur 2 mm, bak
perendam, serbet, kertas saring, oven, tang penjepit dan eksikator.

3.2. Prosedur Kerja


1. Kadar Air Tanah Kering Angin (Udara)
a. Botol timbang dan penutupnya dibersihkan, diberi label lalu ditimbang (=a gram) b. Botol
timbang diisi dengan contoh tanah kering angin yang berdiameter 2mm kira-kira
setengahnya, ditutup lalu ditimbang kembali (=b gram)
c. Botol timbang yang berisi tanah dimasukkan ke dalam oven dalam keaddan tutup terbuka.
Pengovenan dilakukan pada suhu 105 - 110°C selama minimal 4 jam
d. Setelah pengovenan selesai, botol timbang ditutup kembali dengan tang penjepit e. Botol
timbang yang sudah ditutup dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit f. Setelah itu
botol timbang diambil satu-persatu dengan tang penjepit lalu ditimbang dengan timbangan
yang sama (=c gram).

Perhitungan : kadar air kering=


Keterangan :
( b-c )= massa air
( c-a )= massa tanah kering mutlak ( massa padatan )
2. Kadar Air Kapasitas Lapang (Metode Pendekatan)
a. Keranjang kuningan dibersihkan, diberi label lalu ditimbang (=a gram)
b. Keranjang kuningan yang telah ditimbang diletakkan ke dalam bejana seng c. Contoh
tanah kering angin berukuran 2mm dimasukkan ke dalam keranjang kuningan setinggi
kira-kira 2,5 cm (sampai tanda batas) secara merata tanpa ditekan
d. Diteteskan air sebanyak 2ml dengan pipet ukur secara perlahan-lahan pada 3 titik tanpa
bersinggungan (1 titik = 0,67 ml) kemudian bejana seng ditutup, diletakkan ditempat
teduh dan dibiarkan selama 15 menit
e. Setelah 15 menit keranjang kuningan dikeluarkan dari bejana seng, diayak secara hati-hati
sehingga tinggal tersisa 3 gumpalan tanah lembab, lalu ditimbang (=b gram)
Perhitungan : kapasitas lapang =

Keterangan : Ka = kadar air

3. Kadar Air Maksimum Tanah


a. Cawan tambaga porus dan petridis dibersihkan lalu diberi label secukupnya b. Pada dasar
cawan tembaga porus diberi kertas saring, dijenuhi air dengan botol semprot. Kelebihan air
dibersihkan dengan serbet (lap), dimasukkan ke dalam petridis lalu ditimbang (=a gram)
c. Cawan tambaga poros dikeluarkan dari petridis, isi dengan contoh tanah halus (0,5 mm)
kurang lebih ⅓-nya, cawan diketuk-ketuk perlahan sampai permukaan tanahnya rata,
contoh tanah halus ditambahkan lagi ⅓-nya dengan jalan yang sama sampai cawan porus
penuh dengan tanah. Kelebihan tanah diratakan dengan colet
d. Cawan tembaga porus direndam dengan bak perendam dengan diumpu batu dibawahnya
agar air bebas masuk ke dalam cawan tembaga porus. Perendaman dilakukan antara 12 – 16
jam e. Setelah waktu perendaman selesai, cawan tembaga porus diangkat dari bak perendam.
Permukaan tanah yang mengembang diratakan dengan colet, dibersihkan dengan serbet
(lap), dimasukkan ke dalam cawan petridis yang digunakan waktu penimbangan pertama,
lalu ditimbang (=b gram) f. Cawan tembaga porus dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam
dengan suhu 105 - 110°C g. Setelah waktu pengovenan selesai, cawan diangkat dengan tang
penjepit dan dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit. Setelah itu diambil dengan
tang penjepit kemudian ditimbang beratnya (=c gram)
h. Tanah yang ada di dalam cawan tembaga porus dibuang, dibersihkan dengan kuas, dialasi
dengan petridis yang sama lalu ditimbang beratnya (=d gram)
Perhitungan :
Kadar air maksimum =
IV Hasil dan Pembahasan.
Pembahasan
Air tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di
bawah permukaan tanah, mengisi ruang pori batuan dan berada di bawah water table.
Akuifer merupakan suatu lapisan, formasi atau kumpulan formasi geologi yang jenuh air
yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah cukup
dan ekonomis, serta bentuk dan kedalamannya terbentuk ketika terbentuknya cekungan
air tanah. Cekungan air tanah adalah suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis
seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung (Sosiawan,
2010).

