Anda di halaman 1dari 25

http://rochyati-w-t-fisip.web.unair.ac.

id/artikel_detail-69585-Umum-EVALUASI
%20KEBIJAKAN%20PUBLIK.html (2 februari 2016)
EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

DISKRIPSI DAN RELEVANSI

Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses/siklus kebijakan publik, menempati posisi
terakhir setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah sewajarnya jika kebijakan publik
yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu dievaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan
atau kegagalan sebuah kebijakan, sehingga secara normatif akan diperoleh rekomendasi
apakah kebijakan dapat dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan
harus dihentikan. Evaluasi juga menilai keterkaitan antara teori (kebijakan) dengan
prakteknya (implementasi) dalam bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai
dengan yang diperkirakan atau tidak. Dari hasil evaluasi pula kita dapat menilai apakah
sebuah kebijakan/program memberikan manfaat atau tidak bagi masyarakat yang dituju.
Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan sebagai bentuk pertanggung-jawaban
publik, terlebih di masa masyarakat yang makin kritis menilai kinerja pemerintah.
Bab ini akan mengkaji tujuan, manfaat, jenis-jenis evaluasi, sampai metode analisis
evaluasi kebijakan. Mempelajari Bab ini mau tak mau akan bersinggungan dengan teori-teori
dari disiplin ilmu organisasi dan manajemen (fungsi pengawasan/ pengendalian), Manajemen
Sumberdaya Manusia, Ilmu politik, Kebijakan Publik, dll.

TUJUAN PEMBELAJARAN
1.Mahasiswa mampu membedakan antara analisis kebijakan, analisis implementasi dan
analisis evaluasi.
2.Mahasiswa mampu memahami tujuan dan nilai-nilai evaluasi yang berbeda dengan
pengawasan
3.Mahasiswa mampu memahami dan membedakan macam evaluasi sesuai siklus kebijakan
4.Mahasiswa mampu merancang dan melakukan evaluasi kebijakan

PENGANTAR ISI BAB

Kita mungkin sebenarnya tidak tahu pasti kapan evaluasi kebijakan itu dilakukan. Kita tahu
bilamana Presiden harus menyampaikan laporan pertanggung-jawaban di depan DPR dan
publik, bilamana Kepala Daerah melakukan hal yang sama di hadapan DPRD; bilamana para
wakil rakyat memanggil eksekutif dalam dengar pendapat dan meminta tanggapan. Namun
segala formalitas tersebut hanyalah pertanggung-jawaban politis, bukan pertanggung-jawaban
keseluruhan atas sebuah kebijakan. Kita mungkin dapat mengamati adanya pengawasan yang

dilakukan oleh BPKP, BPK, Irjen, dlsb; lalu apakah hal itu merupakan sebuah bentuk
evaluasi atau monitoring atas implementasi kebijakan?

Lalu apa, kapan, bagaimana oleh siapa evaluasi kebijakan itu dilakukan? Apakah evaluasi
kebijakan itu menilai isi/proses kebijakannya (yang dibuat bersama para wakil rakyat; lalu
siapa yang mengevaluasi wakil rakyat?), atau menilai hasil implementasinya saja (lantas apa
bedanya dengan analisis implementasi yang juga mengkaji berhasil-tidaknya implementasi
mencapai tujuan kebijakan?), apa beda antara analisis implementasi dengan analisis evaluasi,
apa manfaat keduanya? Berikut ini bersama-sama kita akan mempelajarinya.

IV.1. LINGKUP STUDI IMPLEMENTASI DAN STUDI EVALUASI

Analisis kebijakan publik telah berkembang jauh sebelum minat pada studi implementasi
muncul, bahkan analisis studi evaluasi telah lahir terlebih dahulu. Jika studi kebijakan publik
dianalogikan sebagai induknya, maka studi implementasi adalah anak bungsu yang lahir
setelah studi evaluasi (meski dalam urutan siklus kebijakan tidak akan ada evaluasi jika
implementasi tidak dilakukan), lantas apa bedanya, apakah hanya lokusnya atau fokusnya ?
Untuk menjawab hal tersebut terlebih dulu kita lihat ruang lingkup studi/ analisis kebijakan
publik yang menjadi induk studi implementasi dan studi evaluasi.
Analisis kebijakan publik (policy analysis) adalah kajian multi disiplin terhadap kebijakan
publik yang bertujuan untuk mengintegrasikan dan mengkontektualsasikan model dan riset
dari disiplin disiplin tersebut yang mengandung orientasi problem dan kebijakan (Parsons,
xii). Atau yang menurut Wildavsky (1979) : analisis kebijakan publik adalah subbidang
terapan yang isinya tak dapat ditentukan berdasarkan disiplin yang terbatas, tapi dengan
segala sesuatu yang tampaknya sesuai dengan situasi dari masa dan hakekat dari
persoalannya.

Analisis kebijakan publik menurut Harold Laswell dalam buku Parsons tersebut adalah
analisis yang :
Multi method
Multi disciplinary
Berfokus pada problem
Berkaitan dengan pemetaan konstektualitas problem kebijakan, opsi kebijakan, dan hasil
kebijakan
Bertujuan untuk mengintegrasikan pengetahuan ke dalam suatu disipilin yang menyeluruh
untuk menganalisis pilihan publik dan pengambilan keputusan,

