Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pengobatan simtomatik, preventif, kuratif dan paliatif maupun tata

kelola penyakit dan kondisinya, komponen yang penting adalah manajemen obat-

obatan dan pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian di Klinik merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Klinik yang

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua

lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.Hal ini merupakan suatu

upaya multidisiplin yang terkoordinasi oleh staf klinik.

Adapun prinsip yang diterapkan mencakup merancang proses yang efektif,

penerapan, dan perbaikan terhadap pemilihan, pengadaan, penyimpanan,

permintaan/peresepan, penyalinan, distribusi, persiapan, pengeluaran, pemberian,

dokumentasi dan pemantuan terapi obat-obatan. Meskipun peran praktisi kesehatan

dalam manajemen obat-obatan bisa berbeda antara satu Klinik ke Klinik lain, proses

manajemen obat yang dapat diandalkan untuk keselamataan pasien bersifat

universal.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan

pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian,

mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada

produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien

(patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Mengingat Standar Pelayanan Farmasi Klinik sebagaimana tercantum dalam

Standar Pelayanan Klinik masih bersifat umum, maka untuk membantu pihak Klinik

dalam mengimplementasikan Standar Pelayanan Klinik tersebut perlu dibuat Standar


Pelayanan Farmasi di Klinik. Sehubungan dengan berbagai kendala sebgaimana

tersebut diatas, maka sudah saatnya pula farmasi Klinik menginventarisasi semua

kegiatan farmasi yang harus dijalankan dan berusaha menginplementasikan secara

prioritas dan simultan sesuai kondisi Klinik.

B. Tujuan Pedoman

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;

2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;

3. Melindung pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasin (patient safety)

C. Ruang Lingkup Pedoman

Pelayanan kefarmasian di Klinik meliputi, pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan

Medis Habis Pakai (BMHP), dan pelayanan farmasi klinik.

D. Batasan Operasional

A. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh Apoteker.

B. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian.

C. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang

terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

D. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

E. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam

menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya

Farmasi dan Analis Farmasi.


F. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti

tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga kefarmasian kepada apoteker yang telah

diregistrasi.

G. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis yang diberikan

oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk

menyelenggarakan Apotek.

H. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah bukti tertulis yang

diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai

pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik kefarmasian.

I. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya disingkat SIPTTK

adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada

tenaga teknis kefarmasian sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan

praktik kefarmasian.

J. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada

Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan

menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien.

K. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

L. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak

mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan

dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada

manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

M. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan

sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

N. Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia.

BAB II

STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Bagian Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai

dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran.

Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Klinik

Afifah dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan yang ditetapkan

oleh Kementrian Kesehatan No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek. Untuk pekerjaan

kefarmasian terdiri dari Apoteker dan Asisten Apoteker.

B. Distribusi Ketenagaan

Ketenagaan Farmasi di Klinik Afifah berjumlah 2 orang dengan distribusi 1 orang

Apoteker dan 1 orang asisten apoteker.

C. Jadwal Kegiatan

Pelayanan Kefarmasian pagi di mulai pukul 08.00- 11.00, sore di mulai pukul 15.30-

19.00

BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas

Sarana yang di perlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di klinik

meliputi sarana yang memiliki fungsi:

1) Ruang Penerimaan Resep

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu ) set meja

dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan ruang penerimaan

resep di tempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

2) Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan

secara terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas

meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan di

sediakan peralatan peracikan, air mineral untuk pengencer, sendok obat, bahan

pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep,

etiket dan label obat, buku catatan PIO, buku-buku referensi/ standar sesuai

kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruangan ini diatur agar mendapatkan

cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan disediakan

pendingin ruangan (kipas angin) sesuai kebutuhan.

3) Ruang Penyerahan obat

Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat dan file PIO. Ruang

penyerahan obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

4) Ruang Konseling

Ruang konseling bersatu dengan ruang penyerahan obat

5) Ruang Penyimpanan obat

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi temperatur,

kelembapan, ventilasi pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan

petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang

penyimpanan yang baik perlu di lengkapi dengan rak/lemari obat, pallet,


pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan

psikotopika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu

6) Ruang Arsip

Ruang arsip di butuhkan untuk menyimpanan dokumen yang berkaitan dengan

pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian

dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip mememrlukan uangan khusus yang

memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpanan dokumen dalam

rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan dan

teknik manajemen yang baik.

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN


O. Lingkup Kegiatan

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di Klinik yang menjamin seluruh

rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan

kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakaimerupakan suatu siklus kegiatan,

dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian,

dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.

Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai meliputi:

a. Perencanaan

Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga

perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,

untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode

yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar – dasar perencanaan

yang telah ditentukan antar lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi

metode konsumsi dan epidemiologi diesesuaikan dengan anggaran

yang tersedia. Perencanaan di Klinik Afifah berdasarkan pada:

1) Formularium Klinik

2) Data catatan medik

3) Anggaran yang tersedia

4) Penetapan prioritas

5) Sisa persediaaan

6) Data pemakaian periode yang lalu

7) Rencana pengembangan
b. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif

harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat

dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan

merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara

kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan

pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses

pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan

reagensia dilakukan oleh Unit Farmasi.

c. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi

yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui

pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Proses

penerimaan harus menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,

mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak

atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua

dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi :

7) Pabrik mempunyai sertifikat analisa

8) Barang harus bersumber dari distributor utama

9) Harus mempunyai “ Material Safety Data sheet “(MSDS) dan

registrasi izin edar dari Kementrian Kesehatan (AKL)

10) Khusus untuk alat kesehatan / kedokteran harus mempunyai

certificate of origie

11) Expire date minimal 2 tahun

d. Penyimpanan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,

bentuk sediaan, menurut suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya

meledak/terbakar, tahan/tidaknya terhadap cahaya dan jenisnya.

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First

Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai

sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan

penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak

ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus

untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan. Tujuan dari

penyimpanan ini adalah untuk mempertahankan kualitas obat/alkes,

mengoptimalkan manajemen persediaan, memberikan informasi

kebutuhan obat yang akan datang. Beberapa ketentuan yang

mengatur penyimpanan obat, alkes dan BMHP di Klinik Afifah

diuraikan sebagai berikut:

1) Area penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai hanya boleh diakses oleh petugas farmasi.

2) Penyimpanan obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis

harus dilakukan sesuai persyaratan dan standar kefarmasian

untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta

memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat

pelayanan.

3) Khusus bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti bahan

yang bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,

radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik,

teratogenik, mutagenik, iritasi dan berbahaya lainnya harus


disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya dan

beracun.

4) Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri

dengan pintu ganda dan terkunci.

5) Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang

mencantumkan: kandungan, tanggal kadaluarsa dan

peringatan penting.

6) Obat High Alert (Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi)

harus disimpan terlokalisir dan diberi label warna merah

dengan tulisan High Alert warna putih dan mengikuti SPO

Penyimpanan Obat High Alert. Elektrolit pekat termasuk ke

dalam obat High Alert..

7) Obat dengan nama dan rupa mirip (Look Alike Sound

Alike/LASA) disimpan tidak berdekatan dan diberi label

“LASA”. Obat multiple strength termasuk obat LASA dan harus

diberi label berwarna berbentuk bulat bertuliskan “MULTIPLE

STRENGTH” pada wadah tempat penyimpanan obat dan

diletakkan berjauhan satu dengan lainnya. Warna yang

membedakan perbedaan dosis dibuat dengan ketentuan:

a) Jika obat mempunyai empat kekuatan, maka dosis

tertinggi diberi label dengan latar belakang warna

merah, dosis menengah atas warna kuning, dosis

menengah bawah warna biru dan dosis terendah

warna hijau.

b) Jika tiga kekuatan dosis berbeda, maka dosis tertinggi

diberi label dengan latar belakang warna merah, dosis

menengah warna kuning dan dosis terendah warna

hijau.
c) Jika obat hanya mempunyai dua kekuatan dosis, maka

dosis tertinggi diberi label dengan latar belakang warna

merah dan dosis yang lebih kecil mengunakan latar

belakang warna hijau.

8) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai, kondisi penyimpanannya harus diperiksa secara

berkala.

9) Obat emergency dan perbekalan emergency lainnya disimpan

dalam trolley emergency, dikunci dengan segel atau kunci

yang mudah dibuka. Sistem pengendalian isi trolley

emergency harus dibuat sedemikian rupa sehingga jenis,

jumlah dan kualitas obat dan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai yang ada di dalamnya sesuai

standar yang ditetapkan serta semua aspek yang berkaitan

dengan pembukaan trolley emergency dapat dipertanggung

jawabkan (mudah ditelusur).

e. Pemusnahan Obat

Obat yang sudah kadaluarsa, rusak atau terkontaminasi harus

disimpan terpisah sambil menunggu pemusnahan. Pemusnahan

dilakukan sesuai Standar Prosedur Operasional. Tata cara

pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai, lebih rinci dituangkan dalam Standar Prosedur

Operasional.

f. Peresepan (prescribing)
Yang berhak menulis resep adalah Dokter Pemeriksa dan Bidan yang

melakukan pemeriksaan terhadap pasien. Penulis resep harus

memperhatikan kemungkinan adanya reaksi alergi, kontraindikasi,

dan interaksi obat. Terapi obat yang pertama kali digunakan,

perubahan obat, perubahan regimen obat atau obat dihentikan

dituliskan pada FDO oleh DPJP dilengkapi dengan tanda tangan.

Penulisan resep oleh DPJP dilakukan berdasarkan FDO dan memuat

obat yang pertama kali digunakan pasien, perubahan obat dan

perubahan regimen obatsesuai dengan kaidah pengisian resep yang

berlaku di rumah sakit. Penulisan resep untuk pasien pulang

dilakukan oleh DPJP berdasarkan daftar obat dalam resume pulang

pasien yang ada di rekam medik.

Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan

singkatan yang lazim atau yang sudah ditetapkan sehingga tidak

menimbulkan salah pengertian. Penulisan resep rawat jalan

mengikuti sistem e-farmasi dimana dokter langsung menginput

informasi terkait dengan pasien dan obat yang akan digunakan di poli

pelayanan pasien. Penulisan resep harus memenuhi hal-hal sebagai

berikut:

1) Nama pasien

2) Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat

tanggal lahir)

3) Berat badan pasien (untuk pasien anak)

4) Berat badan dan tinggi badan untuk pasien yang perhitungan

dosis obatnya berdasarkan luas permukaan tubuh

(BodySurfaceArea)

5) Nomor rekam medik

6) Nama dokter penulis resep


7) Tanggal penulisan resep

8) Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi

kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar

resep manual atau secara elektronik dalam sistem informasi

farmasi

9) Tanda R/ pada setiap sediaan

10) Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk

obat kombinasi ditulis sesuai nama dalam Formularium,

dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh: injeksi, tablet,

kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram) .

11) Jumlah sediaan

12) Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan

obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram,

miligram, gram) dan untuk cairan: tetes, milliliter, liter.

13) Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak

dianjurkan, kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut

telah terbukti aman dan efektif.

14) Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan

pakai jika perlu atau prn atau “pro re nata”, harus dituliskan

dosis maksimal dalam sehari dan indikasinya.

Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin

terjadi akibat penggunaan obat. Perubahan terhadap resep/instruksi

pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/tenaga teknis

kefarmasian harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.

Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang

ditetapkan, tidak akan dilayani oleh farmasi. Jika resep/instruksi

pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka

perawat/Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang menerima


resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter

penulis resep sesuai dengan SPO.

P. Metode

Q. Langkah Kegiatan

BAB V
LOGISTIK

Untuk menunjang kelancaran pelayanan farmasi terutama pemenuhan kebutuhan alat


tulis kantor, prasarana untuk peracikan dan pengemasan, maka tiap awal bulan farmasi
menyampaikan usulan kebutuhan ke Unit Rumah Tangga sesuai SPO permintaan BHP dan
ATK. Prasarana yang dibutuhkan antara lain:

