id/artikel_detail-69585-Umum-EVALUASI
%20KEBIJAKAN%20PUBLIK.html (2 februari 2016)
EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses/siklus kebijakan publik, menempati posisi
terakhir setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah sewajarnya jika kebijakan publik
yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu dievaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan
atau kegagalan sebuah kebijakan, sehingga secara normatif akan diperoleh rekomendasi
apakah kebijakan dapat dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan
harus dihentikan. Evaluasi juga menilai keterkaitan antara teori (kebijakan) dengan
prakteknya (implementasi) dalam bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai
dengan yang diperkirakan atau tidak. Dari hasil evaluasi pula kita dapat menilai apakah
sebuah kebijakan/program memberikan manfaat atau tidak bagi masyarakat yang dituju.
Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan sebagai bentuk pertanggung-jawaban
publik, terlebih di masa masyarakat yang makin kritis menilai kinerja pemerintah.
Bab ini akan mengkaji tujuan, manfaat, jenis-jenis evaluasi, sampai metode analisis
evaluasi kebijakan. Mempelajari Bab ini mau tak mau akan bersinggungan dengan teori-teori
dari disiplin ilmu organisasi dan manajemen (fungsi pengawasan/ pengendalian), Manajemen
Sumberdaya Manusia, Ilmu politik, Kebijakan Publik, dll.
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.Mahasiswa mampu membedakan antara analisis kebijakan, analisis implementasi dan
analisis evaluasi.
2.Mahasiswa mampu memahami tujuan dan nilai-nilai evaluasi yang berbeda dengan
pengawasan
3.Mahasiswa mampu memahami dan membedakan macam evaluasi sesuai siklus kebijakan
4.Mahasiswa mampu merancang dan melakukan evaluasi kebijakan
Kita mungkin sebenarnya tidak tahu pasti kapan evaluasi kebijakan itu dilakukan. Kita tahu
bilamana Presiden harus menyampaikan laporan pertanggung-jawaban di depan DPR dan
publik, bilamana Kepala Daerah melakukan hal yang sama di hadapan DPRD; bilamana para
wakil rakyat memanggil eksekutif dalam dengar pendapat dan meminta tanggapan. Namun
segala formalitas tersebut hanyalah pertanggung-jawaban politis, bukan pertanggung-jawaban
keseluruhan atas sebuah kebijakan. Kita mungkin dapat mengamati adanya pengawasan yang
dilakukan oleh BPKP, BPK, Irjen, dlsb; lalu apakah hal itu merupakan sebuah bentuk
evaluasi atau monitoring atas implementasi kebijakan?
Lalu apa, kapan, bagaimana oleh siapa evaluasi kebijakan itu dilakukan? Apakah evaluasi
kebijakan itu menilai isi/proses kebijakannya (yang dibuat bersama para wakil rakyat; lalu
siapa yang mengevaluasi wakil rakyat?), atau menilai hasil implementasinya saja (lantas apa
bedanya dengan analisis implementasi yang juga mengkaji berhasil-tidaknya implementasi
mencapai tujuan kebijakan?), apa beda antara analisis implementasi dengan analisis evaluasi,
apa manfaat keduanya? Berikut ini bersama-sama kita akan mempelajarinya.
Analisis kebijakan publik telah berkembang jauh sebelum minat pada studi implementasi
muncul, bahkan analisis studi evaluasi telah lahir terlebih dahulu. Jika studi kebijakan publik
dianalogikan sebagai induknya, maka studi implementasi adalah anak bungsu yang lahir
setelah studi evaluasi (meski dalam urutan siklus kebijakan tidak akan ada evaluasi jika
implementasi tidak dilakukan), lantas apa bedanya, apakah hanya lokusnya atau fokusnya ?
Untuk menjawab hal tersebut terlebih dulu kita lihat ruang lingkup studi/ analisis kebijakan
publik yang menjadi induk studi implementasi dan studi evaluasi.
Analisis kebijakan publik (policy analysis) adalah kajian multi disiplin terhadap kebijakan
publik yang bertujuan untuk mengintegrasikan dan mengkontektualsasikan model dan riset
dari disiplin disiplin tersebut yang mengandung orientasi problem dan kebijakan (Parsons,
xii). Atau yang menurut Wildavsky (1979) : analisis kebijakan publik adalah subbidang
terapan yang isinya tak dapat ditentukan berdasarkan disiplin yang terbatas, tapi dengan
segala sesuatu yang tampaknya sesuai dengan situasi dari masa dan hakekat dari
persoalannya.
Analisis kebijakan publik menurut Harold Laswell dalam buku Parsons tersebut adalah
analisis yang :
Multi method
Multi disciplinary
Berfokus pada problem
Berkaitan dengan pemetaan konstektualitas problem kebijakan, opsi kebijakan, dan hasil
kebijakan
Bertujuan untuk mengintegrasikan pengetahuan ke dalam suatu disipilin yang menyeluruh
untuk menganalisis pilihan publik dan pengambilan keputusan,
Dari yang dinyatakan oleh Lasswell di atas, tampaknya lingkup analisis kebijakan publik
lebih berfokus pada persoalan proses pembuatan kebijakannya, yakni dari tahap pendefinisian
masalah, agenda setting, formulasi kebijakan sampai legalisasi kebijakan. Sedang Parsons
menyatakan ada 2 kategori luas analisis dalam studi kebijakan publik yakni :
1.Analisis Proses Kebijakan yakni analisis bagaimana mendefinisikan proses kebijakan,
dimulai dari mendefinisikan problem sampai pada implementasi dan pengevaluasiannya.
2.Analisis dalam dan untuk proses kebijakan, yakni kajian yang menggunakan teknik analisis,
riset, dan advokasi dalam pendefinisian problem sampai implementasinya. Atau dengan kata
lain, kategori pertama menganalisis untuk tujuan deskripsi dan eksplanasi proses kebijakan,
sedang yang kedua analisis untuk tujuan penilaian secara analitis terhadap proses kebijakan
(dan jika memugkinkan bersifat presriptif bagi kasus yang di riset).
Dari rumusan Parsons di atas, maka analisis implementasi dan analisis evaluasi adalah bagian
dari analisis kebijakan publik, hanya pada satu tahap proses dan kedalaman analisis yang
berbeda tentunya. Meski demikian pada umumnya yang dipahami sebagai analisis kebijakan
adalah yang lebih berfokus pada proses pembuatan kebijakan, sebagaimana yang dikatakan
oleh Lasswell. Sedang analisis implementasi dan analisis evaluasi memiliki focus berbeda
sesuai namanya, kendati juga tetap merupakan analisis yang multi disiplin.
Jika seseorang ingin mengkaji mengapa kebijakan X tidak mencapai hasil yang diinginkan,
maka kajian apakah yang harus ia lakukan ? Kajian implementasi atau kajian evaluasi ?
Bukankah daur hidup sebuah kebijakan tidak bisa ditentukan, kapan ia dianggap telah selesai
diimplementasikan lalu bisa dievaluasi ? Atau, apakah kita sedang melakukan studi evaluasi
saat kita mengkaji hasil suatu kebijakan yang sedang diimplementasikan ? Untuk menjawab
pertranyaan tersebut, kita lihat berikut ini.
Menurut rumusan Sabatier dan Mazamnian melakukan studi implementasi berarti berusaha
memahami apa yang senyatanya terjadi setelah suatu program diberlakukan, yakni peristiwa
dan kegiatan dalam usaha untuk mengadministrasikannya dan usaha usaha untuk
memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Dari rumusan itu, maka lingkup studi
implementasi adalah seluruh kegiatan dan peristiwa yang terjadi setelah suatu kebijakan
diberlakukan.
Analisis dalam studi implementasi misalnya tidak mempertanyakan apakah sebuah kebijakan
yang gagal dalam pengimplementasiannya adalah sebuah kebijakan yang benar-benar tepat
untuk mencapai tujuan yang didinginkan (ini adalah pertanyaan evaluatif), studi
implementasi mempertanyakan apakah terjadi kesalahan atau kekurangan dalam proses
pengimplementasian dan apa sebabnya. Memang pada studi implementasi juga dapat timbul
pertanyaan evaluatif: Apakah program program tindakan yang dipilih telah sesuai dengan
tujuan tersebut ? atau apakah keputusan keputusan yang dibuat untuk
mengimplementasikan kebijakan sudah tepat ? tapi pertanyaan tersebut tidak lepas dari
koridor penyusunan program program tindakan sebagai hasil penafsiran implementor atas
sebuah kebijakan.
Antara analisis studi evaluasi dan analisis studi implementasi memang sering terjadi overlap,
karena keduanya bisa berangkat dari permasalahan yang sama: Mengapa kebijakan X
tidak mencapai hasil yang diinginkan ?, namun menjaga batas antara keduanya adalah
penting, studi implementasi hanya berkaitan dengan pertanyaan bagaimana cara agen publik
Studi implementasi adalah studi perubahan : bagaimana perubahan itu terjadi, bagaimana
kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari
kehidupan politik: bagaimana organisasi di dalam dan di luar system politik menjalankan
fungsi mereka dan berinteraksi satu sama lain: apa memotivasi tindakan tindakan mereka
dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda (Jenkins,
1978, p.200).
Sementara tujuan dan lingkup analisis (riset) evaluasi menurut Carol H. Weiss (1972, p.4)
adalah :
To measure the effects of a program against the goals it set out to accomplish as a means of
contributing to subsequent decision making about the program and improving future
programming. The effect emphasizes the outcomes of the program, rather than its efficiecy,
honesty, morale, or adherence to rule or standars. The comparison of effects with goals
stresses the use of explicit criteria for judging how well the program is doing.
Weis secara tegas menyatakan bahwa tujuan analisis evaluasi lebih pada pengukuran efek dan
dampak sebuah program/kebijakan pada masyarakat, dibanding pengukuran atas efisiensi,
kejujuran pelaksanaan, dan lain-lain yang terkait dengan standar-standar pelaksanaan. Tujuan
kebijakan itu sendiri adalah untuk menghasilkan dampak/perubahan, sehingga wajar jika
untuk itulah evaluasi dilakukan. Adapun yang membedakan antara analisis studi
implementasi dengan analisis studi evaluasi dapat kita lihat yang dinyatakan oleh Parsons :
evaluation eximines how public policy and the people who deliver it may be appraised,
audited, valued and controlled while the study of implementation is about how policy is put
into action and practice (1995, p. 461).
Meskipun dilakukan secara sistematis, namun ada beberapa hal yang membedakan analisi
evaluasi dengan analisis akademik lainnya, yang menurut Weiss (p. 6-7)adalah :
1.Evaluasi ditujukan untuk pembuatan keputusan, untuk menganalisis problem sebagaimana
yang didefinisikan oleh pembuat keputusan, bukan oleh periset, sebab si pembuat
keputusanlah yang berkentingan terhadap hasil evaluasi.
2.Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam setting
akademik, karenanya pertanyaan-pertanyaan evaluasi diarahkan oleh program. Peneliti tidak
membangun asumsi dan hipotesisnya sendiri sebagaimana pada studi-studi lain.
3.Evaluasi memberikan penilaian atas pencapaian tujuan, bukan mengevaluasi tujuan
Atau dari pernyataan Browne & Wildavsky : Evaluators are able to tell us a lot about
what happened which objectives, whose objectives, were achieved and a
little about why the causal connections (Hill & Hupe, 12), yang merupakan wilayah
analisis implementasi. Karena meski tujuan dan dampak saling berinteraksi namun dampak
tidak dapat dinilai melalui seperangkat tujuan yang dirumuskan secara tegas.
Michael Hill & Peter Hupe memperjelas perbedaan lingkup studi implementasi dan studi
evaluasi dalam table sebagai berikut :
Tabel IV.1 : Implementing and Evaluation Research
Object
Implementation
Research Act
Process/ Behaviours
Outputs
Discription
Expalanation
Outcomes
Causal connections
Analytical judgement
Evaluation
Outcomes-value link
Value judgement
2.
3.
4.
Evaluasi kebijakan berfungsi untuk memenuhi akuntabilitas public, karenanya sebuah kajian
evaluasi harus mampu memenuhi esensi akuntabilitas tersebut, yakni:
1.Memberikan Eksplanasi yang logis atas realitas pelaksanaan sebuah program/kebijakan.
Untuk itu dalam studi evaluasi perlu dilakukan penelitian/kajian tentang hubungan kausal
atau sebab akibat
Secara garis besar ada dua dimensi penting yang harus diperoleh informasinya dari studi
dievaluasi dalam kebijakan public. Dimensi tersebut adalah
1.Evaluasi kinerja pencapaian tujuan Kebijakan, yakni mengevaluasi kinerja orang-orang
yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan. Darinya kita akan memperoleh
jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi, efektifitas dan efisiensi, dlsb yang
terkait.
2.Evaluasi kebijakan dan dampaknya, yakni mengevaluasi kebijakan itu sendiri serta
kandungan programnya. Darinya kita akan memperoleh informasi mengenai manfaat (efek)
kebijakan, dampak (outcome) kebijakan, kesesuaian kebijakan/program dengan tujuan yang
ingin dicapainya (kesesuaian antara sarana dan tujuan), dll
Menurut Palumbo dimensi kajian pada studi evaluasi mencakup keseluruhan siklus di dalam
proses kebijakan, dari saat penyusunan desain kebijakan, saat implementasi, hingga saat
selesai diimplementasikan. Jika dikaitkan dengan kebutuhan informasi yang diperoleh dari
hasil evaluasi, maka dimensi evaluasi kebijakan meliputi hal-hal berikut :
Gambar IV.1. Dimensi Evaluasi dalam Siklus kebijakan
PENENTUAN AGENDA
PENDEFINISIAN MASALAH
FORECASTING, DEFINISI SASARAN
PENDEFINISIAN UKURAN. DISTRIBUSI MASALAH
ANALISIS KEPUTUSAN
DESAIN KEBIJAKAN
ANALISIS FEASIBILITAS POLITIK
TERMINASI
POOLING, SURVEY, DLL
LEGITIMASI KEBIJAKAN
EVALUASI FORMATIF
EVALUASI SUMATIF
DAMPAK
IMPLEMENTASI
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa kajian dalam studi evaluasi kebijakan
meliputi dimensi-dimensi:
1.Evaluasi Proses pembuatan kebijakan atau sebelum kebijakan dilaksanakan. Pada tahap ini
menurut Palumbo diperlukan dua kali evaluasi, yakni 1.Evaluasi Desain Kebijakan, untuk
menilai apakah alternative-alternatif yang dipilih sudah merupakan alternative yang paling
hemat dengan mengukur hubungan antara biaya dengan manfaat (cost-benefit analysis), dll
yang bersifat rasional dan terukur.
2.Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajad penerimaan suatu kebijakan atau
program oleh masyarakat/stakeholder/kelompok sasaran yang dituju oleh kebijakan tersebut.
Metode evaluasi diperoleh melalui jajak pendapat (pooling), survery, dll.
3.Evaluasi Formatif yang dilakukan pada saat proses implementasi kebijakan sedang
berlangsung Tujuan evaluasi formatif ini utamanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh
sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk
meningkatkan keberhasilannya. Dalam istilah manajemen, evaluasi formatif adalah
monitoring terhadap pengaplikasian kebijakan. Evaluasi Formatif banyak melibatkan ukuranukuran kuantitatif sebagai pengukuran kinerja implementasi.
4.Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan dan
memberikan dampak . Tujuan evaluasi Sumatif ini adalah untuk mengukur bagaimana
efektifitas kebijakan/program tersebut member dampak yang nyata pada problem yang
ditangani.
Evaluasi Formatif adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1.Merupakan evaluasi terhadap proses
2.Menilai tingkat kepatuhan pelaksana atas standard aturan
3.Menggunakan model-model dalam implementasi
4.Biasanya bersifat kuantitatif
5.Melihat dampak jangka pendek dari pelaksanaan kebijakan/ program
Aspek-aspek kinerja implementasi yang dievaluasi dalam evaluasi formatif ini adalah :
1.Effort Evaluation: Mengevaluasi kecukupan input program
2.Performance Evaluation: Mengkaji output dibandingkan dengan input program.
3.Effectiveness Evaluation: Mengkaji apakah pelaksanaannya sesuai dengan sasaran & tujuan
4.Effeciency Evaluation: Membandingkan biaya dengan output yang dicapai
5.Process Evaluation: Mengkaji metode pelaksanaan, aturan dan prosedur dalam pelaksanaan
Sedang menurut Wiiliam N. Dun aspek-aspek kinerja kebijakan yang harus dievaluasi adalah
sebagaimana yang tampak di dalam tabel berikut ini:
Pertanyaan
Apakah hasil yang
diinginkan telah tercapai?
Seberapa banyak upaya
yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang
diinginkan?
Ilustrasi
Unit Pelayanan
Cost-benefit Ratio; Manfaat
bersih; Unit Biaya
Kecukupan
Pemerataan
Responsivitas
Ketepatan
1. PENGERTIAN DAMPAK
1.Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan
2.Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran (baik akibat
yang diharapkan atau tidak diharapkan), dan sejauh mana akibat tersebut mampu
menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact) 1.Akibat yang dihasilkan
oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, baik yang sesuai dengan yang
diharapkan ataupun tidak dan apakah akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku
baru pada kelompok sasaran (effects)
Evaluasi sumatif umumnya dilakukan untuk memperoleh informasi terkait dengan efektifitas
sebuah kebijakan/program terhadap permasalahan yang diintervensi. Evaluasi ini bertujuan
untuk:
1.Menilai apakah program telah membawa dampak yang diinginkan terhadap individu, rumah
tangga dan lembaga
2.Menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan intervensi program
3.Mengeksplore apakah ada akibat yang tidak diperkirakan baik yang positif maupun yang
negatif1.Mengkaji bagaimana program mempengaruhi kelompok sasaran, dan apakah
perbaikan kondisi kelompok sasaran betul-betul disebabkan oleh adanya program tersebut
ataukah karena faktor lain.
3. DIMENSI DAMPAK
1)
2)
3)
jika efek terhadap individu dipelajari terlalu lama maka akan kesulitan menjaga track
record individu dalam waktu yg sama.
4)
Semakin terlambat sebuah evaluasi dilakukan akan semakin sulit mencari data dan
menganalisis pengaruh program yang diamati.
1.b.
1)
2)
3)
1.c.
Dampak juga bersifat agregatif artinya bahwa dampak yang dirasakan secara individual akan
dapat merembes pada perubahan di masyarakat secara keseluruhan
1.d.
Tipe Dampak
1)
2)
Dampak pada proses pembuatan kebijakan: apa yg akan dilakukan pada kebijakan
berikutnya
3)
Dampak pada sikap publik : dukungan pada pemerintah, pada program dsb
4)
Dampak pada kualitas kehidupan individu, kelompok dan masyarakt yg bersifat non
ekonomis.
Sebuah kebijakan/program bisa saja gagal memperoleh dampak yang diharapkan meski
proses implementasi berhasil mewujudkan output sebagaimana yang dituntut oleh program
tersebut, namun ternyata gagal mencapai outcomesnya; apalagi jika proses implementasi
gagal mewujudkan keduanya. Hal ini menurut Anderson bisa saja disebabkan karena :
1)
2)
Cara implementasi yang tidak tepat (misalkan pilihan-pilihan tindakan yang kontra
produktif seperti studi banding atau membeli mobil bagi pejabat yang memakan banyak biaya
dengan tujuan meningkatkan kapasitas layanan)
3)
Masalah publik sering disebabkan banyak faktor tetapi kebijakan yang dibuat hanya
mengatasi satu faktor saja
4)
Cara menanggapi kebijakan yang justru dapat mengurangi dampak yang diinginkan
(misalkan karena takut dianggap melanggar prosedur, maka implementers bertindak sesuai
textbook walau situasinya mungkin berbeda)
5)
Tujuan-tujuan kebijakan tak sebanding bahkan bertentangan satu sama lain (misalnya
kebijakan untuk menumbuhkan industry dalam negeri yang memberi insentif pajak dan
kemudahan modal; tapi di sisi lain ada kebijakan kenaikan harga listrik dan kenaikan harga
sumber energy, dll)
6)
Biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari masalahnya (yang ini sering terjadi di
Indonesia, terutama karena seringnya terjadi mark-up harga, ataupun karena bentuk-bentuk
kegiatan yang terkesan dicari-cari untuk penyerapan anggaran yang seharusnya tidak
dibutuhkan.
7)
8)
9)
Evaluasi program atau kebijakan tidak dapat dilakukan hanya melalui kajian teoritik atau
hanya melalui data-data sekunder, sebab jika hal tersebut yang dilakukan, maka penilaian dan
rekomendasi yang dihasilkan tidak valid karena hanya berdasarkan perkiraan saja. Untuk
dapat disebut sebagai sebuah Studi/kajian, maka Evaluasi kebijakan harus memenuhi hal-hal
berikut ini.
Penelitian evaluasi kebijakan bukanlah hal yang dapat dipandang sepele karena dari hasil
penelitian tersebut diharapkan diperoleh masukan/umpan balik dan penilaian-penilaian yang
akurat atas sebuah kinerja kebijakan/program, serta hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan.
Untuk itu Leonard Rutman memberikan panduan yang perlu diperhatikan sbb:
1.a.
Sebelum pelaksanaan :
1)
a)
b)
c)
2)
Focus pada proses dan outcomes kebijakan/program, bukan hanya pada outcomesnya
saja. Dengan demikian dapat diperoleh informasi mengenai aktifitas-aktifitas apa
menghasilkan apa; serta memungkinkan upaya replikasi di kemudian hari.
3)
Jangan batasi dampak hanya pada sasaran-sasaran yang dinyatakan secara formal saja,
sebab tidak semua sasaran kebijakan dinyatakan secara formal. Konsekuensi-konsekuensi
yang mungkin terjadi akibat program/kebijakan juga dipertimbangkan. Untuk itu manfaatkan
hasil penelitian yang terkait, gunakan logika, atau pengalaman-pengalaman atas program
yang serupa.
4)
Pertimbangkan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pembuat keputusan di masa
mendatang, bukan hanya kebutuhan saat ini. Bersikaplah sebagai ilmuwan, bukan teknisi
evaluasi.
1.b.
1)
Harus dipastikan bahwa label yang diberikan pada sebuah program memiliki makna dan
maksud yang sama bagi semua yang terlibat, sehingga jelas data mana yang harus diukur
(definisi konsep harus jelas, sehingga definisi operasionalnya juga jelas dan dapat
direplikasikan).
2)
Spesifikasi Sasaran/goals.
3)
Keterkaitan Rasional.
Harus ada keterkaitan rasional antara program yang akan dievaluasi dengan sasaran yang
dituju dan dampak yang diharapkan. Ada tidaknya kaitan rasional tersebut, dapat menentukan
apakah program tersebut yang harus dimodifikasi atau sasaran dan hasil yang harus dirubah
(misal Program Pelatihan Angkatan Kerja dengan sasaran jangka panjang berkurangnya
angka pengangguran. Akan lebih masuk akal jika dikaitkan dengan sasaran jangka pendek :
pencapaian tenaga kerja berketrampilan.
4)
Pastikan Kegunaan Evaluasi. Kendati studi evaluasi dimaksudkan sebagai akuntabilitas
program, serta untuk memberikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan dan hasil
program kepada pembuat keputusan dan manajemen, namun seringkali studi evaluasi
dilakukan dengan maksud-maksud tertentu, yang disebut oleh Edward Suchman sebagai
Pseudoevaluations[2]. Karenanya evaluator juga harus mengetahui siapa yang menghendaki
dan mendanai studi evaluasi tersebut untuk mencegah timbulnya ketegangan dengan
administrator program.
5)
b) Spesifikasikan sasaran-sasaran dan efeknya. Bukan hanya yang dinyatakan secara formal
dalam dokumen atau oleh pengelola program, namun juga sasaran-sasaran latent dan
dampak-dampak lain yang diharapkan oleh masyarakat (misal kasus program Bantuan
Langsung Tunai BLT yang ditujukan untuk meringankan beban masyarakat miskin akibat
kenaikan harga BBM, dapat ditanggapi beragam missal: apa criteria miskin dan apa
criteria meringankan yang dimaksudkan oleh program tsb? Karena jawabannya dapat
beragam, demikian juga dampaknya).
6)
Spesifikasikan Variabel-variabel antesedennya. Anteseden variable adalah factor-faktor
konteks yang dapat mempengaruhi jalannya program (misalnya karakteristik target kebijakan;
sifat dasar permasalahan sehingga memerlukan intervensi kebijakn, dll).
7)
Spesifikasikan variable-variabel Interveningnya dengan menanyakan : setelah program
dijalankan, factor-faktor apakah yang dapat mendukung atau menghambat pencapaian
sasaran program?
Antecedent factors
Program implementation
Intervening
Goals / effects
8)
Measurement : setelah mengetahui apa saja yang harus diukur, maka langkah
selanjutnya adalah memilih tehnik pengukuran yang tepat untuk menilai. Untuk itu perlu : a).
ketepatan indicator (tolok ukur) yang digunakan; b). Reliabilitas alat ukur (hasil yang
diberikan konsisten meski dilakukan dalam situasi yang berbeda) dan c). Validitas alat ukur
(ketepatan alat ukur dalam mengukur fenomena).
1)
Relevansi : harus mampu memberikan informasi yang tepat pada pembuat dan pelaku
kebijakan, mampu menjawab secara benar pertanyaan dalam waktu yang tepat
2)
3) Validitas : mampu memberikan pertimbangan yang tepat sesuai dengan hasil nyata/data
empiric mengenai hasil kebijakan.
4)
Reliabilitas : dapat membuktikan bahwa hasilnya diperoleh dengan penelitian yang
teliti
5)
6)
Tepat waktu
7)
Daya guna : hasil penelitian dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh pelaku dan
pembuat kebijakan
Beragam methoda dan model-model evaluasi program yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja implementasi Program/kebijakan. Untuk pemahaman yang lebih baik dan lebih dalam
(sebab buku ini hanya untuk memberikan informasi dasar saja), salah satu buku yang
dianjurkan dan patut dipelajari adalah buku Measuring Performance in Public and Nonprofit
Organizations karya Theodore H.Poister.
1.1.
MENURUT SOFIAN EFFENDI Tujuan dari evaluasi kebijakan public adalah untuk
mengetahui variasi dalam indicator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga
pertanyaan pokok (lihat, Nugroho, h.284),:
Untuk mengukur capaian riel sebuah program/kebijakan, maka dari hasil kajian evaluasi
harus diperoleh jawaban-jawaban atas persoalan berikut ini:
1.Kelompok dan kepetingan mana yg memiliki akses dalam pembuatan kebijakan?
2.Apakah pembuatan kebijakan dilakukan secara cukup rinci, terbuka dan memenuhi
prosedur?
3.Apakah program-program kebijakan didesain secara logis ?
4.Apakah sumber daya yg menjadi input program telah memadai untuk mencapai tujuan ?
5.Apa standar implementai yang baik bagi kebijakan tsb ?
6.Apakah program dilaksanakan sesuai standar efisiensi ekonomi? Apakah uang digunakan
dengan tepat dan jujur?
7.Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan seperti yg didesain dalam program ?
8.Apakah program juga memberikan dampak pada kelompok non sasaran? Apa jenis
dampaknya ?
9.Apa dampak yg diharapkan dan tak diharapakan pada masyarakat ?
10.Kapan tindakan program dilaksanakan dan dampaknya diterima oleh masyarakat ?
11. Apakah tindakan dan dampak telah sesuai dengan yang diharapkan ?
KESIMPULAN
Secara teoritik siklus terakhir dalam proses kebijakan adalah evaluasi, yang bertujuan
memberikan informasi mengenai kinerja Program/kebijakan setelah diimplementasikan.
Evaluasi sangatlah penting sebagai bentuk akuntabilitas public pemerintah atas kinerjanya.
Namun melakukan evaluasi atas sebuah program/kebijakan yang dapat memberikan masukan
bagi pemerintah/pembuat keputusan dengan hasil yang dapat dipertanggung-jawabkan
tidaklah mudah. Sebagian karena kesulitan yang bersifat instrinctive (karena sifat dampak
yang berdimensi luas dan dapat menyebar), juga karena beragam kebijakan juga menuntut
beragam metode pengukuran yang sesuai; serta karena kurangnya usaha yang serius untuk
itu. Untuk menghasilkan studi evaluasi yang benar-benar berguna, maka memahami criteria
evaluasi yang harus dipenuhi, memahami metoda penelitian evaluasi, serta memilih metoda
pengukuran yang tepat adalah syaratnya.
2.Dari contoh kasus kebijakan/program yang sama, buatlah rencana penelitian evaluasinya
dengan memperimbangkan apa saja yang menjadi:1.Definisikan Program secara jelas
(dengan melihat terdiri dari apa saja komponen-komponen Program tersebut
2.Spesifikasikan sasaran-sasaran tujuan/goals program, dampaknya serta yang menjadi unitunit sosial terdampaknya.
3.Buatlah kerangka keterkaitan rasional antara tujuan/sasaran dengan aktifitas program
dengan mengidentifikasikan apa saja yang dapat menjadi variable anteseden dan variable
intervening.
4. Susunlah indicator yang reliable (andal) dan valid (terpercaya) bagi masing masing
variable tersebut.
SENARAI
Evaluasi Formatif
Evaluasi Sumatif
Dampak kebijakan
Impak Kebijakan
Efek kebijakan
Effort Evaluation
Performance Evaluation
Process
Evaluation Effectiveness Evaluaition
Dimensi Waktu Dampak
Agregasi Dampak Unit Sosial terdampak
Faktor Kegagalan Dampak
Peusedoevaluation Variable anteseden
Variable intervening
Reliabilitas-Validitas
DAFTAR PUSTAKA
1.1.
Anderson, James E; Public Policy Making, Reinhart and Wiston, New York; 1970.
2.2.
Dolbeare, Kenneth M. (ed); Public Policy Evaluation; Sage Yearbooks in Politics
and Public Policy; 1975.
3.3.
Dunn, William N. Public Policy Analysis An Introduction; Pearson education;
New jersey; 1981.
4.4.
Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, Prentice Hall Inc, New Jersey, 1978.
5.5.
Hill, Michael & Peter Hupe, Implementing Public Policy: Governance in Theory
and Practice, Sage Publication, London, 2002.
6.6.
Kingdon, John W, Agendas, Alternative and Public Poilicies Little Brown &
Company, Totonto: 1984. 1.Meltsner, Arnold J. Policy analysis in the Bureaucracy, University
of California Press, 1986.
2.Meyer, Robert R & Ernest Greenwood; Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial; CV.
Rajawali, Jakarta, 1984.
3.9.
4.10.
5.11. Poister, Theodore H.; Measuring Performance in Public and Nonprofit Organizations;
john Wiley & Sons; San Fransisco, 2003.
6.12.
Ripley Randall B.; Policy Analysis in Political Science, Nelson Hall, Chicago, 198.
7.13. Rossi, Peter H. & Walter Williams (eds); Evaluating Social Programs Theory;
Practice, and Politics; Seminar Press; New York; 1972
8.14. Rutman, Leonard (ed.), Evaluation Research Methods- a basic Guide; Sage
Publication, London, 1977 1.Weis, Carol H. Evaluation Research : Methods for Assesing
Program Effectiveness, Prentice Hall, New Jersey, 1972.
[1] Pendekatan di atas adalah pendekatan goal-end oriented. Dapat juga digunakan
pendekatan lain, misalnya Pendekatan Sistem (amitai Etzioni) atau goal-free evaluation
(Susan Salasin), karena goal-end oriented approach dipandang memiliki keterbatasan :1).
Mengabaikan sasaran yang tidak dinyatakan secara eksplisit (misalnya keberlangsungan
program); 2). Sulit merumuskan tujuan senyatanya dari pernyataan tujuan program/kebijakan
yang yang mencerminkan retorika politik, justifikasi bantuan pendanaan, mobilisasi
dukungan, dan legitimasi program; 3). Sasaran-sasaran selalu bisa berubah sebagai respon
atas tuntutan-internal organisasi dan lingkungan; 4) Mengabaikanefek-efek samping dari
kebijakan.