Kadar air tanah adalah jumlah air yang bila dipanaskan dengan oven yang bersuhu
105oC hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap.Dua fungsi yang saling berkaitan
dalam penyediaan air bagi tanaman yaitu memperoleh air dalam tanah dan pengaliran air
yang disimpan ke akar-akar tanaman. Jumlah air yang diperoleh tanah sebagian
bergantung pada kemampuan tanah yang menyerap air cepat dan meneruskan air yang
diterima dipermukaan tanah ke bawah. Akan tetapi jumlah ini juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor luar seperti jumlah curah hujan tahunan dan sebaran hujan sepanjang tahun
(Sosiawan, 2010).

Adapun manfaat mengetahui kadar air tanah yaitu untuk mengetahui proses
pelapukan mineral dan bahan organik tanah yaitu reaksi yang mempersiapkan hara yang
larut bagi pertumbuhan tanaman, menduga kebutuhan air selama proses irigasi,
mengetahui kemampuan suatu jenis tanah mengenai daya simpan lengas tanah (Soviani,
2012)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air tanah antara lain adalah tekstur tanah,
iklim, topografi, adanya gaya kohesi, adhesi, dan gravitasi. Tanah-tanah yang bertekstur
pasir, karena butiran-butirannya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (gram)
mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap air dan unsur hara.
Tanah-tanah bertekstur
liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih
besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Tanah
bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dibanding tanah bertekstur kasar.

Faktor tumbuhan dan iklim mempunyai pengaruh yang berarti pada jumlah air yang
dapat diabsorpsi dengan efisien tumbuhan dalam tanah. Kelakuan akan ketahanan pada
kekeringan, keadaan dan tingkat pertumbuhan adalah faktor tumbuhan yang berarti.
Temperatur dan perubahan udara merupakan perubahan iklim dan berpengaruh pada
efisiensi penggunaan air tanah dan penentuan air yang dapat hilang melalui saluran
evaporasi permukaan tanah. Diantara sifat khas tanah yang berpengaruh pada air tanah
yang tersedia adalah hubungan tegangan dan kelembaban, kadar garam, kedalaman
tanah, strata dan lapisan tanah(Buckman dan Brady, 1982).
Banyaknya kandungan air tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air
(moisture tension) dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah dapat menahan air antara
lain dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah yang bertekstur kasar mempunyai daya
menahan air yang lebih kecil dari pada tanah yang bertekstur halus. Pasir umumnya lebih
mudah kering dari pada tanah-tanah bertekstur berlempung atau liat(Hardjowigeno,
1992).
V. PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum tersebut diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Air tanah adalah air yang diperlukan oleh tumbuhan yang berasal dari dalam tanah. 2.
Kadar air tanah merupakan perbandingan berat air yang terkandung dalam tanah dengan
berat kering tanah tersebut.
3. Penetapan kadar air tanah yang diamati, yaitu ;
a. Tanah kering udara.
b. Kadar air kapasitas lapang.
c. Kadar air maksimum tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti, Mety. 2012. Penetapan Kadar Air Tanah
http://mety-apriyanti.blogspot.com/2012/05/penetapan-kadar-air-tanah.html. diakses
tanggal 11 April 2013

Buckman, Harry O., dan Nyle C. Brandy. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya

Aksara : Jakarta. Hakim, Nurhajati. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung:

Universitas Lampung.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta

Sosiawan, Hendri. 2010. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Diakses pada 12 April
2013

Soviani, Sonnia. 2012. Kadar Air Tanah.


http://soviasonia.blogspot.com/2012/12/laporan-kadar-air-tanah.html.diakses tanggal 11 April
2013
Wulan, 2011. Penetapan Kadar Air Metode Oven Pengering.
http://wulaniriky.wordpress.com/2011/01/19/penetapan-kadar-air-metode-oven-pe
ngering-aa/, diakses tanggal 11 April 2013
MATERI VI

KEMANTAPAN AGREGAT TANAH

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Kemantapan agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh
benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung pada ketahanan jonjot
tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan. Faktor-faktor yang
berpengaruh dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen agregat tanah,
bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi Stabilitas agregat yang terbentuk tergantung
pada keutuhan tenaga permukaan agregat pada saat dehidrasi dan kekuatan ikatan
antarkoloid-partikel di dalam agregat pada saat basah. Pentingnya peran lendir (gum) microbial
sebagai agen pengikat adalah menjamin kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses
pembentukan ped dan agregasi.
Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah,
bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air tanah.
Nilai ini banyak dipergunakan dalam perhitungan-perhitungan seperti dalam penentuan
kebutuhan air irigasi, pemupukan, pengolahan tanah, dan lain-lain.
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang
stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat
menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui
pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah yang agregatnya, kurang
stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus
hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi
buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar
(stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks
ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Santi, 2008).

1. 2. Tujuan Praktikum
Mengetahui kemantapan agregat tanah melalui metode vilensky dan emerson.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Agregat tanah merupakan partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu
kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar struktur tanah.
Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer
membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat
mengikat menjadi lebih kuat (sementasi). Pembentukan agregat tanah melalui proses penjonjotan
yang dilanjutkan dengan agregasi dengan atau tanpa diikuti proses sementasi (Notohadiprawiro,
1996).
Kemantapan agregat merupakan kemampuan agregat tanah untuk bertahan terhadap
pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman dalam air. Pengukuran kemantapan agregat dapat
dilakukan dengan metode pengayakan basah dan pengayakan kering (kuantitatif) atau dengan
metode pembenaman dalam air dan alkohol (kualitatif). Kemantapan agregat sangat penting bagi
tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk
perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan
air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah
tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah
sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat (Septiawan,
1987).
Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan
secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian
secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan
agregat antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk
tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi
(Safuanto, 1991).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum “Pengambilan Contoh dan Penanganan Sampel Tanah” dilakukan pada hari
Kamis, 25 November 2021 pada pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di
Laboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah.
1. Contoh tanah dengan agregat utuh
2. Timbangan
3. Ayakan
4. Buret
5. Kapur pertanian
6. Oven
7. Eksikator

3.3 Cara Kerja


A. Pengayakan kering
1. Dikering anginkan contoh tanah dengan agregat utuh.
2. Ditimbang tanah 100 gram ,kemudian masukkan ke dalam ayakan ukuran 8mm, 2,0 dan
1,0, secara berturut-turut.
3. Ditumbuk tanah dan di saring.
4. Ditimbang masing-masing fraksi yang telah di ayak sebelumnya.
5. Dilangi perlakuan ini sesuai kebutuhan.

B. Pengayakan Basah
1. Ditimbang semua tanah yang di ayak kemudian masing-masing tanah dimasukkan
kedalam cawan alumunium. Banyaknya agregat tersebut harus memiliki total 100 gram.

