Anda di halaman 1dari 17

NAMA : Mega Yustika Hasanah

NIM : 030464544

Tugas Akhir Program ADPU4500

RESUME (SANKRI, Kepemimpinan, Teori Organisasi, Kebijakan


Publik, Pengembangan Organisasi, dan Etika Administrasi
Pemerintahan,)

SANKRI
Administrasi sebagai suatu sistem

Sebagai suatu sistem, hal ini tentunya berkaitan erat dengan asumsi dasar yang
menjadi acuan kerangka penyelenggaraan administrasi negara.

Secara singakat SANKRI/SANRI membahas tentang administrasi negara


indonesia sebagai suatu sistem mengenai sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara yang didalamnya membahas tentang koordinasi dan hubungan kerja
dalam pemerintahan negara. Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang
SANKRI maka harus kita ketahui terlebih dahulu definisi sistem administrasi
negara

Sistem administrasi negara terdiri dari subsistem-subsistem yang terdiri dari


manusia dan/atau bukan manusia (non-human) yang diorganisasi dan diatur
sedemikian rupa sehingga subsistem-subsistem tersebut dapat bertindak
sebagai satu kesatuan dalam mencapai tujuan, sasaran dan target atau hasil
akhir sesuai dengan jati dirinya.

KEBIJAKAN PUBLIK

Identifikasi dan Perumusan Masalah Kebijakan Publik

Perumus kebijakan publik agar mampu melaksanakan proses


perumusan masalah kebijakan publik dengan baik, maka selain
perumus harus peka dan jeli serta memahami dengan baik
karakteristik masing-masing masalahnya juga perlu memahami
jenis pendekatan yang tepat yang akan dipakai untuk
merumuskan masalah kebijakan.

Pendekatan yang dianjurkan oleh Hogwooddan Gunn dalam


mendefinisikan masalah, terdiri dari 10 pendekatan, yaitu :

Who says there is a problem? Why? Siapa yang mengatakan?


Mengapa?

Is it a ‘real’ problem? Is it tretable by government? Apakah hal itu


benar-benar masalah? Apakah pemerintah juga memperlakukan
itu sebagai suatu masalah?

Is there likely to be agreement on he problem? Apakah ada


kesepakatan atau persetujuan tentang masalah tersebut?

Is it to soon to attempt a definition? Apakah mendefinisikan


masalah itu bias dilakukan dengancepat/segera?

Do those defining the problem have a particular policy ‘frame’ ?


apakah mereka yang sedang mendefiniskan masalah itu memiliki
suatu ‘frame’ kebijakan khusus tertentu?

Are there alterntive policy ‘frame’? apakah ada alternative


kerangka kebijakan yang lainnya?

What is the appropriate level of aggregation? Bagaimanakah


tingkat pengelompokan masalahnya?

Is the casual structure of the problem understood? Apakah telah


dipahami adanya struktur sebab akibat dari suatu masalah?

Can the implication of the problem be specified, even quantivied?


Dapatkah implikasi masalah dispesialisasikan, dan bahkan
dikuantifikasikan?

When and how will the issue be reviewed? Kapan dan


bagaimanakah masalah itu akan ditinjau kembali?
Kalau menggunakan 10 pendekatan diatas dengan baik maka
kemungkinan kita untuk bias merumuskan masalah kebijakan
yang baik pun dapat kita lakukan.

Menyusun Agenda Kebijakan

Penyusunan agenda kebijakan itu sendiri adalah proses mempertemukan


perumusan masalah dengan benar dan penentuan alternatif solusi
pemecahan masalah yang juga benar sehingga menghasilkan agenda
kebijakan yang akan dipakai untuk mengatasi masalah yang ada.

Menurut Cochran dan Malone ada dua model penyusunan agenda


kebijakan, yaitu

Model elitis, yang lebih menekankan pada peran elit yang memiliki
kekuasaan dalam menyusun agenda kebijakan, dan

Model pliralis, yang lebih melihat kekuasaan berada di tangan kelompok


warga yang aktif dalam politik terlibat dalam menyusun agenda kebijakan
publik.

Memformulasi Kebijakan

Proses memformulasi kebijakan publik tentunya berkaitan dengan


proses lainnya, seperti mengidentifikasi dan mendefinisikan
masalah serta proses memasukkan masalah ke dalam agenda
kebijakan.