DAFTAR KEBUTUHAN BARANG ATK PADA INSTALASI FARMASI

No Nama Barang Satuan Jumlah Perbulan

1 Selotip bening uk. Kecil Gulung @ 10 10

2 Selotip bening uk. Besar Gulung 10

3 Heacter kecil Buah 20

4 Heacter besar Buah 15

5 Anak heacter kecil Ktk @ 20 6

6 Anak heacter Besar Ktk @ 20 3

7 Pulpen Buah 200

8 Pensil Buah 20

9 Stip pensil Buah 20

10 Stip-x Buah 12

11 Stabilo Buah 4

12 Binder Clips 25mm Ktk @ 12 4

13 Binder Clips 32mm Ktk @ 12 6

14 Binder clips 51mm Ktk @ 12 2

15 Buku Folio Buah 10


16 Buku tulis kecil Lusin 1

17 Buku Expedisi Buah 2

18 Spidol boardmarker Kotak 2

19 Spidol permanent marker Kotak 6

20 Map Combo no 401 Buah 50

21 Map Combo no 403 Buah 20

22 Map Lucky Buah 10

23 Map biasa / batik Lusin 4

24 Trigonal paper clips Box @ 10 1

25 Gunting Buah 10

26 Kalkulator Buah 10

27 Flashdisk Buah 10

28 Lem kertas Buah 5

29 Tempat pemotong selotip Buah 10

30 Cutter / pisau tipis Buah 10

31 Pelobang kertas uk besar Buah 4

32 Pelobang kertas uk kecil Buah 10

33 Keranjang buku Buah 20

34 Roll pengaris Buah 6

35 Kursi kerja Buah 5

36 Meja Kerja Buah 2


37 Kertas Kwarto F4 Rem 6

38 Kertas Kwarto A4 Rem 6

DAFTAR KEBUTUHAN BARANG CETAK PADA INSTALASI FARMASI

Jumlah Jumlah
No Nama Barang Satuan
Perbulan Pertahun

1 Blangko Resep Blok 500 6,000

2 Kantong etiket plastik obat uk. 9,5 x 7 Pak @ 100 750 9,000

3 Kantong etiket plastik obat uk. 13 x 8,7 Pak @ 100 600 7,200

4 Kantong etiket plastik obat uk. 15 x 10 Pak @ 100 450 5,400

5 Kantong etiket plastik obat uk. 8,5 Pak @ 100 800 9,600

6 Kantong etiket plastik obat uk. 20 x 12 Pak @ 100 100 1,200

7 Etiket obat luar warna biru Lembar 30,000 360,000

8 Etiket Obat Syrup Lembar 20,000 240,000

9 Etiket cairan infus uk. 6x10 Lembar 30,000 360,000

10 Etiket cairan infus uk. 6x5 Lembar 10,000 120,000

11 Formulir telaah resep Blok 13 156

12 Formulir telaah resep oleh Apoteker Blok 5 60

Pita Gulung printer Barcode (J2300


13 Gulung 80 960
Wax Ribbon Black )

Kertas Gulung etiket obat mesin


Gulung 150 1,800
14 Barcode
15 Kertas e-print fax nomor antrian Roll 50 600

16 KCO (kartu catatan obat) lembar 2,000 24,000

17 Kartu stok obat warna Biru lembar 3,000 36,000

18 Kartu stok obat warna kuning lembar 2,000 24,000

19 Kantong plastik obat uk. Kecil lembar 30,000 360,000

20 Kantong plastik obat uk. Sedang lembar 20,000 240,000

21 Kantong plastik obat uk. Besar lembar 15,000 180,000

Formulir permintaan khusus Obat Non


22 lembar 500 6,000
Formularium

23 Stiker PVC label etiket obat sitostatika Lembar 3,000 36,000

Form Pencatatan suhu penyimpanan


24 Lembar 1,000 12,000
obat uk.HVS 70 gr

Form Pencatatan suhu ruangan uk.HVS


25 Lembar 1,000 12,000
70 gr

Form serah terima obat dari farmasi ke


26 Lembar 1,200 14,400
ruang rawat uk. HVS

Form penggunaan obat Trolly


27 Lembar 1,000 12,000
Emergency uk. HVS

28 Stiker PVC label High Alert uk. Besar Lembar 4,000 48,000

Stiker PVC label High Alert uk.


29 Lembar 12,000 144,000
Sedang

30 Stiker PVC label High Alert uk. Kecil Lembar 15,000 180,000

Stiker PVC label High Alert uk. Sangat


31 Lembar 40,000 480,000
kecil
32 Stiker PVC label LASA uk. Besar Lembar 4,000 48,000

33 Stiker PVC label LASA uk. Sedang Lembar 12,000 144,000

34 Stiker PVC label LASA uk. Kecil Lembar 15,000 180,000

Stiker PVC label LASA uk. Sangat


35 Lembar 40,000 480,000
kecil

36 Stiker PVC label cytotoxic Lembar 2,000 24,000

Form Formulir usulan obat


37 Lembar 200 2,400
Formularium Rumah Sakit

38 Blangko resep alkes / BMHP 4 warna blok 3 36


BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN

Penggunaan obat rasional merupakan hal utama dari pelayanan kefarmasian Dalam

mewujudkan pengobatan rasional, keselamatan pasienmenjadi masalah yang perlu

diperhatikan.Dari data-data yang telah direlease disebutkan sejumlah pasien mengalami

cedera atau mengalami insiden pada saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya

terkait penggunaan obat yang dikenal dengan medication error. Medication error dapat

dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Tujuan

aplikasi praktek pelayanan kefarmasian untuk keselamatan pasien terutama medication

error adalah menurunkan risiko dan promosi penggunaan obat yang aman. Pemantauan

terjadinya medication error dipantau oleh Apoteker Penanggungjawab Pelayanan Farmasi

Hasil pemantauan ini kemudian dilaporkan kepada Kepala Klinik.