Contoh perhitungan
Agregat antara 8 dan 2,0 mm = 63 gram
Agregat antara 2,0 dan 1,0 mm = 37 gram
2. Diteteskan air pada tanah dalam cawan aluminum sampai kapasitas lapang dari buret 30
cm.
3. Dipindahkan tiap agregat dari cawan alumunium keayakan sebagai berikut
Agregat antara 8 dan 2.0 diatas ayakan 2,0
Agregat antara 2,0 dan 1,0 diayakan 1,0
4. Dipasang susunan ayakan-ayakanpada alat pengayak basah yang telah diisi oleh air
terlebih dahulu. Air yang digunakan harus menggunakan Ca 2+ kurang-kurangnya 2 x 10-3. 5.
Dilakukan pengayaka selama 25 menit.
6. Dipindahkan agregat-agregat tanah tersebut ke dalam cawan alumunium yang telah di
kethu beratnya.
7. Dimasukan kedalam oven dan setelahnya ke eksikator lalu di timbang.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan
4.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Rata-rata diameter agregat dari pengayakan kering
- Agregat antara 8 dan 2,0 = 0,5
- Agregat antara 2,0 dan 0,1 =1,5

Rata-rata berat diameter


[(63��5,0)+(37��1,5)
100
=37,5
100

= 3,71

Rata-rata agregat dari pengayakan basah


- Agregat antara 2,0 dan 1,0 mm = 1,5
- Agregat antara 1,0 dan 0,500 mm= 0,75
- Agregat antara 0,0500 dan 0,250 mm =0,325
- Agregat antara 0,250 dan 0,106 mm = 0,178
- Agregat antara 0,106 dan 0 mm =0,053

Berat agregat
- Agregat 2,0 =10,4 gram
- Agregat 1,0=10,4 gram
- Agregat 0,500=6,7 gram
- Agregat 0,250=4,1 gram

-�������������� 0,168 =4, 1 ��������


����������=35,7 ��������
Rata-rata berat diameter
[(10,4��1,5)+(10,4��0,75)+(6,7��0,325)+(4,1��0,175)+(4,1��0,053)]
100
15,6+7,8+2,1775+0,7175+0,2173
100
=12,41
=1,241 mm
Maka indeks stabilitasnya adalah 3,71- 1,24 =2,47
Jadi indek stabilitasnya adalah ½,47x100 = 40

4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum kali ini mengenai penentuan kemantapan agregat tanah
menggunakan metode ayakan yakni di adakan 2 ayakan yaitu ayakan basah dan ayakan kering.
Pada penghitungan tiap tetes air, kita harus mengamati tanah agregat tersebut. Pada tetesan
keberapa tanah yang diuji lepas dari agregat tersebut. Pada saat itulah kita mampu menjelaskan
tingkat agregat tanah menggunakan metode ini. Setiap tetes air dihitung banyaknya mililiter (ml)
air yang dibutuhkan untuk membuat tanah menjadi lunak dan kemudian hancur.
Penetapan kemantapan agregat tanah dilakukan secara berkali-kali pada jenis tanah yang
sama namun agregatnya berbeda. Mula-mula tanah harus ditimbang sesuai kebutuhan dalam
percobaan ini tanah yang di timbang adalah 100 gram. Tanah 100 gram di timbang sebanyak 3
kali dan kemudian tanah di saring dengan penyaringan dengan ukuran 8 mm ,2.0 mm dan 1,0
mm. semua tanah di saring sehingga tanah telah terpisah-pisah sesuai dengan tingkat
kehalusannya. Tanah harus di ayak sesuai urutan. Setelah pengayakan kering dilakukan maka
pengayakan basah pun selanjutnya dilakukan dengan 5 ukuran ayakan yang masing-masing
adalah 0.200, 0.100, 0.500, 0,250, 0.106.
Penyaringan ini dilakukan di dalam air yang sudah di beri kapur pertanian. Percobaan
untuk penyaringan basah ini dilakukan kira-kira 20 menit untuk memisahkan bagian-bagian dari
tanah tersebut.untuk perhitungannya maka kita sebagai praktikan harus mencari rata-rata
diameter dari tanah tersebut baik melalui ayakan kering maupun ayakan basah. Kemudian harus
mengetahui rata-rata agregatnya dan selanjutnya mengetahui berat agregatnya dari situlah kita
bisa mengetahui indek stabilitasnya.
Dari pengamatan didapat rata-rata untuk diameter agregat nya adalah 3,71. Untuk nilai
dari rata-rata agregat dari pengayakan basahnya adalah 0,053mm. untuk berat agregat tanah
didapat 53,7 gram .untuk rata-rata berat diameternya adalah sejumlah 1,24 dari perhitungan yang
telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa indeks stabilitas suatu tanah yang diamati adalah
berkisar 40. Maka dapat disimpulkan bahwa tanah yang diamati ini kurang stabil dan dapat
dikatakan agregatnya tidak baik atau kurang baik.
V. PENUTUP
.

