Anda di halaman 1dari 3

1.

Apoteker di dalam memahami hukum farmasi dapat melihat unsur hukum yang
esensial dalam penerapan praktik kefarmasian. Unsur hukum yang esensial
meliputi:
   Normative, berkesinambungan, dan pengadilan 
   Normative dan regularity
   Normative, regularity, pengadilan, dan penegakan hukum
   Normative, regularity, dan pengadilan
   Pengadilan dan penegakkan hukum

2. Berdasarkan teori hukum dikenal Human Rights dan Fundamental Rights.


Dikatakan Human Rights bila:
   Hak tersebut sudah dimasukkan dalam konstitusi suatu negara
   Hak tersebut belum dimasukkan dalam konstitusi suatu negara
   Tidak ada perbedaan antara Human Rights dan Fundamental Rights
   Bila terdapat masalah diselesaikan menurut hukum yang berlaku
   Dituliskan dalam undang-undang tentag kesehatan suatu negara hak atas
kesehatan

3. Hukum farmasi merupakan bagian dari ilmu hukum. Berdasarkan teori etis tujuan
hukum adalah:
   Keadilan distributiva
   Keadilan kommutativa
   Keadilan distributive dan keadilan kommutativa
   Kesejahteraan
   Kebutuhan dapat terpenuhi

4. Ratu Corona, S.Farm., Apt., adalah seorang apoteker yang melakukan praktik
kefarmasian di industri Farmasi PT. Covid Farma dan telah memiliki SIPA.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, SIPA yg telah
dimiliki oleh Ratu Corona, S.Farm., Apt.:
   Hanya berlaku di industri Farmasi PT. Covid Farma.
   berlaku juga jika yang bersangkutan melakukan praktik kefarmasian di sebuah
Apotek.
   berlaku juga jika yang bersangkutan melakukan praktik kefarmasian di 2 (dua)
apotek.
   berlaku juga jika yang bersangkutan melakukan praktik kefarmasian di Klinik.
   berlaku juga jika yang bersangkutan melakukan praktik kefarmasian di
Puskesmas.

5. Berdasarkan Permenkes No. 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan


Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan juncto Permenkes No.
006 Tahun 2011 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, Usaha Kecil Obat
Tradisional adalah usaha obat tradisional yang dapat:
   Membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan
tablet.
   Membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali sediaan efervesen.
   Hanya boleh membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel,
pilis, cairan obat luar dan rajangan.
   Membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali sediaan tablet dan
efervesen.
   Membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali sediaan tablet,
efervesen, suppositoria, dan kapsul lunak.  

6. Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker


penanggung jawab dalam fasilitas produksi sediaan farmasi dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian serta harus:
   Menetapkan dan menerapkan pedoman cara pembuatan yang baik.
   Menetapkan dan menerapkan standar prosedur operasional.
   Menetapkan dan menerapkan farmakovigilans.
   Menetapkan dan menerapkan pedoman cara produksi yang baik.
   Menetapkan dan menerapkan administrasi pengadaan bahan obat yang baik.

7. Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker


penanggung jawab dalam fasilitas produksi sediaan farmasi dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian serta harus:
   Menetapkan dan menerapkan pedoman cara pembuatan yang baik.
   Menetapkan dan menerapkan standar prosedur operasional.
   Menetapkan dan menerapkan farmakovigilans.
   Menetapkan dan menerapkan pedoman cara produksi yang baik.
   Menetapkan dan menerapkan administrasi pengadaan bahan obat yang baik.

8. Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang


termasuk sebagai fasilitas produksi sediaan farmasi adalah:
   Industri farmasi, usaha kecil obat tradisional, dan industri kosmetika.
   Industri farmasi, usaha mikro obat tradisional, dan industri kosmetika.
   Industri farmasi, industri obat tradisional, dan industri kosmetika.
   industri obat tradisional, usaha kecil obat tradisional, dan industri kosmetika.
   industri obat tradisional, usaha mikro obat tradisional, dan industri kosmetika.

9. Masyarakat dalam melakukan hubungan hukum dengan seorang apoteker yang


menjalankan praktik profesinya didasarkan pada adanya:
   Kepercayaan
   Pemberian obat dengan harga murah
   Apoteker senantiasa mengikuti petunjuk dokter
   Apoteker memiliki obat yang lengkap
   Toko obat letaknya sangat jauh
10. Dalam membahas tujuan keberadaan hukum farmasi tidak terlepas dari tujuan
hukum. Tujuan hukum berdasarkan teori utilistis ditujukan untuk:
   Keadilan distributiva
   Keadilan kommutativa
   Kesejahteraan dan kemanfaatan
   Keadilan dan kemanfaatan
   Keadilan distributiva dan keadilan commutativa

11. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, setiap Tenaga
Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib
memiliki izin dalam bentuk Surat Izin Praktik yang diterbitkan oleh:
   Menteri Kesehatan.
   Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
   Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
   Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
   Komite Farmasi Nasional atas nama Menteri Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai