TINJAUAN PUSTAKA
2.4.2. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan
untuk menjaga ketersedian sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan
kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang efektif merupakan suatu
proses yang mengatur berbagai cara, teknik dan kebijakan yang ada
untuk membuat suatu keputusan tentang obat-obatan yang akan
diadakan, baik jumlah maupun sumbernya. Keputusan Menteri
Kesehatan RI no 1027 tahun 2004 tentang perapotekan
menyebutkan bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan
kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur
resmi yaitu melalui pemasok resmi atau PBF (Pedagang Besar
Farmasi). Alur pengadaan barang di apotek meliputi:
1. Bagian pengadaan melakukan pencatatan ke buku defecta barang
yang telah habis atau stok tinggal sedikit.
2. Dari catatan buku defecta, perbekalan farmasi yang akan di pesan
ditulis ke dalam Surat Pesanan (SP) untuk kemudian dikirimkan
kepada PBF yang telah dipilih. Surat Pesanan (SP) ada 4 macam
yaitu: SP regular untuk memesan golongan Obat Bebas dan Obat
Keras, SP Psikotropika untuk memesan obat golongan psikotropika,
SP Obat-obat mengandung prekursor, dan SP Narkotika khusus hanya
kepada PBF Kimia Farma.
3. Pemasok akan mengantar barang yang dipesan melalui bagian
pembelian, bersama dengan faktur dan faktur pajak (Ppn 10%).
4. Bagian pengadaan melakukan pengecekan barang sesuai dengan Surat
Pesanan. Apabila telah sesuai, faktur ditanda tangani kemudian
barang bisa diterima dan disimpan di apotek.
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan adalah:
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar
atau nomor registrasi.
2. Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dapat dipertanggung jawabkan.
3. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi.
4. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi.
2.4.3. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat. Penyimpanan harus menjamin
stabilitas dan keamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Obat/
bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat
nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus
disimpan pada kondisi yang sesuai, layakdan menjamin kestabilan
bahan (Menkes RI,2004).
Cara penyimpanan untuk Obat-obat yang termasuk golongan
narkotika di Apotek yaitu disimpan pada lemari khusus yang terbuat
dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat) yang ditempel pada
dinding, memiliki 2 kunci yang berbeda, terdiri dari 2 pintu, satu untuk
pemakaian sehari hari seperti kodein, dan satu lagi berisi pethidin,
morfin dan garam garamannya. Lemari tersebut terletak di tempat yang
tidak diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten
Apoteker yang bertugas dan penanggung jawab narkotika. Sedangkan
cara penyimpanan obat psikotropika yaitu diletakkan di lemari yang
terbuat dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat). Lemari
tersebut mempunyai kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang oleh
Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh
APA.
2.4.4. Pelayanan
Pelayanan apoteker diapotek berdasarkan pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1027 tahun 2004 tentang perapotekan adalah sebagai
berikut:
a. Pelayanan Resep
Tugas seorang apoteker dalam pelayanan resep meliputi
skrining resep, dan penyiapan obat. Pada kegiatan skrining resep
dilakukan pengecekan kesesuaian resep yang meliputi kessesuaian
administrasi resep (Nama, SIP dan alamat dokter, tanggal penulisan
resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur,
jenis kelamin, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis,
jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, dan informasi
lainnya), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian) dan
pertimbangan klinis yang meliputi adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada
keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Setelah dilakukan skrining resep maka dilakukan penyiapan obat.
Kegiatan penyiapan obat meliputi peracikan, pemberian etiket,
kemasan obat yang harus diserahkan, penyerahan obat, informasi obat,
konseling dan monitoring penggunaan obat.
b. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut
membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet
/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
c. Pelayanan residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa
catatan pengobatan (medication record).