Anda di halaman 1dari 45

FORMULASI PASTA GIGI FRAKSI AKTIF DAUN

PUDING (Graptophyllum pictum L. Griff) SEBAGAI


ANTIBAKTERI

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

FENTY DESNIANA
NIM. 1548201115

PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU

JAMBI

2019
FORMULASI PASTA GIGI FRAKSI AKTIF DAUN PUDING

(Graptophyllum pictum (L.) Griff) SEBAGAI ANTIBAKTERI *)

NAMA: FENTY DESNIANA

NIM :1548201115

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit gigi atau periodontitis disebabkan oleh adanya akumulasi

plak pada gigi. Mikroorganisme yang hidup pada plak akan menghasilkan

lipopolisakarida yang dapat merusak jaringan pada gigi (Sari, Pangemanan,

& Juliatri, 2016). Salah satu mikroba patogen penyebab periodontitis yang

banyak ditemukan dalam plak gigi adalah Streptococcus mutans (Fajriani &

Andriani, 2014).

Plak gigi dapat dicegah dengan menggunakan pasta gigi, baik dari

bahan alami maupun sintetik. Saat ini telah dikembangkan pasta gigi herbal

yang lebih efektif digunakan untuk mengurangi plak dibandingkan pasta

gigi non herbal (Oroh, Posangi, & Wowor, 2015). Pasta gigi herbal biasanya

berasal dari bahan-bahan alami yang telah diekstrak, minyak esensial, enzim

ataupun vitamin dari tumbuh-tumbuhan.

*) Sari proposal ini akan diseminarkan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu
Jambi pada:
Hari / tanggal :
Pukul :
Tempat :
Pembimbing : 1. Desi Sagita, M.Si., Apt
2. Barmi Hartesi, M. Farm., Apt

1
Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan yaitu tumbuhan Puding

(Graptophyllum pictum (L.) Griff). Tumbuhan ini merupakan perdu yang

biasa tumbuh liar atau ditanam sebagai tanaman pagar atau tanaman hias

yang telah dikenal dengan baik oleh masyarakat secara turun-temurun

sebagai antijamur, antiinflamasi, obat luka dan bisul (Elmitra & Rikomah,

2018), dan antibakteri (Enti, Rikomah, Yuska, & Wahyu, 2017).

Penelitian terdahulu menunjukkan ekstrak etanol daun puding

dengan konsentrasi 120µg/ml memberikan aktivitas antibakteri katagori

kuat terhadap Pseudomonas aeruginosa (Enti et al., 2017). Penelitian lain

menunjukkan bahwa daun Puding memberikan aktivitas antibakteri yang

dapat menghambat bakteri Streptococcus mutans pada resin akrilik dengan

konsentrasi ekstrak 1,56% (Singh, Khosa, Mishra, & Tahseen, 2015;

Wahyuningtyas, 2005). Tetapi belum ada yang memformulasikan

ekstrak/fraksi tumbuhan ini dalam sediaan pasta gigi.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk

memformulasikan pasta gigi dari fraksi aktif daun puding sebagai

antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans hal ini bisa menjadi

inovasi dari pemanfaatan tanaman hias dan tanaman liar yang dapat

digunakan dalam produk farmasi untuk mencegah perkembangan bakteri

pada gigi dan mulut yang menyebabkan plak pada gigi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini

adalah:
a. Manakah diantara fraksi n-heksan, etil asetat dan butanol dari daun

puding yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling tinggi terhadap

Streptococcus mutans?

b. Apakah fraksi aktif daun puding bisa diformulasikan menjadi pasta gigi

antibakteri?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

a. Untuk mendapatkan fraksi aktif daun puding yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

b. Untuk mendapatkan formula terbaik fraksi aktif daun puding untuk

dijadikan pasta gigi antibakteri.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Mengangkat potensi lain dari pemanfaatan tumbuhan liar atau

tumbuhan hias dalam produk farmasi.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literatur

pada masyarakat tentang alternatif tumbuhan yang dapat dimanfaatkan

sebagai antibakteri pada produk pasta gigi.

1.4 Hipotesis

Fraksi aktif daun puding (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) dapat

diformulasikan menjadi sediaan pasta gigi yang memiliki aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasta Gigi

Menurut Farmakope edisi IV pasta merupakan sediaan semi padat

yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang digunakan untuk

pemakaian secara topical. Pasta gigi merupakan salah satu produk

perawatan mulut yang digunakan pada kehidupan sehari-hari. Dengan

komposisi kimiawi yang berbeda-beda bergantung dari produksi pabrik.

Pasta gigi dikatakan produk kosmetik jika fungsi yang ditonjolkan adalah

melindungi gigi dari karies, menyegarkan nafas, melawan bakteri penyebab

plak. Pasta gigi dapat dikatakan sebagai obat jika fungsi yang ditonjolkan

adalah mengurangi hipersensitivitas, mengurangi gingivitis dan gusi

berdarah, dan merawat karies gigi (Al-jumaily, Al-seubehawy, & Al-

toraihy, 2014).

Pasta gigi memiliki komponen yang beragam, masing masing

komponen memiliki fungsi yang berbeda. Komponen pasta gigi terbagi

menjadi komponen aktif yang bekerja pada pasta gigi dan komponen aditif.

Komponen dalam pasta gigi menurut (Ma’ruf, Supriadi, & Nuryanti, 2016)

terdiri dari :

a. Bahan abrasif. Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi berfungsi

untuk membersihkan dan memoles permukaan gigi tanpa merusak

email, mempertahankan ketebalan pelikel, serta mencegah akumulasi

stain. Bentuk dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu

untuk menambah kekentalan pasta gigi. Contoh bahan abrasif ini antara
lain silica atau silica hydrat, sodium bikarbonat, aluminium oxide,

dikalsium fosfat dan kalsium karbonat

b. Air.

Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut bagi sebagian bahan dan

mempertahankan konsistensi.

c. Pelembab atau Humectant (10%-30%) adalah bahan penyerap air dari

udara dan menjaga kelembaban. Misalnya gliserin, alpha hydroxy acids

(AHA) dan asam laktat. Bahan ini digunakan untuk menjaga pasta gigi

tetap lembab.

d. Bahan perekat (1-5%) berfungsi mengikat semua bahan dan membantu

memberi tekstur pada pasta gigi. Contohnya Karboksimetil sellulose,

Hidroksimetil sellulose, Carragaenan, dan Cellulose gum.

e. Surfectan atau Deterjen (1-2%). Bahan deterjen yang banyak terdapat

dalam pasta gigi di pasaran adalah Sodium Lauryl Sulfat (SLS) yang

berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan melonggarkan ikatan

debris dengan gigi yang akan membantu gerakan pembersihan sikat

gigi.

f. Bahan penambah rasa (1-5%). Fungsi penggunaan bahan penambah

rasa pada pasta gigi adalah untuk menutup rasa bahan-bahan lain yang

kurang enak terutama SLS dan untuk memenuhi selera pengguna.

Contoh bahan penambah rasa yang digunakan adalah

Pepermint/spearmint, Menthol, Eucalyptus, Anniseed, dan Sakharin.

g. Bahan pengawet (≥ 1%) Bahan pengawet berfungsi untuk mencegah

kontaminasi bakteri dan mempertahankan keaslian produk. Umumya

5
bahan pengawet yang ditambahkan dalam pasta gigi adalah Natrium

benzoate, Formalin dan alcohol.

2.2 Evaluasi Pasta Gigi

Evaluasi pada pasta gigi terdiri atas beberapa karakteristik yang ideal

pada pasta gigi diantaranya adalah:

a. Uji Organoleptis

Pengamatan organoleptik pasta gigi meliputi bentuk, warna, dan

aroma yang diamati secara obyektif. Pengamatan ini bertujuan untuk

melihat terjadinya perubahan secara signifikan pada sediaan yang telah

dibuat. Pengujian dilakukan setiap minggu selama 3 minggu

penyimpanan (Afni, Said, & Yuliet, 2015).

