Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, Apotek adalah
suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranobat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas dasar resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Sediaan
farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

Pengertian apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 tahun


1965 pasal 1, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu
dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang kefarmasian dan pekerjaan
kefarmasian. Definisi tersebut kemudian diperbaharui dengan Peraturan
Pemerintah (PP) No.25 tahun 1980 tentang perubahan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, dimana apotek didefinisikan sebagai
suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
obat kepada masyarakat.

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan No. 1332 / MenKes / SK /


X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasiaan dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Dalam aturan ini seorang apoteker bertanggung jawab
penuh atas pengelolaan suatu apotek, sehingga pelayanan obat kepada
masyarakat akan lebih terjamin keamanannya, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Peraturan diatas merupakan perubahan dari Peraturan Mentri
Kesehatan RI No. 922 / Menkes / Per / X / 1993, apotek adalah suatu tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan
farmasi kepada masyarakat. Pada PerMenKes RI No.922 / MENKES / PER /
X/1993 pasal 10 menjelaskan mengenai kegiatan pengelolaan apotek yang
meliputi :

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,


penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas dasar resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Sediaan farmasi
meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

2.2. Tugas dan Fungsi Apotek

Apotek merupakan suatu institusi yang di dalam pelaksanaannya


mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient
oriented) dan unit bisnis (profit oriented). Dalam fungsinya sebagai unit
pelayanan kesehatan, fungsi apotek adalah menyediakan obat-obatan yang
dibutuhkan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Sedangkan fungsi apotek sebagai institusi bisnis, apotek bertujuan untuk
memperoleh keuntungan, dan hal ini dapat dimaklumi mengingat investasi
yang ditanam pada apotek dan operasionalnya juga tidak sedikit dengan tetap
mengutamakan pelayan pasien. Menurut PP RI nomor 51 tahun 2009 apotek
berfungsi sebagai sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sedangkan
menurut Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 1980 tentang Apotek, tugas dan
fungsi apotek meliputi :

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah


mengucap sumpah jabatan/ janji Apoteker.
2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran, penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus
menyebarkan obat yang diperlukan oleh masyarakat secara
luas.
2.3. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang diatur dalam:
1. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
2. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang perubahan
atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
3. Keputusan Menteri Kesehatan No.347/MenKes/SK/VII/1990
tentang Obat Wajib Apotek No. 1.
4. Undang-undang No. 23 tahun1992 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.922/MenKes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 284 mengenai Apotek
Rakyat.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/Per/1993
tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep.
8. Keputusan Menteri Kesehatan No.924/MenKes/PER/X/1993
tentang Obat Wajib Apotek No. 2.
9. Keputusan Menteri Kesehatan No.1176/MenKes/SK/X/1999
tentang Obat Wajib Apotek No. 3.
10. Permenkes RI No 168/2005 tentang Prekursor
11. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
12. Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
13. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MenKes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1027/MenKes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
15. Peraturan 29 PP No 32-1996 tentang Tenaga Kesehatan
16. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
17. SK Menkes No. 679 tahun 2003 mengenai izin AA
18. Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
19. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
20. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
MakananNomor Hk.00.05.3.02706 Tahun 2002 mengenai
promosi obat.
21. Peraturan Menteri Kesehatan No 889 tahun 2011 tentang
registrasi, izin praktek dan izin kerja tenaga kefarmasian.
22. Undang-Undang No. 30 tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
23. Karena ada sistem otonomi daerah dan setiap daerah boleh
membuat aturan sendiri sesuai kebutuhan masyarakatnya,
maka ada aturan yang harus ditaati terkait penyelenggaraan
apotek didaerah Kabupaten Bantul. Aturan tersebut meliputi:
a. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten
Bantul Nomor 14 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan
sarana kesehatan di kabupaten bantul.
b. Peraturan Bupati Bantul No. 25 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten Bantul.
c. Peraturan Bupati Bantul No. 49 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bupati Bantul No. 25 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten Bantul.
Selain peraturan-peraturan di atas apoteker juga harus memperhatikan
kode etik profesi apoteker terkait bidang farmasi perapotekkan. Kode etik
adalah suatu aturan atau norma yang disusun suatu kelompok profesi bagi
kelompok itu sendiri yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan
pekerjaan keprofesian secara profesional serta menghindari dirinya dari
perbuatan tercela dan merugikan profesi maupun organisasi profesi.

Kode Etik Apoteker belum termuat dalam perundang-undangan


sehingga segala sesuatu tentang profesinya ditangani oleh Ikatan Apoteker
Indonesia dan termuat dalam keputusan Kongres Nasional XVIII ISFI Nomor
: 006/KONGRES XVIII/ISFI/2009. Seorang apoteker dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya senantiasa dilandasi oleh nilai kemanusiaan serta
berpegang teguh pada Kode Etik Apoteker yang selaras dengan sumpah/janji
apoteker. Seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah/janji apoteker
harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Tuhan, dan selalu
bekerja dengan baik dan benar sesuai dengan sumpah/janji apoteker dan
Kode Etik Apoteker.

Kode Etik Apoteker memuat empat kewajiban apoteker, yaitu


kewajiban umum termasuk didalam sumpah/janji apoteker/farmasis,
kewajiban apoteker terhadap pasien, kewajiban apoteker terhadap teman
sejawat, kewajiban apoteker terhadap sejawat petugas kesehatan lainnya.

2.4.Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 35 tahun 2014, peran dan tugas


apoteker adalah bertanggung jawab dalam pengelolaan perbekalan farmasi
dan perbekalan kesehatan sehingga akan menjamin mutu, efektifitas dan
keamanan obat, melakukan praktek farmasi klinis yang meliputi pengkajian
resep, dispensing, pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan
Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat
(PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO), dan melakuan
manajemen sumber daya kefarmasian yang meliputi sumberdaya manusia,
sarana dan prasarana.
2.4.1. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan untuk menentukan jumlah dan
waktu pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan, agar terjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu serta efisien. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan no 1027 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Apotek, dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pola penyakit
b. Kemampuan masyarakat
c. Budaya masyarakat.

2.4.2. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan
untuk menjaga ketersedian sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan
kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang efektif merupakan suatu
proses yang mengatur berbagai cara, teknik dan kebijakan yang ada
untuk membuat suatu keputusan tentang obat-obatan yang akan
diadakan, baik jumlah maupun sumbernya. Keputusan Menteri
Kesehatan RI no 1027 tahun 2004 tentang perapotekan
menyebutkan bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan
kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur
resmi yaitu melalui pemasok resmi atau PBF (Pedagang Besar
Farmasi). Alur pengadaan barang di apotek meliputi:
1. Bagian pengadaan melakukan pencatatan ke buku defecta barang
yang telah habis atau stok tinggal sedikit.
2. Dari catatan buku defecta, perbekalan farmasi yang akan di pesan
ditulis ke dalam Surat Pesanan (SP) untuk kemudian dikirimkan
kepada PBF yang telah dipilih. Surat Pesanan (SP) ada 4 macam
yaitu: SP regular untuk memesan golongan Obat Bebas dan Obat
Keras, SP Psikotropika untuk memesan obat golongan psikotropika,
SP Obat-obat mengandung prekursor, dan SP Narkotika khusus hanya
kepada PBF Kimia Farma.
3. Pemasok akan mengantar barang yang dipesan melalui bagian
pembelian, bersama dengan faktur dan faktur pajak (Ppn 10%).
4. Bagian pengadaan melakukan pengecekan barang sesuai dengan Surat
Pesanan. Apabila telah sesuai, faktur ditanda tangani kemudian
barang bisa diterima dan disimpan di apotek.

Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan adalah:
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar
atau nomor registrasi.
2. Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dapat dipertanggung jawabkan.
3. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi.
4. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi.

2.4.3. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat. Penyimpanan harus menjamin
stabilitas dan keamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Obat/
bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat
nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus
disimpan pada kondisi yang sesuai, layakdan menjamin kestabilan
bahan (Menkes RI,2004).
Cara penyimpanan untuk Obat-obat yang termasuk golongan
narkotika di Apotek yaitu disimpan pada lemari khusus yang terbuat
dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat) yang ditempel pada
dinding, memiliki 2 kunci yang berbeda, terdiri dari 2 pintu, satu untuk
pemakaian sehari hari seperti kodein, dan satu lagi berisi pethidin,
morfin dan garam garamannya. Lemari tersebut terletak di tempat yang
tidak diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten
Apoteker yang bertugas dan penanggung jawab narkotika. Sedangkan
cara penyimpanan obat psikotropika yaitu diletakkan di lemari yang
terbuat dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat). Lemari
tersebut mempunyai kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang oleh
Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh
APA.

2.4.4. Pelayanan
Pelayanan apoteker diapotek berdasarkan pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1027 tahun 2004 tentang perapotekan adalah sebagai
berikut:
a. Pelayanan Resep
Tugas seorang apoteker dalam pelayanan resep meliputi
skrining resep, dan penyiapan obat. Pada kegiatan skrining resep
dilakukan pengecekan kesesuaian resep yang meliputi kessesuaian
administrasi resep (Nama, SIP dan alamat dokter, tanggal penulisan
resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur,
jenis kelamin, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis,
jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, dan informasi
lainnya), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian) dan
pertimbangan klinis yang meliputi adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada
keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Setelah dilakukan skrining resep maka dilakukan penyiapan obat.
Kegiatan penyiapan obat meliputi peracikan, pemberian etiket,
kemasan obat yang harus diserahkan, penyerahan obat, informasi obat,
konseling dan monitoring penggunaan obat.
b. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut
membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet
/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
c. Pelayanan residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa
catatan pengobatan (medication record).

2.4.5. Pengelolaan Obat Rusak dan Kadaluarsa


Untuk obat-obat yang mendekati kadaluarsa ataupun sudah kadaluarsa
akan diretur (dikembalikan) jika Pedagang Besar Farmasi (PBF) bersedia, tetapi
dengan persyaratan tertentu. Tetapi jika PBF tidak bersedia, maka obat-obatan
tersebut akan dikumpulkan dan dimusnahkan dengan cara tertentu, contohnya
untuk sediaan obat yang berbentuk tablet, cara pemusnahannya yaitu digerus
terlebih dahulu, kemudian dikubur dengan tanah. Begitu pula, sediaan obat yang
sirup, cara pemusnahannya dibuang sirup tersebut ke tong sampah, baru botol
kosongnya dibuang. Dan akan dibuat acaranya.

Untuk meretur obat yang kadaluarsa biasanya PBF memberi persyaratan-


persyaratan tertentu seperti, obat-obat tersebut harus dalam keadaan utuh dan
harus diretur tiga bulan sebelum expired date.

2.4.6. Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika


Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut :
1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan
narkotika yang berisi jenis dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak
memenuhi syarat.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.
3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA,
Asisten Apoteker, Petugas Balai POM, dan KepalaSuku Dinas
Kesehatan Kabutapten/Kota setempat.
4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara
Pemusnahan yang berisi :
a) Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan
b) Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
c) Cara pemusnahan
d) Petugas yang melakukan pemusnahan
e) Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
a) Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.
c) Arsip apotek.
Untuk prosedur pemusnahan psikotropika sama dengan
prosedur pemusnahan narkotika.
2.5. Tata Cara Pendirian Apotek
Suatu apotek dapat berdiri dan beroperasi jika dilengkapi dengan Surat
Izin Pendirian Apotek (SIA). SIA merupakan surat izin yang diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana
untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu (Permenkes No.
922/Menkes/Per/X/2003).
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun
2009 menyebutkan bahwa apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai apoteker. Pekerjaan kefarmasian dilakukan berdasarkan pada
nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta
keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan sediaan farmasi yang
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan kefarmasian. Seperti
telah diketahui bahwa salah satu tempat pengabdian apoteker adalah apotek. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan SIA, yaitu:
1. Untuk mendapatkan ijin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perbekalan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya
yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain
2. Perbekalan farmasi yang dimaksud sekurang-kurangnya terdiri dari obat
generik sesuai dengan Daftar Obat Esensial Nasional atau Rumah Sakit
Tipe C.
3. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
4. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan
farmasi.
Ijin apotek berlaku selam 5 tahun dan dapat diperbarui kembali serta APA dapat
melakukan pekerjaan kefarmasian dengan baik.
Persyaratan mengenai apotek berdasarkan pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tidak menyebutkan
persyaratan luas gedung dan jarak antar apotek yang penting pelayanan obat dapat
dilakukan dengan baik serta batas antara apotek yang satu dengan apotek yang
lain tidak dapat ditetapkan, perlu adanya persetujuan lokasi sebelum
melaksanakan kegiatannya dan dalam pasal 2 dicantumkan bahwa ijin apotek
berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan
kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan
masih memenuhi persyaratan. Pada kenyataannya ijin apotek berlaku sesuai
dengan aturan tiap Dinas Kesehatan Kabupaten dan biasanya tiap 5 tahun harus
diperbaharui dengan persyaratan yang hampir sama dengan pendirian apotek baru.
Berdasarkan Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, dalam
permohonan ijin apotik harus melampirkan :
1. Salinan/ fotocopy Surat Ijin kerja Apotik
2. Salinan/ fotocopy Kartu Tanda Penduduk
3. Salinan/ fotocopy denah bangunan
4. Surat yang menyatakan bangunan dalam bentuk akte hak milik / sewa /
kontrak.
5. Daftar Asisten Apoteker (AA) dengan mencantumkan nama alamat, tanggal
lulus dan nomor surat ijin kerja.
6. Asli dan salinan/ fotocopy daftar terperinci alat perlengkapan apotek
7. Surat pernyataan Apoteker Pengelola Apotek (APA) tidak bekerja pada
perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA di Apotek lain.
8. Asli dan salinan atau fotocopy surat ijin atasan bagi pemohon Pegawai Negeri,
anggota ABRI dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya.
9. Akte perjanjian kerja sama APA dan Pemilik Sarana Apotik (PSA).
10. Surat Pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran perundang-undangan di
bidang obat.
Beberapa hal yang juga dicantumkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Repubik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 :
1). Lokasi dan Tempat
Jarak minimum antara apotek satu dengan apotek yang lain tidak
dipersyaratkan, namun sebaiknya dipertimbangkan studi kelayakannya yang
ditinjau dari segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah dan kondisi
ekonomi penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehetan, hygiene
lingkungan, keamanan dan kemudahan dijangkau. Sarana praktek dapat
didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya
diluar sediaan farmasi. Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien,
termasuk penempatan brosur/ materi informasi dan ruangan tertutup untuk
konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari
untuk menyimpan catatan medikasi pasien. Selain itu tempat parkir juga
berperan penting, karena dengan adanya tempat parkir yang luas maka
konsumen akan lebih nyaman datang ke apotek.

2). Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)


Syarat memiliki NPWP sekarang mudah, yaitu hanya dengan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dari wajib pajak.
3). Bangunan
Bangunan apotek harus dalam bentuk akte hak milik / sewa / kontrak dan
memenuhi persyaratan teknis, sehingga menjamin kelancaran pelaksanaan
tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang
kefarmasian. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang peracikan
dan penyerahan resep, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang
tunggu, ruang penyimpanan obat, ruang pencucian alat dan WC. Secara teknis
ventilasi serta sistem sanitasi harus mematuhi persyaratan higiene serta
penerangan cukup, alat pemadam kebakaran harus berfungsi dengan baik
sekurang-kurangnya dua buah, papan nama berukuran minimal panjang; 60 cm,
lebar: 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5
cm tebal tebal 5 cm.
4). Perlengkapan Apotek
Perlengkapan yang harus dimiliki oleh suatu apotek antara lain :
a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan
Yang termasuk di dalamnya adalah timbangan miligram dengan anak
timbang yang sudah ditara, timbangan gram dengan anak timbang yang
sudah ditara, gelas ukur, labu erlenmeyer, gelas piala, panci pengukur,
corong, termometer, spatel logam/tanduk, cawan penguap porselen, batang
pengaduk, pemanas air, kompas, panci dan rak pengering alat.
b. Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi
Terdiri dari lemari dan rak penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari
untuk menyimpan narkotika dan psikotropika. Wadah pengemas dan
pembungkus (etiket, wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan
obat).
c. Perlengkapan administrasi
Yang termasuk di dalamnya adalah blanko pesanan obat, blanko kartu stok
obat, blanko salinan resep, blanko faktur dan nota penjualan, kwitansi, buku
pembelian, penerimaan dan pengiriman, buku pembukuan keuangan, buku
pencatatan narkotika, buku pesanan narkotika, form laporan narkotika, dan
buku pencatatan penyerahan racun.
d. Buku standar yang diwajibkan meliputi: Farmakope Indonesia edisi terbaru
1 buah, serta buku lain yang ditetapkan oleh DirJen POM (ISO, MIMS,
DPHO) dan kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan apotek
5). Perbekalan Apotek
Perbekalan apotek meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, alat kesehatan dan
kosmetika. Obat sekurang-kurangnya terdiri dari obat Generik sesuai dengan
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).

Anda mungkin juga menyukai