Inti kegiatan memformulasi kebijakan adalah proses memilah dan


memilih alternatif solusi masalah dari sekian banyak alternatif
yang saling bersaing.

Dari sekian banyak model perumusan kebijakan publik, terdapat


3 model utama yaitu :

Model Rasional

Merupakan sebuah model yang berasal dari proses pembuatan keputusan


di dunia bisnis yang kemudian diadaptasikan ke dalam dan diterapkan di
sektor publik.

Model inkremental

Charles E. Lindblom, seorang ahli ekonomi adalah orang pertama yang


mengkritik model rasional tradisional dalam proses perumusan kebijakan
publik dengan mengedepankan pandangan inkrementalis terhadap proses
perumusan kebijakan publik bahwa perumusan kebijakan publik adalah
kelanjutan dari aktivitas pemerintah di masa lalu dengan melakukan

modifikasi secara inkremental ( sedikit demi sedikit ).

Model Sistem

Perumus kebijakan publik utamanya dipengaruhi oleh adanya tuntutan


tentang dibuatnya kebijakan baru atau untuk mendukung kebijakan yang
telah ada.

Perumus kebijakan publik melibatkan peran aktor kebijakan baik yang


resmi atau tidak resmi.

Contoh aktor resmi seperti Eksekutif, selain memiliki kewenangan formal


Ia juga difasilitasi dengan “diskresi” yang berada di luar kontrol legislatif
untuk membuat keputusan kebijakan

Contoh aktor tidak resmi, seperti kelompok kepentingan yang memiliki


peran dan telah beperan sangat insentif dalam proses perumusan
kebijakan.

Mengimplementasi Kebijakan

Implmentasi kebijakan adalah salah satu bagian dari proses


kebijakan setelah kebijakan berhasil dirumuskan dengan baik.
Oleh karena itu diperlukan untuk mengenali karakteristik utama
implementasi kebijakan, model implementasi, syarat-syarat
implementasi yang efektif, instrument kebijakan yang akan
dipakai, actor pelakasana dan lain sebagainya.

Brinkerhoff dan Crosby menidentifikasi 4 karakteristik


implementasi kebijakan, yaitu :

1. Tidak linear
2. Banyakagensi yang terlibat
3. Ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan
4. Kebijakan baru kekurangan anggaran
Model implementasi yang diaplikasikan yaitu :

 Model kegagalan
 Model atas-bawah
 Model bawah-atas
 Sinergi atau hibrida untuk model lainnya seperti model komando
atau model ekonomi-politik

Jenis dan karakter serta kualifikasi actor pelaksana kebijakan juga sangat
penting, yaitu apakah mereka memiliki komitmen yang kuat, keinginan
dan profesionalisme yang memadai untuk melaksanakan kebijakan secara
berhasil.

Keberhasilan implementasi kebijakan juga ikut ditentukan oleh pilihan


instrument kebijakan yang hendak dipakai untuk mengimplementasikan
kebijakan, baik instrument wajib, sukarela ataupun instrument campuran
wajib dan sukarela.

Mengevaluasi Hasil dan Dampak Kebijakan

Evaluasi kebijakan itu sendiri mempunyai makna yaitu proses untuk


menilai kinerja kebijakan adalah juga merupakan salah satu bagian dari
proses kebijakan yang sangat penting untuk mengetahui sejauh mana
pelaksana kebijakan telah mampu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Aktivitas kebijakan dimana seluruh proses kebijakan dimulai dari


formulasi, implementasi, dan evaluasi dinilai untuk mengetahui
kinerjanya.

Teradapat 3 macam pendekatan evaluasi kebijakan yaitu : deskriptif,


normative dan dampak.
William N Dunn membedakan 6 kriteria untuk menilai kebijakan,
diantaranya ;

1. Efektifitas
2. Efisiensi
3. Ketepatan
4. Keadilan
5. Responsivitas
6. Dan kecocokan

Dan ada 3 macam tipologi kebijakan, yaitu evaluasi formulasi,


implementasi dan dampak kebijakan.

PENGEMBANGAN ORGANISASI

Sebagai suatu sistem yang berproses, organisasi selalu mengalami


perubahan. Perubahan tersebut terjadi karena organisasi berada pada
kondisi ketidakseimbangan atau mengalami suatu masalah. Untuk
mengurai satu per satu permasalahan organisasi, sehingga ditemukan
penyebab sebenarnya, diperlukan suatu cara yaitu diagnosis.

