Anda di halaman 1dari 21

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

STANDARISASI BAHAN OBAT ALAM


JAHE ( Zingiber officinale )
A. Deskripsi Tanaman
Terna tanaman berbatang semu, tinggi 30 cm-1 m, rimpang bila dipotong berwarna
kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 mm-23 mm, lebar 8 mm-15 mm, tangkai
daun berambut, panjang 2 mm- 4 mm. Bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 mm-1
cm, tidak berambut, seludang agak berambut. Perbungaan berupa malai bersembul
dipermukaan tanah, berbentuk tongkak atau bulat telur yang sempit, 2,75 sampai 3 kali
lebarnya, sangat tajam, panjang maial 3,5 cm- 5 cm, lebar 1,5 cm-1,75 cm. gagang bunga
hampir tidak berambut, panjang 25 cm, rahis brambut jarang, sisik pada gagang terdapat
5 buah-7 buah. Berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berambut.
Panjang sisik 3 cm-5 cm.
Menurut klasifikasi tanaman, jahe adalah tanaman herba tahunan yang termasuk ke
dalam pengelompok-an atau klasifikasi sebagai berikut :
Kelas

: Angiospermae,

Sub kelas : Monocotyledonae,


Ordo

: Zingiberales,

Famili

: Zingiberaceae,

Genus

: Zingiber,

Spesies

: Zingiber officinale Rosc.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


Tanaman diperbanyak dengan rimpang. Persyaratan yang dikehendaki adalah tanah
mudah diolah, gembur, banyak mengandung bahan organik atau humus dan subur.,
umumnya ditanam di tanah latosal dan andosal degan tekstur lempung berpasir, lempung
berdebu, lempung berliat dan lempung berpasir. Hutan yang baru dibuka pada tanah
tersebut, baik untuk menanam jahe. Tanah yang mengandung air berlebihan tidak cocok
untuk tanaman jahe, karena itu harus diusahakan agar tata pengairannya baik, tanahnya
landai atau agak terjal. Pada tanah yang kurang baik tata pengairannya jahe masih dapat
ditanam dengan cara membuat bedengan atau guludan tinggi dan digali saluran-saluran
di sekelilingnya. Tempat tumbuh pada ketinggian tempat sampai 900 m di atas
permukaan laut. Umumnya ditanam pada ketinggian tempat antara 200 m sampai 600 m
di atas permukaan laut. Jahe kebanyakan ditanam di tanah tegalan atau tanah kebun di
daerah yang bercurah hujan antara 2.500 mm samapai 4.000 mm setahun.

Iklim yang

cocok adalah iklim panas sampai sedang dan lembab. Rimpang yang akan dipergunakan
untuk bibit dipotong-potong menjadi 3 cm sampai 7 cm dan mengandung sedikitnya 3
mata tunas. Tiap potong stek rimpang beratnya antara 30 gram sampai 80 gram,
tergantung klon yang dipakai. Stek rimpang yang dipakai dari tanaman yang sudah
berumur 10 bulan sampai 12 bulan
Produk olahan jahe lainnya yang dapat dikembangkan adalah oleoresin jahe.
Oleoresin jahe merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dari
ekstraksi serbuk jahe dengan menggunakan pelarut organik.Resin tersebut terdiri dari
komponen-komponen aktif berupa fenol yang terkandung dalam oleoresin seperti
gingerol, shogaol, dan zingerone; yang memberikan rasa pedas. Komponen minyak atsiri
jahe adalah apinene, camphene, phellendrene, mycene, cineol, methythe-ptenone,
borneol, linalool, citral, C10 dan Ca-aldehid, a dan b-zingiberone, a-curcumene,
farnesene, sesquiterpene alcohol yang memberikan karakteristik aroma jahe Komponen
volatile minyak atsiri memberikan aroma yang khas untuk setiap jenis rempahrempah,
sedangkan komponen non volatile terdiri dari gum dan resin untuk tiap rempah-rempah.
Komponen-komponen berupa asam amida misalnya kapsaisin pada lada merah atau
piperin pada lada hitam, karbonil misalnya gingerol pada jahe, dan tioester misalnya
dialilsulfida pada bawang putih dan bawang merah akan memberikan karakteristik
(panas atau pedas) secara berbeda-beda (Fakhrudin, 1978).
Umumnya dikenal 3 klon jahe yakni:

