Anda di halaman 1dari 5

Secara garis besar dalam implementasi sebuah kebijakan kita mengenal yang disebut

dengan top down dan bottom up. Sebelum kita jauh membahas mengenai model, kerangka, kajian,
atau apapun yang berkaitan dengan implementasi perlu kiranya memahami apa itu pendekatan top
down dan bottom up. Beberapa pendekatan dalam implementasi kebijakan publik adalah
pendekatan secara top-down, yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke bawah. Dalam proses
implementasi peranan pemerintah sangat besar, pada pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah
para pembuat keputusan merupakan aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan
pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat, sehingga para
pembuat keputusan meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah maupun
subsistem-subsistem kebijaksanaan yang lain.

Yang kedua adalah pendekatan secara bottom-up, yaitu pendekatan yang berasal dari
bawah (masyarakat). Pendekatan bottom-up didasarkan pada jenis kebijakan publik yang
mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau masih
melibatkan pejabat pemerintahan namun hanya ditataran rendah. Asumsi yang mendasari
pendekatan ini adalah bahwa implementasi berlangsung dalam lingkungan pembuat keputusan
yang terdesentralisasi. Model ini menyediakan suatu mekanisme untuk bergerak dari level
birokrasi paling bawah sampai pada pembuatan keputusan tertinggi di sektor publik maupun sektor
privat.

Dalam pelaksanaannya implementasi kebijakan publik memerlukan model implementasi


yang berlainan, karena ada kebijakan publik yang perlu diimplementasikan secara top-down atau
secara bottom-up. Kebijakan-kebijakan yang bersifat top-down adalah kebijakan yang bersifat
secara strategis dan berhubungan dengan keselamatan negara, seperti kebijakan mengenai
antiterorisme, berbeda dengan kebijakan yang lebih efektif jika diimplementasikan secara bottom-
up, yang biasanya berkenaan dengan hal-hal yang tidak secara langsung berkenaan dengan national
security, seperti kebijakan alat kontrasepsi, padi varietas unggul, pengembangan ekonomi nelayan
dan sejenisnya.

Dalam implementasi sebuah kebijakan pilihan yang paling efektif adalah jika kita bisa
membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang partisipatif, artinya bersifat top-down
dan bottom-up. Model ini biasanya lebih dapat berjalan secara efektif, berkesinambungan dan
murah, bahkan dapat juga dilaksanakan untuk hal-hal yang bersifat national secutiry.
4.3.4. Kerangka Kebijakan – Aksi: Implementasi sebagai Proses Evolusioner
Implementasi dalam model kebijakan-tindakan ini adalah proses tawar menawar yang
berulang-ulang antara mereka yang bertanggungjawab untuk memberlakukan kebijakan dan
mereka yang mengontrol sumber daya. Kebijakan adalah sesuatu yang berkembang atau
membentang. Front end dari sebuah kebijakan dalam pengertian ini menghasilkan potensi-potensi
dan prinsip-prinsip yang dalam prakteknya berubah dan berdaptasi. Meminjam kalimat Majone
dan Wildavsky (1984: 116): “Implementasi selalu bersifat evolusioner; implementasi pasti
mereformulasi sekaligus menjalankan kebijakan.”

Pendekatan tindakan ini menekankan pada sejauh mana implementasi bukan sekadar rantai
komando. Implementasi adalah proses yang mensyaratkan agar kita memahami cara dimana
individu dan organisasi memandang realitas dan bagaimana organisasi berinteraksi dengan
organisasi lain yang lebih kuat atau kurang kuat guna mencapai tujuan tujuannya.

4.3.5 Implementasi dalam Kerangka Manajerialis

Dalam kerangka manajerialis, manajemen sector publik menjadi makin mirip manajemen
bisnis maka teknik-teknik yang dulu dianggap sebagai metode sektor privat kini mulai diadopsi
dalam kerangka tiga pendekatan:

1. manajemen operasional

2. manajemen korporat atau perusahaan

3. manajemen personalia

Carter et al. (1984: 96) menunjukkan bahwa system implementasi yang sukses secara
manajerial operasional melibatkan empat tipe control meliputi kordinasi sepanjang waktu,
kordinasi pada waktu tertentu, detail logistic dan penjadwalan, serta penjagaan dan pemeliharaan
batasan struktural. Secara garis besar pencapaian level kerja sama yang baik dengan memfokuskan
pada arti penting dari teamwork bagi keberhasilan implementasi.

Siklus perencanaan manajemen korporat dilalui dalam siklus pendefinisian tujuan,


perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengontrolan. Fase kunci dalam model ini
dinamakan analisi SWOT, yakni mengidentifikasi Kekuatann (strength) dan Kelemahan
(weakness) internal dari organisasi dan Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) eksternal.
Dalam manajemen personalia ada dua teknik yang dipakai untuk meningkatkan aspek
dalam implementasi, yakni penilaian kinerja dan manajemen berdasarkan tujuan. Penilaian kinerja
adalah metode untuk menilai individu dari segi kinerjanya dengan berdasarkan tujuan organisasi
dan konteks perkembangan potensi individu tersebut. Manajemen berdasarkan tujuan (MBO)
adalah teknik dimana tujuan disepakati oleh pihak manajer dan pihak yang dimanajeri sehingga
tercapai tujuan yang jelas dan didefinisikan dengan baik. Tujuan MBO ini adalah memfasilitasi
integrase tujuan individu dengan tujuan organisasi.