Diagnosis dalam konsepsi Pengembangan Organisasi dikenal sebagai


tahapan atau kegiatan untuk mengetahui “dimana nyatanya kita berada”
dan “ dimana seharusnya kita berada”

Diagnosis juga dinyatakan sebagai suatu cara untuk menemukan


persoalan dan secara sementara mencarikan jalan keluarnya.

Melalui diagnosis akan ditemukan persoalan yang sebenarnya dan


bagaimana strategi untuk memecahkannya.

Sondang P Siagian membagi model-model diagnosis diantaranya :

 Model analitikal
 Model kecenderungan perilaku kelompok
 Model konsultasi manajemen
 Model sosioteknikal dan
 Model analisis bidang kekuatan
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan diagnosis yaitu:

 Mengidentifikasi wilayah permasalahan sementara


 Mengummpulkan data
 Analisis data
 Umpan balik data
 Mengidentifikasi wilayah permasalahan yang dianggap menjadi
sumber
 Memotivasi klien menyelesaikan masalah
 Mendiagnosis permasalahan yang telah ditemukan
 Mencari jalan keluar untuk menetukan perubahan

Intervensi organisasi

Menurut Miftah Thoha (1997) Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan


cara-cara apakah yang patut digunakan untuk merencanakan perbaikan
berdasarkan masalah yang ditemukan dalam proses diagnosis dan
pemberian umpan balik.

Intervensi berarti keikutsertaan klien dan konsultan bersama-sama


merencanakan proses perbaikan berdasarkan masalah yang ditemukan
dalam proses diagnosis.

Tiga pendekatan dalam proses intervensi, yaitu pendekatan yang bersifat


struktural, teknikal, dan pendekatan yang bersifat perilaku atau yang
terfokus pada aspek manusia.

Perbuahan dengan bentuk intervensi struktural mencakup :

 Restrukturisasi organisasi atau reorganisasi


 Penerapan sistem imbalan yang baru
 Perubahan yang menyangkut kultur organisasi

Secara lebih spesifik pendekatan Pengembangan Organisasi dalam rangka


intervensi terhadap para pegawai organisasi (intervensi perilaku)
menekankan pada 5 pola intervensi yang terbagi atas 2 macam
pendekatan, yaitu

Pendekatan individu, terdiri dari pelatihan kepekaan, umpan balik melaui


survei, konsultasi proses, pelatihan laboratorium, pemahaman model
“Jendela Johari” dan analisis transaksional
Pendekatan kelompok, terdiri dari pembinaan tim pengembangan
hubungan antarkelompok

Ada 4 macam teknik intervensi dalam mengelola perubahan di dalam


suatu kelompok atau antar kelompok dalam rangka pengembangan
keorganisasian, yaitu :

1. Pembinaan tim (team building)

Tujuan pembinaan tim adalah dapat menciptakan tingkat dan intensitas


yang tinggi diantara para kelompok yang diikuti dengan terjaganya
suasana saling mempercayai dan sifat saling terbuka. Apa yang menjadi
fokus perhatian dari pembinaan tim tergantung dari sasaran dan tujuan
yang ingin dicapai serta persepsi tentang masalah yang dihadapi dan
harus diselesaikan oleh kelompok tersebut.

2. Pengembangan hubungan antar kelompok (intergroup training)

Tujuan yang dimaksudkan yaitu untik mengubah sikap dan persepsi yang
ada dalam suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain dalam
organisasi

3. Pertemuan konfrontasi keorganisasian (organizational confotation


meeting)

Merupakan salah satu teknik yang menggabungkan dan menyatukan


seluruh manajer dalam organisasi dengan tujuan membahas masalah
keefektifan tujuan organisasi tang telah direncanakan

4. Pencerminan organisasi (organizational mirroring)

Didesain untuk memperbaiki efektivitas kelompok-kelompok


interdependent

Teknologi dan Struktur Kerja

Hubungan teknologi dan organisasi terletak pada pemahaman bahwa


organisasi tidak hanya merupakan suatu sistem teknik atau sosial saja,
tetapi juga membutuhkan penyusunan dan pengintegrasian kehiatan-
kegiatan manusia di sekitar berbagai teknologi.

Gejala dari masyarakat industri modern adalah berkembangnya


organisasi besar yang kompleks untuk tercapainya tujuan tertentu.
Revolusi industri dengan tuntutannya untuk konsentrasi sumber daya dan
skala yang lebih besar, telah menunjang unit-unit organisasi ekonomi dan
lainnya yang lebih besar.

Konsep Teknostruktur Organisasi

Struktur Organisasi adalah bentuk organisasi secara keseluruhan yang


merupakan gambaran mengenai kesatuan dari berbagai segmen
organisasi, yang masing-masing dipengaruhi oleh salah satu faktor.

Komponen-komponen dasar struktur organisasi menurut Child ada empat.


Tiga komponen pertama dari definisi merupakan elemen-elemen yang
bersifat statis, sedangkan keempat elemen yang bersifat dinamis.

Ada dua bentuk/model struktur organisasi yakni struktur fungsional dan


struktur produk.

TEORI ORGANISASI

Struktur organisasi

Struktur organisasi adalah cara sebuah kelembagaan untuk mendefinisikan


kebutuhan personalia, pembagian tugas dan koordinasi antar fungsi yang
melekat pada masing-masing bagian dalam organisasi. Tujuannya adalah
agar target pencapaian organisasi dapat terpenuhi.

Organisasi yang baik memiliki struktur yang dapat mengatur hubungan


kerja, komunikasi dan pembagian tanggungjawab yang baik. Prinsip
keteraturan ini membutuhkan adanya struktur yang mengikat kerja-kerja
organisasi agar dapat berjalan dengan baik.

Sthepen dan Timothy (2008), menyebutkan setidaknya ada 6 elemen


struktur organisasi, yaitu :

1. Spesialisasi pekerjaan: struktur ditentukan oleh spesialisasi masing-


masing pekerja dan pekerjaan. Organisasi untuk mencapai tujuannya
perlu mendefinisikan jenis-jenis pekerjaan yang akan ditangani.
Konsekuensinya, organisasi harus menentukan pihak-pihak yang
bertanggungjawab menanganinya sesuai dengan spesialisasi masing-
masing individu.
2. Pengelompokan (departemen): pengelompokan dilakukan berdasarkan
kebutuhan spesifik organisasi, seperti wilayah, proses dan
tanggungjawab.
3. Rantai komando: hal ini mengedepankan adanya hubungan instruktif
yang terukur dan terkontrol. Tanpa rantai komando, pertumbukan
kewenangan dapat terjadi. Rantai komando berjenjang dari tingkatan
tertinggi ke tingkatan terbawah.
4. Alur kendali: aspek pengendalian menjadi kunci dalam organisasi.
Artinya, struktur juga harus melambangkan adanya proses
pengedalian pada masing-masing unit atau secara keseluruhan.
5. Formalisasi: pembakuan aturan kerja dan hubungan yang menjadi
konsekuensi dari terbentuknya struktur perlu dilakukan dalam sebuah
organisasi
6. Sentralisasi vs desentralisasi: kedua istilah ini menunjukkan sejauh
mana pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh masing-masing
unit.

Teknologi

Teknologi didefinisikan sebagai pengetahuan, alat-alat, teknik dan


kegiatan yang digunakan untuk mengubah input menjadi output. Karena
itu dapat dikatakan bahwa teknologi meliputi seluruh proses transformasi
yang terjadi dalam organisasi, menyangkut mesin-mesin yang digunakan,
pendidikan dan keahlian karyawan, serta prosedur kerja yang digunakan
dalam pelaksanaan seluruh kegiatan (Lubis & Husaini : 1987 : 96).

Penilitian mengenai teknologi organisasi perusahaan manufaktur yang


dianggap paling berpengaruh terhadap perkembangan teori organisasi,
yang dilakukan Joan Woodward pada tahun 1950-an di
Inggris. Woodward menemukan bahwa perusahaan yang mengunakan
struktur yang sesuai dengan teknologi produksinya dikelompokkan ke
dalam tiga tipe teknologi produksi, yaitu :

1) pembuatan produk tunggal atau dalam kelompok ukuran kecil,

2) produk massal atau dalam kelompok ukuran besar dan

3) produksi menurut proses.

Thomson mengelompokkan teknologi organisasi menjadi 3 jenis, yang


masing-masing menggambarkan jenis hubungan yang terjadi dengan
konsumen maupun jenis kegiatan internal yang terjadi dalam organisasi,
yaitu :

1. Teknologi perantara (mediating technology), digunakan untuk


menghubungkan beberapa klien yang satu sama lain tidak dapat
dihubungkan secara langsung, misalnya jika hubungan langsung
tersebut memerlukan ongkos yang besar ataupun karena terlalu
rumit untuk dilaksanakan.
2. Teknologi rangkaian panjang (long-linked technology) pada jenis
teknologi ini kegiatan organisasi terdiri dari tahapan-tahapan
kegiatan yang berurutan. Hasil dari suatu kegiatan menjadi input
bagi kegiatan berikutnya, berurutan, hingga akhirnya produk siap
untuk digunakan oleh konsumen.
3. Teknologi intensif (intensitive technology) teknologi intensitif
merupakan kumpulan dari beberapa jenis pelayanan khusus, yang
keseruhannya digabungkan untuk melayani klien. Teknologi intensif
ini umumnya digunakan pada kegiatan yang mempunyai akibat
yang cukup berarti pada klien sehingga klien mengalami perubahan.

Pemanfaatan Teknologi Dalam Organisasi

Pemanfaatan atau implementasi teknologi dalam kegiatan operasional


organisasi akan memberikan dampak yang cukup signifikan bukan hanya
dari efisiensi kerja tetapi juga terhadap budaya kerja baik secara
personal, antar unit, maupun keseluruhan institusi. Pengelolaan
administrasi kerja berbasis teknologi informasi juga harus
mempertimbangkan pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk
mendukung optimalisasi pada pemanfaatan atau implementasi teknologi
informasi yang bertahap yang dimulai dengan perencanaan,
pengembangan, ahli kelola, operasional sampai dengan tahap
pemeliharaan.

Pemanfaatan teknologi informasi dalam suatu organisasi atau perusahaan


juga berkaitan dengan keunggulan kompetitif untuk meningkatkan
kualitas informasi, pengawasan kinerja organisasi atau perusahaan
menggunakan teknologi informasi baik sebagai alat bantu maupun
strategi yang tangguh untuk mengintegrasikandan mengolah data dengan
cepat dan akurat serta untuk penciptaan produk layanan baru sebagai
daya saing untuk menghadapi kompetisi.

Selain itu implementasi atau pemanfaatan teknologi informasi memiliki


dampak positif yang secara umum adalah terjadi efisiensi waktu dan
biaya yang secara jangka panjang akan memberikan keuntungan
ekonomis yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pengoperasian secara
optimal juga harus diperhatikan, agar semua perangkat teknologi
informasi bersifat multi fungsi sehingga dalam pengembangan
selanjutnya diupayakan terjadi integrasi perangkat.
Pemanfaatan teknologi informasi akan melibatkan semua karyawan dalam
organisasi yang dioperasikan secara rutin oleh staf administrasi dan
bagian teknologi informasi. Karyawan dengan kualifikasi tertentu baik
bagian teknologi informasi maupun bagian lain perlu dilibatkan selain
untuk memberikan masukan juga untuk mempersiapkan karyawan dalam
menghadapi perubahan. Di sisi lain, diperlukan kesadaran personal
lainnya tehadap manfaat sistem bagi dirinya dan kemudahan
penggunaannya secara bertahap akan memberikan motivasi untuk
menigkatkan kemampuan mereka.

Berdasarkan struktur organisasi, pemanfaatan teknologi informasi


diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu:

1.    Perbaikan efisiensi : Pemanfaatan teknologi informasi untuk


perbaikan efisiensi diterapkan pada level operasional organisasi. Pada
kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan penurunan
waktu dan biaya proses.

2.    Perbaikan efektivitas : Pemanfaatan teknologi informasi untuk


perbaikan efektifitas diterapkan pada level manajerial organisasi. Pada
kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan kemudaan
dan kecepatan memperoleh status pencapaian target organisasi.

3.        Strategic Improvement : Pemanfaatan teknologi informasi untuk


strategic improvement (perbaikan daya saing) diterapkan pada level
eksekutif organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi
diukur dengan kemudahan dan ketepatan pengambilan keputusan oleh
eksekutif.

4)     Fungsi Communication secara prinsip termasuk ke dalam firm


infrastructure dalam era organisasi moderen dimana teknologi informasi
ditempatkan posisinya sebagai sarana atau media individu perusahaan
dalam berkomunikasi, berkolaborasi, berkooperasi, dan berinteraksi.

5)      Fungsi Interorganisational merupakan sebuah peranan yang cukup


unik karena dipicu oleh semangat globalisasi yang memaksa perusahaan
untuk melakukan kolaborasi atau menjalin kemitraan dengan sejumlah
perusahaan lain.
KEPEMIMPINAN

Peran Pemimpin

Setiap organisasi apapun jenisnya baik organisasi profit maupun


organisasi non profit harus memiliki visi yang menjadi ruh dalam setiap
aktivitas organisasi tersebut.

Daklam kaitan dengan visi ini, dapat dikatakan bahwa emosi dari
kepemimpinan adalah visi, yaitu pemimpin mempunyai visi yang jelas
kemana para pengikutnya diarahkan.

Visi itu sendiri merupakan suatu statemen yang berisikan arahan yang
jelas tentang apa yang akan diperbuat oleh organisasi yang akan datang.

Pernyataan visi memiliki beberapa kriteria, yaitu :

 Succient (harus singkat)


 Appealing (jelas dan memberikan gambaran akan masa depan)
 Feasible (harus dicapai dengan resource, energy dan waktu)
 Meaningful (harus mengunggah emosi positif)
 Measurable ( harus dapat diukur sehingga memungkinkan untuk
diukur kinerjanya)

Seorang pemimpin dapat melakukannya dengan mengumpulkan tim


manajemen untuk merumuskan visi tersebut secara bersama-sama dan
kemudian mengumumkannya.

Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan


organisasi meliputi :

 Mengelola harta atau asset milik organisasi


 Mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi
 Menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun
kondisi kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan
dalam organisasi

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa peran pemimpin dalam


pengendalian organisasi yang melekat pada pemimpin meliputi beberapa
hal, yaitu :

 Peran pemimpin dalam pemecahan masalah


 Peran pemimpin dalam mengambil keputusan
 Peran pemimpin dalam pendelegasian
 Peran pemimpin dalam pengendalian uraian kerja
 Peran pemimpin dalam manajemen konflik
 Peran pemimpin dalam hubungan organisasi, terdiri dari
 Peran pemimpin dalam tim kerja
 Peran pemimpin dalam tata kepagawaian
 Peran pemimpin dalam jaringan kerja dan perwakilan

Kekuasaan dan konflik dalam kepemimpinan

Kekuasaan dapat diartikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang


pemimpin.Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan
kondisi yang berubah dan tindakan-tindakan para pengikut.

Pengaruh sebagai inti dari kepimpinan merupakan kemampuan seseorang


untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara
spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki
kekuasaan, tetapi perlu juga mengkaji proses-proses mempengaruhi yang
timbale balik yang terjadi antara pemimpin dan yang dipimpin.

Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana sebuah usaha


dibuat dengan sengaja oleh seseorang atau suatu unit untuk menghalangi
pihak lain yang menghasilkan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain
atau meneruskan kepentingannya.

Ada beberapa pandangan tentang konflik, yaitu :

 Pandangan tradisional, mengatakan bahwa konflik itu negative


 Pandangan netral menganggap bahwa konflik adalah cirri hakiki
tingkah laku manusia yang dinamis

Sedangkan interaksionis mendorong terjadinya konflik.

Kepemimpinan Pemerintahan

Kepemimpinan pemerintahan berkaitan dengan bagaimana seharusnya


kekuasaan dikelola.,bagaimana kehandalan pemimpin dalam melayani
masyarakat demi tegaknya keadilan, memberdayakan masyarakat agar
kemandiriannya terus menguat didalam mengejar kemajuan bersama serta
membangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari waktu ke
waktu.

Karakteristik pemimpin pemerintahan diantaranya :

 Membangun kesatuan tujuan


 Melakukan klarifkasi arahan dari transaksional ke transformasional
 Membangun pusat kemampuan
Kepemimpinan birokrasi pemerintahan

Pemimpin dalam birokrasi pemerintahan dapat dikelompokkan menjadi dua


bagian yaitu pemimpin politik dan pemimpin profesionalisme.

Kepemimpinan nasional sangat dituntut untuk professional dan proaktif sehingga


Negara menjadi memiliki daya tahan yang kuat terhadap terpaan gelombang
globalisasi dengan cirri adanya perubahan mendadak tanpa dapat diprediks
sebelumya.