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


1. Jahe putih besar: rimpangnya lebih besar dan ruas rimpangnya lebih menggembung
dari kedua klon lainnya
2. Jahe putih kecil: ruasnya kecil agak rata sampai sedikit menggembung
3. Jahe merah: rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil
(Materia Medika, 1978)

(Jahe Putih Besar)

(Jahe Putih Kecil)

(Jahe Merah)

B. Persebaran Tanaman
Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan pekarangan. Tumbuh di
tempat yang terbuka sampai di tempat yang agak kenaungan pada tanah latosal dan
andosal terutama yang mengandung bahan organik tinggi. Umumnya ditanam di tanah
ringan atau yang mudah diolah seperti tanah lempeng berdebu, lempung berliat dan liat
berpasir Tumbuh pada ketinggian tempat sampai 900 m atau lebih di atas permukaan
laut, tergantung pada klon yang ditanam (Materia Medika, 1978).
C. Kandungan Kimia
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972),
komponen terbesar penyusun jahe segar adalah air. Komposisi kimia selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 2, sedangkan komposisi jahe kering hasil analisa Thorpe (1941)
terhadap jahe kering dari berbagai negara, dapat dilihat pada table berikut (Fakhrudin,
1978) :

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

Dalam jahe terdapat dua macam minyak yaitu minyak atsiri dan oleoresin. Jahe
kering mengandung minyak atsiri sebanyak 1-3 persen. Komponen utamanya adalah
zingiberene dan zingiberol, senyawa ini yang menyebabkan jahe berbau harum, sifatnya
mudah menguap dan didapatkan dari cara destilasi. Selain itu, jahe juga mengandung
oleoresin sebanyak 3-4 persen. Komponen penyusunnya adalah gingerol, shogaol, dan
resin. Senyawa-senyawa tersebut yang menyebabkan rasa pedas pada jahe. Sifatnya tidak
mudah menguap, cara memperolehnya dengan proses ekstraksi (Fakhrudin, 1978)
Adanya minyak atsiri dan oleoresin pada jahe inilah yang menyebabkan sifat khas
jahe. Aroma jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresin menyebabkan rasa
pedas. Komposisi kimiawi rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan
pedasnya rimpang jahe. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimiawi
rimpang jahe ialah jenisnya, keadaan tanah pada waktu jahe ditanam, cara budidaya,
umur rimpang jahe pada saat dipanen, serta perlakuan terhadap hasil rimpang pasca
panen (Fakhrudin, 1978)
D. Panen
Pemanenan jahe sebaiknya dilakukan setelah tanaman mengalami periode senessen
(menggugurkan daun) pada umur 9 - 10 bulan. Cara menggali rimpang dengan
menggunakan garpu untuk menghindari terjadinya pelukaan kulit rimpang, yang
selanjutnya rimpang dibersihkan dari tanah yang masih melekat tanpa dicuci (dengan
cara dikering anginkan).

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

E. Teknologi Pasca Panen


1) Sortasi Basah
Rimpang jahe dari hasil panen secepatnya dilakukan penyortiran supaya mutunya
tetap terjaga. Tanah/kotoran, gulma yang menempel pada rimpang langsung
dibersihkan; demikian juga bahan yang busuk dengan yang sehat harus segera
dipisahkan. Tujuan sortasi adalah untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut
terbawa dalam bahan, mencegah lecetnya permukaan kulit serta mempermudah
pencucian.
2) Pencucian
Pencucian terhadap rimpang segera dilakukan untuk mencegah kontaminasi serta
pembusukan yang dapat mempengaruhi mutu rimpang. Sumber air untuk mencuci
rimpang diharapkan berasal dari mata air, sumur ataupun PAM. Penggunaan air
sungai tidak dianjurkan untuk menghindari terkontaminasi baik oleh bakteri E.coli
ataupun patogen. Cara pencucian dapat dilakukan dengan penyemprotan bertekanan
tinggi dan dibantu dengan sikat yang terbuat dari plastik.

Rimpang jahe dapat

dicuci/dibersihkan dengan menggunakan alat pembersih rimpang jahe, atau di cuci


secara manual dengan menggunakan air mengalir. Setelah dicuci, jahe kemudian
dianginkan-anginkan hingga kering.
3) Perajangan
Perajangan dilakukan dengan mengiris sampel jahe secara membujur agar tidak
merusak serat yang terdaoat di dalamnya. Menurut farmakope herbal simplisia diiris
berbentuk pipih, dalam bentuk potongan dengan panjang 3-4 cm dan tebal 1-6,5 mm.
Tujuannya untuk menjaga kandungan senyawa volatile di dalamnya, yaitu minyak
atsiri. Jika kurang dari yang diersyaratkan (terlalu tipis), ditakutkan senyawa
kandungannya akan menguap ketika pemanasan/sata pengeringan; dan tidak boleh
terlalu tebal untuk mengindari susahnya penguapan air agar tidak tumbuh
mikroorganisme yang dapat mmempengaruhi metabolit sekunder.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

4) Pengeringan
Rimpang yang sudah potong-potong selanjutnya dikeringkan. Pengeringan dapat
menggunakan alat yang terbuat dari kawat yang berlubang untuk mempermudah
sirkulasi udara, rimpang dibolak-balik secara periodik untuk memastikan
keseragaman pengeringan serta mencegah fermentasi. Pengeringan juga dapat
dilakukan dengan penjemuran (tidak terkena matahari langsung) menggunakan kain
hitam.

5) Sortasi Kering
Setelah pengeringan dilakukan, tahapan selanjutnya ialah sortasi kering. Tujuannya
ialah untuk memisahkan kotoran-kotoran yangmemungkinkan bercampur dengan
simplisia dan untuk memisahkan simplisia yang baik dengan seimplisia yang sudah
rusak, misalnya akibat ditumbuhi bakteri ataupun jamur.
Untuk dipasarkan grading disesuaikan dengan mutu/kualitas permintaan atau
standar perdagangan.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

F. Standarisasi
1) Persyaratan Simplisia (SNI, 2005).
a) Kesegaran
Jahe segar rimpang (rhizoma) dari tanaman jahe Zingiber officinale var emprit,
yang sudah tua/matang fisiologis, berbentuk utuh dan segar serta dibersihkan. jahe
dinyatakan segar apabila kulit jahe tampak halus/tidak mengkerut, kaku, dan
mengkilat.
b) Bentuk Rimpang
Rimpang jahe dinyatakan utuh apabila maksimal 2 anak rimpang patah pada
pangkalnya
c) Rimpang Bertunas
Jahe segar dinyatakan rimpang bertunas apabila salah satu atau beberapa ujung dari
rimpang telah bertunas.
d) Kenampakan Irisan Melintang
Jahe segar bila diiris melintang pada salah satu rimpangnya dinyatakan cerah
apabila penampangnya berwarna cerah khas jahe segar
e) Serangga Hidup, Hama, dan Penyakit
Semua organisme yang dapat dilihat dengan mata tanpa pembesaran.
f) Rimpang yang Terluka
Rimpang yang luka pada jaringan endodermis
g) Rimpang Busuk
Rimpang dinyatakan busuk bila terdapat bagian yang lebih lunak yang disebabkan
jamur atau bakteri dari rimpang yang masih segar
h) Kadar Ekstrak Larut dalam Air
Persentase ekstrak yang larut dalam air dari bahan yang telah dikeringkan di udara.
i) Kadar Ekstrak Larut dalam Etanol
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


Persentase ekstrak yang larut dalam etanol dari bahan yang telah dikeringkan di
udara.
j) Jumlah Telur Nematoda
Jumlah telur nematoda yang ditemukan dalam tiap gram cuplikan kering.

Rimpang jahe adalah rimpang Zingiber officinale Rosc. Kadar minyak atsiri tidak
kurang dari 0,7% v/b (Materia Medika, 1978).
Pemerian

Bau aromatik; rasa pedas

Kadar Abu

Tidak lebih dari 5%

Kadar Abu yang tidak terlarut dalam Tidak lebih dari 3,9%
asam
Kadar sari yang larut dalam air

Tidak kurang dari 15,6%

Kadar sari yang larut dalam etanol

Tidak kurang dari 4,3%

Bahan organik asing

Tidak lebih 2%

Penetapan kadar

Lakukan penetapan kadar menurut cara


yang tertera pada Penetapan Kadar
Minyak Atsiri

Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik

Isi simplisia

Minyak

atsiri

zingiberen,

2%-3%
felanderen,

mengandung
kamfen,

limonene, sineol, sitral dan zingiberol,


minyak

dammar

zingeron
Penggunaan simplisia

Karminatif

Menurut Badan Standarisasi Nasional, 2005 :