Dari yang dinyatakan oleh Lasswell di atas, tampaknya lingkup analisis kebijakan publik
lebih berfokus pada persoalan proses pembuatan kebijakannya, yakni dari tahap pendefinisian
masalah, agenda setting, formulasi kebijakan sampai legalisasi kebijakan. Sedang Parsons
menyatakan ada 2 kategori luas analisis dalam studi kebijakan publik yakni :
1.Analisis Proses Kebijakan yakni analisis bagaimana mendefinisikan proses kebijakan,
dimulai dari mendefinisikan problem sampai pada implementasi dan pengevaluasiannya.
2.Analisis dalam dan untuk proses kebijakan, yakni kajian yang menggunakan teknik analisis,
riset, dan advokasi dalam pendefinisian problem sampai implementasinya. Atau dengan kata
lain, kategori pertama menganalisis untuk tujuan deskripsi dan eksplanasi proses kebijakan,
sedang yang kedua analisis untuk tujuan penilaian secara analitis terhadap proses kebijakan
(dan jika memugkinkan bersifat presriptif bagi kasus yang di riset).
Dari rumusan Parsons di atas, maka analisis implementasi dan analisis evaluasi adalah bagian
dari analisis kebijakan publik, hanya pada satu tahap proses dan kedalaman analisis yang
berbeda tentunya. Meski demikian pada umumnya yang dipahami sebagai analisis kebijakan
adalah yang lebih berfokus pada proses pembuatan kebijakan, sebagaimana yang dikatakan
oleh Lasswell. Sedang analisis implementasi dan analisis evaluasi memiliki focus berbeda
sesuai namanya, kendati juga tetap merupakan analisis yang multi disiplin.
Jika seseorang ingin mengkaji mengapa kebijakan X tidak mencapai hasil yang diinginkan,
maka kajian apakah yang harus ia lakukan ? Kajian implementasi atau kajian evaluasi ?
Bukankah daur hidup sebuah kebijakan tidak bisa ditentukan, kapan ia dianggap telah selesai
diimplementasikan lalu bisa dievaluasi ? Atau, apakah kita sedang melakukan studi evaluasi
saat kita mengkaji hasil suatu kebijakan yang sedang diimplementasikan ? Untuk menjawab
pertranyaan tersebut, kita lihat berikut ini.
Menurut rumusan Sabatier dan Mazamnian melakukan studi implementasi berarti berusaha
memahami apa yang senyatanya terjadi setelah suatu program diberlakukan, yakni peristiwa
dan kegiatan dalam usaha untuk mengadministrasikannya dan usaha usaha untuk
memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Dari rumusan itu, maka lingkup studi
implementasi adalah seluruh kegiatan dan peristiwa yang terjadi setelah suatu kebijakan
diberlakukan.
Analisis dalam studi implementasi misalnya tidak mempertanyakan apakah sebuah kebijakan
yang gagal dalam pengimplementasiannya adalah sebuah kebijakan yang benar-benar tepat
untuk mencapai tujuan yang didinginkan (ini adalah pertanyaan evaluatif), studi
implementasi mempertanyakan apakah terjadi kesalahan atau kekurangan dalam proses
pengimplementasian dan apa sebabnya. Memang pada studi implementasi juga dapat timbul
pertanyaan evaluatif: Apakah program program tindakan yang dipilih telah sesuai dengan
tujuan tersebut ? atau apakah keputusan keputusan yang dibuat untuk
mengimplementasikan kebijakan sudah tepat ? tapi pertanyaan tersebut tidak lepas dari
koridor penyusunan program program tindakan sebagai hasil penafsiran implementor atas
sebuah kebijakan.
Antara analisis studi evaluasi dan analisis studi implementasi memang sering terjadi overlap,
karena keduanya bisa berangkat dari permasalahan yang sama: Mengapa kebijakan X
tidak mencapai hasil yang diinginkan ?, namun menjaga batas antara keduanya adalah
penting, studi implementasi hanya berkaitan dengan pertanyaan bagaimana cara agen publik

mengimplementasikan sebuah kebijakan untuk mencapai perubahan sebagaimana yang


dimaksudkan oleh kebijakan tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pendapat Jenkins
berikut ini:

Studi implementasi adalah studi perubahan : bagaimana perubahan itu terjadi, bagaimana
kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari
kehidupan politik: bagaimana organisasi di dalam dan di luar system politik menjalankan
fungsi mereka dan berinteraksi satu sama lain: apa memotivasi tindakan tindakan mereka
dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda (Jenkins,
1978, p.200).
Sementara tujuan dan lingkup analisis (riset) evaluasi menurut Carol H. Weiss (1972, p.4)
adalah :
To measure the effects of a program against the goals it set out to accomplish as a means of
contributing to subsequent decision making about the program and improving future
programming. The effect emphasizes the outcomes of the program, rather than its efficiecy,
honesty, morale, or adherence to rule or standars. The comparison of effects with goals
stresses the use of explicit criteria for judging how well the program is doing.
Weis secara tegas menyatakan bahwa tujuan analisis evaluasi lebih pada pengukuran efek dan
dampak sebuah program/kebijakan pada masyarakat, dibanding pengukuran atas efisiensi,
kejujuran pelaksanaan, dan lain-lain yang terkait dengan standar-standar pelaksanaan. Tujuan
kebijakan itu sendiri adalah untuk menghasilkan dampak/perubahan, sehingga wajar jika
untuk itulah evaluasi dilakukan. Adapun yang membedakan antara analisis studi
implementasi dengan analisis studi evaluasi dapat kita lihat yang dinyatakan oleh Parsons :
evaluation eximines how public policy and the people who deliver it may be appraised,
audited, valued and controlled while the study of implementation is about how policy is put
into action and practice (1995, p. 461).
Meskipun dilakukan secara sistematis, namun ada beberapa hal yang membedakan analisi
evaluasi dengan analisis akademik lainnya, yang menurut Weiss (p. 6-7)adalah :
1.Evaluasi ditujukan untuk pembuatan keputusan, untuk menganalisis problem sebagaimana
yang didefinisikan oleh pembuat keputusan, bukan oleh periset, sebab si pembuat
keputusanlah yang berkentingan terhadap hasil evaluasi.
2.Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam setting
akademik, karenanya pertanyaan-pertanyaan evaluasi diarahkan oleh program. Peneliti tidak
membangun asumsi dan hipotesisnya sendiri sebagaimana pada studi-studi lain.
3.Evaluasi memberikan penilaian atas pencapaian tujuan, bukan mengevaluasi tujuan
Atau dari pernyataan Browne & Wildavsky : Evaluators are able to tell us a lot about
what happened which objectives, whose objectives, were achieved and a
little about why the causal connections (Hill & Hupe, 12), yang merupakan wilayah

analisis implementasi. Karena meski tujuan dan dampak saling berinteraksi namun dampak
tidak dapat dinilai melalui seperangkat tujuan yang dirumuskan secara tegas.

Michael Hill & Peter Hupe memperjelas perbedaan lingkup studi implementasi dan studi
evaluasi dalam table sebagai berikut :
Tabel IV.1 : Implementing and Evaluation Research

Object

Implementation

Research Act

Process/ Behaviours
Outputs

Discription
Expalanation

Outcomes

Theory building and Testing

Causal connections

Analytical judgement

Evaluation

Outcomes-value link

Value judgement

Sumber: Hill & Hupe !2002:12)

IV.2. TUJUAN DAN FUNGSI EVALUASI


1. TUJUAN EVALUASI
1.

2.
3.
4.

Mengukur efek suatu program/kebijakan pada kehidupan masyarakat dengan


membandingkan kondisi antara sebelum dan sesudah adanya program tersebut.
Mengukur efek menunjuk pada perlunya metodologi penelitian. Sedang
membandingkan efek dengan tujuan mengharuskan penggunaan kriteria untuk
mengukur keberhasilan
Memperoleh informasi tentang
kinerja implementasi kebijakan dan menilai
kesesuaian dan perubahan program dengan rencana
Memberikan umpan balik bagi manajemen dalam rangka perbaikan/ penyempurnaan
implementasi
Memberikan rekomendasi pada pembuat kebijakan untuk pembuatan keputusan lebih
lanjut mengenai program di masa datang1.Sebagai bentuk pertanggung-jawaban
public/ memenuhi akuntabilitas public.

2. FUNGSI EVALUASI (William N. Dunn; Ripley)

Evaluasi kebijakan berfungsi untuk memenuhi akuntabilitas public, karenanya sebuah kajian
evaluasi harus mampu memenuhi esensi akuntabilitas tersebut, yakni:
1.Memberikan Eksplanasi yang logis atas realitas pelaksanaan sebuah program/kebijakan.
Untuk itu dalam studi evaluasi perlu dilakukan penelitian/kajian tentang hubungan kausal
atau sebab akibat

2.Mengukur Kepatuhan, yakni mampu melihat kesesuaian antara pelaksanaan dengan


standar dan prosedur yang telah ditetapkan
3.Melakukan Auditing untuk melihat apakah output kebijakan sampai pada sasaran yang
dituju? Apakah ada kebocoran dan penyimpangan pada penggunaan anggaran, apakah ada
penyimpangan tujuan program, dan pada pelaksanaan program1.Akunting untuk melihat dan
mengukur akibat sosial ekonomi dari kebijakan. Misalnya seberapa jauh program yang
dimaksud mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, adakah dampak yang ditimbulkan
telah sesuai dengan yang diharapkan, adakah dampak yang tak diharapkan.

IV.3. DIMENSI EVALUASI

Secara garis besar ada dua dimensi penting yang harus diperoleh informasinya dari studi
dievaluasi dalam kebijakan public. Dimensi tersebut adalah
1.Evaluasi kinerja pencapaian tujuan Kebijakan, yakni mengevaluasi kinerja orang-orang
yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan. Darinya kita akan memperoleh
jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi, efektifitas dan efisiensi, dlsb yang
terkait.
2.Evaluasi kebijakan dan dampaknya, yakni mengevaluasi kebijakan itu sendiri serta
kandungan programnya. Darinya kita akan memperoleh informasi mengenai manfaat (efek)
kebijakan, dampak (outcome) kebijakan, kesesuaian kebijakan/program dengan tujuan yang
ingin dicapainya (kesesuaian antara sarana dan tujuan), dll
Menurut Palumbo dimensi kajian pada studi evaluasi mencakup keseluruhan siklus di dalam
proses kebijakan, dari saat penyusunan desain kebijakan, saat implementasi, hingga saat
selesai diimplementasikan. Jika dikaitkan dengan kebutuhan informasi yang diperoleh dari
hasil evaluasi, maka dimensi evaluasi kebijakan meliputi hal-hal berikut :
Gambar IV.1. Dimensi Evaluasi dalam Siklus kebijakan
PENENTUAN AGENDA
PENDEFINISIAN MASALAH
FORECASTING, DEFINISI SASARAN
PENDEFINISIAN UKURAN. DISTRIBUSI MASALAH
ANALISIS KEPUTUSAN
DESAIN KEBIJAKAN
ANALISIS FEASIBILITAS POLITIK
TERMINASI
POOLING, SURVEY, DLL

LEGITIMASI KEBIJAKAN
EVALUASI FORMATIF
EVALUASI SUMATIF
DAMPAK
IMPLEMENTASI

Sumber : Wayne Parsons (2001, h. 549) yang diadaptasi dari Palumbo.