ETIKA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Etika itu sendiri berarti Sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral
sebagai pegangan bagiseseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya atau disebutdengan sistem nilai

Etika jabatan

etika sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai dan pola perilaku dari setiap
individu. Perhatian dan rasa terhadap nilai-nilai dalam diri setiap aparatur
sangat erat kaitannya dengan latar belakang sejarah, budaya, dan
perkembangan kondisi sosial dan lingkungan kehidupan dewasa ini

Pada kenyataannya, kecenderungan yang terjadi cukup mengherankan,


karena tenyata perbedaan pandangan mengenai etika tersebut
tampaknya sangat tipis, bahkan terdapat kecenderungan adanya upaya
menerapkan sistem etika pemerintahan secara global

Kesamaan trend dalam pengembangan etika pemerintahan tampaknya


dipicu oleh permasalahan yang relatif sama yaitu korupsi.

Mengapa kecenderungan adanya kesamaan dalam pengaturan mengenai


etika pemerintahan tersebut muncul di berbagai negara, tampaknya
berkaitan erat dengan dengan fungsi atau keberadaan aparatur
pemerintah dalam melayani masyarakat, dimana kejujuran (fairness) dan
netralitas menjadi persyaratan yang memerlukan tingkat disiplin tertentu
yang kurang lebih sama diberbagai negara dengan latar belakang yang
berbeda sekalipun.

menurut Badan PBB untuk Pembangunan atau UNDP (1997) sebagaimana


dikutip Suhady dan Fernanda dalam modul Diklatpim Tingkat IV: "Dasar-
Dasar Kepemerintahan Yang Baik", adalah mencakup:
1. Partisipasi
2. Aturan Hukum (Rule of Law)
3. Transparansi
4. informasinya harus dapat disediakan secara memadai dan mudah
dimengerti
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
6. Berkeadilan (Equitg)
7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiueness and Efficiencg)
8. Akuntabilitas (Accountabilityl)
9. Bervisi Strategis (strategic Vision)

Masalah pengembangan etika administrasi pemerintahan

pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan profesional


yang ditandai adanyaaparat birokrasi pemerintah yang senantiasa
mengedepankan terpenuhinyapublicaccountabilityand

responsibility.

Untuk itu setiap aparat birokrasi pemerintah yangada diseluruh level


pemerintahan harus memiliki rasa kepekaan (responsiveness) terhadap
kepentingan masyarakat maupun terhadap masalah-masalah yang ada
danharus dipecahkan di masyarakat, bertanggungjawab dalam
pelaksanaantugas/pekerjaan, dan harus pula bersifat representatif dalam
pelaksanaan tugas. Hal ini berarti dihindarinya penyalahgunaan
wewenang ataupun tindakan yang melampaui wewenang yang dimiliki
baik ditinjau dari berbagai peraturan yang berlaku maupun dari nilai-
nilai etika administrasi publik dan etika pemerintahan.

Dan perlu ditekankan pula bahwa Good Governance hanya akan terwujud
apabila setiap aparat birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya
senantias amelandasi pengambilan kebijakan dengan prinsip ekonomis,
efisien dan efektif sebagai perwujudan tanggung jawab yang bersifat
obyektif, di samping adanya tanggung jawab yang bersifat subyektif yaitu
sikap tidak membedakan kelompoksasaran pembangunan dan senantiasa
berupaya mewujudkan keadilan serta adanyaketerbukaan/kejujuran

Aplikasi kepemimpinan dalam organisasi

Keberhasilan menjadi pemimpin, disamping ditentukan oleh kemampuan


teknis juga sangat ditentukan oleh karakter dirinya.
Karakter akan terbangun dengan baik jika ditunjang oleh 3 hal, yaitu :

 Excellence
 Profesionalisme dan
 Etika

Ada 3 jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan pengembangan


dan inovasi.

Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang salah satu diantaranya adalah


kemampuannya dalam mengelola perubahan karena pemimpin akan
selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan sehingga pemimpin
dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan.

Ada 4 tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola


perubahan lingkungan, diantaranya :
1. Mengidentifikasi perubahan

2. Menilai posisi organisasi

3. Merencanakan dan melaksanakan perubahan

4. Melakukan evaluasi

Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, maka ke empat langkah


tersebut perlu dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.

Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan


mengubah budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
manajer perlu menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi
lingkungan organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi
yang tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan
dan hukuman, sistem pengelolaan SDM, sistem dan prisedur kerja, dan
komunikasi serta inovasi.

Anda mungkin juga menyukai