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara pasta gigi yang

akan diuji dioleskan pada gelas obyek untuk diamati homogenitasnya.

Apabila tidak terdapat butiran-butiran kasar diatas gelas obyek tersebut,

maka pasta gigi yang diuji dinyatakan homogen, sedangkan adanya

butiran-butiran kasar menunjukkan bahwa pasta gigi tidak homogen

Pengujian dilakukan setiap minggu selama 3 minggu penyimpanan

(Afni et al., 2015)

c. Uji Daya Sebar.

Uji daya sebar sediaan dimaksudkan untuk mengetahui

kemampuan menyebar sediaan saat diaplikasikan pada sikat gigi.

Kemampuan menyebar adalah karakteristik penting dalam formulasi,

karena mempengaruhi transfer bahan aktif pada daerah target dengan


dosis yang tepat, kemudahan penggunaan, tekanan yang diperlukan

agar dapat keluar dari kemasan, dan penerimaan oleh konsumen.

Semakin lama waktu penyimpanan daya sebar semakin besar, hal ini

disebabkan karena semakin sering sediaan pasta gigi berinteraksi

dengan udara. Sedangkan semakin tinggi formula maka semakin rendah

daya sebar. Hal ini disebabkan karena daya sebar berhubungan dengan

kandungan air, semakin banyak kandungan air maka semakin luas daya

sebar (Mahdalin, Widarsih, & Harismah, 2017).

d. Uji pH

Rentang pH yang memenuhi persyaratan SNI diharapkan tidak

mengiritasi mukosa mulut (Mahdalin et al., 2017). Perubahan nilai pH

pada masing-masing formula disebabkan karena faktor lingkungan

seperti perubahan suhu karena penyimpanan dilakukan pada suhu ruang

serta wadah penyimpanan yang kurang kedap sehingga memungkinkan

udara dapat masuk (Afni et al., 2015). Rentang atau Range pH menurut

SNI (12-3524-1995) adalah 4,5-10 (Mahdalin et al., 2017),

e. Uji Stabilitas

Formulasi pasta gigi harus stabil, tidak boleh terjadi pemisahan

atau disebut sineresis. Uji stabilitas dipercepat dilakukan dengan cara

mekanik menggunakan sentrifugator. Pasta disentrifugasi pada

kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Jika tidak terlihat perubahan

bentuk, bau, warna, dan homogenitas dari pasta gigi berarti konsistensi

pasta gigi stabil dalam penyimpanan (Warnida, Juliannor, & Sukawaty,

2016)

7
f. Uji Hedonik

Uji hedonik diberikan untuk melihat estetika suatu sediaan agar

disukai oleh konsumen dan tidak ada standar tertentu untuk melakukan

uji hedonik (Daud, Desi, & Ifaya, 2016)

3.2 Evaluasi Pasta Gigi

Evaluasi pada pasta gigi terdiri atas beberapa karakteristik yang ideal

pada pasta gigi diantaranya adalah:

g. Uji Organoleptis

Pengamatan organoleptik pasta gigi meliputi bentuk, warna, dan

aroma yang diamati secara obyektif. Pengamatan ini bertujuan untuk

melihat terjadinya perubahan secara signifikan pada sediaan yang telah

dibuat. Pengujian dilakukan setiap minggu selama 3 minggu

penyimpanan (Afni et al., 2015).

h. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara pasta gigi yang

akan diuji dioleskan pada gelas obyek untuk diamati homogenitasnya.

Apabila tidak terdapat butiran-butiran kasar diatas gelas obyek tersebut,

maka pasta gigi yang diuji dinyatakan homogen, sedangkan adanya

butiran-butiran kasar menunjukkan bahwa pasta gigi tidak homogen

Pengujian dilakukan setiap minggu selama 3 minggu penyimpanan

(Afni et al., 2015)

i. Uji Daya Sebar.


Uji daya sebar sediaan dimaksudkan untuk mengetahui

kemampuan menyebar sediaan saat diaplikasikan pada sikat gigi.

Kemampuan menyebar adalah karakteristik penting dalam formulasi,

karena mempengaruhi transfer bahan aktif pada daerah target dengan

dosis yang tepat, kemudahan penggunaan, tekanan yang diperlukan

agar dapat keluar dari kemasan, dan penerimaan oleh konsumen.

Semakin lama waktu penyimpanan daya sebar semakin besar, hal ini

disebabkan karena semakin sering sediaan pasta gigi berinteraksi

dengan udara. Sedangkan semakin tinggi formula maka semakin rendah

daya sebar. Hal ini disebabkan karena daya sebar berhubungan dengan

kandungan air, semakin banyak kandungan air maka semakin luas daya

sebar (Mahdalin et al., 2017).

j. Uji pH

Rentang pH yang memenuhi persyaratan SNI diharapkan tidak

mengiritasi mukosa mulut (Mahdalin et al., 2017). Perubahan nilai pH

pada masing-masing formula disebabkan karena faktor lingkungan

seperti perubahan suhu karena penyimpanan dilakukan pada suhu ruang

serta wadah penyimpanan yang kurang kedap sehingga memungkinkan

udara dapat masuk (Afni et al., 2015). Rentang atau Range pH menurut

SNI (12-3524-1995) adalah 4,5-10 (Mahdalin et al., 2017),

k. Uji Stabilitas

Formulasi pasta gigi harus stabil, tidak boleh terjadi pemisahan

atau disebut sineresis. Uji stabilitas dipercepat dilakukan dengan cara

mekanik menggunakan sentrifugator. Pasta disentrifugasi pada

9
kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Jika tidak terlihat perubahan

bentuk, bau, warna, dan homogenitas dari pasta gigi berarti konsistensi

pasta gigi stabil dalam penyimpanan (Warnida et al., 2016)

l. Uji Hedonik

Uji hedonik diberikan untuk melihat estetika suatu sediaan agar

disukai oleh konsumen dan tidak ada standar tertentu untuk melakukan

uji hedonik (Daud et al., 2016)

2.4 Deskripsi Tumbuhan

2.3.1 Klasifikasi Tumbuhan

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magniliopsida

Bangsa : Scrophulariales

Suku : Acanthaceae

Marga : Graptophyllum

Jenis : Graptophyllum pictum (L.) Griff. Var. lurido-sanguineum

(Sims). (Determinasi ITB, 2019)

Gambar 1. Tumbuhan Puding (Dokumen pribadi)

2.3.2 Morfologi Daun Puding


Daun Puding (Graptophyllum pictum L.) termasuk dalam famili

Acanthaceae, merupakan tumbuhan perdu yang memiliki batang tegak,

ukurannya kecil dan tingginya dapat mencapai 3 meter, cocok tumbuh di

daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.250 meter di atas permukaan

laut di tempat-tempat terbuka beriklim kering dan lembab. Biasanya

tumbuh liar di pedesaan dan sering ditanam sebagai tanaman hias, atau

banyak digunakan sebagai pembentuk pagar (Kristina, Mardiningsih, &

Balittro, 2008)

Batangnya berwarna ungu kehijaun, berkayu, beruas, permukaan

licin, penampang batang berbentuk mendekati segi tiga tumpul,. Daun

mempunyai posisi yang letaknya berhadap-hadapan, daunnya tunggal,

berhadapan, bulat telur, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi

rata,pertulangan menyirip, permukaan atas mengkilap, panjang 15 - 25 cm,

lebar 5 - 11 cm, ungu, ungu tua, atau ungu kehijauan (Kristina et al., 2008)

2.3.3 Nama Daerah

Di Indonesia, tanaman ini tumbuh di daerah-daerah dengan sebutan

berbeda setiap daerahnya , seperti:

Sumatera : Pudin, Puding

Jawa : Daun Ungu

Madura : Handeuleum

Bali : Temen

Maluku : kadi-kadi.

(Kristina et al., 2008)

11
2.3.4 Kandungan

Daun Puding mengandung saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid

(Enti et al., 2017). Ekstrak daun puding mengandung flavonoid, steroid,

tanin, coumarin, saponins, anthraquinon, fenolat dan glukosa

(Jiangseubchatveera et al., 2017). Ekstrak Kental Daun Puding yang

didapatkan menggunakan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut etanol

70% mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan glikosida

diketahui berpotensi sebagai antibakteri (Elmitra & Rikomah, 2018).

2.3.5 Manfaat Tumbuhan Puding

Pada pengobatan tradisional daun Puding digunakan untuk

pengobatan terhadap luka, bengkak, borok, bisul, penyakit kulit, secara

eksperimental ekstrak daun ungu berkhasiat menghambat pembengkakan

dan menurunkan permeabilitas membran (Andiyani, Yuniarni, &

Mulyanti, 2015). Tanaman Puding (Graptophillum pictum (L.) Griff ) telah

dikenal dengan baik sebagai antijamur, antiinflamasi, obat luka dan bisul

(Elmitra & Rikomah, 2018).

2.3.6 Penelitian terdahulu tentang aktivitas antibakteri daun puding.

Tabel 1. Kumpulan Jurnal aktivitas antibakteri daun puding

Judul jurnal Konsentrasi Zona Bakteri


ekstrak daun hambat
puding
Uji Daya Hambat 12,5%, 6,40 mm Saluran akar
Ekstrak Metanol Daun (sedang) gigi
Ungu (Graptophillum
pictum (L.) Griff) 25% 9,31 mm
terhadap Pertumbuhan (sedang)
Bakteri Saluran Akar 50% 10,53 mm
Gigi (kuat)
(e-Jurnal Pustaka 100% 20,47 mm
Kesehatan, vol. 5 (no.1 ), (sangat
Januari.2017) kuat)
The chemical 11.75 μg/disc 5.5 mm ( S. aureus
constituents and the sedang)
cytotoxicity, antioxidant
and antibacterial 35.25 μg/disc 5.5 mm E. coli
activities of the essential (sedang)
oil of Graptophyllum
pictum (L.) Griff
(Journal of Essential Oil
Bearing Plants)
Uji Aktivitas Fraksi heksan 7,7 mm Eschericia
Antimikroba Ekstrak 30% (sedang) coli
Daun Wungu
(Graptophyllum pictum Fraksi etil 10,3 mm
L.Griff) Dengan Metode asetat 30% (kuat)
Bioautografi Fraksi air 8,1 mm
(Jurnal Ilmiah Bakti 30% (Sedang)
Farmasi, 2017, II(1), hal. Fraksi heksan 6,3 mm Staphyloccus
49-56) 30% (sedang) aureus
Fraksi etil 11,2 mm
asetat 30% (kuat)
Fraksi air 7,5
30% mm(sedang)
Fraksi heksan 15,6 mm Candida
30% (kuat) albicans
Fraksi etil 15,5 mm
asetat 30% (kuat)
Fraksi air 15,6 mm
30% (kuat)
Pengaruh Ekstrak 5% 51,32% Candida
Graptophyllum pictum albicans
Terhadap Pertumbuhan 10% 63,08%
Candida Albicans Pada 20% 84,47%
Plat Gigi Tiruan Resin
Akrilik 40% 99,68%
(Indonesian Journal of
Dentistry 2008; 15
(3):187-191)

13
Uji Daya Hambat 120 μg/mL 11.5 mm Pseudomonas
Ekstrak Etanol Daun (kuat) aeruginosa
Puding Hitam
(Graptophylum pictum L. 230 μg/mL 14.6 mm
Giff) pada Pertumbuhan (kuat)
Bakteri Pseudomonas 470 μg/mL 18.7 mm
aeruginosa (kuat)
(Jurnal Sains dan 940 μg/mL 15.3 mm
Teknologi Farmasi Vol. (kuat)
19 No. 01 (Maret 2017)
The Graptophyllum 10% denture
pictum extract effect on plaque
acrylic resin complete 20%
denture plaque growth 40%
(Maj. Ked. Gigi. (Dent.
J.), Vol. 38. No. 4)
Aktivitas Antibakteri 25 mg/ml KHM S.aureus
Ekstrak Daun Ungu
(Graptophyllum pictum 50 mg/ml KHM P.aeruginosa
L.) Terhadap
Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas
aeruginosa
(NASKAH PUBLIKASI,
Dayin Fauzi)
Aktivitas antibakteri 1,56% KHM Streptococcus
ekstrak etanol daun ungu mutans
terhadap Streptococcus 3,15 % KBM
mutans sebagai bakteri
penyebaba utama karies
(Proceeding forcilla II ,
2015)

2.5 Ekstraksi

2.4.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari bagian tanaman obat

dengan menggunakan pelarut yang selektif. Selama ekstraksi, pelarut


menembus ke dalam bahan tanaman dan melarutkan senyawa dengan

polaritas yang sama (Tiwari, Kumar, Mandeep, Kaur, & Kaur, 2011).

2.4.2 Macam-macam Metode Ekstraksi

a. Sokletasi

Metode ekstraksi sokletasi adalah sejenis ekstraksi dengan pelarut

cair organik yang dilakukan secara berulang-ulang pada suhu tertentu

dengan jumlah pelarut tertentu. Pelarut yang digunakan harus

disesuaikan dengan tingkat kepolaran ekstrak yang ingin diperoleh

(Sudaryanto, Herwanto, & Putri, 2016).

b. Maserasi

Metode maserasi merupakan cara ekstraksi dingin yang memiliki

keuntungan yaitu menggunakan peralatan atau botol maserasi

sederhana, pelaksanaannya mudah tanpa perlakuan khusus yaitu

dengan merendam sampel dalam pelarut pengekstraksi sambil sesekali

diaduk (Verawati, Nofiandi, & Petmawati, 2017).

c. Dekok

Metode ini digunakan untuk memisahkan unsur-unsur yang larut

dalam air dan tahan terhadap pemanasan dimana dengan cara merebus

sampel yang akan digunakan selama 15 menit.

d. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih).

15
e. Perkolasi

Metode ini merupakan metode yang sering digunakan untuk

mengekstrak bahan aktif pembuatan tintura dan ekstrak cairan (Tiwari

et al., 2011).

2.6 Fraksinasi

Tujuan dari tahap fraksinasi adalah untuk memisahkan senyawa

berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda dalam dua pelarut yang memiliki

tingkat kepolaran yang berbeda pula. Fraksinasi dengan ekstraksi cair-cair

dilakukan dengan pengocokan. Prinsip pemisahan pada proses fraksinasi

adalah didasarkan pada perbedaan tingkat kepolaran dan perbedaan bobot

jenis antara dua fraksi (L. Pratiwi, Fudholi, Martien, & Pramono, 2016).

2.7 Bakteri Pada Mulut

Bakteri yang terlibat dalam proses awal melekatnya polikel pada

permukaan gigi antara lain: Streptococcus mutans, Streptococcus oralis,

Streptococcus neisseria, Actinomyces naeslundii, dan bakteri lainnya (Al-

jumaily et al., 2014). Bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri gram

positif (+), bersifat non motil (tidak bergerak), berdiameter 1-2 µm, bakteri

anaerob fakultatif. Memiliki bentuk bulat atau bulat telur, tersusun seperti

rantai dan tidak membentuk spora, tumbuh secara optimal pada suhu sekitar

18oC – 40oC. Bakteri Streptococcus mutans memiliki beberapa faktor

penyebab karies seperti perlekatan terhadap permukaan enamel, produksi

asam metabolit, kapasitas untuk membangun cadangan glikogen dan

kemampuan untuk mensintesis polisakarida ekstraseluler yang terdapat dalam


karies gigi. Biasanya, keberadaan Streptococcus mutans dalam kavitas gigi

diikuti oleh karies setelah 6-24 bulan (Sandi, Bachtiar, & Hidayati, 2015).