Syarat Umum

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

yang

mengandung

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

Syarat Khusus

2) Pemeriksaan Organoleptik
Pemerian : Bau aromatik, rasa pedas. Warna kuning muda. Fragmen pengenal adalah
sel parenkimatik, serabut, pembuluh kayu, kadang-kadang didampingi sel zat warna,
sel damar minyak, damar minyak berbentuk gumpalan atau tetesan kecil yang dengan
iodium LP memberi warna, banyak sekali butir pati, fragmen periderm (Materia
medika, 1978).
3) Pemeriksaan Makroskopik
Rimpang agak pipih, bagian ujung bercabang, cabang pendek, pipih, bentuk bulat
telur terbalik, pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam. Dalam
bentuk potongan, panjang 5 cm sampai 15 cm, umumnya 3 cm sampai 4 cm, tebal 1
cm sampai 6,5 cm, umumnya 1 cm sampai 1,5 cm. Bagian luar berwarna coklat
kekuningan, beralur memanjang, kadang-kadang ada serat yang bebas. Bekas patahan
pendek dan bersifat menonjol. Pada irisan melintang terdapat berturut-turut korteks
sempit yang tebalnya lebih kurang sepertiga jari-jari, endodermis, stele yang yang
lebar, banyak tersebar berkas pembuluh berupa titik keabu-abuan dan sel kelenjar
berupa titik yang lebih kecil berwarna kekuningan.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

4) Pemeriksaan Mikroskopik
Di bawah epidermis terdapat hipodemis. Periderm terdiri dari beberapa lapis sel
gabus. Korteks terdiri dari parenkim isodiametrik, dinding sel tipis, berkas pembuluh
tersebar, banyak idioblas, sel idioblas hamper bulat, dinding bertikula, garis tengah 40

sampai 80 , berisi damar minyak, warna kuning kehijauan sampai jingga atau

berwarna coklat kekuningan sampai coklat kemerahan. Endodermis terdiri dari sel
dengan dinding radial agak menebal, tidak berisi pati. Berkas pembuluh kolateral dan
fibrovasal, berkas pembuluh yang terdapat langsung di sebelah dalam endodermis
tersusun teratur dalam satu deretan, berkas-berkas hampir bersentuhan satu sama lain,
umumnya tanpa serabut. Stele terdiri dari sel parenkim berdinding tipis, berkas
pembuluh kolateral banyak dan tersebar, idioblas minyak seperti pada korteks. Xilem
terdiri dari sedikit pembuluh spiral dan pembuluh jala, tidak berlignin, garis tengah
lebih kurang 70 . Floem berklompok. Serabut berkelompok, dinding tipis, panjang
sampai lebih kurang 600 , lebar sampai lebih kurang 30 , bernoktah berbentuk
celah miring. Idioblas bentuk prisma, panjang sampai lebih kurang 130 , lebar 8

sampai 20 , tunggal atau dalam deretan sejajar dengan sumbu berkas

pembuluh, berisi zat berwarna coklat kemerahan tua. Butir pati memnuhi parenkim
korteks dan parenkim stele, butir tunggal, bentuk bulat putih telur pipih sampai
hampir segi empat, hilus terdapat pada tonjolan di ujung butir, panjang 5
60 , umumnya 15

sampai

sampai 30 , lebar sampai lebih kurang 25 , tebal

sampai 7 , lamella melintang.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

(Butir Amilum)

(Butir Amilum berdasarkan MMI)

Berdasarkan literature yang ada, secara mikroskopis jahe terdapat beberapa


bagian diantaranya serabut, butir amilum, berkas pengangkut, dan parenkim dengan
sel sekresi. Namun, pada hasil pengamatan yang kami lakukan hanya memiliki
butiran amilum yang sama seperti yang terdapat dalam literatur yang ada.
5) Parameter Standarisasi
a. Penetapan Kadar Abu Total
Cara I

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


2-3 gram zat
- Dimasukkan ke dalam krus platina atau krus
silikat yang telah dipijarkan dan ditara,
ratakan
- Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis
- Didinginkan
- Ditimbang
Hasil

Cara II
2-3 gram zat
- Ditambahkan air panas
- Disaring melalui kertas saring bebas abu
- Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam
krus yang sama
- Dimasukkan filtrate ke dalam krus
- Diuapkan
- Dipijarkan hingga bobot tetap
- Ditimbang
- Dihitung kadar abu terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara

100%

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


b. Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada
Penetapan kadar abu
- Dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer
P selama 5 menit
- Dikumpulkan bagian yang tidak larut
dalamm asam
- Disaring melalui krus kaca masir atau kertas
saring bebas abu
- Dicuci dengan air panas
- Dipijarkan hingga bobot tetap
- Ditimbang
- Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam
asam terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara
Hasil

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

100%

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


c. Penetapan Kadar Abu Larut Air
Abu yang diperoleh pada
Penetapan kadar abu
- Didihkan dengan 25 ml air selama 5 menit
- Dikumpulkan bagian yang tidak larut
- Disaring melalui kurs kaca masir tau kertas saring
bebas abu
- Dicuci dengan air panas
- Dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih
dari 450 0 hingga bobot tetap
- Ditimbang
- Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang
larut dalam air
- Dihitung kadar abu yang larut dalam air
- Dihitung kadar abu yang larut dalam air terhadap
bahan yang dikeringkan di udara
Hasil

d. Kadar Sari Larut dalam Air


Serbuk
- Dikeringkan (4/18) di udara
- Dimaserasi selama 24 jam 5,0 gram serbuk dengan
100 ml air kloroform P menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama
- Kemudian dibiarkan selama 18 jam
- Disaring dan diuapkan 20 ml filtrat hingga kering
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara
- Dipanaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot tetap
- Dihitung kadar dalam persen sari yang larut dalam,
dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara
Hasil

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

100
100%
20

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


e. Kadar Sari Larut dalam Etanol
Serbuk
- Dikeringkan (4/18) di udara
- Dimaserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan
100 ml etanol (95%) menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6
jam pertama
- Kemudian dibiarkan selama 18 jam
- Disaring cepat dengan menghindarkan
penguapan etanol (95%)
- Diuapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara
- Dipanaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot
tetap.
- Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam
etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara
Hasil

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

100
100%
20

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


f. Penetapan Kadar Air
Cara Titrasi Langsung
20 ml methanol P
- Dimasukkan ke dalam labu filtrasi
- Dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer hinga titik
akhir tercapai
- Dimasukkan dengan cepat sejumlah zat yang
ditimbang seksama yang diperkirakan
mengandung 10-50mg air ke dalam labu titrasi
- Diaduk selama 1 menit
- Dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang
telah diketahui kesetaraan airnya
- Dihitung umlah air dalam mg dengan rumus : v
x f (v = volume pereaksi Karl Fisher pada titrasi
kedua, f = faktor kesetaraan air)

Cara Titrasi Tidak Langsung


20 ml methanol P
- Dimasukkan ke dalam labu titrasi
- Dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga
titik akan tercapai
- Dimasukkan dengan cepat sejumlah zat yang
ditimbang seksama yang ditimbang seksama
yang diperkirakan mengandung 10 mg sampai
50 mg air
- Dicampur
- Ditambah pereaksi Karl Fischer berlebihan dan
yang diukur seksama
- Dibiarkan selama beberapa waktu hingga reaksi
sempurna
- Titrasi kelebihan pereaksi dengan larutan baku
air-metanol
- Dihitung jumlah dalam mg air dengan rumus :
- FV1-aV2

Hasil

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

)
100%
( )

g. Penetapan Susut Pengeringan


Zat

- Ditimbang seksama 1 g sampai 2 g zat dalam


bobot timbang dangkal bertutup yang sebelunya
telah dipanaskan pada suhu penetapan selama
30 menit dan telah ditara.
- Jika berupa hablur besar, sebelum ditimmbng
digerus dengan cepat hingga ukuran butiran
lebih kurangg 2 mmm
- Ditarakan zat dalam botol hingga merupakan
lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10
mm
- Dimasukkan ke dalam ruang pengering
- Dibuka tutupnya dan dikeringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap
- Sebelum setiap pengeringan, dibiarkan botol
dalm keadaan tertutup mendingin dalam esikator
hingga suhu kamar
- Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu
penetapan, pengeringan, dilakukan pada ushu
antara 50 dan 10 0 di bawah suhu leburnya selama
1-2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama
waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.
Hasil

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


h. Penetapan Bahan Organik Asing
Simplisia
- Ditimbang antara 25 g dan 500 g simplisia dan
diratakan
- Dipisahkan sesempurna mungkin bahan
organik asing
- Ditimbang
- Ditetapkan jumlah dalam persen terhadap
simplisia yang digunakan
- Makin kasar simplisia yang diperiksa makin
banyak jumlah simplisia yang ditimbang

Hasil

i. Penetapan Kadar Minyak Atsiri


a. Cara I
Bahan
-

Dimasukkan ke dalam labu


Dicampurkan dengan cairan penyulinggan
Dipasangan alat
Diisi buret dengan air hingga penuh
Dipanaskan dengan tangas udara
Setelah penyulinggan selesai dibiarkan selama
tidak kurangg dari 15v menit
- Dicatat volume minyak atsiri pada buret
- Dihitung kadar minyak atsiri dalam % v/b

Hasil

b. Cara II
Dilakukan menurut cara yang tertera pada cara I. Sebelum buret diisi penuh
dengan air, lebih dahulu diisi dengan 0,2 ml xilena P yang diukur saksama.
Volume minyak atsiri dihitung dengan mengurangkan volume yang dibaca
dengan volume xilena.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014

Simplisia
Nama
Buah
kemukus
Rimpamg
kunyit
Buah cabe
jawa

Jumlah
(g)
2

10

Cairan penyulingan
Keadaan
Digiling
(serbuk)
Digiling
(serbuk)
Digiling
(serbuk)

Jenis

Jumlah

Waktu
Cara

penyuling
an (jam)

(ml)

300

II

300

II

300

II

G. Pengemasan & Penyimpanan


Bahan baku yang kering dan sudah disortir sesuai mutu grade dapat dikemas
dengan menggunakan jala plastik ataupun peti yang terbuat dari kayu yang dilapisi
dengan kertas ataupun kemasan sesuai dengan kesepakatan eksportir/pembeli. Hal ini
untuk menjaga kerusakan baik selama pengangkutan kepasar ataupun selama
penyimpanan.
Rimpang sudah dikemas dapat disimpan sebelum diolah lebih lanjut. Ruang tempat
penyimpanan harus bersih bila perlu dilakukan fumigasi terlebih dahulu untuk
membasmi hama/ serangga perusak rimpang. Selain itu sirkulasi udara melaui ventilasi
cukup baik, kelembaban udara rendah (65%), cahaya cukup (suhu gudang penyimpanan
maksimal 30C) dan tidak bocor.

H. Uji Fitokimia
Untuk melihat masih ada tidaknya kandungan senyawa metabolit sekunder pada
ekstrakkental jahe merah ini dilkukan uji fitokimia yang dilakukan adalah uji alkaloid,
flafonoid, saponin, triterpen dan tanin. Hasil dari pengamatan ini adalah sebagai berikut:

Keterangan : FL (Flavonoid), SP (Saponin), TA (Tanin), TR (Triterpenoid), AL (Alkaloid)


Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


Untuk identifikasi golongan senyawa alkaloid, jika terjadi warna coklat atau
jinggan setelah penyemprotan pereaksi dragendroof menunjukan adanya alkaloid di
dalam ekstrak. Bila tanpa pereaksi kimia di bawah lampu UV 365 nm alkaloid akan
berflorosensi biru, biru-hijau atau ungu.
Untuk identifikasi golongan flavonoid menggunakan uap ammonia. Jika timbul
warna kuning atau kuning-coklat setelah pemberian uap ammonia menunjukkan adanya
flavonoid di dalam ekstrak. Bila tanpa pereaksi kimia, di bawah lampu UV 365 nm
flavonoid akan berflorosensi biru, kuning atau hijau.
Untuk identifikasi golongan tannin menggunakan FeCl3 1 %. Jika timbul warna
hitam atau biru kehitaman setelah pemberian FeCl3 1 % menunjukkan adanya tannin di
dalam ekstrak.
Untuk identifikasi golongan triterpen menggunakan Liberman Buchard. Jika
timbul warna merah keunguan atau pink setelah pemberian Liberman Buchard
menunjukkan adanya triterpen di dalam ekstrak.
Untuk identifikasi golongan saponin menggunakan H2SO4 0,1 M. Jika timbul
warna keunguan setelah pemberian H2SO4 0,1 M menunjukkan adanya saponin di
dalam ekstrak.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Standarisasi Obat Bahan Alam Zingiber Officinale (Jahe) 2014


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Standar Nasional Indonesia : Jahe Untuk Bahan Baku Obat, Badan
Standarisasi Nasional.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978, Materia Medika Jilid I-IV, Penerbit
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Farmakope Herbal Indonesia Edisi
Pertama, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Farmasi B 2011

Anda mungkin juga menyukai