4.3.6 Implementasi dan Tipe Kebijakan

Ripley dan Franklin (1986) mengatakan bahwa keberhasilan implementasi relatif tidak
sulit apabila kebijakannya bersifat distributif, kebijakan regulatifnya moderat, dan kebijakan
redistributifnya rendah. Berbagai area kebijakan punya pola hubungan yang berbeda beda, yang
berarti bahwa dalam area redistributive terdapat lebih banyak tawar-menawar dan politicking
ketimbang di area distributif, dimana mungkin ada tekanan control yang besar.

Lowi juga mengungkapkan kategorisasi tipe kebijakan yakni meliputi kebijakan distributif,
regulative, regulative dan redistributive telah dipakai oleh beberapa analisis. Beberapa organisasi
memiliki informasi yang baik, sumber keuangan yang baik, lebih kuat atau lebih independen
ketimbang organisasi lainnya. Karena itu implementasi harus diletakkan dalam konteks tipe
kebijakan dan prioritas politik dan dalam konteks hubungan antar organisasi.

4.3.7 Analisis Antar Organisasi dan Implementasi

Fokus utama dari studi implementasi adalah persoalan tentang bagaimana organisasi
berprilaku atau bagaimana orang berperilaku dalam organisasi. Akan tetapi jika kita menerima
bahwa implementasi adalah sebuah proses yang melibatkan jaringan atau multiplisitas organisasi,
pertanyaannya bagaimana organisasi berinteraksi satu sama lain. Pertukaran organisional
merupakan pendekatan yang mengatakan bahwa organisasi bekerja dengan organisasi lain dengan
saling mempertukarkan manfaat mutual.

Implementasi seharusnya dianalisis dalam konteks “struktur institusional” yang tersusun


dari serangkaian aktor dan organisasi. Program dapat dilihat sebagai sesuatu yang
diimplementasikan dalam kumpulan organisasi. Sebuah program akan melibatkan banyak
organisasi local dan nasional, organisasi publik, organisasi swasta, organisasi bisnis, organisasi
buruh dan lain lain. Program tidak diimplementasikan oleh satu organisasi saja tetapi melalui
matriks atau serangkaian kumpulan organisasi.

4.3.8 Implementasi Menuju Sebuah Sintesis

Sintesis gagasan teoritis top down dan bottom up menjadi 6 syarat yang mencukupi dan
mesti ada untuk implementasi yang efektif dari tujuan kebijakan yang telah dinyatakan secara
legal. Enam syarat itu adalah:

Tujuan yang jelas dan konsisten, sehingga dapat menjadi standar evaluasi legal dan sumber
daya
Teori kausal yang memadai dan memastikan agar kebijakan itu mengandung teori yang
akurat tentang bagaimana cara melahirkan perubahan
Struktur implementasi yang disusun secara legal untuk membantu pihak-pihak yang
mengimplementasikan kebijakan dan kelompok-kelompok yang menjadi sasaran
kebijakan
Para pelaksana implementasi yang ahli dan berkomitmen yang menggunakan
kebijaksanaan mereka untuk mencapai tujuan kebijakan
Dukungan dari kelompok kepentingan dan penguasa di legislative dan eksekutif
Perubahan dalam kondisi sosio ekonomi yang tidak melemahkan dukungan kelompok dan
penguasa atau tidak meruntuhkan teori kausal yang mendasari kebijakan

Dari segi implementasi, ini berarti bahwa problem implementasi bisa dikontruksi dengan
cara yang berbeda-beda. Setiap pendekatan atau teori memberikan beberapa pandangan pada
dimensi tertentu dari realitas implementasi dan seperti dalam kasus perdebatan antara pendekatan
top-down versus bottom up, kedua pendekatan berserta pencabangan dan variannya memberi kita
sebagian dari keseluruhan gambaran. Sebagai mahasiswa kebijakan publik kita seharusnya
bertujuan untuk lebih terlatih dalam seni membaca kerangka yang dipakai dalam teori dan praktik
implementasi dalam konteks dimana mereka dilakukan.

Lebih jauh, sebagaimana dengan pendekatan morgan, orientasi Lasswellian juga


menekankan ide bahwa analisis pada dasarnya adalah aktivitas pembelajaran yang akan
mencerahkan partisipan. Pemetaan konteks problem memberikan kemungkinan untuk memahami
keragaman dimensi dari pengetahuan, keyakinan, kekuasaan, makna, dan nilai yang mendasari
pembuatan kebijakan dan implementasi. Menurut Sabatier kita tidak sedang mencari tanah yang
dijanjikan yakni sebuah teori umum tetapi kita berusaha mengklarifikasi nilai-nilaii dari para
teoritis dan praktisi.

Anda mungkin juga menyukai