Kesalahan obat (medication error) adalah setiap kejadian yang dapat dicegah yang dapat

menyebabkan pengunaan obat secara tidak tepat atau membahayakan keselamatan

pasien. Kesalahan obat meliputi kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep,

penyalinan resep, penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek

merugikan ataupun tidak.

Kejadian Nyaris Cedera (Nearmiss) adalah setiap kejadian, situasi atau kesalahan yang
terjadi dan diketahui sebelum sampai ke pasien (ISMP).
1. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya.
2. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan Insiden ke
KomiteMutuRumah Sakit Ibu dan Anak atau formulir lain yang disepakati.
3. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2 x 24 jam setelah ditemukannya insiden.
4. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
1) Kondisi Potensial Cedera (KPC, Reportable Circumstances)
2) Kejadian Nyaris Cedera (KNC, Near Miss): terjadinya insiden yang belum
terpapar ke pasien
3) Kejadian Tidak Cedera (KTC, No Harm Incident): suatu kejadian insiden yang
sudah terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cedera
4) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD, Sentinel Event); suatu kejadian insiden

yang mengakibatkan cedera pada pasien

Pelaporan kesalahan obat dan tindaklanjutnya diatur dalam Pedoman

dan/atau Standar Prosedur Operasional


BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari perlindungan bagi tenaga kerja dan

bertujuan untuk mencegah serta mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat

kerja dan di dalamnya termasuk :

1. Menjamin para pekerja dan orang lain yang ada disekitar tempat kerja selalu dalam

keadaan sehat dan selamat.

2. Menjaga agar sumber-sumber produksi digunakan secara aman dan efisien.

3. Menjamin kelancaran proses produksi yang merupakan faktor penting dalam

meningkatkan produktivitas.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu di Instalasi Farmasi dilakukan melalui kegiatan evaluasi


manajerial (berdasarkan indikator mutu manajerial yang ditetapkan) dan evaluasi
pelayanan Farmasi Klinik (berdasarkan indikator mutu klinik farmasi yang
ditetapkan).
1. Pengendalian Mutu Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
Sebagai upaya pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai berlangsung sesuai dengan aturan yang berlaku,
maka Instalasi Farmasi menetapkan kegiatan pengendalian mutu pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sebagai berikut :
a. Evaluasi ketersediaan obat
b. Evaluasi penandaan obat High Alert dan LASA
c. Evaluasi ketepatan penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan
kefarmasian, yaitu :
1) Evaluasi penyimpanan obat Narkotik/Psikotropik
2) Evaluasi penyimpanan obat pada suhu tertentu

2. Pengendalian Mutu Pelayanan Farmasi Klinik


Kegiatan pengendalian mutu pelayanan Farmasi Klinik meliputi:
a. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Antibiotik dengan Hasil Uji Sensitivitas
Bakteri
Antibiotik adalah suatu obat yang digunakan untuk membunuh mikroba,
dimana penggunaannya yang tepat sesuai dengan bakteri patogen yang
menginfeksi akan meningkatkan kemungkinan berhasilnya terapi antibiotik dan
menghindari resiko resistensi antibiotik. Upaya menghindari resiko resistensi
antibiotik dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi Kesesuaian Penggunaan
Antibiotik dengan Hasil Uji Sensitivitas Bakteri
b. Evaluasi Terjadinya Kesalahan Medikasi (medication error)
Adanya evaluasi terkait dengan medication error diperlukan supaya dapat dilakukan

upaya pencegahan terjadinya reaksi obat yang merugikan pada pasien.


BAB IX

PENUTUP

Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi

Apoteker untuk meningkatkan kompetensinya. Apoteker yang bekerja di Klinik

dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari

orientasi produk menjadi orientasi pasien untuk itu kompetensi Apoteker perlu

ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma tersebut dapat

diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan

Standar Pelayanan Kefarmasian di Klinik diperlukan komitmen, kerjasama dan

koordinasi yang lebih baik antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Organisasi

Profesi serta seluruh pihak terkait

Anda mungkin juga menyukai