Anda di halaman 1dari 27

Kompetensi Farmasi

APT. SAID HAIKAL MUBARAK, S.FARM


UNDANG-UNDANG PEKERJAAN
KEFARMASIAN

 Awal penggunaan istilah yuridis Pekerjaan


Kefarmasian dan atau Praktik Kefarmasian
adalah istilah ’Praktek Peracikan Obat’,
seperti dimaksud Ordonansi Obat Keras,
yang mendefinisikan istilah ’Apoteker’, yaitu:
Mereka yang sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku mempunyai
wewenang untuk menjalankan Praktek
Peracikan Obat di Indonesia sebagai seorang
Apoteker sambil memimpin sebuah apotek.
 Kemudian istilah ini dikembangkan dalam UU No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, yang menyatakan
bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat, dan obat tradisional.
 Selanjutnya UU ini menyatakan  bahwa Pekerjaan
Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan
pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
 Dalam Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan,
istilah Pekerjaan Kefarmasian tidak didefinisikan. Istilah
yang digunakan adalah “Praktik Kefarmasian“ yang
definisinya tidak dijumpai dalam Ketentuan Umum.
Istilah ini digunakan dalam Pasal 108 ayat (1) yang
menyatakan bahwa “Praktik Kefarmasian yang meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan“.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009
TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

 Pekerjaan Kefarmasian adalah :


Pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional.
 Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
 Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
 Apoteker adalah :
Sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan Apoteker.
 Tenaga Teknis Kefarmasian adalah :
Tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker
 Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana
yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko
obat, atau praktek bersama.
 Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang
digunakan untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian.
 Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan
Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan
Instalasi Sediaan Farmasi.
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN
KEFARMASIAN

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:


a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan
Sediaan Farmasi;
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan
Farmasi;
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau
Penyaluran Sediaan Farmasi; dan
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan
Sediaan Farmasi.
PENANGGUNG JAWAB
PRODUKSI

Pasal 7
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi
Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker
penanggung jawab.
Pasal 8
 Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat
berupa industri farmasi obat, industri bahan
baku obat, industri obat tradisional, dan
pabrik kosmetika
 Pasal 9
1. Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang
Apoteker sebagai penanggung jawab masing-
masing pada bidang pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu setiap
produksi Sediaan Farmasi.
2. Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika
harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang Apoteker sebagai penanggung jawab.
 Pasal 14

(1) Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan


Farmasi berupa obat harus memiliki seorang
Apoteker sebagai penanggung jawab.
 Pasal 15
Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi
atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 harus memenuhi
ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang
ditetapkan oleh Menteri.
 Pasal 17

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan


proses distribusi atau penyaluran Sediaan
Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga
Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.
PRAKTEK
KEFARMASIAN
 Pasal 21
(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat
Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga
Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK
pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang
diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien.
 Pasal 24

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas


Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:

a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang


memiliki SIPA;

b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik


yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang
lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan

c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika


kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
TENAGA KEFARMASIAN

Tenaga Kefarmasian terdiri atas:


a. Apoteker; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
REGISTRASI TENAGA
FARMASI

 Pasal 39
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi.
 Pasal 52
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai
tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
 Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya
disingkat STRA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker
yang telah diregistrasi.
 Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian
yang telah diregistrasi.
 Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya
disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
 Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah
surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada
fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau
penyaluran.
Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi
rumah sakit
b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping;
c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan
instalasi farmasi rumah sakit; atau
d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian
KOMPETENSI FARMASI
STANDAR KOMPETENSI
APOTEKER INDONESIA

1. Mampu melakukan Praktek Kefarmasian secara


Profesional dan Etik
* menguasai kode etik
* melakukan konsultasi/konseling
* keterampilan komunikasi (dengan pasien, tenaga
kesehatan dan komunikasi tertulis)

2. Mampu menyelesaikan masalah terkait penggunaan


sediaan farmasi
* masalah penggunaan obat yang rasional
* MESO
* ESO
* Therapeutic Drug Monitoring
* mendampingi swamedikasi
3. Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi
dan alat kesehatan
* melakukan penilaian resep
* evaluasi obat yang diresepkan
* penyiapan dan penyerahan obat yang diresepkan

4. Mampu memformulasi dan memproduksi


Sediaan Farmasi dan Alkes sesuai standar berlaku
* persiapan pembuatan obat
* membuat formulasi
* sterilisasi alkes
* mengendalikan obat-obat khusus
5. Mempunyai keterampilan dalam pemberian
Informasi sediaan farmasi dan Alkes
*pelayanan informasi obat
*menyampaikan informasi bagi masyarakat
dengan mengindahkan etika profesi

6. Mampu berkontribusi dalam Upaya Preventif


dan Promotif Kesehatan Masyarakat
*bekerjasama dalam pelayanan kesehatan
dasar
7. Mampu mengelola Sediaan Farmasi dan Alkes
sesuai standar yang berlaku
* menyeleksi sediaan farmasi dan alkes
* melakukan pengadaan sediaan farmasi dan
alkes
* mendesign, menyimpan dan mendistribusikan
sediaan farmasi dan alkes
* melakukan pemusnahan sediaan farmasi dan
alkes
8. Mempunyai keterampilan Organisasi dan mampu
membangun hubungan interpersonal dalam melakukan
praktik kefarmasian
* merencanakan dan mengelola waktu kerja
* mampu bekerja dalam tim
* mampu menyelesaikan masalah dan mengelola konflik

9. Mampu mengikuti Perkembangan IPTEK yang


berhubungan dengan kefarmasian
* belajar sepanjang hayat dan kontribusi untuk kemajuan
profesi
* menggunakan teknologi untuk pengembangan
profesionalitas

Anda mungkin juga menyukai