Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN APOTEK
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek pada Pasal 1
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu
dimana

dilakukan

usaha-usaha

dalam

Bidang

Farmasi

dan

Pekerjaan

Kefarmasian.
Peraturan Pemerintah (PP) tersebut kemudian dirubah dengan keluarnya PP
No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek
menjadi Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat.
Permenkes No. 922 Tahun 1993 menyebutkan tentang ketentuan dan tatacara
pemberian izin apotik.
Pasal 1 ayat (a) :
Apotek adalah tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran

perbekalan

farmasi,

perbekalan

kesehatan

lainnya

kepada

masyarakat.
Pasal1 ayat (i) :
Perbekalan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat
tradisional), bahan obat asli Indoneia (bahan obat tradisional), alat kesehatan dan
kosmetik.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 Tahun 2002 maupun KepMenKes
No. 1027 Tahun 2004 merupakan tentang perubahan dari peraturan sebelumnya
yaitu PerMenKes No. 922/ MenKes/ Per/ X/ 1993 Apotek adalah tempat tertentu
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh Apoteker.

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonsia No. 35 Tahun 2014


Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker.
2.2 TUGAS DAN FUNGSI APOTEK
Tugas dan fungsi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
1980 Pasal 2 adalah :
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Pada PP NO. 51 Tahun 2009, mengenai tugas dan fungsi apotek ada sedikit
perubahan dan penambahan dari peratura sebelumnya, yaitu :
1. Tempat pengabdian profsi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi
antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
5. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.3 STRUKTUR ORGANISASI APOTEK


Struktur organisasi Apotek adalah bagan yang menggambarkan pembagian
tugas, koordinasi, kewenangan dan fungsi, yang dapat menentukan hubungan
wewenang

antara

kedudukan

seseorang

dengan

kewajibannya

untuk

melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam rangka mencapai tujuan secara efektif


dan efisien. Agar manajemen Apotek dapat berjalan dengan baik maka struktur
organisasi harus disusun dengan baik dan tepat.
2.4 PERATURAN PERUU APOTEK
Beberapa ketentuan umum tentang perapotekan sesuai dengan keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MenKes/ SK/ X/ 2002 Pasal 1 :
1. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat.
2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus mengucapkan sumpah
jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai apoteker.
3. Surat Izin Apoteker (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri
Kesehatan kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek ditempat tertentu.
4. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang diberi SIA.
5. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping
APA atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
6. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA
tersebut tidak ada lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah
memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
7. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai
Asisten Apoteker.
8. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter
hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan
atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien.
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan dan kosmetika.
10. Alat kesehatan adalah instrument aparatus, mesin, implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,

menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta


pemulihan kesehatan pada manusia atau untuk membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
11. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
12. Perlengkapan apotek adalah semua bahan yang dipergunakan untuk
melaksanakan pengelolaan apotek.
13. Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah bentuk pelayanan
dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan
kefarmasian untuk meningkatkaan kualitas hidup pasien.
14. Medication Record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
15. Medication Error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang
sebetulnya dapat dicegah.
16. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah
yang berkaitan dengan obat dan pengobatan.
17. Pelayanan residensisal (home Care) adalah pelayanan apoteker sebagai
care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.
Dalam PP No. 51 Tahun 2009 dijelaskan mengenai sedikit penambahan dan
perubahan pada keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MenKes/ SK/ X/
2002 tentang ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan :
1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan

Farmasi,

pengamanan,

pengadaan,

penyimpanan,

dan

pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas


resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
2. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan

10

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan


pasien.
5. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analisis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten
Apoteker.
6. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktek profesi
kefarmasian secara baik.
8. Standart Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk
operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan
pelayanan kefarmasian.
10. Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di
Indonesia.
11. Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
12. Surat Tanda Regristrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Mentri kepada Apoteker yang telah
diregristrasi.
13. Surat Tanda Regristrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat
STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Mentri kepada Tenaga
Teknis Kefarmasian yang telah diregristrasi.
14. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian ada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
15. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan
kepada

Apoteker

dan

Tenaga

Teknis

Kefarmasian

untuk

dapat

melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas


distribusi atau penyaluran.

11

Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang Ketenuan dan Tata Cara


pemberian Izin Apotek menurut pasal 7 KepMenKes No. 1332/ MenKes/ SK/ X/
2002 adalah sebagai berikut :
1.

Permohonan izin apotek ditujukan kepada kepala Dinas Kesehatan

2.

Kabupaten/ Kota dengan menggunakan formulir model APT-1.


Dengan menggunakan formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima
permohonan, dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Badan POM
untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk

3.

melakukan kegiatan.
Selambat-lambatnya 6 hari setelah permintaan bantuan teknis dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau Kepala Badan POM
melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh

4.

formulir APT-3.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan 3 tidak
dilaksanakan, Apoteker. Permohon dapat membuat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

5.

menggunakan contoh formulir APT-4.


Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat 3, atau pernyataan yang
dimaksud dalam ayat 4, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh

6.

formulir APT-5.
Dalam hal pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau
Kepala Badan POM dimaksud ayat 3 masih belum memenuhi syarat
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dalam waktu 12 hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh

7.

formulir model ATP-6.


Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 6,
Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal
Surat Penundaan.

12

Menurut KepMenKes 1332/ MenKes/ SK/ X/ 2002, persyaratan Apotek yaitu :


untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker bekerjasama dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang
merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
1. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komonditi yang lain diluar sediaan farmasi.
2. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komonditi yang lain diluar
sediaan farmasi.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian Apotek adalah :
1. Lokasi dan Tempat
Jarak antara Apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap
mempertimbangkan segi beli penduduk disekitar Apotek, kesehatan
lingkungan,

keamanan

dan mudah

dijangkau

masyarakat

dengan

kendaraan.
2. Bangunan
Bangunan Apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang
cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan kesehatan dibidang farmasi.
Bangunan di apotek sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Ruang tunggu
b. Ruang Administrasi dan ruang kerja apoteker
c. Ruang penyimpanan obat
d. Ruang peracikan dan penyerahan obat
e. Tempat pencucian obat
f. Kamar mandi dan toilet.
Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi
syarat kesehatan, penerangan yang baik, ventilasi dan sistem sanitasi yang
baik dan memenuhi syarat hygenies, papan nama yang memuat nama
apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor Surat Izin Apoteker,
nomor telpon apotek.
3. Perlengkapan
Perlengkapan apotek yang harus dimiliki yaitu:
a. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir,
gelas ukur dan alat lainnya.

13

b. Pelengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti


lemari obat dan lemari pendingin,
c. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket, dan plastik pengemas.
d. Tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika dan bahan
beracun.
e. Buku Standar Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat
Indonesia, Daftar Pelaporan Harga Obat, serta kumpulan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.
f. Alat Administratif, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi,
salinan resep, dan lain-lain.
Peraturan perundang-undangan yang diberlakukan pertama kali adalah No. 26
Tahun 1965 tentang pengelolaan dan perijinan apotek. Disempurnakan dengan
dikeluarkannya

PP No. 25 Tahun 1980 yang disertai dengan petunjuk

pelaksanaannya dengan PerMenKes No. 26 Tahun 1982 disertai dengan SK


MenKes No. 278 tahun 1981 tentang persyaratan apotek dan SK MenKes No. 280
Tahun 1981 tentang ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek.
Deregulasi bidang farmasi khususnya perihal apotek dimulai dengan ditetapkan
PerMenKes No. 922/ MenKes/ Per/ X/ 1993 yang kemudian disempurnakan
dengan PerMenKes No. 1332/ MenKes/ Per/ X/ 2002. Adanya keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1332/ MenKes/ SK/ X/ 2002 tentang perubahan atas
PerMenKes RI No.922/ MenKes/ Per/ X/ 1993 tentang ketentuan dan tata cara
pemberian izin apotek.
2.5 PENGEGOLONGAN OBAT
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak
membahayakan bagi si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan, atau
dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam
daftar narkotik, psikotropik, obat keras, ataupun obat bebas terbatas dan
sudah terdaftar di Depkes RI. Penandaan obat bebas diatur berdasarkan
S.K MenKes RI Nomor 2380/ A/ SK/ 1983 tentang tanda khusus untuk
obat bebas dan obat bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu
lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh :

14

Vitamin-vitamin, New Diatabs, Minyak Kayu Putih, Obat batuk hitam,


Obat batuk putih, Paracetamol dan lain-lain.

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas


2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan
kepada pemakainya tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas adalah obat
yang masuk dalam daftar W singkatan dari Waarschuwing artinya
peringatan. Maksudnya obat yang pada penjualannya disertai dengan
peringatan.
Syarat-syarat penyerahan obat bebas terbatas adalah sebagai
berikut :
1) Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari
pabriknya atau pembuatnya.
2) Pada penyerahanya oleh pembuat atau penjual harus dicantumkan
tanda.
3) Tanda tersebut berwarna hitam,berukuran panjang 5cm, lebar 2cm
dan membuat pemberian berwarna putih.
Berdasarkan Keputusan MenKes RI No. 2380/ A/ SK/ VI/ 1983
tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam. Seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas


Adapun untuk obat bebas terbatas biasanya dalam kemasan terdapat
tanda peringatan seperti :

P No.1
Contoh

: Awas! Obat keras. Bacalah aturan memakainya.


: Dulcolax, Opimox, Vermox 500, Tantum Lozenges,

15

P No.2

Interzinc, Dimenhydrinate, Fluzep, Funtas, Cohistan.


: Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan.

Contoh

: Betadine obat kumur antiseptik, Sanorine hyaluronic acid


0,025%, Sanorine hyaluronic acid 0,1%, Hexadol, Tantum
Verde, Aloclair obat kumur, Septadine, Scancepta.

3.

P No.3
Contoh

: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.


: Peditox, Rohto Cool, Visine, Efisol, Betadine obat merah,
Insto Moist, Ketoconazole, Miconazole.
P No.4
: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
Contoh
: Asma sigaret.
P No.5
: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
Contoh
: Dulcolax suppositoria dewasa,
Dulcolax suppositoria pediatrik.
P No.6
: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
Contoh
: Suppositoria hemorrhoid.
Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras (daftar G= geverlijk= berbahaya), adalah semua obat

yang:
1. Mempunyai takaran/ dosis maksimum (DM) atau yang tercantum dalam
daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah.
2. Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
hitam dan huruf K yang menyentuh garis tepinya.
3. Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (DepKes RI) tidak
membahayakan.
4. Semua sediaan parenteral/ injeksi/ infus intravena.
Contoh: Comtusi, Epexol, Lapifed DM, dan lain-lain.
Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
02396/ A/ SK/ VII/ 1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah
lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan
huruf K yang menyentuh garis tepi, seperti yang terlihat pada gambar
berikut :

Gambar 2.3 Logo Obat Keras

16

a. Obat Psikotropika
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang mempengaruhi proses mental, merangsang atau
menenangkan, mengubah pikiran, perasaan, atau kelakuan orang.
Contoh: Phenobarbital 30 mg, Diazepam, Carbamazepin, Amitriptyline,
Alprazolam, Trihexypenidil, Haloperidol, Analsik, Potensik, dan lain-lain.
Sedangkan lambang psikotropika yaitu :

Gambar 2.4 Logo Obat Psikotropika


Pengertian psikotropika menurut Undang- undang No.5 Tahun 1997
tentang psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropik dibagi menjadi 4 golongan :
1) Golongan I
Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan syndrome ketergantungan.
Contoh : Lisergid dan Psilosibina.
2) Golongan II
Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatandan
dapat digunakan dalam terapi atau ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sidroma ketergantungan. Contoh : Amfetamina
dan Metakualon.

3) Golongan III

17

Golongan III adalah psikotropik yang berkasiat pengobatan dan


sangat luas digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta

mempunyai

potensi

ringan

yang

mengakibatkan

sindroma

ketergantungan. Contoh : Diazepam dan Klordiazepoksida.


b. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau

perubahan

kesadaran,

hilangnya

rasa,

mengurangi

sampai

menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.


Contoh : Codein, Codipront, dan Pethidin HCl.

Gambar 2.5 Logo Obat Narkotika


Menurut Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 narkotika dibagi menjadi
3 golongan yakni :
1) Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi

serta

mempunyai

potensi

yang

sangat

tinggi

menimbulkan ketergantungan. Contoh : ganja, papaver


somniverum, cocain (Erythroxylon coca), opium mentah,
opium masak, heorin, etorfin dan lain-lain.
2) Narkotika Golongan II
Narkotika yang

berkhasiat

untuk

pengobatan

digunakan dalam pilihan terakhir dan akan digunakan


dalam terapi atau buat pengembangan ilmu pengetahuan
serta memiliki potensi tinggi menimbulkan ketergantungan.
Contoh : fentanil, morfin, petidin, tebaina, ekgonina dan
lain-lain.
3) Narkotika Golongan III

18

Narkotika yang digunakan dalam terapi atau


pengobatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
serta menimbulkan potensi ringan yang mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : etil morfin, codein, propiran,
nikokodina, polkodina, norkoedina dan lain-lain.
4. Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat
diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter
(penandaannya sama seperti obat keras). OWA merupakan program
pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan.
Contoh : diklofenak, diklofenak natrium, ibuprofen, ketokonazol,
prednisolon,

ranitidin,

kloramfenikol,

piroxicam,

dexamentason,

albendazol, dll.
5. Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional,
turun-temurun,
kepercayaan,atau

berdasarkan
kebiasaan

resep

nenek

setempat,

moyang,

baik

adat-istiadat,

bersifat magic maupun

pengetahuan tradisional. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan


karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek
samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Obat Bahan Alam
Indonesia menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia tanggal 2
Maret 2005 adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia.
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi:

a. Jamu (Empirical based herbal medicine)

19

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara


tradisional, yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut, hygienis (bebas cemaran) serta
digunakan secara tradisional.
Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama
berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan

leluhur.

Bentuk

jamu

tidak

memerlukan

pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan


bukti empiris turun temurun. Kriteria jamu antara lain adalah
sebagai berikut: aman, klaim khasiat dibuktikan secara empiris,
memenuhi persyaratan mutu. Contoh: jamu buyung upik, jamu
nyonya menier, pilkita, laxing, keji beling, curcuma tablet, dll.

Gambar 2.5 Logo Jamu


b. Obat Herbal Terstandar (OHT)
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat,
binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini
membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga
mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak. Kriteria
Obat Herbal Terstandar antara lain: Aman, Klaim khasiat
dibuktikan secara ilmiah atau pra-klinik, bahan baku yang
digunakan telahmengalami standarisasi, memenuhi persyaratan
mutu. Contoh : tolak angin, lelap, diapet, antangin JRG, dll.

20

Gambar 2.6 Logo Obat Herbal Terstandar


c. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang
dapat disetarakan dengan obat modern karena proses
pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti
ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria
memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui,
pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat
pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih
meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat
herbal di sarana pelayanan kesehatan.
Contoh : cursil, stimuno, nodiar, X-gra, tensigard, dan
rheumaneer.

Gambar 2.7 Logo Obat Fitofarmaka


2.6 RESEP
1. Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi,
dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan
dan atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien. Oleh

21

karena itu, pelayanan resep sepenuhnya adalah tanggung jawab Apoteker


Pengelola Apotek (APA). Apoteker wajib memberi informasi tentang
penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional kepada pasien.
2. Komponen Resep
Resep menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 280/
MenKes/ SK/ V/ 1981 tentang ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek
harus memuat :
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, atau
b.
c.
d.
e.
f.

dokter hewan.
Tanggal penulisan resep (inscriptio).
Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).
Nama setiap obat dan komposisinya (prescriptio/ ordonatio).
Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (subscriptio).


g. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dari
dokter hewan.
h. Tanda seru danatau paraf dokter untuk resep yang mengandung
obat dengan dosis yang melebihi dosis maksimal.
3. Penerimaan Resep
Pasien datang membawa resep dan diserahkan kepada petugas
penerima

resep,

kemudian

resep

diperiksa

keaslian

resep

dan

kelengkapannya oleh AA/ Apoteker, meliputi nama dan alamat dokter,


tanggal penulisan resep, tanda tangan/ paraf dokter penulis resep, aturan
pakai, nama, dan umur pasien.
4. Pemberian harga obat
Setelah itu, cek ketersediaan obat yang diminta dan dosisnya, jika
persediaan obat ada maka resep diberi harga, kemudian resep diteruskan
ke petugas kasir untuk penyelesaian pembayaran. Selanjutnya petugas
kasir mencatat alamat penderita di belakang resep, memberikan bukti
tanda pembayaran yang sah.
5. Pelayanan resep meliputi :
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai
berikut :

22

a. Memeriksa kelengkapan resep meliputi : nama dokter, surat izin


praktek (SIP), alamat praktek dokter, tanggal penulisan resep,
nama obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, umur
pasien, jenis kelamin pasien, dan alamat pasien.
b. Pemeriksaan kesesuian farmasetika meliputi : bentuk sediaan,
dosis, potensi, stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
c. Pertimbangan klinik seperti halnya pada efek samping, interaksi,
dan kesesuaian dosis suatu obat.
d. Konsultasi dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep
atau obatnya tidak tersedia.
Jika resep yang diterima berupa racikan maka hal-hal yang harus
diperhatikan yaitu sebagai berikut :
a. Pengambilan obat yang dbutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik.
b. Peracikan obat.
c. Pemberian etiket warna putih untuk penggunaan oral atau
dalam dan etiket warna biru untuk pemakaian luar.
d. Memasukan obat kedalam wadah yang sesuai dan terpisah
untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan
penggunaan yang salah. Setelah obat sudah disiapkan maka
obat tersebut siap untuk diserahkan ke pasien, namun sebelum
obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah obat yang rasional oleh
pasien.
e. Obat yang sudah disiapkan, beserta resep asli dan bilamana
diperlukan copy resep/ kwitansi diteruskan ke bagian
penyerahan obat.
f. Kemudian memanggil pasien dan atau keluarganya dan
meminta tanda pembayaran untuk dicocokkan dengan nomor
resep yang sudah ditempelkan dibalik resep dan setelah cocok
disatukan kedua bagian nomor resep tersebut di bagian
belakang resep.

23

g. Obat diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi


mengenai aturan pakai obat, cara pakai, efek samping yang
mungkin terjadi dan informasi lain yang dibutuhkan oleh
pasien.
h. Pelayanan

resep

sepenuhnya

menjadi

tanggung

jawab

Apoteker. Asisten Apoteker membutuhkan paraf/ tanda


tangannya diurutkan terakhir dari stampel yang ada dibalik
resep. Resep beserta copy tanda pembayaran dikumpulkan urut
dan diarsipkan.
Dalam melayani obat dengan resep dokter, ada beberapa peraturan
yang perlu diketahui, yaitu :
a. Apoteker tidak boleh mengganti obat generik dalam resep dengan
obat paten. Penggantian obat yang tertulis dalam resep harus
mendapat persetujuan dari dokter penulis resep.
b. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan
penggunaan obat yang diserahkan pada pasien agar dapat
digunakan dengan tepat, aman dan rasional.
c. Bila Apoteker berpendapat ada kekeliuran dalam resep atau
penulisan tidak tepat, Apoteker harus memberi tahu dokter penulis
resep.
6. Penyimpanan Resep
Resep-resep yang telah dilayani (sudah diserahkan obatnya pada
pasien), disimpan menurut tanggal dan nomor urutnya (untuk yang kontan)
dan menurut debitur (nama langganan) untuk yang kredit. Resep-resep
tersebut kemudian oleh AA diberi harga lalu diserahkan kepada bagian tata
usaha untuk dibuat tagihannya. Resep-resep kontan maupun kredit
sebelum diarsipkan diberi tanggal agar mudah mencarinya kembali. Setiap
resep yang mengandung narkotika dan psikotropika biasanya diberi tanda
(garis merah dibawah nama obatnya untuk narkotika dan tanda garis biru
dibawah nama obatnya untuk psikotropika) dan dipisahkan dari resep yang
lain.
Kemudian resep tersebut disusun dijadikan satu setiap bulannya
berdasarkan golongannya. Narkotika dan psikotropika yang dijual dengan

24

resep dicatat dalam buku register psikotropika dan narkotika. Resep yang
telah disimpan lebih dari 3 tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar
atau dengan cara lain yang memadai. Pemusnahan dilakukan oleh
Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan seorang petugas apotek yang ikut
dalam pemusnahan. Berita acara memuat hari dan tanggal pemusnahan,
tanggal yang terawal dan terakhir resep, berat resep yang dimusnahkan
dalam kilogram.
7. Pemusnahan Resep
Pada pemusnahan resep harus dibuat Berita Acara Pemusnahan
(BAP) sesuai dengan bentuk yang telah ditetapkan atau ditentukan,
rangkap 4 ditandatangani oleh APA bersama dengan sekurang-kurangnya
seorang petugas apotek. Berita acara pemusnahan itu berisi :
1) Tanggal pemusnahan resep.
2) Cara pemusnahan resep.
3) Jumlah bobot resep yang dimusnahkan dalam satuan
kilogram (kg).
4) Tanggal resep yang terlama dan terbaru yang dimusnahkan.
Pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan dibidang
farmasi karena rusak, dilarang, dan kadaluwarsa dilakukan dengan
cara dibakar, ditanam, atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh
Badan POM.
Pemusnahan tersebut harus dilaporkan oleh APA secara
tertulis

kepada

Subdiknas/

Dinkes

setempat

dengan

mencantumkan:
1) Nama dan alamat apotek
2) Nama Apoteker Pengelola Apotek
3) Perincian obat dan perbekalan kesehatan di bidang
farmasi yang akan dimusnahkan.
4) Rencana tanggal dan tempat pemusnahan.
5) Cara pemusnahan
2.7 PENYIMPANAN OBAT
Salah satu syarat penunjang yang digunakan untuk penyimpanan
obat atau perbekalan farmasi adalah gudang. Peranan gudang sangat
diperlukan mengingat barang yang sudah dibeli tidak semuanya dapat

25

langsung dijual. Oleh karena itu harus disimpan dahulu dalam gudang
dengan tujuan :
1. Memudahkan pengawasan jumlah persediaan, khususnya bagi obat yang
mempunyai kadaluwarsa.
2. Supaya persediaan aman dan tidak mudah hilang.
3. Menjaga stabilitas obat.
4. Memudahkan dan mempercepat pelayanan karena penyimpanan dilakukan
menurut sistem tertentu.
Item barang sebaiknya diatur dalam beberapa daerah penyimpanan
untuk memudahkan dalam kontrol stock, meletakkan dan pengambilan
sediaan. Item barang dapat disusun berdasarkan kategori terapeutik,
alfabetis, bentuk sediaan, dan pabrik obat. Tempat penyimpanan
hendaknya dapat dipertanggung jawabkan dari segi keamanannya, tidak
terkena cahaya matahari langsung, kering dan tidak kotor.
Ruang dalam gudang sebaiknya dibagi-bagi dalam bagian-bagian
kecil untuk penyimpanan obat tiap kelompok misalnya ruang obat jadi,
ruang bahan baku dan ruang alat kesehatan dengan persyaratan tertentu
sesuai dengan persyaratan penyimpanan spesifikasi jenis obat (suhu,
kekuatan cahaya, kelembaban, dan bebas dari kontaminasi baik dari obat
lain maupun kontaminan yang berasal dari serangga).
Sebaiknya dalam penyimpanan obat digolongkan menurut :
1) Disimpan dalam wadah tertutup rapat, untuk obat yang mudah
menguap seperti aether, anaestheticus.
2) Disimpan terlindung dari cahaya untuk obat seperti tablet, kaplet, dan
sirup.
3) Disimpan bersama zat pengering, penyerap lembab (kapur tohor)
seperti kapsul.
4) Disimpan pada suhu kamar (pada suhu 15-30oC) untuk obat seperti
tablet, kaplet, dan sirup.
5) Disimpan pada tempat sejuk (pada suhu 5-15oC) untuk obat seperti
salep mata, cream, ovula, dan suppositoria.
6) Disimpan pada tempat dingin (pada suhu 0-5oC) seperti vaksin.
7) Penyimpanan obat narkotika dilakukan dalam lemari khusus sesuai
persyaratan peraturan Menkes No.35 Tahun 2009 khusus untuk lemari

26

tempat penyimpanan obat narkotika syarat yang tercantumdi


pengarturan adalah sebagai berikut :
a) Ukuran lemari : 40 x 80 x 100 cm
b) Bahan : kayu atau bahan lain yang kuat.
c) Lemari dibagi menjadi dua fungsi dengan kunci yang
berlainan. Fungsi yang pertama untuk pembekalan dan bahan
baku morfin, petidhin, dan garam-garamnya.
d) Lemari khusus narkotika ditempatkan pada dinding tembok
atau lantai, tidak boleh digunakan untuk keperluan lain, tidak
boleh dilihat oleh umum, dan kunci dikuasai oleh penanggung
jawab atau pegawai apotek yang dikuasakan.
8) Penyusunan obat dalam persediaan diatur menurut golongan secara
alfabetis. Dapat pula diatur menurut pabrik. Obat antibiotik perlu
diperhatikan mengenai tanggal kadaluwarsa. Setiap terjadi mutasi obat
segera dicatat dalam kartu stock.
Adapun syarat-syarat tempat penyimpanan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Merupakan ruang tersendiri dalam apotek.


Cukup aman, kuat dan dapat dikunci dengan baik.
Tersedia rak yang cukup dan baik.
Terhindar dari sinar matahari langsung.
Bebas dari serangga atau hewan.
Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran.
Kering dan bersih

2.8 ALUR DISTRIBUSI OBAT


Secara umum penjualan obat atau alat kesehatan (alkes) di apotek dibagi
menjadi dua, yaitu penjualan obat atau alkes melalui resep dokter dan
penjualan obat atau alkes tanpa resep dokter.
1. Penjualan obat melalui resep dokter
Penjualan obat melalui resep dokter merupakan penjualan
terpenting bagi suatu apotek. Penjualan dapat dilakukan secara kredit
maupun kontan. Penjualan kontan ditujukan untuk umum yaitu
pembayaran langsung harga obat yang dibeli pasien, sedangkan penjualan
kredit ditujukan untuk pelanggan (pribadi atau instansi) sebagai usaha
apotek untuk mengembangkan jangkauan konsumen.
2. Penjualan obat tanpa resep dokter

27

Penjualan obat tanpa resep dokter dapat berupa obat bebas, obat
bebas terbatas, Obat Wajib Apotek (OWA), kosmetika, alat kesehatan, dan
barang-barang lain yang dijual di apotek. Penjualan umum ini perlu
pemberian informasi atau penjelasan secara profesional mengenai cara
penggunaan obatnya. Kriteria obat keras yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter menurut PerMenKes No. 919/ MenKes/ Per/ X/ 1993 adalah :
a) Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak dibawah 2 tahun dan
orang tua diatas 65 tahun.
b) Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
c) Penggunaan tidak memerlukan cara/ alat khusus yang harus dilakukan oleh
bantuan tenaga kesehatan.
d) Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e) Memiliki rasio khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter terdiri dari :
1) Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang boleh dijual bebas dan tidak terlalu
berbahaya, masyarakat dapat menggunakan sendiri tanpa pengawasan dari
dokter. Obat bebas pada kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau dengan
garis tepi berwarna hitam.
2) Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada
pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan.
Obat ini penggunaannya tidak perlu dibawah pengawasan dokter, namun
penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tertera dalam kemasan.
Obat bebas terbatas pada kemasannya terdapat tanda lingkaran biru dengan
garis tepi berwarna hitam.
3) Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat wajib apotek adalah obat dari golongan obat keras yang dapat
diserahkan Apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan
persyaratan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat perpasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan, membuat catatan pasien serta
obat yang telah diserahkan dan memberikan informasi yang meliputi dosis

28

dan aturan pakainya, kontra indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu
diperhatikan oleh pasien.
Selain kedua tipe penjualan tersebut, dilakukan juga penjualan khusus pada
dokter (untuk keperluan sendiri), rumah sakit, balai pengobatan dan lain-lain.
Penjualan pada rumah sakit biasanya diberikan diskon khusus karena dilakukan
dalam jumlah atau partai besar. Penjualan pada rumah sakit harus didasarkan pada
Surat Pemesanan (SP) yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab di
rumah sakit.
Obat yang kadaluwarsa, ada yang dapat dikembalikan ke PBF yang
bersangkutan namun ada juga yang tidak, sesuai dengan perjanjian sebelumnya.
Beberapa PBF menetapkan batas waktu pengembalian selama 3 atau 4 bulan
sebelum masa kadaluwarsa, tapi ada pula yang bertepatan dengan waktu
kadaluwarsa.
Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 922/

MenKes/ Per/ X/ 1993 Pasal 12 ayat (2), menyebutkan bahwa obat dan perbekalan
farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang
digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pada Pasal 13 menyebutkan bahwa
pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau
Apoteker Pengganti, dibantu oleh sekurang kurangnya seorang karyawan apotek
yang bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditunjuk Kepala Balai
Pemerikasaan Obat dan Makanan setempat. Pada pemusnahan dibuat berita acara
pemusnahan dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap lima yang
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti dan
Petugas Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Sedangkan untuk
pemusnahan narkotika dan psikotropika dilakukan di Dinas Kesehatan.
Dalam alur ditribusi suatu obat harus memperhatikan :
1) Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan
perbekalan kesehatan menentukan jumlah obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan. Perencanaan obat di apotek umumnya dibuat

29

untuk mengadakan dan mencukupi persediaan obat di apotek,


sehingga dapat mencukupi permintaan obat melalui resep dokter
ataupun penjualan secara bebas. Perencanaan obat didasarkan atas
beberapa faktor :
a. Obat yang paling banyak dipakai
b. Persedian stock baraang
c. Berdasarkan jenis penyakit yang sedang mewabah.
d. Berdasarkan musim dan cuaca.
Metode yang lazim digunakan untuk menyusun perkiraan
kebutuhan obat di tiap unit pelayanan kesehatan adalah :
a) Metode konsumsi
Yaitu dengan menganalisis data konsumsi obat
tahun sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan
adalah pengumpulan data dan pengolahan data,
analisis data untuk informasi dan evaluasi, dan
perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
b) Metode epidemiologi
Yaitu dengan menganalisis kebutuhan

obat

berdasarkan pola penyakit. Langkah yang perlu


dilakukan adalah menentukan jumlah penduduk
yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan
kasus berdasarkan frekuensi penyakit, meyediakan
pedoman

pengobatan,

menghitung

perkiraan

kebutuhan obat, dan penyesuain dengan alokasi


dana yang tersedia.
c) Metode campuran
Yaitu merupakan gabungan dari metode konsumsi
dan metode epidemiologi.
2) Permintaan obat atau pengadaan
Permintaan obat atau pengadaan obat adalah suatu proses
pengumpulan dalam rangka menyediakan obat dan alat kesehatan
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di apotek.
Pengadaan obat ini dilakukan dengan cara pembelian. Berhasil atau
tidaknya usaha banyak tergantung pada kebijakan pembelian. Cara
melakukan pembelian dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:

30

a. Pembelian Secara Kredit


Pembelian yang dilakukan kepada PBF (Pedagang Besar
Farmasi) pada umumnya dilakukan secara kredit, dengan
lamanya pembayaran berkisar antara 14-30 hari.
b. Kontan
Pembelian dilakukan secara kontan atau tunai. Biasanya
untuk transaksi obat golongan narkotika dan barang-barang
COD (Cash On Delivery atau dibayar langsung saat barang
datang).
c. Konsinyasi/ titipan
Dimana apotek menerima titipan barang yang akan dijual
dalam waktu maksimal 3 bulan.
3) Perhitunga Nilai (Harga Obat)
Harga obat dalam persediaan dapat ditentukan dengan bermacammacam metode, yaitu :
a. Metode Harga Standar yaitu merupakan suatu harga yang
ditetapkan lebih dahulu untuk jangka pendek atau bukan
untuk jangka waktu panjang.
b. Metode FIFO (First In First Out) yaitu menurut harga
pertama dibeli jadi meskipun harga sudah naik tetap
digunakan harga lama pada waktu obat dibeli.
c. Metode LIFO (Last In First Out) yaitu menurut harga
pembelian terakhir.
4) Cara Pengelolaan Obat Non Narkotik, Narkotika, dan Psikotropika
Perbedaan cara pengelolaan obat bebas, bebas terbatas, obat keras,
daftar G dengan pengelolaan obat narkotika dan psikotropika yaitu
pada :
a. Cara Pemesanan : SP untuk obat narkotika dan psikotropika harus
menggunakan SP khusus yang ditangani oleh APA.
b. Cara Penyimpanan : lemari untuk obat narkotika dan psikotropika
disimpan pada lemari khusus terpisah dengan obat lainnya, yang
bentuk dan ukuran lemarinya sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
c. Cara Penyerahan : penyerahan untuk obat narkotika dan
psikotropika harus sesuai dengan persyaratan yang telah diatur :

31

a) Apotek, RS, Puskesmas, Balai Pengobatan dengan SP


Khusus Narkotika.
b) Dokter, pasien dengan resep asli, lengkap, dengan nama
alamat pasien dengan dokternya.
d. Cara pelaporan : Laporan obat narkotika dan psikotropika selain
digunakan untuk kepentingan analisis bisnis internal, tetapi juga
dilaporkan kepada pihak eksternal (Sudin Yankes Dati II/ Kodya
dengan tembusan kepada Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM,
PBF Kimia Farma).
Persamaan cara pengelolaan obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras daftar G dengan pengelolaan narkotika dan
psikotropika yaitu pada cara pemusnahan. Cara pemusnahan obat
bebas, obat bebas terbatas, obat keras daftar G, narkotika,
psikotropika, yaitu harus :
a) Ada berita acaranya, yang ditanda tangani oleh saksi dari
pemerintaha (Badan POM dan Dinkes)
b) Dilaporkan kepada Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan, tembusan kepada Dinas Kesehatan Dati II/
Kodya/ Provinsi.
c) Menggunakan formulir model AP-8.
e. Cara Pemesanan
a) APA membuat pesanan melalui SP narkotika atau SP
psikotropika (untuk narkotika model N 9 rangkap 4,
psikotropika model khusus rangkap 3)
b) Berdasarkan surat pesanan tersebut, PBF mengirimkan
obat narkotika beserta faktur ke apotek.
c) Surat pesanan narkotika yang berwarna putih, kuning dan
biru untuk PBF dan 1 lembar salinan berwarna merah
sebagai arsip.
f. Prosedur Pelaporan
Khusus narkotika dan psikotropika dilakukan pelaporan sebagai
berikut :
a) Apotek membuat laporan mutasi narkotika psikotropika
berdasarkan dokumen penerimaan dan pengeluaran setiap
bulan.

32

b) Laporan

mutasi

narkotika

dan

psikotropika

ditandatangani oleh APA, dibuat rangkap 5, ditunjukan


kepada Subdinas Pelayanan Kesehatan Daerah Tingkat II/
Kota Madya dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Balai POM, PBF Kimia Farma dan
salinan 1 arsip.
2.9 ADMINISTRASI
Pengelolaan apotek perlu ditunjang dengan kelengkapan administrasi,
sehingga dapat memperlancar jalannya kegiatan apotek. Kegiatan dibagian
administrasi meliputi :
a) Kesekretariatan atau pengelolaan administrasi
Tugas kesekretariatan meliputi surat-menyurat dan pembuatan laporan.
Kelengkapan yang diperlukan adalah buku agenda, buku ekspedisi, blangko suratmenyurat dan lain-lain. Pengetikan laporan-laporan seperti laporan narkotika,
psikotropika, ketenagakerjaan, laporan statistik resep dan obat generik berlogo,
pemusnahan obat dan resep, monitoring obat, dan lain-lain.
b) Pembuatan dan pengiriman laporan
Laporan apotek meliputi laporan narkotika, psikotropika, OWA, statistik
resep dan obat generik, ketenagakerjaan, penggunaan alat kontrasepsi, monitoring
obat, pemusnahan resep dan obat, serta pajak. Laporan ini dikirim ke Dinas
Kesehatan Kota dan Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi, Balai Besar POM dan
arsip apotek.
1) Laporan Narkotika
Laporan ini dibuat setiap bulan yang berisi nomor urut, nama bahan atau
sediaan, satuan, sediaan awal bulan, penerimaan, penggunaan dan stock akhir.
Laporan dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya ke Dinas
Kesehatan Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi, Balai POM dan arsip untuk
apotek.
2) Laporan Psikotropika

33

Penggunaan psikotropika setiap bulan dilaporkan ke Kepala DinKes Kota


dengan tembusan Kepala Dinkes dan kesejahteraan sosial propinsi, Kepala
Balai POM dan sebagai arsip tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan
psikotropika berisi nomor urut, nama bahan atau sediaan, satuan, sediaan
awal bulan, penerimaan, penggunaan dan stok akhir.
3) Laporan statistik resep dan Obat Generik Berlogo
Laporan statistik resep dan obat generik berlogo dibuat setiap bulan
dilaporkan ke Kepala Dinkes Kota dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi, Kepala Balai POM dan sebagai arsip Apotek. Laporan statistik resep
dan obat generik berlogo berisi data tentang jumlah resep yang masuk perhari
dan data persentase perbandingan jumlah penggunaan obat generik berlogo
dengan jumlah resep keseluruhan yang masuk. Laporan ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat penggunaan obat generik berlogo dibanding obat lainnya.
Laporan dibuat berdasarkan buku register yang memuat nama dan alamat
dokter serta jumlah resep obat generik berlogo.
4) Laporan ketenagakerjaan
Laporan ini berisi jumlah tenaga farmasi yang bekerja di Apotek tersebut
dan dilaporkan setiap 3 bulan sekali Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota,
Balai POM, dan arsip Apotek.
5) Laporan Pemusnahan Resep
Laporan pemusnahan resep dilakukan jika resep yang akan dimusnahkan
telah disimpan minimal 3 tahunan, dengan dibakar atau ditanam disaksikan
oleh APA dan AA (minimal 1 orang). Pemusnahan resep dibuat berita acara
rangkap 4, masing-masing untuk Balai Besar POM, Dinas Kesehatan Kota,
dan arsip Apotek.
6) Laporan Monitoring Kerusakan dan MESCO
Laporan ini memuat nama-nama obat yang mengalami kerusakan dan
tidak memenuhi persyaratan dilaporkan ke Dinas Kesehatan.
7) Laporan OWA/ obat obat yang menjadi prekusor
Penggunaan OWA tidak perlu dilaporkan. Pencatatan OWA meliputi
nama obat, nama pasien, keluhan dan alamat. Penggunaan obat-obat prekusor

34

perlu diawasi, karena efek yang ditimbulkan jika penggunaannya disalah


gunakan adalah menghilangkan rasa,dan hamper mirip dengan psikotropika.
8) Laporan Perpajakan
c) Inventaris
Tugas inventarisasi adalah untuk mengetahui kekayaan Apotek yang tertanam
pada barang tetap. Nilai barang inventaris akan berkurang setiap tahun karena
adanya penyusutan. Besarnya penyusutan tergantung jenis barang berdasarkan
perkiraan manfaat/masa pakainya. Catatan inventarisnya meliputi tanggal
pembelian, nama barang dan spesifikasinya, jumlah, harga pembelian perunit,
serta nilai penyusutannya.
d) Administrasi Penjualan
Penjualan yang dicatat meliputi penjualan secara tunai maupun kredit.
Administrasi penjualan mengatur penetapan harga jual, mengajukan harga
penawaran, mengatur penagihan dan penerimaan piutang. Kelengkapan
administrasinya terdiri dari nota penjualan tunai dimana setiap nota mempunyai
nomor seri sendiri untuk pengecekan, dibedakan pula antara penjualan obat
dengan resep dan nota penjualan obat bebas.
Selain itu, juga ada faktur pengiriman barang yaitu surat pengiriman barang
terutama untuk penjualan kredit, dibuat rangkap 3 untuk penagihan, penjualan dan
untuk arsip Apotek. Kelengkapan administrasi juga meliputi daftar harga dimana
buku ini terdiri dari harga obat, bahan baku dan alat kesehatan yang sewaktuwaktu dapat dilihat untuk memperlancar pelayanan. Formulir atau blanko
penjualan harian juga merupakan kelengkapan administrasi yang mencatat
penjualan setiap hari baik melalui resep maupun penjualan bebas.
e) Administrasi Pergudangan
Setiap penerimaan barang dan pengeluaran barang darigudang dicatat dalam
buku gudang. Masing-masing barang diberi kartu stok atau steling. Selain itu
terdapat pula buku yang digunakan untuk mencatat waktu kadaluwarsa barang
yang disusun berdasarkan waktu ED yang terdekat.
f) Administrasi Pembelian

35

Kelengkapan administrasi ini berupa bukti-bukti pembelian, blangko


pemesanan obat bebas dan obat keras, blangko pemesanan narkotika dan
psikotropika, buku defecta, serta buku hutang.
g) Administrasi Kepegawaian
Mencatat biodata masing-masing pegawai Apotek meliputi nama, tempat,
tanggal lahir, alamat, tanggal mulai kerja, gaji serta daftar hadir. Selain itu setiap
pembayaran oleh pasien/ pembeli dilakukan dikasir, baik penjualan dengan resep
maupun tanpa resep (bebas). Setiap hari kasir melaporkan jumlah uang yang
diterima disertai laporan harian dan buku setoran. Laporan ini kemudian
dibukukan oleh bagian keuangan terdapat 3 macam buku yaitu buku harian, buku
bulanan, dan buku tahunan. Masing-masing terdiri dari 2 bagian yaitu debet dan
kredit, didalamnya tercantum sumber pemasukan dan macam pengeluaran Apotek
beserta besarnya.
Analisa keuangan suatu Apotek diperlukan 2 daftar keuangan, yaitu neraca
akhir tahun dan perhitungan rugi dan laba. Dari kedua daftar keuangan tersebut
dapat diketahui berapa besar laba yang diperoleh dan kemungkinan dipergunakan
untuk menghitung berbagai resiko keuangan untuk evaluasi Apotek. Apotek juga
perlu membuat pembukuan/ administrasi berupa neraca akhir tahun dimana
neracaadalah suatu laporan keuangan apotek yang merupakan informasi bagi
pemilik dan untuk mengetahui kondisi keuangan apotek, yaitu daftar yang
memuat ikhtisar harta dan hutang apotek beserta modal Pemilik Sarana Apotek
(PSA) pada suatu waktu tertentu. Selain itu juga perlu membuat administrasi
laporan rugi laba dimana laporan yang menggambarkan tentang hasil usaha
Apotek selama periode tertentu. Agar dapat memberikan gambaran mengenai
hasil usaha, laporan rugi laba memuat terperinci mengenai pendapatan dan biaya
perusahaan.
2.10 ALAT KESEHATAN DAN KEGUNAANNYA
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI. No.23 Tahun 1992 tentang
kesehatan. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin, implant yang

36

digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan


penyakit, merawat orang sakit, serta memulihkan kesehatan pada manusia dan
atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Berdasarkan PerMenKes
RINo. 220/ MenKes/ Per/ IX/ 1976 Tanggal 6 September 1976, alat- alat
kesehatan di rumah sakit khususnya diapotek sebagai berikut antara lain :
1. Alat Pembalut
Adalah bahan untuk menutupi atau membalut sesuatu. Antara lain :
a. Plester: autoclave tape, adhesive tape, medicinal tape, surgical tape.
b. Gas/ Kain kasa: gas steril, gas hydrofil, wound dressing, gas yg berisi
obat (sofra-tulle).
c. Perban: kasa hydrofil, pembalut elastis, pembalut leher (cervical
collar), pembalut gips, daryanet (jaring elastis).
2. Alat Perawatan
Adalah alat yang digunakan untuk merawat pasien baik di rumah atau di
rumah sakit. Antara lain :
a. Sanken-Mat/ Alfa-Bed (Kasur pencegah/ pengobatan decubitus).
b. Cold Hot Pack: alat yang berupa kantong berisi gel yang fleksibel dan
elastis, dapat digunakan untuk kompres dingin atau panas.
c. Warm-Water-Zak (WWZ): kantong karet berbentuk kotak untuk diisi
air panas sebagai kompres panas.
d. Eskap: kantong karet berbentuk bola cakram yang bisa diisi dengan
butiran es batu untuk kompres dingin.
e. Heathing Pad/ Blanket Warmer: alat yang berfungsi untuk penghangat
pasien yg sedang mengalami hypothermi.
f. Skin Traction Kit: yaitu satu set perlengkapan plester & elastis perban
yang digunakanuntuk imobilisasi (mencegah pergerakan) tulang atau
persendian yang patah/ dislokasi.
g. Kruk (bahasa Belanda) atau Crutches (bahasa Inggris): yaitu tongkat
penyangga tubuh yang digunakan kepada pasien yang sedang
mendapat gangguan cedera atau setelah operasi pada extrimitas bagian
bawah. Kelompok peralatan semacam ini disebut Invalid Furniture.
h. Breast Pump: yaitu pompa susu untuk digunakan ibu-ibu yang
mengalami kendala dalam pemberian ASI kepada bayinya.

37

i. Tepelhoed/ Nipple Shields/ Pelindung Putting Susu: alat untuk


melindungi puting susu ibu yg terluka saat menyusui.
j. Windring/ Air Cushion: alat yang terbuat dari karet berbentuk seperti
ban dalam mobil. Digunakan sebagai tempat duduk penderita wasir
atau sebagai bantalan pantat pada penderita yang

mengalami

decubitus.
k. Pressure Garment: yaitu adalah sejenis kain elastis yang bersifat
menekan/ mengepres bagian tubuh yang memang dikehendaki, seperti
knee-dekker yang dipakai untuk mengencangkan sendi lutut.Contoh
pressure garment antara lain : Tubigrip, Tubiton & Tubinette.
3. Alat-alat Penampung
Yaitu alat untuk menampung darah, urine dan feces, antara lain:
a. Blood Bag (kantong plastik penampung darah pendonor)
b. Urine Bag/ Uro Gard/ Drainage Bag. Tersedia khusus untuk
menampung urine pada bayi yang disebut pediatric urine collector.
c. Colostomy Bag penampung feces pada penderita yang terpasang anus
praeter.
4. Hospital Wares (Utensils)
Yaitu alat yang dipakai sebagai alat penunjang pelayanan kepada
penderita. Alat yang langsung digunakan melayani penderita, antara lain :
a. Urinal: tempat (wadah) BAK untuk pasien laki-laki.
b. Pispot/ Steekpan: tempat BAK/ BAB untuk penderita wanita.
c. Sputum pot: tempat menampung air ludah.
d. Nier-bbeken/ Kidney Tray/ Bengkok: tempat untuk membuang kasa
bekas pakai, penampung muntahan.
e. Gali pot: mangkuk/ cangkir tak bertangkai/ berpegangan
f. Wash basin (baskom): tempat untuk menampung/ membawa air untuk
memandikan penderita atau untuk merendam sesuatu.
g. Thermometer Jar: tempat meletakan thermometer.
h. Forceps Jar: tempat/ rumah korentang steril.
i. Dressing jar: tempat menyimpan perban, kain kassa atau kapas steril.
Nama lain dressing jar ini antara lain : Dressing Sterilizing Drum
(berupa drum), (Dressing Sterilizing Case berupa kotak), Verband
Trommel.
5. Catethers

38

Yaitu : Alat berupa pipa kosong yang terbuat dari logam, gelas atau
plastik yang penggunaannya dimasukkan ke dalam tubuh melalui kanal/
saluran tubuh.Jenis catether ada 2, antara lain :
a. Intra Venous (IV) Catethers, contohnya :
1) Abbocath
2) Surflo I.V.
3) Intravenous Cannula
4) Central Venous Pressure (C.V.P.), digunakan di ICU/OK
b. Non-Intra Venous Catethers, contohnya antara lain :
1) Metal catether
2) Foley catether
3) Nelaton catether
4) Rectal tube (scoorsten)
5) Oxygen catether/ canula O2
6) Suction catether
7) NGT (Nazo Gastric Tube)
8) Kondom catether dll.
6. Jarum Suntik atau injection needles
a.
b.
c.
d.

Jenisnya antara lain :


Syringe Needles (Jarum suntik pada umumnya)
Dental Needles (Jarum Gigi)
Spinal Needles (Jarum Spinal)
Wing Needles (Jarum Bersayap)

7. Alat Semprit/ Syringe/ Spuit


a. Spuit tidur dari 3 bagian :
1) Silinder berskala (barrel)
2) Tutup, tempat menempel jarum pada ujungnya.
3) Piston dengan handle (plunger).
b. Bahan penyusun spuit, terdiri atas:
1) Terbuat dari gelas/ kaca
2) Kombinasi gelas & metal
3) Terbuat dari plastik (umumnya disposible)
4) Terbuat dari metal seluruhnya
c. Macam-macam spuit berdasarkan kegunaannya:
1) Glycerin syringe
2) Tuberculine syringe
3) Water syringe
4) Insulin syringe
5) Ear Syringe
6) Wound & badder syringe
8. Paratus

39

Yaitu tempat menyimpan alat suntik dari kaca.


a. Ada yang berbetuk drum atau kotak.
b. Sudah sangat jarang digunakan.
9. Jarum Bedah
Contohnya jarum hechting, dalam bahasa inggris disebut surgical
needles/ suture needles.
Kegunaan : untuk menjahit luka, umumnya luka operasi.
Bahan : terbuat dari logam stainless steel (SS).
Bentuknya, ada 7 macam, yaitu :
1) Lurus (straight)
2) 1/2 lingkaran
3) Lengkung (curve)
4) 3/8 lingkaran
5) 1/2 curve
6) 5/8 lingkaran
7) 1/4 lingkaran (circle)
10. Alat untuk mengambil memberikan cairan atau darah.
a.
b.
c.
d.

Alat untuk mengambil darah dari donor: Taking Set/ Blood Donor Set.
Alat untuk/ mengambil darah untuk pemeriksaan: Venoject
Alat untuk mengambil darah dari arteri (BGA): Preza-Pak.
Alat untuk memberikan darah kepada pasien : Giving Se/ Blood

Administration Set/ Blood Recipient Set/ Tranfusi Set.


e. Alat untuk memberikancairan infus: Solution Administration Set/
Soluset/ Infus set.
Catatan :
Infus set dewasa, 1 ml cairan = 15 tetes
Infus set pediatric, 1 ml cairan = 60 tetes (micro-drip)
.
2.11 PENYIMPANAN DAN PERAWATAN
Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pada Pasal 98
dan 104 menyebutkan bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
harus aman, berkhasiat/ bermanfaat, bermutu, dan terjangkau bagi masyarakat
serta pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/ atau khasiat/ kemanfaatan.
KepMenKes No. 004 Tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi
desentralisasi bidang kesehatan juga menyebutkan bahwa salah satu tujuan

40

strategis adalah upaya penataan manajemen kesehatan di era desentralisasi. Salah


satu langkah kunci dalam tujuan tersebut adalah mengembangkan sub sistem
pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan sarana dan alat kesehatan. Dalam
langkah kunci 28 Kepmenkes tersebut di atas dinyatakan bahwa keberhasilan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dapat
tercapai bila tesedia biaya operasional dan pemeliharaan sarana kesehatan yang
memadai dan untuk itu haruslah disusun petunjuk teknis dan standart operational
procedure (SOP) tentang pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan sarana alat
kesehatan.
2.12 KIE (KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI)
Pelayanan kefarmasian oleh Apoteker dalam pemberian Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) yang baik mengenai obat dapat digunakan untuk
monitoring

penggunaan

obat

oleh

pasien

dengan

tujuan

menghindari

penyalahgunaan obat dan penggunaan obat yang salah, serta demi tercapainya
penggunaan obat yang rasional.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 992/ Menkes/ Per/ X/ 1995
dijelaskan bahwa apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan
penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan informasi mengenai
penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional, untuk itu apoteker harus
memberikan pelayanan informasi yang baik yaitu dengan cara berinteraksi atau
komunikasi langsung dengan pasien yang bertujuan untuk menjamin keamanan,
efektivitas, ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat, serta penerapan ilmu
pengetahuan dan fungsi dalam perawatan pada pasien.
Untuk dapat memberikan pelayanan farmasi yang baik, apoteker harus
mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang cukup baik mengenai penyakit maupun
obat dan pengobatannya serta diwajibkan menyediakan waktu untuk konsultasi
obat di apotek. Pelayanan informasi obat yang akurat dan obyektif merupakan
salah satu bentuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan karena dapat menunjang
pengelolaan obat secara rasional agar efektif, aman, bermutu, murah dan mudah
didapat.

41

2.13 PROGRAM ASURANSI DAN PROGRAM KERJASAMA JAMINAN


KESEHATAN
Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus
menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika
mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis
perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (inpatient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment).
Peraturan

perundang-undangan

yang

menjadi

landasan

hukum

penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU)


adalah :
a. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
b. UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Pasal 66 ayat
(1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan
maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
c. UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian Pasal 14 ayat 1 :
Program Asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN.
Berdasarkan landasan hukum tersebut di atas, manajemen PT.Askes (Persero)
menetapkan :
1. SK Direksi Nomor : 494/ Kep/ 1207 Tanggal 28 Desember 2007
tentang Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum.
2. SK Direksi Nomor : 09/ Kep/ 0108 Tanggal 24 Januari 2008
tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat Umum.
3. SK Direksi Nomor : 321/ Kep/ 0709 Tanggal 21 Juli 2009 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Umum.
4. SK Direksi Nomor : 182/ Kep/ 0310 Tanggal 31 Maret 2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat Umum.

42

Tujuan pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Umum


adalah:
1) Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada
seluruh masyarakat di wilayah Propinsi atau Kabupaten/ Kota,
agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara
efektif dan efisien.
2) Terjaminnya penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan prinsip
asuransi

sosial

tersedianya

berdasarkan

pelayanan

prinsip managed

kesehatan

yang

care yaitu

bermutu

dengan

pembiayaan yang terkendali.


3) Menjadi bagian dari program Pemerintah untuk menuju

terselenggaranya jaminan kesehatan nasional yang mencakup


semua penduduk (Universal coverage)

Anda mungkin juga menyukai