2.8 Proses Pengujian Aktivitas Antibakteri

Aktivitas antibakteri dapat diukur secara in vitro untuk menentukan

potensi agen antibakteri dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh

atau jaringan, dan kerentanan mikroorganisme tertentu terhadap obat dengan

konsentrasi tertentu

Pengujian secara in vitro bertujuan untuk mengetahui efektifitas sediaan

terhadap mikroorgnanisme. Beberapa pengujian secara in vitro diantaranya :

2.7.1 Metode Difusi

a. Metode disc diffusion

Metode disc diffusion dilakukan dengan cara piringan yang berisi

agen antimikroba diletakan pada media agar yang telah ditanami

mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area

jernih yang ditimbulkan menunjukkan adanya daya hambat

pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada

permukaan media agar (S. Pratiwi, 2008)

b. E-test

Metode E-test dilakukan dengan menggunakan strip plastik yang

mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi

dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami

mikroorganisme. Area jernih yang ditimbulkan menunjukan kadar

agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme

pada media agar. Metode E-test digunakan untuk mengetahui KHM

17
(Konsentrasi Hambat Minimal) atau MIC (Minimum Inhibitory

Concentration) dari suatu agen antimikroba (S. Pratiwi, 2008).

c. Ditch-plate technique

Metode Ditch-plate technique dilakukan dengan meletakkan

sampel uji yaitu agen antimikroba pada parit yang dibuat dengan cara

memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara

membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah

parit yang berisi agen antimikroba (S. Pratiwi, 2008).

d. Cup-plate technique

Metode Cup-plate technique dilakukan dengan membuat sumur

pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan

pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (S.

Pratiwi, 2008).

e. Gradient-plate technique

Metode Gradient-plate technique konsentrasi agen antimikroba

pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal.

Metode ini dilakukan dengan cara media agar dicairkan dan

ditambahkan larutan uji. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan

petri dan diletakkan pada posisi miring. Kemudian nutrisi kedua

kemudian dituang diatasnya (S. Pratiwi, 2008).

2.7.2 Metode Dilusi

a. Metode dilusi cair/ broth dilution test (serial dilution)

Metode dilusi cair/ broth dilution test dilakukan dengan cara

membuat seri pengenceran antimikroba pada medium cair yang


ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada

kadar terkecil terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji

ditetapkan sebagai KHM (Kadar Hambat Minimum). Larutan yang

ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada

media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba

dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih

setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (S. Pratiwi, 2008).

b. Metode dilusi padat/solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair/ broth dilution test (serial

dilution) tetapi perbedaanya terdapat pada media yang digunakan yaitu

menggunakan media padat (solid) (S. Pratiwi, 2008)

19
BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Maret – Juli 2019 di

Laboratorium Penelitian, Laboratorium Kimia, Laboratorium Biologi,

Laboratorium Teknologi Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimulai dari

penyiapan alat, pengambilan sampel, proses ekstraksi dan fraksinasi,

pembuatan sediaan pasta gigi dan evaluasi sediaan yang telah dibuat.

Evaluasi meliputi uji organoleptis, uji pH, uji homogenitas, uji stabilitas, uji

daya sebar, uji foaming power, uji hedonik dan uji antibakteri.

3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dlam penelitian ini yaitu daun puding,

bakteri Streptococcus mutans, Calcium carbonat, Sodium lauryl sulfat,

Glycerin, Na-CMC, Sacharrine, Metil paraben, Menthol, Aquades,

Kloramfenikol cakram, BAB (Blood Agar Base), etanol 70%, n-heksan,

etil asetat, butanol.

3.3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu: timbangan analitik, pH meter, alat-

alat gelas, tanur, autoklaf, Rotary, Laminar air flow, incubator, oven,

spektrofotometer, Vortex, lemari pendingin, pinset, kawat ose, lampu


spritus, hot plate, pisau, kertas saring, kertas perkamen, tissue, spatel, tube,

lumping, alu, sudip, cawan petri, dan alat-alat umum yang digunakan di

laboratorium.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pengambilan bahan

Daun Puding yang digunakan dalam penelitian diambil dari

Kecematan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Jambi. Bakteri yang

digunakan adalah Streptococcus mutans yang diambil dari Laboratorium

Mikrobiologi ITB.

3.4.2 Determinasi Tumbuhan

Proses determinasi dilakukan di Herbarium Bandungense

Laboratorium Identifikasi dan Determinasi, Sekolah Ilmu dan Teknologi

Hayati, Institut Teknologi Bandung.

3.4.3 Karakterisasi Simplisia

Sampel dibersihkan dari kotoran yang menempel, lalu dikeringkan

pada suhu kamar, kemudian dirajang hingga halus. Kemudian dilakukan

karakterisasi untuk memberikan informasi terhadap spesifikasi terhadap

ciri-ciri tumbuhan yang diteliti dan mencegah pemalsuan simplisia

(Sutomo, Arnida, Hernawati, & Yuwono, 2010).

a. Organoleptik

Daun puding diperiksa secara pengamatan panca indra dari segi

warna, bau, dan rasa, selanjutnya didokumentasikan (Sutomo et al.,

2010).

21
b. Susut Pengeringan.

Sebanyak 1 g sampai 2 g zat uji dalam botol timbang dangkal

tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan

selama 30 menit dan telah ditara. Zat diratakan dalam botol timbang

dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal 5

mm sampai 10 mm, masukan ke dalam lemari pengering, buka

tutupnya, kemudian dikeringkan beserta tutup botolnya pada suhu

1050C hingga bobot tetap. Botol harus segera ditutup jika lemari

pengering dibuka. Botol dimasukkan ke dalam desikator, dibiarkan

dingin sampai suhunya mencapai suhu kamar sebelum ditimbang

(DepkesRI, 2000).

(𝑊1 − 𝑊0) − (𝑊2 − 𝑊0)


𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑋 100%
(𝑊1 − 𝑊0)

Keterangan:

W0 = Berat botol timbang kosong

W1 = Berat botol timbang + simplisia

W2 = Berat botol timbang + hasil pengeringan

c. Kadar sari larut air

Sebanyak 5 g zat uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air

kloroforom LP menggunakan labu bersumbat sambil dikocok selama

6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring.

Sejumlah 20 mL filtrat dituang ke dalam cawan penguap yang telah

ditara, kemudian diuapkan pada penangas air hingga kering. Residu

dipanaskan pada suhu 105oC dioven selama 1 jam, kemudian

dimasukan kedalam desikator dan dibiarkan selama 10 menit,


kemudian ditimbang. Ulangi perlakuan sampai didapatkan bobot yang

konstan. Kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air dihitung

terhadap bobot sampel awal (Krisyanella, Susilawati, & Rivai, 2013).

𝑊2 − 𝑊0 100
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 = 𝑋 100%
𝑊1 − 𝑊0 20

Keterangan:

W0 = Berat cawan kosong

W1 = Berat cawan + simplisia

W2 = Berat cawan + hasil pengeringan

d. Kadar Senyawa Larut Etanol

Sebanyak 5 g zat uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL

etanol 96% menggunakan labu bersumbat sambil dikocok selama 6

jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat

untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 mL filtrat dituang

ke dalam cawan penguap yang telah ditara kemudian diuapkan pada

penangas air hingga kering. Residu dipanaskan pada suhu 105 oC di

oven hingga bobot tetap. Kemudian dimasukkan kedalam desikator

dan didibiarkan selama 10 menit, lalu ditimbang. Ulangi perlakuan

sampai didapatkan bobot yang konstan. Kadar dalam persen senyawa

yang larut dalam etanol dihitung terhadap bobot sampel awal

(Krisyanella et al., 2013).

𝑊2 − 𝑊0 100
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑋 100%
𝑊1 − 𝑊0 20

Keterangan:

W0 = Berat cawan kosong

23
W1 = Berat cawan + simplisia

W2 = Berat cawan + hasil pengeringan

e. Kadar abu

Sebanyak 3 g zat uji yang telah digerus dan ditimbang seksama,

dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara,

diratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis dinginkan dan

timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air

panas, saring dengan kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas

saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat kedalam krus, uapkan,

pijarkan hingga bobot tetap, timbang, hitung kadar abu terhadap bahan

yang telah dikeringkan di udara (DepkesRI, 2000).

(𝑊2 − 𝑊0)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = 𝑋 100%
(𝑊1 − 𝑊0)

Keterangan:

W0 = Berat krus kosong

W1 = Berat krus + simplisia

W2 = Berat krus + hasil pengeringan

3.4.4 Ekstraksi dan Fraksinasi

Ekstraksi daun puding menggunakan metode maserasi dengan cara

simplisia daun puding direndam dengan pelarut etanol 70% dalam botol

gelap selama 5 hari. Setelah 5 hari dikocok dan dilakukan penyaringan

dengan menggunakan kertas saring. Ekstrak cair yang dihasilkan

kemudian diuapkan menggunakan Rotary vakum evaporator sehingga

didapatkan ekstrak kental daun puding (Elmitra & Rikomah, 2018).


Ekstrak kental etanol yang didapat difraksinasi dalam corong pisah,

dengan menambahkan air dan n-heksan (1:2), kemudian dikocok dan

dibiarkan sehingga terbentuk fraksi n-heksan dan ekstrak etanol air, fraksi

n-heksan dipisahkan dari ekstrak etanol air. Kemudian n-heksan diuapkan

dengan Rotary Evaporator dan didapatkan fraksi kental n-heksan.

Kemudian ditimbang dan didapatkan berat fraksi n-heksan (Fajrina,

Jubahar, & Hardiana, 2017).

Ekstrak etanol air selanjutnya difraksinasi dengan etil asetat,

kemudian dikocok dan dibiarkan sehingga terbentuk fraksi etil asetat dan

ekstrak etanol air, fraksi etil asetat dipisahkan dari ekstrak etanol air.

Fraksi etil asetat diuapkan dengan Rotary Evaporator dan didapatkan

fraksi kental etil asetat. Kemudian ditimbang dan didapatkan berat fraksi

etil asetat (Fajrina et al., 2017).

Residu dari etil asetat selanjutnya digabung dengan butanol

kemudian dikocok dan dibiarkan sehingga terbentuk fraksi butanol dan

ekstrak etanol air, fraksi butanol dipisahkan dari ekstrak etanol air. Fraksi

butanol diuapkan dengan Rotary Evaporator dan didapatkan fraksi kental

butanol. Fraksi kental ini kemudian ditimbang dan didapatkan berat fraksi

butanol. Masing-masing fraksi kental di uji aktivitas antibakterinya

(Fajrina et al., 2017).

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖
%𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

25
3.4.5 Karakterisasi Ekstrak

a. Organoleptis

Uji organoleptik dilakukan dengan pengamatan visual terhadap

bentuk, warna dan bau (Najib et al., 2017). Ekstrak kental daun

puding berwarna hijau pekat (Elmitra & Rikomah, 2018)

b. Pemeriksaan Kadar Air

Pemeriksaan kadar air dengan cara gravimetri yaitu dengan

memasukkan kurang lebih 10 g zat dan ditimbang saksama dalam

wadah yang telah ditara. Kemudian dikeringkan pada suhu 1050

selama 5 jam, dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang

pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-

turut tidak lebih dari 0,25% (DepkesRI, 2000; Najib et al., 2017).

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛


𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥 100%

c. Pemeriksaan Kadar Abu

Sebanyak 1 g ekstrak ditimbang (B) dengan seksama ke dalam

krus telah ditimbang dahulu (A0), dipijarkan perlahan-lahan.

Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25ºC sampai

bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator serta ditimbang

berat abu (A1). Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat

sampel awal (Angelina, Amelia, Irsyad, Meilawati, & Hanafi, 2015).

Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran

kandungan mineral internal dan eksternal. Ekstrak dipanaskan pada

suhu tinggi hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan


menguap, hingga tersisa unsur mineral dan unsur organik saja (Utami,

Taebe, & Fatmawati, 2016)

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑏𝑢 + 𝑘𝑟𝑢𝑠 (𝐴1) − 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝐴0)


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 (𝐵)

d. Skrining Fitokimia

1. Uji Saponin.

Sebanyak 500 mg ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi

ditambahkan 10 mL air panas, dinginkan dan kemudian kocok

kuat-kuat selama 10 detik; terbentuk buih yang mantap selama

tidak kurang dari 1 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada

penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (DepkesRI,

1995; Fajrina et al., 2017)

2. Uji Tanin.

Sebanyak 2 mg ekstrak ditambahkan 2 mL Aquadest kemudian

tambahkan FeCl3 1 % terbentuk perubahan warna hijau gelap atau

hijau kebiruan menunjukan adanya tanin (Hanani, 2014).

3. Uji Alkaloid.

Sebanyak 500 mg sampel ditambahkan 1 ml HCl 2 N dan 9 ml air,

dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan

disaring. 3 tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji dan

ditambahkan larutan bourchardat. Terbentuknya endapan

menandakan adanya alkaloid (DepkesRI, 2000).

4. Uji flavonoid

Sebanyak 2 mL larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisa

dilarutkan dalam 1 mL etanol (95 %) P; ditambahkan 0,5 g serbuk

27
magnesium P dan 10 tetes asam klorida P, jika terjadi warna kuning

jingga menunjukkan adanya flavonoid (DepkesRI, 1995; Fajrina et

al., 2017)

3.4.6 Pemeriksaan Bahan Baku

Pemeriksaan bahan baku yang dilakukan yaitu secara organoleptis

dan uji kelarutan. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan literatur pada

buku standar. Untuk bahan kalsium karbonat, gliserin, gom arab, dan

mentol dilihat pada Farmakope V dan untuk bahan Natrium lauril sulfat,

sakarin dan metil paraben dilihat pada HOPE edisi VI)

a. Kalsium karbonat

Berbentuk serbuk, hablur mikro, putih, tidak berbau, tidak berasa,

stabil diudara. Praktis tidak larut dalam air (DepkesRI, 2014).

b. Natrium Lauril Sulfat

Masa seperti krim, berwarna putih atau kuning pucat, bau lemah dan

khas. Mudah larut dalam air (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009)

c. Gliserin

Merupakan cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, rasa manis,

higroskopis. Dapat dicampur dengan air dan etanol (DepkesRI, 2014)

d. Gom Arab

Berbentuk butiran, bulat seperti ginjal atau bulat telur, warna putih

kekuningan, kuning atau coklat muda, kadang-kadang berwarna

merah muda, buram atau berwarna agak putih atau tidak berbau.

Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (DepkesRI,

2014).
e. Sakarin

Pemerian serbuk hablur, putih, tidak berbau atau agak

aromatic, sangat manis. Larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 50

bagian etanol (95%) P (Rowe et al., 2009)

f. Metil Paraben

Pemerian serbuk hablur, putih, hampir tidak berbau, tidak

memunyai rasa, kemudian agak membakar, diikuti rasa tebal. Sukar

larut dalam air, mudah larut dalam etanol (Rowe et al., 2009).

g. Mentol

Pemerian hablur berbentuk jarum atau prisma, tidak berwarna,

bau tajam seperti minyak permen, rasa panas dan aromatik diikuti rasa

dingin. Sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (95%)

P (DepkesRI, 2014).

3.4.7 Rencana formulasi Pasta Gigi

Pembuatan pasta gigi fraksi aktif daun puding diawali dengan Gom

Arab dikembangkan dengan air panas sebanyak 15 mL di dalam lumpang

panas (massa 1). Sakarin ditempat lain dengan air panas sebanyak 5 mL

(massa 2). Ditempat terpisah lain dilarutkan mentol dan metil paraben

dengan 20 tetes alkohol (massa 3), fraksi daun puding dilarutkan dalam 2

ml air kemudian di tambah dengan gliserin (massa 4), sedangkan ditempat

lain dilarutkan natrium lauril sulfat sebanyak sisa air (massa 5). Campur

massa 1, 2, 3, 4 dan 5 secara satu persatu dan aduk hingga homogen,

campuran ditambahkan ke kalsium karbonat sedikit demi sedikit dalam

29
lumpang gerus hingga homogen. Setelah homogen sediaan pasta

dimasukan ke tube untuk di evaluasi.

Tabel 2. Rencana Formula Basis Pasta Gigi

Nama Bahan Komposisi (%)


F0 F1 F2 F3
Fraksi aktif daun puding 0 0,01 0,025 0,05
Kalsium karbonat 60 60 60 60
Na-Lauril Sulfat 1,5 1,5 1,5 1,5
Gliserin 4 4 4 4
Gom Arab 5 5 5 5
Sakarin 0,3 0,3 0,3 0,3
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1 0,1
Mentol 1,5 1,5 1,5 1,5
Alkohol q.s q.s q.s q.s
Aquadest 27,6 27,6 27,5 27,5
Berat Total Sediaan 100 100 100 100

3.4.8 Evaluasi Pasta Gigi

a. Uji Organoleptis

Pengamatan organoleptik pasta gigi meliputi bentuk, warna, dan

aroma yang diamati secara obyektif. Pengamatan ini bertujuan untuk

melihat terjadinya perubahan secara signifikan pada sediaan yang

telah dibuat (Afni et al., 2015).

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan

pasta gigi sebanyak 1 gr yang akan diuji pada sekeping kaca atau

bahan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak menunjukkan butiran kasar (Warnida et al., 2016).


c. Uji Penentuan pH

Uji pH dilakukan dengan melarutkan sediaan pasta (1 gram)

dengan aquades 10 ml dalam gelas beaker. Aduk sampai terbentuk

suspensi. Hitung pH dengan alat pH meter. Sebelumnya dilakukan

kalibrasi dengan larutan buffer di 4,5 – 10 (Mahdalin et al., 2017).

d. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar adalah pengujian yang berguna untuk mengetahui

seberapa besar sebaran pasta jika diaplikasikan pada sikat gigi.

Kemampuan menyebar adalah karakteristik penting dalam formulasi,

karena mempengaruhi transfer bahan aktif pada daerah target dengan

dosis yang tepat, kemudahan penggunaan, tekanan yang diperlukan

agar dapat keluar dari kemasan, dan penerimaan oleh konsumen

(Mahdalin et al., 2017). Pasta ditimbang sebanyak 1 gram kemudian

diletakkan ditengah-tengah plastik transparan yang dibawahnya

terdapat kertas garfik, kemudian ditutup dengan plastik lain yang telah

ditimbang beratnya terlebih dahulu, didiamkan selama 1 menit.

Kemudian diukur diameter sebar sampel. Setelah itu ditambah beban

dengan berat 2 gram dan didiamkan selama 1 menit, kemudian diukur

diameter sebarnya. Dilakukan perlakuan yang sama secara terus-

menerus pada beban 4 dan 6 gram, kemudian diukur (Ismail, Ningsi,

& Tahar, 2014).

e. Uji Kekuatan busa (Foaming Power)

Uji pembentukan busa dilakukan dengan cara membuat larutan

1% dari berbagai konsentrasi pasta gigi ekstrak daun Puding dalam

31
air. Kemudian dimasukan kedalam gelas ukur berpenutup, lalu

dikocok selama 1 menit. Kemudian mengukur tinggi busa yang

terbentuk (Afni et al., 2015).

f. Uji Stabilitas

Uji stabilitas dilakukan untuk melihat pengaruh suhu terhadap

pasta gigi selama penyimpanan pada dua suhu yang berbeda yaitu

pada suhu 4°C, suhu ruangan, dan suhu 45°C selama 28 hari. Setiap 7

hari dilakukan pengujian organoleptis, pH, daya sebar serta uji

aktivitas sediaan pasta gigi (Warnida et al., 2016).

g. Uji Hedonik

Uji tingkat kesukaan dilakukan pada 20 orang dengan kriteria

sebagai berikut : jenis kelamin laki-laki atau perempuan, usia 17-25

tahun. Aspek yang dinilai meliputi parameter rasa, tekstur, aroma, dan

homogenitas sediaan pasta gigi. Penilaian untuk masing-masing pasta

gigi antara lain: sangat suka, suka, tidak suka. Bobot parameter

tersebut adalah: sangat suka = 4, suka = 3, agak suka = 2, tidak suka =

1. Pengukuran hedonik berfungsi untuk melakukan penilaian apakah

seseorang menyukai suatu produk atau tidak (Zulfa & Andriani,

2017).

3.4.9 Uji Antibakteri

a. Sterilisasi

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian dengan mikroorganisme

hrus disterilkan terlebih dahulu. Untuk alat-alat yang tidak tahan panas

kering disterilkan dalam autoklaf selama 1 jam pada suhu suhu 1210C.
Alat-alat yang tahan panas disterilkan dalam oven pada suhu 160 oC -

170oC selama 1-2 jam. Untuk kawat ose dan pinset disterilkan dengan

cara dipijarkan pada nyala api bunsen sampai merah pijar (Kharisma

& Manan, 2012).

b. Pembuatan Media Uji

Adapun media pertumbuhan bakteri yang digunakan dalam penelitian

ini berupa media NB (Nutrient Broth), Sebanyak 1,3 g NB (Nutrient

Broth) dilarutkan di dalam aquadest sebanyak 100 mL, kemudian

diaduk sambil dipanaskan hingga mendidih lalu disterilisasi. Media

untuk pengujian antibakteri digunakan media MHA (Mueller Histon

Agar). Dalam pembuatan media MHA ditimbang sebanyak 3,8 g

kemudian dilarutkan dalam 100 mL aquadest, diaduk sambil

dipanaskan sampai larut dan di sterilisasi, lalu dinginkan kurang lebih

selama 15 menit sebelum dituangkan menjadi media (Sari et al.,

2016).

c. Peremajaan Bakteri Uji

Peremajaan bakteri uji bertujuan untuk merawat bakteri agar tetap

dalam keadaan baik (Kurian & Geetha, 2015). Peremajaan dilakukan

dengan media NB yang ditanam dengan bakteri uji yang diinkubasi

pada suhu 37oC- 38oC selama 24 jam. Kemudian dilakukan

pengukuran transmitan 25% dengan spektrofotometer pada Panjang

gelombang 600 nm.

33
d. Identifikasi Bakteri Uji

Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan pewarnaan gram

menurut (Muhtar, Fatimawali, & Bodhi, 2017) dengan tahapan

sebagai berikut :

1. Kaca objek dibersihkan dengan kapas yang telah diberi alkohol

lalu diberi label. Biakan bakteri pada media agar miring diambil

dengan menggunakan jarum ose, kemudian ditotol pada bagian

tengah kaca objek

2. Preparat selanjutnya diberikan satu tetes aquades kemudian

difiksasi diatas lampu bunsen.

