0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
44 tayangan20 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang analisis formulasi kebijakan. Terdapat beberapa model formulasi kebijakan seperti model rasional, inkremental, elit, kelompok, dan sistem. Dokumen juga membahas nilai-nilai yang mempengaruhi pembuat kebijakan serta studi kasus mengenai permasalahan pusat komunikasi publik Kementerian Kesehatan dan analisis formulasi kebijakan untuk mengatasinya.
Dokumen tersebut membahas tentang analisis formulasi kebijakan. Terdapat beberapa model formulasi kebijakan seperti model rasional, inkremental, elit, kelompok, dan sistem. Dokumen juga membahas nilai-nilai yang mempengaruhi pembuat kebijakan serta studi kasus mengenai permasalahan pusat komunikasi publik Kementerian Kesehatan dan analisis formulasi kebijakan untuk mengatasinya.
Dokumen tersebut membahas tentang analisis formulasi kebijakan. Terdapat beberapa model formulasi kebijakan seperti model rasional, inkremental, elit, kelompok, dan sistem. Dokumen juga membahas nilai-nilai yang mempengaruhi pembuat kebijakan serta studi kasus mengenai permasalahan pusat komunikasi publik Kementerian Kesehatan dan analisis formulasi kebijakan untuk mengatasinya.
Fomulasi kebijakan diartikan sebagai tahap pembentukan
atau penyusunan rancangan kebijakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat (Charles Jones (1984) dalam Howlett (2009)) Formulasi kebijakan adalah tahap kebijakan publik untuk merancang tindakan relevan yang dapat diterapkan dalam mengatasi masalah publik (public problem) yang telah diidentifikasi dan diterapkan secara hukum (telah menjadi agenda setting) (Anderson dalam Lester dan Stewart (2000)) Nilai- nilai yang Mempengaruhi para Pembuat Kebijakan James Anderson dalam Winarno (2014) merumuskan niali- nilai para pembuat keputusan, yakni : 1. Nilai Politik 2. Nilai Organisasi 3. Nilai Pribadi 4. Nilai Kebijakan 5. Nilai Ideologi Model Formulasi Kebijakan
Secara umum umum, Formulasi Kebijakan berlangsung
dalam model berikut : 1. Model Rasional 2. Model Inkremental 3. Model Elit 4. Model Kelompok Model Rasional Model ini mengedepankan “mandat” bahwa pemerintah sebagai pembuat kebijakan haruslah memilih kebijakan yang memberi manfaat optimum bagi masyarakat (maximum social gain) Implementasi model Rasional yang ideal dapat dilaksanakan individu yang rasional dengan persyaratan berikut : (Howlett dan Ramesh, 1995) a. Tujuan penyelesaian masalah jelas b. Semua Strategi alternatif dalam mencapai tujuan telah teridentifikasi dengan jelas c. Semua konsekuensi penting dari strategi alternatif terprediksi dan kemungkinan konsekuensi tersebut terjadi dapat diperkirakan d. Penerapan strategi yang “paling dekat “ dengan penyelasian masalah dan dapat dilakukan dengan biaya terkecil Contoh : Penetapan kebijakan jaminan kesehatan UU SJSN dan UU BPJS ,menimbulkan antrean panjang. Pasien rawat inap rumah sakit dan menjadi dasar lahirnya Kebijakan RS di Lampung menambah tempat tidur bagi pasin BPJS kesehatan Model Inkremental Model ini merupakan pendekatan praktis dan bertahap dalam formulasi kebijakan ketika menghadapi berbagai kendala seperti keterbatasan waktu, minimnya ketersediaan informasi dan minimnya dana, oleh karena itu fokus penyusunan kebijakan adalah melanjutkan kebijakan lama dengan beberapa modifikasi (Ayuningtias,2014) Contoh: Dalam menanggapi masalah gizi dan kesehatan bayi di Jawa Barat . Pemerintah mengucurkan dana bantuan untuk posyandu Kebijakan tersebut adalah melakukan penanggulangan masalah fokus pada kebijakan yang sudah ada sebelumnya yaitu dengan melakukan upaya peningkatan terhadap program Posyandu Model Elit Struktur sosial : - masyarakat pemegang kuasa (Elite) Yang tidak memiliki kuasa (massa ) Dengan kekuasaan yang dimilikinya kaum elit yang berjumlah sedikit mengatur kelompok bawah yang relatif banyak. Kelompok penguasa atau elit ini secara top-down membuat kebijakan bagi masyarakat (Ayuningtyas,2014). Contoh: Proses formulasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok(KTR) di beberapa daerah Tidak seragamnya daerah mengeluarkan kebijakan KTR ditentukan oleh preferensi Elit. Model Kelompok
Model kelompok menggambarkan bahwa kebijakan publik
merupakan titik keseimbangan (equilibrium) Individu dalam kelompok-kelompok kepentingan berinteraksi, baik secara forman dan nonformal untuk menghasilkan kebijakan publik yang diinginkan Model Sistem Menggambarkan formulasi kebijakan yang terjadi sebagai bentuk interaksi antara masukan kebijakan dan tahapan proses berikutnya hingga muncul keluaran atau output kebijakan. Keseluruhan proses berlangsung sebagai sebuah siklus, sebuah output atau keluaran kebijakan yang dihasilkan akan mendapat tanggapan dari masyarakat dan akan kembali menjadi input atau masukan dalam model sistem. Konsep “sistem” menunjukkan hubungan timbal balik antar elemen yang membangun sistem politik dan mampu memberikan umpan balik (feedback) sebagai respons dari lingkungan kebijakan. MODEL SISTEM EASTON DALAM FORMULASI KEBIJAKAN
Model sistem melingkupi input, proses,
output dan interaksi antar komponen. MODEL SISTEM POLITIK EASTON
Formulasi kebijakan di bidang kesehatan berlangsung
sebagai sebuah sistem yang dalam prosesnya tidak lepas dari pengaruh lingkungan sekitar yaitu faktor sosial, politik, ekonomi, budaya dan lainnya. (Barker,1996) Pendekatansistem Easton, Paine, dan Naumes (1974) kebijakan sebagai interaksi dinamis yang tejadi antara lingkungan dengan para pembuat kebijakan. Model sistem mampu menjelaskan bagaimana sebuah tuntutan (demand) masyarakat berproses hingga menjadi keputusan/kebijakan, termasuk hubungan timbal balik dengan lingkungan internal maupun eksternal. Model Permainan Teori Permainan menjelaskan interaksi strategis berdasarkan pilihan rasional antar aktor kebijakan yang mengantisipasi dan menggoordinasikan perilaku masing-masing dengan perilaku orang lain dalam proses formulasi kebijakan.
Pilar utama formulasi kebijakan model permainan meliputi aktor
kebijakan, strategi atau rencana tindakan/ putusan yang akan dipilih/ ditetapkan oleh masing-masing aktor dan menentukan hasil akhir model permainan (Straffin, 1993) serta peraturan, regulasi yang akan mengatur proses “permainannya” (Hermans, Cunningham, & Slinger, 2012).
Kunci dari model permainan menurut Nugroho (2014) adalah
strategi untuk merumuskan rencana tindakan/keputusan yang intinya bukan paling optimum, namun paling “aman” dari serangan lawan. C. ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN Analisis formulasi kebijakan akan menetapkan ukuran kuantitatif dalam mengukur pencapaian tujuan. Analisis tentang formulasi kebijakanjuga akan menguatkan pengembangan kebijakan berbasis bukti dengan upaya memastikan ketepatan alternatif kebijakan, pertimbangan dampak, dan usulan rekomendasi kebijakan selain pelaksanaan monitoring dan evaluasinya. Langkah analisis dilakukan dalam tahap berikut (Weimer dan Vining, 1992). 1. Pemilihan kriteria evaluasi 2. Memilih alternatif-alternatif kebijakan 3. Mengevaluasi alternatif dan kriteria dampak yang diprediksi 4. usulan rekomendasi kebijakan. Kerangka analisis formulasi untuk membandingkan situasi ideal yang dirumuskan berdasarkan literatur dan pendapat ahli dengan kondisi yang terjadi dilapangan sebagai dasar memilih kebijakan yang akan diimplementasikan, menggunakan tiga dimensi, yakni : 1. waktu 2. tingkat aksi 3. keadilan Penting untuk menentukan besaran, lingkup, fokus analisis dari sebuah permasalahan publik sektor kesehatan yang dapat digali atau ditelusuri ketersediaan informasi secara menyeluruh dan sistematik. Kriteria penetapan bisa mengacu pada pendekatan strategis WHO, yakni : 1. kondisi atau permasalahan tersebut muncul dari kebijakan yang berada diluar ranah kebijakan kesehatan, namun memang memengaruhi kesehatan di daerah tersebut. Untuk situasi ini analisis difokuskan pada pencegahan agar faktor dari luar kebijakan kesehatan tidak terlalu memengaruhi situasi kesehatan. 2. kondisi atau permasalahan kesehatan berada dalam suatu area geografis yang diukur berdasarkan tingkat mortalitas, morbiditas, dan kecenderungan ke depan dalam suatu populasi. D. STUDI KASUS ANALISIS KEBIJAKAN TAHAP FORMULASI KEBIJAKAN Pusat komunikasi publik Kementerian Kesehatan dipandang belum optimal dalam menjalankan peran tugas pokok dan fungsi. Permasalahan internal yang memengaruhi kinerja Puskomblik dalam menjalankan fungsinya. Pertama, terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang tersedia. Kedua, anggaran mengalami penurunan dari tahun ke tahun pada lima tahun terakhir. Ketiga, penataan pelaksanaan fungsi komunikasi perlu ditingkatkan sehingga tidak tereduksi peran strategis Puskomblik sekedar hanya juru bicara dan mengurusi iklan layanan masyarakat. Analisis formulasi kebijakan diawali dengan menggali isu strategis atau permasalahan yang akan menajdi agenda publik untuk menjadi agenda setting. Pada dimensi waktu maka penyusuna kebijakan masuk pada early policy option yang berlaku untuk kelompok atau institusi untuk memberikan solusi permasalahan tersebut maka tujuan kebijakan yang akan disusun adalah melahirkan kebijakan yang dapat : 1. Meningkatkan kontribusi SDM Kehumasan baik dalam segi kuantitas, maupun kualitas dalam menunjang kinerja Kementerian Kesehatan. 2. SDM Kehumasan mempunyai fungsi yang lebih beragam dalam menunjang fungsi Kementerian Kesehatan sehingga dapat meningkatkan perhatian pejabat Kementerian Kesehatan melalui peningkatan anggaran. Analisis formulasi kebijakan dapat dilanjutkan dengan menggali pihak-pihak yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan untuk memastikan penyerapan aspirasi, tidak hanya pada sisi pemerintahan,tetapi juga pihak penerima manfaat terhadap kebijakan komunikasi. Mempertimbangkan pilihan dan alternatif kebijakan yang dapat diambil. Mengacu pada tujuan dan membandingkannya dengan pertimbangan mampu laksana, konsekuensi dan implikasi serta prediksi dampak menjadi dasar pembuat kebijakan merumuskan tiga alternatif kebijakan yang dapat dilaksanakan sebagai berikut. 1. menyusun strategi komunikasi yang tepat 2. Menerapkan konsep Goverment Public Relations (GPR) 3. Membuat pedoman/panduan kegiatan komunikasi/humas Formulasi kebiajkan adalah tahapan proses pembuatan kebijakan setelah agenda setting. Tahap ini mendesak para pengambil kebijakan untuk merespon dan menindaklanjuti masalah publik menjadi agenda keputusan. Dua tahapan tersebut berada dalam lingkup formulasi kebijakan. Oleh karena itu, baik agenda setting maupun formulasi kebijakan memiliki keterkaitan, yakni berada dalam balck box (kotak hitam). Formulasi kebijaka memiliki enam model dengan berbagai variasi dan memiliki penekanan yang berbeda pada aktor kebijakan, tahapan atau proses penyusunan, pertimbangan risiko, dan penggambaran interaksi secara input dan output dengan memperhitungkan lingkungan politik, ekonomi, dan sosial. Hal-hal tersebut menjadi dasar dalam model rasional, inkremental, elit, kelompok, sistem, dan permainan. Pengenalan model-model formulasi adalah tahap awal untuk memetakan yang terjadi dalam tahap formulasi sehingga analisis kebijakan dapat memberikan rekomendasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan kebijakan.