Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI PEMASARAN FARMASI

“APOTEK RAKYAT”

Disusun oleh :
Kelompok 3

1) Nur Yusdiyanti 1943050016


2) Marco Develsio 1943050040
3) Fitri Fauziah 1943050042
4) Rindiyani 1943050044
5) Muhamad Rahim 1943050052

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

2020/2021
STUDY CASE

APOTEK RAKYAT

Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan


farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasiaan
meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter (meliputi peracikan,
pelayanan obat keras, psikotropika dan narkotika, sampai pemberian etiket dan label),
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Pekerjaan kefarmasian di apotek harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang


mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Didalam pekerjaan kefarmasian di apotek, peranan apoteker menjadi perhatian
utama karena apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang mempunyai keahlian dan
wewenang sebagai penanggung jawab dalam pekerjaan kefarmasian di apotek.

 Apa itu Apotek rakyat ?

Apotek Rakyat adalah sebuah sarana pelayanan kefarmasian, tempat dilakukannya


praktik kefarmasian oleh apoteker yang semula dalam pengaturannya diniatkan secara luhur
dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses masyarakat dalam memperoleh obat dan
untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian.

Dalam perkembangannya, Apotek Rakyat perlahan-lahan menjelma menjadi salah


satu mata rantai kelabu distribusi obat yang menjadi pemasok obat ilegal, obat palsu, obat
kedaluwarsa, bahkan obat rusak. Ironisnya meski dalam regulasinya Apotek Rakyat juga
diwajibkan memiliki penanggung jawab seorang apoteker, celah terjadinya kasus ini diakui
mau tidak mau salah satunya juga akibat ketidak hadiran apoteker di apotek.

Dalam hal ini Sehubungan terdapatnya beberapa ketentuan Apotek Rakyat menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 Apotek Rakyat
bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan apotek berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, maka pada tesis ini akan dibahas mengenai hubungan antara
kepastian hukum Apotek Rakyat dengan Pekerjaan Kefarmasian.
Berdasarkan analisis hubungan antara kepastian hukum Apotek Rakyat dengan
Pekerjaan Kefarmasian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan mengenai Apotek
Rakyat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 tidak
memberikan kepastian hukum bagi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
Apotek Rakyat tersebut karena Peraturan Menteri Kesehatan No.
284/MENKES/PER/III/2007 tidak dapat memberikan perlindungan hukum, keadilan dan
ketertiban bagi subjek hukum, yang dalam hal ini adalah masyarakat, baik masyarakat umum
maupun masyarakat profesi (apoteker) atas pekerjaan kefarmasian. Sehingga, Peraturan
Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 harus dicabut, selanjutnya hanya
mengacu pada ketentuan apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Sehubungan dengan hal tersebut, menarik untuk mengetahui jalur distribusi obat
secara legal. Terkait kasus ini, mata rantai seluruh jaringan distribusinya harus diberantas
tuntas hingga ke akar-akarnya. Dalam kasus vaksin palsu diungkapkan distributor utamanya
adalah Apotek Rakyat Ibnu Sina, apotek yang menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 284/Menkes/Per/III tentang Apotek Rakyat notabene merupakan wujud transformasi
dari pedagang eceran obat (toko obat) yang dilegalisasi menjadi apotek.

Padahal melalui praktik apoteker yang bertanggung jawab, pada akhirnya juga
merupakan upaya pengawasan dalam pendistribusian obat-obatan. Ikatan Apoteker Indonesia
sebagai organisasi yang membawahi para apoteker, dalam hal ini harus mampu
mendisiplinkan anggotanya.

Terlebih setelah kasus ini terkuak, regulasi Apotek Rakyat yang termuat dalam
Permenkes dan disahkan di era Menteri Kesehatan Dr dr Siti Fadilah Supari SpJP (K)
sebaiknya dikaji ulang.

Berdasarkan kasus ini, Apotek Rakyat perlahan-lahan menjelma menjadi sumber distorsi
peredaran obat secara ilegal termasuk vaksin palsu.

Sejumlah pelanggaran praktik kefarmasian dilakukan pengelola Apotek rakyat di beberapa


tempat. Selain menjual bebas obat-obatan yang seharusnya memakai resep dokter, apotek
rakyat juga menjadi tempat peredaran obat ilegal. Untuk itu, keberadaan apotek rakyat
diusulkan ditiadakan.
Menurut penulis, isi naskah dalam peraturan Apotek Rakyat maknanya terkesan bias
dan banyak sekali menyimpang dari peraturan perundang‐undangan yang menyangkut
apotek, pekerjaan kefarmasian, Undang‐Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Undang‐
Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, serta Undang‐Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Permasalahan tersebut antara lain:

1. Apotek Rakyat dilarang meracik obat sesuai dinyatakan pada Pasal 5 ayat 2.
Meracik obat merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang merupakan
wewenang apoteker. Sehingga pasal tersebut bertentangan dengan:
a. Undang‐Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 108 ayat 1
b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1
ayat 1
c. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Pasal 10
d. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin Kerja
Apoteker Pasal 1 ayat 2
e. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Bab II mengenai pelayanan sediaan farmasi
f. Reglement D.V.G (ST.1882 No. 97) Pasal 56 yang menyebutkan bahwa yang
berhak menjalankan peracikan obat hanyalah Apoteker dan Asisten Apoteker
dengan persyaratan tertentu.
2. Apotek Rakyat dilarang menyimpan dan menyerahkan narkotika dan psikotropika
pada Pasal 5 ayat 2, yang artinya peraturan ini membatasi peran dan wewenang
apoteker atas pekerjaan kefarmasian yang salah satunya wewenang untuk
menyerahkan psikotropika dan narkotika. Sehingga pasal tersebut bertentangan
dengan :
a. Undang‐Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 108 ayat 1
b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1
ayat 1
c. undang‐Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
d. Undang‐Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Sebab-sebab Apotek Rakyat ditiadakan :

1. Apotek Rakyat telah terbukti mendistribusi yang menjadi pemasok obat ilegal, obat
palsu, obat kadaluwarsa dan obat-obatan yang sudah rusak.
2. Menjelma menjadi sumber distorsi peredaran obat secara ilegal termasuk vaksin
palsu.
3. Menjual bebas obat-obatan yang seharusnya memakai resep dokter dan tempat
peredaran obat ilegal.
4. Dalam menjalankannya dilakukan oleh Lembaga yang bukan tenaga kesehatan yang
tidak mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang‐undangan.
5. Dalam hal ini Apotek rakyat terbukti telah melanggar dan bertentangan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 dan Sejumlah
peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan Kesehatan maupun
kefarmasian yang tidak sesuai dengan ketentuan apotek berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa Apotek harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dengan mengikuti standar pelayanan kefarmasian
di Indonesia. Disamping itu, Apotek juga harus mengacu pada Kode Etik Apoteker
Indonesia dan juga Undang-undang kefarmasian yg berlaku, apabila sarana kefarmasian
tersebut lalai dalam melaksanakan kewajiban dan tugasnya maka Lembaga tersebut dapat
dikenakan sanksi oleh undang-undang dan ketentuan yang berlaku. Apotek maupun apoteker
dapat dijadikan tersangka karena melanggar undang-undang yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai