OLEH:
NIM : 190205349
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur hendak saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa Pencipta
Langit dan Bumi, saya bersyukur karena perkenanannya saya, mahasiswi jurusan farmasi
ekstensi PAFI bisa menyelesaikan tugas kode etik farmasi lewat penyusunan makalah ini.
Adupun tujuan saya menyusun makalah ini adalah untuk lebih mengetahui peran dan tugas
tenaga teknis kefarmasian dan apoteker di rumah sakit dan apotek dalam melayani masyarakat
pada khususnya dengan judul makalah Tugas Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker dalam
melayani masyarakat di bidang kefarmasian, dibawah asuhan dosen kode etik farmasi Dr.
Muhammad Taufik, M.si.
Selanjutnya, saya mohon maaf jika dalam penyusunan makalah ini terdapat berbagai
kesalahan baik dalam materi yang saya sajikan, ataupun dalam hal penulisan materi, nama, dan
gelar sekalipun. Kiranya makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya. Terimakasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana
diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan
kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian
pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi
Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang
komprehensif dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian
yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan
obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir
serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (Medication error).
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan salah satu sub sistem
pelayanan yang berorientasi pada pasien. Pelayanan kefarmasian ini mengarahkan pasien
tentang kebiasaan/pola hidup yang mendukung tercapainya keberhasilan pengobatan,
memberi informasi tentang program pengobatan yang harus dijalani pasien, memonitor
hasil pengobatan dan bekerja sama dengan profesi lainnya untuk mencapai kualitas hidup
yang optimal bagi pasien. Dalam uraian di atas semua peranan yang telah dipaparkan
merupakan tugas Tenaga Kefarmasian dalam memberikan pelayanan kefarmasian disarana
pelayanan farmasi, salah satu contohnya Apotek dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pekerjaan kefarmasian itu ?
2. Apa saja dasar hukum peran tenaga kefarmasian ?
3. Dari mana dasar perizinan apotek dan sumber daya manusia yang bekerja di apotek ?
4. Bagaimana peranan pelayanan kefarmasian di apotek ?
5. Apa yang dimaksud dengan rumah sakit ?
6. Bagaimana peranan farmasi di rumah sakit ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa saja pekerjaan kefarmasian.
2. Agar kita dapat mengetahui apa saja dasar hukum peran tenaga kefarmasian.
3. Untuk mengetahui bagaimana dasar perizinan apotek dan sumber daya manusia yang
bekerja di apotek.
4. Untuk mengetahui apa saja peranan pelayanan kefarmasian di apotek.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan rumah sakit.
6. Untuk mengetahui bagaimana peranan farmasi di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pekerjaan Kefarmasian
Sistem praktek kefarmasian dapat diartikan sebagai bagan integral dari sistem
pelayanan kesehatan yang utuh dan terpadu, terdiri dari struktur dan fungsi jaringan
pelayanan kefarmasian. Praktek kefarmasian adalah upaya penyelenggaraan pekerjaan
kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pekerjaan kefarmasian menurut UU
Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ruang lingkup pelayanan kefarmasian meliputi kegiatan, tanggung jawab,
kewenangan dan hak. Seluruh ruang lingkup pelayanan kefarmasian harus dilaksanakan
dalam kerangka sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada masyarakat. Jika ditinjau
dari fungsi, maka sistem pelayanan kesehatan terdiri dari sub-sub sistem pelayanan profesi
tenaga kesehatan, Yang terdiri dari (a) tenaga medis, (b) tenaga keperawatan, (c) tenaga
kefarmasian, (d) tenaga kesehatan masyarakat, (e) tenaga gizi, (f) tenaga keterapian fisik, (g)
tenaga keteknisan medis. (PP No.32, tahun 1996, tentang Tenaga Kesehatan ).
Sesuai dengan PP RI No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 19
tentang Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Fasilitas
pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,
toko obat atau apotek bersama.
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan
kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan
oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan
daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah
mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat.
Menurut WHO, rumah sakit adalah suatu organisasi sosial dan medis terpadu yang
berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan baik penyembuhan maupun pencegahan kepada
masyarakat serta merupakan pusat pendidikan bagi petugas-petugas dibidang kesehatan dan
penelitian dibidang medis.
Menurut Peraturan Menkes Nomor 983 / Menkes / PER / IX / 1992, rumah sakit
adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta
dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan dan penelitian. Rumah sakit adalah fasilitas atau
sarana kesehatan bagi salah satu sumber daya kesehatan yang mempunyai tugas untuk
memelihara dan memulihkan kesehatan. Rumah sakit dapat juga berfungsi sebagai tempat
ideal untuk mengembangkan ilmu medis dan penyakit serta mengembangkan pelayanan
obat bagi pasien.
C. Izin Apotek
Semua penyelenggaraan sarana kesehatan, termasuk apotek harus memiliki izin. UU
No.23, tahun 1992, pasal 59, point (3) menyatakan ”Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
memperoleh izin penyelenggaraan sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah”.
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perapotekan (PP No.25, tahun 1980 )
pada Pasal 6, menyatakan ”Pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dan hal-hal teknis lainnya
yang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri
Kesehatan”.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam hal ini menerbitkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002, tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek. Berarti bahwa KepMenKes No. 1332, tahun 2002, merupakan amanat dan atau
merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari UU No.23 tahun 1992.
2. Peran
a. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu (Quality
Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control).
b. Sebagai penanggungjawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yaitu di apotek,
diInstalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek
bersama.
c. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.
d. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian,
apoteker dapat mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA.
3. Tanggung Jawab
a. Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam rangka pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan sediaan farmasi yang tidak tepat dan tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian
juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan
penggunaan farmasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
b. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang menyangkut
proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi termasuk rahasia
pasien.
c. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang
ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produksi
sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala sesuatu yang
berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu sediaan farmasi pada
fasilitas produksi sediaan farmasi.
d. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi
sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang produksi dan pengawasan mutu.
e. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
f. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang dilakukan
melalui audit kefarmasian.
g. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.
Standar pelayanan kefarmasian di apotek (KepMenKes RI No. 1027/ MENKES/ SK/IX/
2004) :
1. Pelayanan resep (asuhan kefarmasian di apotek)
Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintan dari dokter, dokter gigi, atau
dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Kegiatan yang harus dilakukan oleh
seorang apoteker dalam melaksanakan asuhan kefarmasian :
a. Skrining resep
1) Persyaratan administratif
a) Nama, SIP, alamat dokter
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta
f) Cara pemakaian
g) Informasi lainnya
2) Kesesuaian farmasetik
a) bentuk sediaan
b) dosis
c) potensi
d) stabilitas
e) inkompatibilitas
f) cara dan lama pemakaian
3) Pertimbangan klinik
a) adanya alergi
b) efek samping
c) interaksi
d) kesesuaian (dosis, durasi, jumlahobat, dll)
b. Penyiapan obat
1) Peracikan
2) Etiket
3) Kemasan obat yang diserahkan
4) Penyerahan obat
5) Informasi obat
6) Konseling
7) Monitoring penggunaan obat
3. Retailer
Merupakan tahapan akhir dari kanal distribusi, yaitu usaha penjualan barang atau
jasa kepada konsumen untuk keperluannya masing-masing. Kunci sukses seorang
apoteker sebagai retailer adalah identifying, stimulating, dan satisfying demands.
a. Identifiying
Identifying adalah menganalisis dan mengumpulkan informasi-informasi
mengenai konsumen. Informasi tersebut tidak lain adalah jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan berikut: Siapa yang membeli ? Apa yang mereka beli ? Mengapa mereka
membeli ? Bagaimana mereka memutuskan untuk membeli ? Kapan mereka
membeli? Dimana mereka membeli ? Seberapa sering mereka membeli ?
Seyogyanya apoteker harus mengetahui perilaku-perilaku membeli dari konsumen
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Misalnya saat musim haji, yang
banyak dicari adalah multivitamin dan penambah stamina. Perilaku membeli tersebut
juga dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah profil demografis. Faktor-
faktor profil demografis tersebut antara lain usia, gender, pekerjaan, pendidikan,
etnis, lokasi dan lain-lain. Bila profil demografis diketahui, maka kita akan segera
mengetahui peluang-peluang yang menjanjikan. Misalnya bila apotek terletak
didaerah lokalisasi, yang banyak dicari pasti kondom, lubrikan, obat kuat dan lain-
lain.
b. Stimulating - satisfying demands
Setelah menganalis perilaku membeli konsumen, maka selanjutnya harus
dilakukan stimulating, yaitu memberi isyarat atau dorongan sosial, komersial dan
lain-lain dengan diikuti pemberian informasi-informasi yang dibutuhkan konsumen
mengenai produk yang akan dibeli. Hal ini perlu dilakukan karena sepandai-
pandainya kita menganalisis perilaku membeli, tetap keputusan akhir terletak pada
konsumen.
c. Satisfying demands
Tugas selanjutnya setelah konsumen ingin membeli yaitu memenuhi
permintaan tersebut. Berikan pelayan yang terbaik, jujur dan penuh kesabaran. Dan
yang terpenting adalah produk yang dijual harus tepat kualitas, tepat jumlah, tepat
waktu. Inilah yang dimaksud satisfying demands.
Saat ini jumlah apoteker yang ada di Indonesia adalah tiga puluh ribu orang,
demikian yang telah disebutkan oleh ketua Ikatan Apoteker Indonesia dalam situs
resminya. Perbandingan jumlah tersebut terhadap jumlah masyarakat Indonesia
adalah 1 : 8000. Jumlah ini tentu dirasakan masih kurang, dari jumlah tersebut kira-
kira sepertiganya bekerja sebagai penanggung jawab apotek yang menurut data dari
departemen kesehatan berjumlah 10.737 apotek, sedangkan data dari situs organisasi
profesi apoteker per April 2008 sejumlah 10.365 apotek, bisa dikatakan bahwa
apotek merupakan tempat yang paling banyak menampung profesi apoteker.
Apoteker juga banyak yang bekerja di instalasi farmasi rumah sakit, pedagang besar
farmasi, puskesmas, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen kesehatan
baik pusat maupun daerah, sebagai tenaga pendidik (Dosen) di perguruan tinggi,
sebagai guru di sekolah menengah farmasi, industri obat, industri obat tradisional,
industri kosmetik, lembaga penelitian, tenaga pemasaran dan di beberapa tempat
lainnya.
G. Rumah Sakit
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah,dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu.
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan
paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu
kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma
tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian,
para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi
Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan
Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun
farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem
Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga
diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang
diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik
secara intensif.
Peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep Pelayanan
Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan
Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Tujuan pelayanan farmasi :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun
dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang
tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan
etik profesi.
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
PEMBASAHAN
A. Kesimpulan
Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pekerjaan kefarmasian yaitu meliputi
pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ketenaga farmasian juga bekerja berdasarkan peraturan perundangan RI No 51
Tahun 2009 pasal 19 tentang Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian. Fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik, toko obat atau apotek bersama.
Berdasarkan menteri kesehatan Republik Indonesia dalam perizinan apotek
menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002, tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Berarti bahwa KepMenKes No. 1332,
tahun 2002, merupakan amanat dan atau merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
UU No.23 tahun 1992.
KepMenKes No.1332 tahun 2002, Pasal19 :
1. Point (1) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugas nya pada
jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.
2. Point (2) Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal
tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk
Apoteker Pengganti.
3. Point (5) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari
2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan
dicabut.
Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan prilaku agar
dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain
adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui
tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Menurut WHO, Pelayanan farmasi rumah sakit yang dilakukan meliputi:
1. Pengkaijian dan pelayanan resep
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling
5. Pemantauan terapi obat (PTO)
6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
B. Saran
Seharusnya untuk apoteker yang mengabdikan dirinya di apotek dan rumah sakit,
harus lebih menjiwai pekerjaannya dengan cara hadir di apotek dan rumah sakit selama
kegiatan kefarmasian sedang berjalan. Sesuai dengan Dalam PP no. 51 Pasal 21 ayat 2
dipaparkan, bahwa yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep adalah apoteker.
Jelas terlihat bahwa disini peran apoteker sangatlah penting.
Sebaiknya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien haruslah
ramah, agar pada saat memberikan obat dan memberikan informasi tentang obat yang
diterima oleh pasien dapat dimengerti secara jelas untuk mencegah terjadinya kesalahan
pemberian obat. Dan saran kami, perlu diadakannya pelatihan dan pendidikan tentang
managemen kefarmasian dan etika profesi bagi tenaga teknis kefarmasian yang bekerja di
sarana farmasi, agar kelak masyarakat dapat mempercayai kita selaku tenaga farmasi yang
handal.
DAFTAR PUSTAKA
Adelina Br Ginting (2009). Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Medan.
Hirzani, dkk. (2003). Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Mutu Pelayanan
dan Hubungannya dengan Minat Beli Ulang di RS X di Jakarta tahun 2002. Jurnal
Manajemen dan Administrasi RS Indonesia. No.1. Vol IV.
Kashmir. (2005). Etika Customer service. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
KepMenKes No.1332 tahun 2002, Pasal19 tentang Peran Apoteker.
Muninjaya. (2004). Peluang RS dalam Meraih Keunggulan Bersaing Melalui Strategi
pemasaran. Jurnal Manajemen dan Administrasi RS. Program Pasca Sarjana. UI.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesai No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pudjaningsih. (2007). Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah
Sakit. UGM Press.
Pratiwi, E.N. (2007). Hubungan Kepuasan Pasien Bayar dengan Minat Kunjungan Ulang di
Puskesmas Wisma Jaya Kota Bekasi Tahun 2007. Makara Kesehatan. Vol.12.
Putera, F.R. (2008). Pengendalian Biaya Kesehata dengan Farmakoekonomi. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Purwastuti, R. (2005). Analisis Faktor-Faktor Pelayanan Farmasi Yang Memprediksi
Keputusan Beli Obat Ulang dengan Pendekatan Persepsi Pasien Klinik Umum di
Unit Rawat JalanRS Tegolrejo Semarang.
Quick, J.D., Rankin, J.R., Laing, R.O., et al. (1997). Managing Drug Supply : The Selection,
Procurement, Distribution and Use of Pharmaceuticals. 2nd Ed. Revised and
Expand. Kumarian Press.
Supranto, J. (1997). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa
Pasar. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Tjiptono, Fandy. (2004). Manajemen Jasa. Andi Offset. Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Wingjosoebroto. (2000). Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Jakarta. Kanisius.