3. Kemudian preparat diberikan satu tetes larutan cristal violet dan

dibiarkan selama 1 menit, lalu dicuci dengan air mengalir lalu

dikeringkan dengan kertas tisu.

4. Kemudian preparat diberikan satu tetes larutan lugol dan

dibiarkan selama 1 menit, lalu dibilas dengan alkohol kemudian

dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan kertas tisu

(jangan digosok)

5. Setelah itu, diberikan satu tetes larutan safranin selama 1 menit

dan dicuci kembali dengan air mengalir dan dikeringkan dengan

kertas tisu

6. Preparat kemudian diberikan minyak imersen lalu diperiksa

dibawah mikroskop pada perbesaran 400 kali.

Bakteri yang tetap berwarna ungu meskipun disertai pewarna oleh

zat warna kontras merupakan bakteri gram positif. Sedangkan bakteri


yang tidak dapat menahan zat warna setelah dikolorisasi dengan

alkohol akan menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pewarnaan

dengan warna kontras akan berubah sesuai dengan zat warna kontras

(merah muda), bakteri tersebut merupakan bakteri gram negatif

(Muhtar et al., 2017).

Metode lain adalah dengan agar darah, karena pada pemeriksaan

bakteri menggunakan agar darah dilakukan untuk membedakan

mikroorganisme berdasarkan kemampuang menghemolisis sel darah

merah pada media. Cara kerjanya adalah dengan menggunakan media

BAB (Blood Agar Base) sebanyak 2,4 g ditambahkan darah steril 3 ml

dilakukan secara aseptis kemudian dituangkan pada cawan lalu

digoreskan koloni bakteri (Kurian & Geetha, 2015).

e. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri yang telah diremajakan diambil 1 ose dan dicampurkan

dengan 10 mL media NB steril kemudian dihomogenkan

menggunakan vortex dan diinkubasi selama 18-24 jam dan dilakukan

pengukuran transmitan dengan spektrofotometer pada Panjang

gelombang 600 nm.

f. Uji Aktivitas Antibakteri

Metode difusi baik digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas

antibakteri pasta gigi sesuai standar Komite Nasional untuk Standar

Laboratorium Klinis (Mangilal & Ravikumar, 2016). Uji aktivitas

antibakteri dari ekstrak tumbuhan dilakukan dengan Media Mueller

Hinton Agar yang telah steril dituang kedalam beberapa cawan petri.

35
Masing-masing cawan petri dimasukkan media ± 20 mL dan dibiarkan

dingin serta memadat. Suspensi bakteri Streptococcus mutans

sebanyak 100 µL diinokulasikan pada seluruh permukaan media

dengan menggunakan batang L. Pada masing-masing media yang

telah di inokulasikan Streptococcus mutans dibuat 4 sumur (lubang)

menggunakan pipa pelubang media.

Uji antibakteri fraksi daun puding dilakukan dengan larutan fraksi

yang konsentrasinya berbeda sebanyak 20 µL dimasukkan kedalam

media cakram, sebagai kontrol positif (+) yaitu cakram kloramfenikol,

dan control negatif (-) yaitu aquades sebanyak 10 µL.

Untuk uji antibakteri pasta gigi fraksi daun puding dimasukkan

kedalam media sumuran 10 mg sesuai dengan konsentrasi formula

pasta gigi. Inkubasi cawan petri selama 24 jam pada suhu 370C.

Kemudian setelah diinkubasi dilakukan pengukuran zona hambat dari

fraksi daun puding dan pasta gigi antibakteri fraksi aktif daun puding.

3.5 Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan pengolahan

data menggunakan metode Strandar Deviasi. Standar Deviasi adalah nilai

ststistik yang digunakan untuk menentukan bagaimana sebaran data dalam

sampel, dan seberapa dekat titik data individu ke rata-rata sampel. Pada

metode ini menjelaskan statistik Standar Deviasi untuk menganalisa pH,

daya sebar, daya hambat dan evaluasi lainnya yang dilakukan sebanyak 3

kali pengulangan.
3.6 Jadwal Pelaksanaan

Tabel 4. Jadwal kegiatan

Bulan ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5
1 Persiapan/pelaksanaan
penelitian
2. Pengolahan Data
3. Penulisan skripsi/makalah
seminar
4. Persiapan seminar hasil
5. Penyempurnaan skripsi
dan persiapan ujian akhir
6. Ujian akhir

37
DAFTAR PUSTAKA

Afni, N., Said, N., & Yuliet. (2015). Uji Aktifitas Antibakteri Pasta Gigi Ekstrak
Biji Pinang (Areca catechu L . ) Terhadap Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus. Galenika Journal of Pharmacy ISSN : 2442-8744,
1(1), 48–58. https://doi.org/10.1081/JDI-200037149

Al-jumaily, E. F. A., Al-seubehawy, H. M. Z., & Al-toraihy, F. A. (2014).


Isolation and Identification of Streptococcus mutans ( H5 ) produced
glucosyltransferase and cell-associated glucosyltransferase isolated from
dental caries. International Journal of Current Microbiology and Applied
Sciences, 3(6), 850–864.

Andiyani, R., Yuniarni, U., & Mulyanti, D. (2015). Uji Efektivitas Ekstrak Daun
Wungu (Graptophyllum Pictum (L.) Griff) sebagai Penyembuh Luka. In
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)
(pp. 11–12). Bandung.

Angelina, M., Amelia, P., Irsyad, M., Meilawati, L., & Hanafi, M. (2015).
Karakterisasi Ekstrak Etanol Herba Katumpangan Air (Peperomia pellucida
L . Kunth). Jurnal Biopropal Industri, 6(2), 53–61.

Daud, N. S., Desi, S. A., & Ifaya, M. (2016). Formulating Toothpaste From Infuse
Of Guava Leaves (Psidium guajava Linn .) With Variation Concentration Of
Na . Cmc As A Binder. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1(1), 42–49.

DepkesRI. (1995). Materia medika indonesia (4th ed.). Jakarta: Direktorat


Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.

DepkesRI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

DepkesRI. (2014). Farmakope Indonesia (5th ed.). Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Determinasi ITB. (2019). Determinasi Tumbuhan. Bandung.

Elmitra, & Rikomah, S. E. (2018). Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun
Puding Hitam (Graptophyllum Pictum (L.) Griff). Jurnal Katalisator, 3(1),
43–52.

Enti, S., Rikomah, Yuska, N. yanti, & Wahyu, J. (2017). Uji Daya Hambat
Ekstrak Etanol Daun Puding Hitam (Graptophylum pictum L . Giff ) pada
Perpada Pertumbuhan Bakteri. Jurnal Sains Dan Teknoligi Farmasi, 19(01),
22–26. https://doi.org/0.4103/0973-1482.148700

Fajriani, & Andriani, J. N. (2014). Reduction of Salivary Streptococcus mutans


Colonies in Children After Rinsing with 2 . 5 % Green Tea Solution. Journal
of Dentistry Indonesia, 21(3), 79–84. https://doi.org/10.14693/jdi.V21i3.211
Fajrina, A., Jubahar, J., & Hardiana, N. (2017). Uji Aktivitas Fraksi Dari Ekstrak
Akar Kangkung (Ipomoea aquatica Forssk.) Terhadap Bakteri Streptococcus
mutans. Jurnal Farmasi Higea, 9(2).

Hanani, E. (2014). Analisis Fitokimia. Buku Kedokteran EGC.

Ismail, I., Ningsi, S., & Tahar, N. (2014). Pengaruh Jenis Pengikat Terhadap Sifat
Fsiska Sediaan Serbuk Masker Wajah Kulit Buah Semangka (Citrullus
vulgaris Schrad). Jurnal Farmasi Fik Uinam, 2(2), 80–86.

Jiangseubchatveera, N., Liawruangrath, S., Teerawutgulrag, A., Santiarworn, D.,


Pyne, S. G., & Liawruangrath, B. (2017). Phytochemical screening , phenolic
and flavonoid contents, antioxidant and cytotoxic activities of
Graptophyllum pictum ( L .) Griff. Chiang Mai Journal Science, 44(1), 193–
202.

Kharisma, A., & Manan, A. (2012). Kelimpahan Bakteri Vibrio Sp. Pada Air
Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sebagai Deteksi Dini
Serangan Penyakit Vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 4(2),
129–134.

Kristina, N. N., Mardiningsih, T. L., & Balittro. (2008). Keragaman Tanaman


Handeuleum (Grapthophyllum pictum) Handeuleum. Warta Penelitian dan
Pengembahan Tanaman Industri (2nd ed., Vol. 14). Bogor.

Krisyanella, Susilawati, N., & Rivai, H. (2013). Pembuatan Dan Karakterisasi


Serta Penentuan Kadar Flavonoid Dari Ekstrak Kering Herba Meniran
(Phyllanthus niruri L. ). Jurnal Farmasi Higea, 5(1).

Kurian, M., & Geetha, R. V. (2015). Effect Of Herbal And Fluoride Toothpaste
On Streptococcus Mutans- A Comparative Study. Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research, 7(10), 864–865.

Ma’ruf, A., Supriadi, & Nuryanti, S. (2016). Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa
oleifera L.) Sebagai Pasta Gigi. Jurnal Akademika Kimia, 5(May), 61–66.

Mahdalin, A., Widarsih, E., & Harismah, K. (2017). Pengujian Sifat Fisika dan
Sifat Kimia Formulasi Pasta Gigi Gambir dengan Pemanis Alami Daun
Stevia. In urecol (University Research Colloquium) (Vol. 6, pp. 135–138).
Magelang.

Mangilal, T., & Ravikumar, M. (2016). Preparation And Evaluation Of Herbal


Toothpaste And Compared With Commercial Herbal Toothpastes : An
Invitro Study. International Journal Of Ayurvedic and Herbal Medicine, 3,
2266–2273.

Muhtar, R., Fatimawali, & Bodhi, W. (2017). Identifikasi dan uji sensitivitas
bakteri pada plak gigi pasien di puskesmas ranotana weru manado terhadap
antibiotik golongan penisilin dan kuinolon. Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(3), 37–
45.

39
Najib, A., Malik, A., Ahmad, A. R., Handayani, V., Syarif, R. A., & Waris, R.
(2017). Standarisasi Ekstrak Air Daun Jati Belanda Dan Teh Hijau. Jurnal
Fitofarmaka Indonesia, 4(2), 241–245.

Oroh, E. S., Posangi, J., & Wowor, V. N. S. (2015). Perbandingan Efektivitas


Pasta Gigi Herbal Dengan Pasta Gigi Non Herbal Terhadap Penurunan
Indeks Plak Gigi. Jurnal E-GIGI, 3(2). https://doi.org/10.1007/BF00713109

Pratiwi, L., Fudholi, A., Martien, R., & Pramono, S. (2016). Ethanol Extract ,
Ethyl Acetate Extract , Ethyl Acetate Fraction , and n-Heksan Fraction
Mangosteen Peels (Garcinia mangostana L.) As Source of Bioactive
Substance Free-Radical Scavengers. Journal of Pharmaceutical Sciences and
Clinical Research, (01), 71–82.

Pratiwi, S. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. (2009). Handbook od


pharmaceutical excipients (6th ed.). London. Chicago: Pharmaceutical Press.
https://doi.org/10.1016/S0168-3659(01)00243-7

Sandi, I. M., Bachtiar, H., & Hidayati. (2015). Perbandingan Efektivitas Daya
Hambat Dadih Dengan Yogurt Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus
mutan. Jurna B-Dent, 2(2), 89–93.

Sari, D. P., Pangemanan, D. H. C., & Juliatri. (2016). Uji daya hambat ekstrak
alga coklat (Padina australis Hauck ) terhadap pertumbuhan bakteri
Porphyromonas gingivalis secara in vitro. Jurnal E-GiGi (EG), 4(2), 140–
144.

Singh, P., Khosa, R. L., Mishra, G., & Tahseen, M. A. (2015). A


phytopharmacological review on Justicia picta (Acanthaceae ): A well
known. Journal of Coastal Life Medicine, 3(December), 1000–1002.
https://doi.org/10.12980/jclm.3.2015jclm-2015-0054

Sudaryanto, Herwanto, T., & Putri, S. H. (2016). Aktivitas Antioksidan Pada


Minyak Biji Kelor (Moringa Oleifera L.) Dengan Metode Sokletasi
Menggunakan Pelarut N-Heksan, Metanol Dan Etanol. Jurnal Teknotan,
10(2), 16–21.

Sutomo, Arnida, Hernawati, F., & Yuwono, M. (2010). Kajian farmakognostik


simplisia daun karamunting asal pelaihari Kalimantan Selatan. Jurnal Sains
Dan Terapan Kimia, 4(1), 2010.

Tiwari, P., Kumar, B., Mandeep, K., Kaur, G., & Kaur, H. (2011). Phytochemical
Phscreening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica
Sciencia Journal, 1(1), 98–106. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-
0-12-800018-2.00009-1

Utami, Y. P., Taebe, B., & Fatmawati. (2016). Standardisasi Parameter Spesifik
Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus alba L .) Asal
Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan. Journal of Pharmaceutical
and Medidinal Science, 1(2), 48–52.

Verawati, Nofiandi, D., & Petmawati. (2017). Kadar Fenolat Total Dan Aktivitas
Antioksidan Daun Salam (Syzygium polyanthum ( Wight ) Walp .). Jurnal
Katalisator, 2(2), 53–60.

Wahyuningtyas, E. (2005). The Graptophyllum pictum extract effect on acrylic


resin complete denture plaque growth. Journal Dental, 38(4).

Warnida, H., Juliannor, A., & Sukawaty, Y. (2016). Formulation of Bawang


Dayak (Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb.) Extract into a Gel Toothpaste.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 3(1), 42–49. Retrieved from
http://jsfkonline.org/index.php/jsfk/article/view/98

Zulfa, E., & Andriani, R. (2017). Uji Tanggap Rasa Pasta Gigi Kombinasi
Triklosan- Ekstrak Etanol Daun Suji (Pleomele angustifolia N . E Bron )
dengan Bahan Pengikat CMC-Na. Jurnal Pharmascience, 04(02), 142–146.

41
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Penelitian

Persiapan Sampel Simplisia Daun Puding


Determinasi tumbuhan
(Graptophylum Pictum)

Karakterisasi Simplisia

Ekstraksi dan fraksinasi Daun Puding

Karakterisasi ekstrak

Skrining Fitokimia

Uji Aktivitas Antibakteri ekstrak dan


Fraksi- fraksi

Pemeriksaan Bahan Baku Dan Identifikasi


Bakteri S. Mutans

Formulasi Pasta Gigi Antibakteri


Analisis Data
Evaluasi sediaan :

1. Uji Organoleptis
2. Uji pH
3. Uji Homogenitas
4. Uji Daya Sebar
5. Uji Stabilitas
6. Uji Foaming power
7. Uji Hedonik
8. Uji Antibakteri

Gambar 2. Skema kerja


Lampiran 2. Skema Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel

Simplisia

Maserasi menggunakan etanol 70%

Maserat/Ekstrak cair

diuapkan menggunakan Rotary

Ekstrak kental

Dilakukan pemisahan metode ECC

(Ekstrak + air) + n- heksan (1:2)

Fraksi n- heksan Ekstrak + air

+ etil asetat

Ekstrak + air Fraksi etil asetat

+ butanol

Fraksi butanol Ekstrak + air

Gambar 3. Skema proses ekstraksi dan fraksinasi

43

Anda mungkin juga menyukai