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa kajian dalam studi evaluasi kebijakan
meliputi dimensi-dimensi:
1.Evaluasi Proses pembuatan kebijakan atau sebelum kebijakan dilaksanakan. Pada tahap ini
menurut Palumbo diperlukan dua kali evaluasi, yakni 1.Evaluasi Desain Kebijakan, untuk
menilai apakah alternative-alternatif yang dipilih sudah merupakan alternative yang paling
hemat dengan mengukur hubungan antara biaya dengan manfaat (cost-benefit analysis), dll
yang bersifat rasional dan terukur.
2.Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajad penerimaan suatu kebijakan atau
program oleh masyarakat/stakeholder/kelompok sasaran yang dituju oleh kebijakan tersebut.
Metode evaluasi diperoleh melalui jajak pendapat (pooling), survery, dll.
3.Evaluasi Formatif yang dilakukan pada saat proses implementasi kebijakan sedang
berlangsung Tujuan evaluasi formatif ini utamanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh
sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk
meningkatkan keberhasilannya. Dalam istilah manajemen, evaluasi formatif adalah
monitoring terhadap pengaplikasian kebijakan. Evaluasi Formatif banyak melibatkan ukuranukuran kuantitatif sebagai pengukuran kinerja implementasi.
4.Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan dan
memberikan dampak . Tujuan evaluasi Sumatif ini adalah untuk mengukur bagaimana
efektifitas kebijakan/program tersebut member dampak yang nyata pada problem yang
ditangani.

IV.4. EVALUASI FORMATIF

1. TUJUAN EVALUASI FORMATIF:

Evaluasi Formatif adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1.Merupakan evaluasi terhadap proses
2.Menilai tingkat kepatuhan pelaksana atas standard aturan
3.Menggunakan model-model dalam implementasi
4.Biasanya bersifat kuantitatif
5.Melihat dampak jangka pendek dari pelaksanaan kebijakan/ program

Tujuan evaluasi formatif ini adalah untuk melihat :


1.Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat
2.Apakah penyampaian pelayanannya telah sesuai dan konsisten dengan spesifikasi program
atau tidak;
3.Sumberdaya apa yang dikeluarkan dalam melaksanakan program tersebut (Rossi &
Freeman dalam Parsons, h.550).

2. JENIS EVALUASI FORMATIF


1.Evaluasi administratif : Biasanya evaluasi administrative dilakukan dalam lingkup
pemerintahan yang dikaitkan dengan aspek-aspek ketaatan financial dan prosedur.
2.Evaluasi Yudisial : Evaluasi yang berkaitan dengan obyek-obyek hukum1.Evaluasi Politik:
Evaluasi yg dilakukan oleh lembaga-lembaga politik

3. ASPEK-ASPEK EVALUASI FORMATIF

Aspek-aspek kinerja implementasi yang dievaluasi dalam evaluasi formatif ini adalah :
1.Effort Evaluation: Mengevaluasi kecukupan input program
2.Performance Evaluation: Mengkaji output dibandingkan dengan input program.
3.Effectiveness Evaluation: Mengkaji apakah pelaksanaannya sesuai dengan sasaran & tujuan
4.Effeciency Evaluation: Membandingkan biaya dengan output yang dicapai
5.Process Evaluation: Mengkaji metode pelaksanaan, aturan dan prosedur dalam pelaksanaan

Sedang menurut Wiiliam N. Dun aspek-aspek kinerja kebijakan yang harus dievaluasi adalah
sebagaimana yang tampak di dalam tabel berikut ini:

Tabel IV.1. Katagori Evaluasi


Katagori
Efektifitas
Efisiensi

Pertanyaan
Apakah hasil yang
diinginkan telah tercapai?
Seberapa banyak upaya
yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang
diinginkan?

Ilustrasi
Unit Pelayanan
Cost-benefit Ratio; Manfaat
bersih; Unit Biaya

Kecukupan

Pemerataan

Responsivitas

Ketepatan

Seberapa jauh pencapaian


hasil yang diinginkan untuk
memecahkan masalah
Apakah biaya manfaat
didistribusikan secara
merata kepada kelompokkelompok yang berbeda?
Apakah hasil kebijakan
memuaskan
kebutuhan/preferensi atau
nilai-nilai kelompok
tertentu?
Apakah hasil (tujuan) yang
diinginkan benar-benar
berguna atau bernilai

BIaya tetap, Efektifitas tetap

Criteria Pareto; Kriteria


Kaldor-Hicks: Kriteria
Rawls
Konsistensi dengan survey
warga negara

Program public harus merata


dan eisien

Sumber: William N. Dunn (1999; h 609)

IV.5. EVALUASI SUMATIF/EVALUASI DAMPAK

1. PENGERTIAN DAMPAK
1.Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan
2.Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran (baik akibat
yang diharapkan atau tidak diharapkan), dan sejauh mana akibat tersebut mampu
menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact) 1.Akibat yang dihasilkan
oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, baik yang sesuai dengan yang
diharapkan ataupun tidak dan apakah akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku
baru pada kelompok sasaran (effects)

2. TUJUAN EVALUASI SUMATIF/DAMPAK

Evaluasi sumatif umumnya dilakukan untuk memperoleh informasi terkait dengan efektifitas
sebuah kebijakan/program terhadap permasalahan yang diintervensi. Evaluasi ini bertujuan
untuk:

1.Menilai apakah program telah membawa dampak yang diinginkan terhadap individu, rumah
tangga dan lembaga
2.Menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan intervensi program
3.Mengeksplore apakah ada akibat yang tidak diperkirakan baik yang positif maupun yang
negatif1.Mengkaji bagaimana program mempengaruhi kelompok sasaran, dan apakah
perbaikan kondisi kelompok sasaran betul-betul disebabkan oleh adanya program tersebut
ataukah karena faktor lain.

3. DIMENSI DAMPAK

Dimensi dampak yang dikaji dalam evaluasi kebijakan ini meliputi


1.Dampak pada masalah publik (pada kelompok sasaran) yang diharapkan atau tidak.
2.Dampak pada kelompok di luar sasaran sering disebut eksternalitas / dampak melimpah
(spillover effects)
3.Dampak sekarang dan dampak yang akan datang.1.Dampak biaya langsung yang
dikeluarkan untuk membiayai program dan dampak biaya tak langsung yang dikeluarkan
publik akibat suatu kebijakan (misalnya dampak terhadap pengeluaran rumah-tangga akibat
relokasi pemukiman yang menyebabkan jarak ke sekolah/tempatkerja makin jauh, dlsb).

4. APRRAISAL DIMENSI DAMPAK

Menurut Langbein (1980) memperkirakan dampak perlu memperhitungkan dimensi-dimensi


sebagai berikut:
1.a. Waktu. Dimensi waktu ini penting diperhitungkan karena kebijakan dapat
memberikan dampak yang panjang, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Semakin lama periode evaluasi waktu semakin sulit mengukur dampak, sebab :

1)

Hubungan kausalitas antara program dengan kebijakan semakin kabur,

2)

Pengaruh factor-faktor lain yang harus dijelaskan juga semakin banyak,

3)
jika efek terhadap individu dipelajari terlalu lama maka akan kesulitan menjaga track
record individu dalam waktu yg sama.

4)
Semakin terlambat sebuah evaluasi dilakukan akan semakin sulit mencari data dan
menganalisis pengaruh program yang diamati.

1.b.

Selisih antara dampak aktual dengan yang diharapkan.

Selain memperhatikan efektifitas pencapain tujuan, seorang evaluator harus pula


memperhatikan

1)

Berbagai dampak yang tak diinginkan,

2)

Dampak yang hanya sebagian saja dari yang diharapkan dan

3)

Dampak yang bertentangan dari yang diharapkan

1.c.

Tingkat Agregasi Dampak

Dampak juga bersifat agregatif artinya bahwa dampak yang dirasakan secara individual akan
dapat merembes pada perubahan di masyarakat secara keseluruhan
1.d.

Tipe Dampak

Ada 4 tipe utama dampak program :

1)

Dampak pada kehidupan ekonomi : penghasilan, nilai tambah dsb

2)
Dampak pada proses pembuatan kebijakan: apa yg akan dilakukan pada kebijakan
berikutnya

3)

Dampak pada sikap publik : dukungan pada pemerintah, pada program dsb

4)
Dampak pada kualitas kehidupan individu, kelompok dan masyarakt yg bersifat non
ekonomis.

5. UNIT-UNIT SOSIAL TERDAMPAK

Sebuah kebijakan/program dapat membawa dampak pada berbagai unit sosial


1.Dampak individual : biologis (penyakit, cacat fisik dsb karena kebijakan teknologi nuklir
misalnya), psikologis (stress, depresi, emosi dsb), lingkungan hidup (tergusur, pindah rumah
dsb), ekonomis (naik turunnya penghasilan, harga, keuntungan dsb), sosial serta personal
2.Dampak organisasional : langsung (terganggu atau terbantunya pencapaian tujuan
organisasi), tak langsung (peningkatan semangat kerja, disiplin)
3.Dampak pada masyarakat (meningkatnya kesejahteraan; dlsb)1.Dampak pada lembaga dan
sistem sosial (meningkatnya kesadaran kolektif masyarakat; menguatnya solidaritas sosial,
dlsb)

6. FAKTOR-FAKTOR KEGAGALAN DAMPAK

Sebuah kebijakan/program bisa saja gagal memperoleh dampak yang diharapkan meski
proses implementasi berhasil mewujudkan output sebagaimana yang dituntut oleh program
tersebut, namun ternyata gagal mencapai outcomesnya; apalagi jika proses implementasi
gagal mewujudkan keduanya. Hal ini menurut Anderson bisa saja disebabkan karena :

1)

Sumber daya yang tidak memadai

2)
Cara implementasi yang tidak tepat (misalkan pilihan-pilihan tindakan yang kontra
produktif seperti studi banding atau membeli mobil bagi pejabat yang memakan banyak biaya
dengan tujuan meningkatkan kapasitas layanan)

3)
Masalah publik sering disebabkan banyak faktor tetapi kebijakan yang dibuat hanya
mengatasi satu faktor saja

4)
Cara menanggapi kebijakan yang justru dapat mengurangi dampak yang diinginkan
(misalkan karena takut dianggap melanggar prosedur, maka implementers bertindak sesuai
textbook walau situasinya mungkin berbeda)

5)
Tujuan-tujuan kebijakan tak sebanding bahkan bertentangan satu sama lain (misalnya
kebijakan untuk menumbuhkan industry dalam negeri yang memberi insentif pajak dan
kemudahan modal; tapi di sisi lain ada kebijakan kenaikan harga listrik dan kenaikan harga
sumber energy, dll)

6)
Biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari masalahnya (yang ini sering terjadi di
Indonesia, terutama karena seringnya terjadi mark-up harga, ataupun karena bentuk-bentuk
kegiatan yang terkesan dicari-cari untuk penyerapan anggaran yang seharusnya tidak
dibutuhkan.

7)

Banyak masalah publik yang tak mungkin dapat diselesaikan

8)

Timbulnya masalah baru sehingga mendorong pengalihan perhatian dan tindakan

9)

Sifat dari masalah yang akan dipecahkan (Anderson, 1996)

IV.6. STUDI EVALUASI KEBIJAKAN

Evaluasi program atau kebijakan tidak dapat dilakukan hanya melalui kajian teoritik atau
hanya melalui data-data sekunder, sebab jika hal tersebut yang dilakukan, maka penilaian dan
rekomendasi yang dihasilkan tidak valid karena hanya berdasarkan perkiraan saja. Untuk
dapat disebut sebagai sebuah Studi/kajian, maka Evaluasi kebijakan harus memenuhi hal-hal
berikut ini.

6.1. KARAKTERISTIK PENELITIAN EVALUASI


1.Evaluasi harus empirik tidak spekulatif hipotetik atau asumtif teoritik
2.Tidak bias pada satu alternatif atau dampak tertentu
3.Rasional, harus sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan dihadapan pakar
4.Kajian harus dilakukan dari berbagai aspek
5.Handal dan sahih baik dalam analisis, ketersediaan data dan reliabilitas datanya.

6.2. TEKNIS PENELITIAN EVALUASI

Penelitian evaluasi kebijakan bukanlah hal yang dapat dipandang sepele karena dari hasil
penelitian tersebut diharapkan diperoleh masukan/umpan balik dan penilaian-penilaian yang
akurat atas sebuah kinerja kebijakan/program, serta hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan.
Untuk itu Leonard Rutman memberikan panduan yang perlu diperhatikan sbb:
1.a.

Sebelum pelaksanaan :

1)

Gunakan prosedur-prosedur ilmiah

a)

Mengamati dan memahami tujuan evaluasi

b)

Mengamati dan memilih kriteria

c)

Mengamati sensitivitas metode

2)
Focus pada proses dan outcomes kebijakan/program, bukan hanya pada outcomesnya
saja. Dengan demikian dapat diperoleh informasi mengenai aktifitas-aktifitas apa
menghasilkan apa; serta memungkinkan upaya replikasi di kemudian hari.

3)
Jangan batasi dampak hanya pada sasaran-sasaran yang dinyatakan secara formal saja,
sebab tidak semua sasaran kebijakan dinyatakan secara formal. Konsekuensi-konsekuensi
yang mungkin terjadi akibat program/kebijakan juga dipertimbangkan. Untuk itu manfaatkan
hasil penelitian yang terkait, gunakan logika, atau pengalaman-pengalaman atas program
yang serupa.

4)
Pertimbangkan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pembuat keputusan di masa
mendatang, bukan hanya kebutuhan saat ini. Bersikaplah sebagai ilmuwan, bukan teknisi
evaluasi.
1.b.

1)

Persiapan sebelum menguji Program:

Definisi Program Secara Jelas.

Harus dipastikan bahwa label yang diberikan pada sebuah program memiliki makna dan
maksud yang sama bagi semua yang terlibat, sehingga jelas data mana yang harus diukur

(definisi konsep harus jelas, sehingga definisi operasionalnya juga jelas dan dapat
direplikasikan).

2)

Spesifikasi Sasaran/goals.

Karena sasaran-sasaran merupakan criteria keberhasilan program, maka harus dinyatakan


secara spesifik agar dapat diperoleh tolok ukurnya. Sayangnya seringkali tujuan/sasaran
tersebut hanya disebutkan secara umum, jangka panjang, bahkan kadang kontradiksi dan
tidak terkait dengan aktifitas-aktifitas program. Jika hal ini terjadi, maka peneliti
bertanggung-jawab untuk merumuskannya secara bersama-sama dengan perencana program
dan manajer program[1].

3)

Keterkaitan Rasional.

Harus ada keterkaitan rasional antara program yang akan dievaluasi dengan sasaran yang
dituju dan dampak yang diharapkan. Ada tidaknya kaitan rasional tersebut, dapat menentukan
apakah program tersebut yang harus dimodifikasi atau sasaran dan hasil yang harus dirubah
(misal Program Pelatihan Angkatan Kerja dengan sasaran jangka panjang berkurangnya
angka pengangguran. Akan lebih masuk akal jika dikaitkan dengan sasaran jangka pendek :
pencapaian tenaga kerja berketrampilan.

4)
Pastikan Kegunaan Evaluasi. Kendati studi evaluasi dimaksudkan sebagai akuntabilitas
program, serta untuk memberikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan dan hasil
program kepada pembuat keputusan dan manajemen, namun seringkali studi evaluasi
dilakukan dengan maksud-maksud tertentu, yang disebut oleh Edward Suchman sebagai
Pseudoevaluations[2]. Karenanya evaluator juga harus mengetahui siapa yang menghendaki
dan mendanai studi evaluasi tersebut untuk mencegah timbulnya ketegangan dengan
administrator program.

5)

Spesifikasikan Variabel-variabel Evaluasi

a) Spesifikasikan komponen-komponen program, dengan memperjelas terdiri dari


komponen-komponen aktifitas apa saja program tersebut (misalnya PKK dengan 10 Program
PKKnya). Gunanya adalah sebagai Component testing untuk menguji sumbangan keefektifan
masing-masing komponen terhadap program.

b) Spesifikasikan sasaran-sasaran dan efeknya. Bukan hanya yang dinyatakan secara formal
dalam dokumen atau oleh pengelola program, namun juga sasaran-sasaran latent dan

dampak-dampak lain yang diharapkan oleh masyarakat (misal kasus program Bantuan
Langsung Tunai BLT yang ditujukan untuk meringankan beban masyarakat miskin akibat
kenaikan harga BBM, dapat ditanggapi beragam missal: apa criteria miskin dan apa
criteria meringankan yang dimaksudkan oleh program tsb? Karena jawabannya dapat
beragam, demikian juga dampaknya).

6)
Spesifikasikan Variabel-variabel antesedennya. Anteseden variable adalah factor-faktor
konteks yang dapat mempengaruhi jalannya program (misalnya karakteristik target kebijakan;
sifat dasar permasalahan sehingga memerlukan intervensi kebijakn, dll).

7)
Spesifikasikan variable-variabel Interveningnya dengan menanyakan : setelah program
dijalankan, factor-faktor apakah yang dapat mendukung atau menghambat pencapaian
sasaran program?

Antecedent factors

Program implementation

Intervening

Goals / effects

8)
Measurement : setelah mengetahui apa saja yang harus diukur, maka langkah
selanjutnya adalah memilih tehnik pengukuran yang tepat untuk menilai. Untuk itu perlu : a).
ketepatan indicator (tolok ukur) yang digunakan; b). Reliabilitas alat ukur (hasil yang
diberikan konsisten meski dilakukan dalam situasi yang berbeda) dan c). Validitas alat ukur
(ketepatan alat ukur dalam mengukur fenomena).

c. Kriteria yang harus dipenuhi dalam evaluasi :

1)
Relevansi : harus mampu memberikan informasi yang tepat pada pembuat dan pelaku
kebijakan, mampu menjawab secara benar pertanyaan dalam waktu yang tepat

2)

Signifikan : harus mampu memberikan informasi yang baru dan penting.

3) Validitas : mampu memberikan pertimbangan yang tepat sesuai dengan hasil nyata/data
empiric mengenai hasil kebijakan.

4)
Reliabilitas : dapat membuktikan bahwa hasilnya diperoleh dengan penelitian yang
teliti

5)

Obyektif : tidak memihak /bias

6)

Tepat waktu

7)
Daya guna : hasil penelitian dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh pelaku dan
pembuat kebijakan

6.3. METODA DAN MODEL-MODEL STUDI EVALUASI

Beragam methoda dan model-model evaluasi program yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja implementasi Program/kebijakan. Untuk pemahaman yang lebih baik dan lebih dalam
(sebab buku ini hanya untuk memberikan informasi dasar saja), salah satu buku yang
dianjurkan dan patut dipelajari adalah buku Measuring Performance in Public and Nonprofit
Organizations karya Theodore H.Poister.

6.4. PROBLEM DALAM STUDI EVALUASI


1.Ketidakpastian dan ketidakjelasan tujuan kebijakan
2.Evaluasi tidak dilakukan dengan sistematis, sehingga kesulitan menguji kausalitas bahwa
dampak memang disebabkan oleh kebijakan tersebut
3.Dampak kebijakan biasanya menyebar di luar sasaran kebijakan
4.Kesulitan dalam memperoleh data primer
5.Data sekunder yang tersedia seringkali kurang valid
6.Resistensi pejabat/penanggung-jawab program yang merasa diawasi1.Evaluasi cenderung
kurang melihat dampak (kurang valid), tapi lebih suka mengkur dan menilai outputnya saja.

6.5. EVALUASI KEBIJAKAN DI INDONESIA)*


1.Sering tidak sungguh-sungguh karena evaluatornya dari Pemerintah sendiri.
2.Hasil evaluasi tidak konklusif, membahas banyak persoalan tetapi tanpa arah yang jelas,
sehingga tak ada rekomendasi yang argumentatif1.Bersifat formalitas dari pada berdasarkan
kebutuhan riel. Karena dilakukan secara rutin maka hasilnya kurang tajam. Hanya untuk
memenuhi formalitas, membaca data dan memasukkannya dalam form-form tertentu. (*lihat
juga catatan kaki no 2 tentang pseudoevaluation).

IV.7. PERTANYAAN-PERTANYAAN DALAM STUDI EVALUASI

1.1.
MENURUT SOFIAN EFFENDI Tujuan dari evaluasi kebijakan public adalah untuk
mengetahui variasi dalam indicator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga
pertanyaan pokok (lihat, Nugroho, h.284),:

a. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan, sejauh mana variasi kesesuaian capaian


kebijakan (output dan outcomes yang dihasilkan dari proses implementasi) dengan indicatorindikator yang telah ditetapkan.
1.Faktor-faktor apa yang menyebabkan variasi tersebut? Apakah karena factor yang terkait
dengan isi program/kebijakan itu sendiri, apakah karena cara kerja dalam pengorganisasian
implementasi kebijakan (output yang terkait dengan kinerja implementers); atau karena
lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcomes tersebut.
2.Bagaimana strategi untuk lebih meningkatkan kinerja implementasi kebijakan? Jawaban
atas pertanyaan tersebut adalah tugas pengevaluasi untuk memilih variable-variabel yang
dapat diubah (actionable variables).

2. MENURUT RANDALL B. RIPLEY

Untuk mengukur capaian riel sebuah program/kebijakan, maka dari hasil kajian evaluasi
harus diperoleh jawaban-jawaban atas persoalan berikut ini:
1.Kelompok dan kepetingan mana yg memiliki akses dalam pembuatan kebijakan?
2.Apakah pembuatan kebijakan dilakukan secara cukup rinci, terbuka dan memenuhi
prosedur?
3.Apakah program-program kebijakan didesain secara logis ?
4.Apakah sumber daya yg menjadi input program telah memadai untuk mencapai tujuan ?
5.Apa standar implementai yang baik bagi kebijakan tsb ?
6.Apakah program dilaksanakan sesuai standar efisiensi ekonomi? Apakah uang digunakan
dengan tepat dan jujur?
7.Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan seperti yg didesain dalam program ?
8.Apakah program juga memberikan dampak pada kelompok non sasaran? Apa jenis
dampaknya ?
9.Apa dampak yg diharapkan dan tak diharapakan pada masyarakat ?
10.Kapan tindakan program dilaksanakan dan dampaknya diterima oleh masyarakat ?
11. Apakah tindakan dan dampak telah sesuai dengan yang diharapkan ?

IV.8. IMPLIKASI HASIL EVALUASI TERHADAP PROGRAM/KEBIJAKAN

Hasil kajian evaluasi atas sebuah program/kebijakan akan berimplikasi pada


keberlangsungan program/kebijakan termaksud, yang menurut Weis (dalam Shafritz and
Hyde, 1987) adalah sebagai berikut:
1.Meneruskan atau mengakhiri program
2.Memperbaiki praktek & prosedur administrasinya
3.Menambah atau mengurangi strategi dan tehnik implementasi
4.Melembagakan program ke tempat lain
5.Mengalokasikan sumber daya ke program lain
6.Menolak atau menerima pendekatan/teori yang digunakan oleh Program/ kebijakan sebagai
asumsi

KESIMPULAN

Secara teoritik siklus terakhir dalam proses kebijakan adalah evaluasi, yang bertujuan
memberikan informasi mengenai kinerja Program/kebijakan setelah diimplementasikan.
Evaluasi sangatlah penting sebagai bentuk akuntabilitas public pemerintah atas kinerjanya.
Namun melakukan evaluasi atas sebuah program/kebijakan yang dapat memberikan masukan
bagi pemerintah/pembuat keputusan dengan hasil yang dapat dipertanggung-jawabkan
tidaklah mudah. Sebagian karena kesulitan yang bersifat instrinctive (karena sifat dampak
yang berdimensi luas dan dapat menyebar), juga karena beragam kebijakan juga menuntut
beragam metode pengukuran yang sesuai; serta karena kurangnya usaha yang serius untuk
itu. Untuk menghasilkan studi evaluasi yang benar-benar berguna, maka memahami criteria
evaluasi yang harus dipenuhi, memahami metoda penelitian evaluasi, serta memilih metoda
pengukuran yang tepat adalah syaratnya.

TUGAS UNTUK MAHASISWA


1.Tunjukkan perbedaan obyek analisis dalam lingkup studi implementasi dan lingkup studi
evaluasi, dengan mengambil sebuah contoh kebijakan/program yang sedang dilaksanakan di
sekitar anda.

2.Dari contoh kasus kebijakan/program yang sama, buatlah rencana penelitian evaluasinya
dengan memperimbangkan apa saja yang menjadi:1.Definisikan Program secara jelas
(dengan melihat terdiri dari apa saja komponen-komponen Program tersebut
2.Spesifikasikan sasaran-sasaran tujuan/goals program, dampaknya serta yang menjadi unitunit sosial terdampaknya.
3.Buatlah kerangka keterkaitan rasional antara tujuan/sasaran dengan aktifitas program
dengan mengidentifikasikan apa saja yang dapat menjadi variable anteseden dan variable
intervening.
4. Susunlah indicator yang reliable (andal) dan valid (terpercaya) bagi masing masing
variable tersebut.

SENARAI

Evaluasi Proses kebijakan

Evaluasi Formatif

Evaluasi Sumatif

Dampak kebijakan

Impak Kebijakan

Efek kebijakan

Effort Evaluation
Performance Evaluation
Process
Evaluation Effectiveness Evaluaition
Dimensi Waktu Dampak
Agregasi Dampak Unit Sosial terdampak
Faktor Kegagalan Dampak
Peusedoevaluation Variable anteseden
Variable intervening
Reliabilitas-Validitas

DAFTAR PUSTAKA
1.1.

Anderson, James E; Public Policy Making, Reinhart and Wiston, New York; 1970.

2.2.
Dolbeare, Kenneth M. (ed); Public Policy Evaluation; Sage Yearbooks in Politics
and Public Policy; 1975.
3.3.
Dunn, William N. Public Policy Analysis An Introduction; Pearson education;
New jersey; 1981.
4.4.

Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, Prentice Hall Inc, New Jersey, 1978.

5.5.
Hill, Michael & Peter Hupe, Implementing Public Policy: Governance in Theory
and Practice, Sage Publication, London, 2002.
6.6.
Kingdon, John W, Agendas, Alternative and Public Poilicies Little Brown &
Company, Totonto: 1984. 1.Meltsner, Arnold J. Policy analysis in the Bureaucracy, University
of California Press, 1986.

2.Meyer, Robert R & Ernest Greenwood; Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial; CV.
Rajawali, Jakarta, 1984.
3.9.
4.10.

Nugroho, Riant Public Policy, Elekmedia Komputindo, Jakarta; 2008


Parsons, Wayne : Public Policy: Prenada Media, Jakarta, 2005.

5.11. Poister, Theodore H.; Measuring Performance in Public and Nonprofit Organizations;
john Wiley & Sons; San Fransisco, 2003.
6.12.

Ripley Randall B.; Policy Analysis in Political Science, Nelson Hall, Chicago, 198.

7.13. Rossi, Peter H. & Walter Williams (eds); Evaluating Social Programs Theory;
Practice, and Politics; Seminar Press; New York; 1972
8.14. Rutman, Leonard (ed.), Evaluation Research Methods- a basic Guide; Sage
Publication, London, 1977 1.Weis, Carol H. Evaluation Research : Methods for Assesing
Program Effectiveness, Prentice Hall, New Jersey, 1972.

[1] Pendekatan di atas adalah pendekatan goal-end oriented. Dapat juga digunakan
pendekatan lain, misalnya Pendekatan Sistem (amitai Etzioni) atau goal-free evaluation
(Susan Salasin), karena goal-end oriented approach dipandang memiliki keterbatasan :1).
Mengabaikan sasaran yang tidak dinyatakan secara eksplisit (misalnya keberlangsungan
program); 2). Sulit merumuskan tujuan senyatanya dari pernyataan tujuan program/kebijakan
yang yang mencerminkan retorika politik, justifikasi bantuan pendanaan, mobilisasi
dukungan, dan legitimasi program; 3). Sasaran-sasaran selalu bisa berubah sebagai respon
atas tuntutan-internal organisasi dan lingkungan; 4) Mengabaikanefek-efek samping dari
kebijakan.

[2] Pseudoevaluation adalah studi-studi evaluasi yang dilakukan maksudmaksud


terselubung, misalnya yang diberi istilah:1). eyewash (evaluasi cuci mata) yang dilakukan
hanya pada tampak depan program demi mengesankan keberhasilan; 2). Whitewash yang
dilakukan dengan maksud menutupi kegagalan-kegagalan program selama dilakukan
investigasi; 3). Submarine (Kapal selam), yakni evaluasi yang dilakukan dengan maksud
politis untuk menghancurkan sebuah program; 4). Posture yakni evaluasi yang dilakukan
sekedarnya hanya sebagai formalitas, biasanya untuk kepentingan kelanjutan pendanaan; 5).

Postponement, yakni evaluasi yang dilakukan untuk tujuan menghentikan sementara


sebuah program.

Anda mungkin juga menyukai