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :
1. Tingkat kemantapan agregat dapat diketahui dengan cara tanah ditesi menggunakan air.
2. Lamanya kehancuran tanah berdasarkan banyaknya tetesan air tersebut. 3. Tanah yang
lama hancurnya berarti tanah tersebut memiliki tingkat kemantapan yang tinggi.

Daftar Pustaka

Notohadiprawiro, 1996. Dasar-Dasar ilmu tanah. Jakarta : Erlangga.


Septiawan, 1987. Penetapan kemantapan agregat tanah. Jakarta : Erlangga.
Safuanto, 1991. Struktur tanah dan Agregat tanah. Bandung : Penerbit Kalam
Mulia.

Hardjowigeno, S. 1987. Dasar Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa :


Jakarta Hudson, N. 1978. Soil Conservation. Bastford, London
Kemper, E.W. & R.C. Rosenau (1986) Aggregate stability and size distribution.. In:A. Klute
(Ed.) Method of Soil Analysis Part 1. 2 nd ed. ASA. Madison. Wisconsin. (hal 425-461) Nurul
Romdony, Afdal PENETAPAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH.
MATERI VII

PENETAPAN pH TANAH, BAHAN ORGANIK DAN KAPUR

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
pH tanah adalah salah satu dari beberapa indikator kesuburan tanah, sama dengan
keracunan tanah. Level optimum pH tanah untuk aplikasi penggunaan lahan berkisar antara
5–7,5. tanah dengan pH rendah (acid) dan pH tinggi (alkali) membatasi pertumbuhan tanaman.
Efek pH tanah pada umumnya tidak langsung. Di dalam kultur larutan umumnya tanaman
budidaya yang dipelajari pertumbuhannya baik/sehat pada level pH 4,8 atau lebih (Bunting,
1981).
Nilai pH tanah dipengaruhi oleh sifat misel dan macam katron yang komplit antara
lain kejenuhan basa, sifat misel dan macam kation yang terserap. Semakin kecil kejenuhan
basa, maka semakin masam tanah tersebut dan pH nya semakin rendah. Sifat misel yang
berbeda dalam mendisosiasikan ion H beda walau kejenuhan basanya sama dengan koloid
yang mengandung Na lebih tinggi mempunyai pH yang lebih tinggi pula pada kejenuhan basa
yang sama (Pairunan,dkk, 1985).
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak
dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan
lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan
waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari
cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso,
2005).

1. 2. Tujuan Praktikum

Mengetahui cara penetapan pH, bahan organik, dan zat kapur dalam tanah serta
faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terikat antara satu
dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) dan rongga-rongga
diantara bagian-bagian tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994).
Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak
mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena
pelapukan dari batuan.
Tanah didefinisikan oleh Das (1995) sebagai material yang terdiri dari
agregat mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia)
satu sama lain dan dari bahan-bahan organik telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong
diantara partikel-partikel padat tersebut.
Sedangkan pengertian tanah menurut Bowles (1984),

Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan
mekanis atau kimiawi.Pelapukan mekanis terjadi apabila batuan berubah
menjadi
fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya suatu perubahan kimiawi dengan faktor
faktor yang mempengaruhi, yaitu pengaruh iklim, eksfoliasi, erosi oleh angin dan
hujan, abrasi, serta kegiatan organik. Sedangkan pelapukan kimiawi meliputi
perubahan mineral batuan menjadi senyawa mineral yang baru dengan
proses yang terjadi antara lain seperti oksidasi, larutan (solution), pelarut
(leaching) (hardiyatmo, 2002).
pH Tanah
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total
asam yang ada ditanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu seperti tanah liat
berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih
besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir.Tanah yang mampu menahan
kemasaman tersebut dikenal sebagai tanah yang berpenyangga baik (Mukhlis,
2014).
Dalam sistem tanah, pH tanah cenderung dikaitkan dengan kumpulan dari
berbagai kondisi tanah, salah satunya adalah ketersediaan hara bagi
tanaman.Banyak proses-proses yang mempengaruhi pH suatu tanah,
diantaranya adalah keberadaan salah satunya asam sulfur dan asam nitrit
sebagai komponen alami dari air hujan (Foth, 1995).
Nilai pH tanah sangat mempengaruhi kelarutan unsur yang cenderung
berseimbang dengan fase padat.Kelarutan oksida-oksida atau hidroksida Fe dan
Al secara langsung bergantung pada konsentrasi ion hidroksil (OH) dan
kelarutannya menurun jika pH meningkat. Kelarutan Fe-fosfat, Al-fosfat, dan Ca
fosfat amat bergantung pada pH, demikian juga kelarutan anion-anion molibat
(MoO4) dan SO4 yang terjerap (Damanik, 2011).
Kebutuhan Kapur Tanah
Pengapuran merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kestabilan
keasaman (pH) tanah dan air, sekaligus memberantas hama penyakit. Jenis kapur
yang digunakan untuk pengapuran kolam ada beberapa macam diantaranya
adalah kapur pertanian, yaitu kapur carbonat : CaCO3 atau [CaMg(CO3)]2 dan
kapur tohor/kapur aktif (CaO). Kapur pertanian yang biasa digunakan adalah
kapur karbonat yaitu kapur yang bahannya dari batuan kapur tanpa lewat proses
pembakaran tapi langsung digiling. Kapur pertanian ada dua yaitu kalsit dan
Dolomit. Kalsit bahan bakunya lebih banyak mengandung karbonat,
magnesiumnya sedikit (CaCO3), sedangkan dolomit bahan bakunya banyak
mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonat [CaMg(CO3)]2.
Dolomit merupakan kapur karbonat yang dimanfaatkan untuk mengapuri lahan
bertanah masam. Kapur tohor adalah kapur yang pembuatannya lewat proses
pembakaran. Kapur ini dikenal dengan nama kapur sirih, bahannya adalah batuan
tohor dari gunung dan kulit kerang (Bowles, 1991).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum “Pengambilan Contoh dan Penanganan Sampel Tanah” dilakukan pada
hari Kamis,2 Desember pada pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di
Laboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan adalahbotol plastic, timbangan analitik, pengocok
bolak-balik, lempeng kaca, gelas ukur, sendok, pipet tetes, label stiker, stopwatch, dan pH
meter. larutan H2O, larutan KCl 1 N, larutan H2O2 10%, HCl 6 N, dan contoh tanah Wajak
dan Sukoanyar 0.5mm.
3.3 Cara Kerja
1. Penetapan pH
- Menimbang tanah 0.5mm sebanyak 10gr dan memasukkan ke dalam botol plastik.
- Menambahkan 10ml larutan H2O dan lautan KCl sebagai penetpan pH. -
Mengocok dengan pengocok bolak-balik selama 10menit.
- Mengukur pH suspense dengan pH meter.
2. Penetapan Bahan Organik
- Menyiapkan lempeng kaca untuk tempat contoh tanah.
- Mengambil sampel tanah dan menaruh seperlunya pada lempeng kaca.
- Mencampurkan seanyak 5 tetes H2O2 10% ke permukaan masing-masing contoh tanah. -
Mengamati tanda/gejala perubahan reaksi yang terjadi dan mengamati perbandingan waktu
reaksinya.
3. Penetapan Kapur
- Mengambil sampel tanah dan menaruh seperlunya pada lempeng kaca.
- Mencampurkan sebanyak 5 tetes HCL 6 N ke permukaan masing-masing contoh tanah. -
Mengamati tanda/gejala perubahan reaksi yang terjadi dan mengamati perbandingan waktu
reaksinya.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
a. Hasil Pengukuran pH Tanah
(Perbandingan Tanah 1 dan Tanah 2)
No. Contoh Tanah pH H2O pH KCl

1. Tanah 1 7,05 5,82

2. Tanah 2 6,19 5,30

b. Hasil Pengamatan Bahan Organik dan Kapur


No. Contoh BO Kapur
Tanah

1. Tanah 1 Rendah Rendah

Tidak
Tidak
bergelembung
bergelembung

2. Tanah 2 Tinggi Tinggi

Banyak
Banyak
gelembung
gelembung

4.2 Pembahasan
pH tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (didalam tanah). Makin tinggi
kadar ion didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Bila kandungan H sama dengan maka
tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Hardjowigeno, 2010).

Berdasarkan table pengamatan diatas dapat dijelaskan bahwa pada penetapan pH Tanah 1 dan
Tanah 2 menggunakan H2O adalah 7,05 dan 6,19. Sedangkan penetapan pH pada tanah
Wajak dan Sukoanyar menggunakan KCl diperoleh nilai pH sebesar 5,82 dan 5,30. Sehingga
tanah Wajak dan Sukoanyar pada penetapan pH dengan H2O dan KCl dapat menumbuhkan
tanman dengan optimal kecuali pada tanah Wajak dengan penetapan pH menggunakan H2O,
karena tanah tersebut melebihi pH netral.

Pengaruh masing-masing larutan terhadap nilai pH, menggunakan H2O untuk mengetahui
kemasaman actual dan menggunakan KCl untuk mengetahui kemasaman potensial. Nilai
pH
potensial lebih kecil dari nilai pH actual. Pengukuran suspensi pH harus segera dilakukan
setelah pengocokan agar tanah tidak mengendap.

Air bersifat netral karena konsentrasi H+ dan OH- yang sama pada keadaan netral pH adalah 7.
Suatu ukuran skala pH digunakan untuk memudahkan dan menyatakan SI+ yang sangat kecil
didalam air maupun didalam berbagai sistem hayati penting, kation-kation yang dapat
dipertukarkan terserap dengan tenaga yang cukup besar untuk memperlambat pencuciannya
dari tanah, (Foth, 1994).

Biasanya jika pH tanah semakin tinggi maka unsur hara semakin sulit diserap tanaman,
demikian juga sebaliknya jika terlalu rendah akar juga akan kesulitan menyerap makanannya
yang berada didalam tanah. Akar tanaman akan mudah menyerap unsur hara atau pupuk yang
kita yang kita berikan jika pH dalam tanahsedang-sedang saja cenderung netral. (Tan,1990).
V. PENUTUP
.

5.1 Kesimpulan
Hasil yang didapat pada praktikum yang telah dilaksanakan adalah pada penetapan pH, Tanah
1 pada uji H2O menunjukkan bahwa tanahnya tidak dapat ditanami dengan optimum karena
pH melebihi netral yaitu sebesar 7,05.

Tanah 1 pada uji bahan organik dan kapur menunjukkan tidak adanya gelembung yang
terbentuk, dengan demikian tanah tersebut kandungan bahan organik maupun kapurnya rendah.

Tanah 2 pada uji bahan organik dan kapur menunjukkan bahwa kandungan bahan organik
dan kapurnya tinggi, karena terbentuk banyak gelembung.
Daftar Pustaka
Bunting. 1981. Konservasi Tanah dan Air. CV. Pustaka Buana:
Bandung. Fadhilah. 2010. Pengertian Tanah Bertalian.
http://repository.usu.ac.id
Foth, Henry. D,. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hakim, N., dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas, Lampung. Hardjowigeno,
Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta. Hardjowigeno. S. 2010.
Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pairunan, A.K., dkk. 1985.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. BKS PTN Intim, Makassar. Tan H. K 1990. Dasar – Dasar Kimia
Tanah. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak
Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai