Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam melaksanakan suatu upaya kesehatan diperlukan fasilitas

kesehatan sebagai wadah dalam melakukannya menurut undang-

undang No.36 Tahun 2009, fasilitas yang dimaksud adalah suatu alat

dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun

rehabilitative yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

dan/ atau masyarakat (Depkes RI, 1992).

Secara umum, apotik mempunyai 2 fungsi, yang memberikan

layanan kesehatan kepada masyarakat, sekaligus sebagai tempat

usaha yang menerapkan prinsip laba. Dengan kata lain, apotik

merupakan perwujudan dari praktik kefarmasian yang berfungsi

melayani kesehatan masyarakat sambil mengambil keuntungan

secara finansial dari transaksi kesehatan tersebut. Kedua fungsi

tersebut bisa dijalankan secara beriringan tanpa meninggalkan satu

sama lain. Meskipun sesungguhnya mencari laba, namun apotik tidak

boleh mengesampingkan peran utamanya dalam melayani

masyarakat (Bogadenta, 2013).

Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga Kesehatan

yang dibentuk untuk melaksanakan upaya kesehatan secara baik dan


professional. Tenaga teknis kefarmasian yang membantu apoteker

dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian salah satunya adalah ahli

madya farmasi. Pekerjaan kefarmasian dilakukan berdasarkan pada

nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan

serta keselamatan pasien atau masyarakat. Ahli madya farmasi harus

memiliki kompetensi yang tinggi serta memiliki keterampilan

(Bogadenta, 2013).

Praktek perapotikan sangat memberi manfaat dan berperan bagi

mahasiswa dalam menerapkan pengetahuan teoritis yang didapat

selama mengenyam Pendidikan dibangku kuliah. Kegiatan praktek ini

sebagai penjabaran disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan

kefarmasian sehingga mahasiswa diharapkan terampil dalam bidang

kefarmasian diapotek sehingga setiap bagian dari mahasiswa farmasi

dan memberikan pengalaman dalam mengetahui dan memahami

tugas sebagai ahli madya farmasi diapotek (Bogadenta, 2013).

1.2 Tujuan Praktek Apotek

Adapun tujuan dilakukannya praktek apotek ini yakni agar melatih

mahasiswa agar mampu beradaptasi dengan dunia kerja, memberikan

pengalaman kepada mahasiswa tentang penerapan teori yang telah

dipelajari dibangku kuliah pada permasalahan real didunia kerja.


1.3 Manfaat Praktek Apotek

Adapun manfaat dilakukannya praktek apotek ini bagi mahasiswa

yakni mahasiswa mendapat pengalaman dalam dunia kerja dan dapat

menerapkan teori yang telah dipelajarinya. Bagi institusi dapat

melahirkan ahli madya farmasi yang berkualitas, dan bagi instansi

apotek ia dapat berperan aktif dalam melahirkan ahli madya farmasi

yang berkualitas.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi Apotek

Apotek berasal dari Bahasa Yunani apothech, yang secara harfia

berarti “penyimpanan”. Dalam Bahasa Belanda, apotheek yang berarti

tempat menjual dan meramu obat. Apotek juga merupakan tempat

apoteker melakukan praktik profesi farmasi sekaligus menjadi peritel

(Bogadenta, 2013).

Apotek adalah suatu tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (Syamsuni,

2006).

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35

Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek melayani resep dokter,

dokter gigi, dokter hewan, dan dokter lainnya yang telah mendapatkan

izin menurut perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan

tugas sepenuhnya ada dalam tanggung jawab apoteker yang dibantu

oleh seorang asisten apoteker.

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktik kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan Kefarmasian adalah

suatu pelayanan langsung dan bertanggung. jawab kepada pasien

yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien


(PERMENKES, 2016). Maka dapat dikatakan bahwa apotek adalah

salah satu sarana pelayanan kesehatan yang diharapkan dapat

membantu mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,

dan juga sebagai tempat mengabdi dan praktek profesi Apoteker

dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Hartini dan Sulasmono,

2006).

2.2 Persyaratan Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin

Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker

yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk

menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu. Menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan apotek

adalah:

a. Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja

sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan

harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi

dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri

atau milik pihak lain.

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan

pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.


c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain

diluar sediaan farmasi.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Syamsuni, 2006 apotek memiliki tugas dan fungsi sebagai :

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan

2. Sarana farmasi untuk melaksanakan peracikan, pengubahan

bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat

3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat-

obatan yang diperlukan masyarakat

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan

fungsi apotek :

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan apoteker

2. Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya pekerjaan

kefarmasian.

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan

farmasi antara lain obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika.

4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi

lainnya kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk

pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya

dan mutu obat.


5. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau 9

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,

bahan obat dan obat tradisional (DEPKES RI, 2009).

Peraturan Menteri Kesehatan no. 9 Tahun 2017 tentang

Apotek Pasal 16 menjelaskan bahwa apotek menyelenggarakan

fungsi sebagai pengelola sediaan farmasi, alat kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik termasuk

di komunitas.

2.4 Sarana dan Prasarana Apotek.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek

Pasal 7 menyebutkan bahwa bangunan apotek paling sedikit memiliki

sarana ruang yang berfungsi sebagai penerimaan resep, pelayanan

resep dan peracikan, penyerahan sediaan farmasi dan alat

kesehatan, konseling, penyimpanan sediaan farmasi dan alat

kesehatan, dan arsip. Pada Pasal 8 disebutkan bahwa prasarana

apotek paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih, instalasi listrik,

sistem tata udara, dan sistem proteksi kebakaran. Apotek juga wajib

memasang papan nama apotek yang terdiri atas nama apotek, nomor

SIA, dan alamat serta papan nama praktik Apoteker yang memuat

paling sedikit informasi nama Apoteker, nomor SIPA, dan jadwal

praktik Apoteker.
2.5 Surat Izin Apotek

Surat Izin Apotek atau SIA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin 10

untuk menyelenggarakan apotek (PERMENKES, 2006). SIA berlaku 5

(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan

(PERMENKES, 2017). Syarat memperoleh SIA adalah apoteker harus

mengajukan permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah dan

melengkapi dokumen administratif yang meliputi:

a. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dengan

menunjukkan STRA asli.

b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).

c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker.

d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan.

e. Dafar prasarana, sarana, dan peralatan.

f. Standar Pelayanan Kefarmasian.

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang

dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan

Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan

yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi

klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya

manusia, sarana dan prasarana (PERMENKES, 2016).

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan

untuk:

 Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian

 Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

 Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang

tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient

safety). (PERMENKES, 2016).

Standar pelayanan kefarmasian menurut Permenkes No.73 Tahun

2016 mempunyai 4 parameter:

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai dilakukan sesuai undang-undang yang berlaku

meliputi:

a. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan perlu memperhatikan

pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan

masyarakat.

b. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan maka pengadaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai harus melalui jalur resmi.


c. Penerimaan

Untuk menjamin kesesuaian maka kegiatan

penerimaan harus memperhatikan kesesuaian yang tertera

dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

d. Penyimpanan

 Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik

kecuali jika harus dipindahkan ke wadah lain maka

wadah baru harus memuat informasi obat.

 Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi

sesuai.

 Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk

menyimpan barang lainnya yang menyebabkan

kontaminasi.

 Penyimpanan dilakukan secara alfabetis dengan

memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat.

 Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out)

dan FIFO (first expire first out).

e. Pemusnahan dan penarikan

 Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai

jenis dan bentuk sediaan.


 Resep yang telah disimpan melebihi 5 tahun dapat

dimusnahkan oleh apoteker dengan disaksikan oleh

petugas lain di apotek.

 Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan

medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus

dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi

standar/ketentuan peraturan perundang-undangan

dilakukan oleh pemilik izin edar.

 Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut

oleh menteri.

f. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis

dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,

kerusakan kadaluarsa, kehilangan dan pengembalian

pesanan.

g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan dan


pencatatan lainnya sesuai kebutuhan. Pelaporan terdiri dari

pelaporan internal dan eksternal.

Anda mungkin juga menyukai