Anda di halaman 1dari 20

BAB 4

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN

NURUL HIDAYAH NUR K012171088


JUWITA KASO K012171099
SYAMSURIANI K012171100
DEFENISI

 Fomulasi kebijakan diartikan sebagai tahap pembentukan


atau penyusunan rancangan kebijakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat
(Charles Jones (1984) dalam Howlett (2009))
 Formulasi kebijakan adalah tahap kebijakan publik untuk
merancang tindakan relevan yang dapat diterapkan dalam
mengatasi masalah publik (public problem) yang telah
diidentifikasi dan diterapkan secara hukum (telah menjadi
agenda setting) (Anderson dalam Lester dan Stewart
(2000))
Nilai- nilai yang Mempengaruhi para
Pembuat Kebijakan
James Anderson dalam Winarno (2014) merumuskan niali-
nilai para pembuat keputusan, yakni :
1. Nilai Politik
2. Nilai Organisasi
3. Nilai Pribadi
4. Nilai Kebijakan
5. Nilai Ideologi
Model Formulasi Kebijakan

Secara umum umum, Formulasi Kebijakan berlangsung


dalam model berikut :
1. Model Rasional
2. Model Inkremental
3. Model Elit
4. Model Kelompok
Model Rasional
 Model ini mengedepankan “mandat” bahwa pemerintah sebagai pembuat
kebijakan haruslah memilih kebijakan yang memberi manfaat optimum
bagi masyarakat (maximum social gain)
 Implementasi model Rasional yang ideal dapat dilaksanakan individu yang
rasional dengan persyaratan berikut : (Howlett dan Ramesh, 1995)
a. Tujuan penyelesaian masalah jelas
b. Semua Strategi alternatif dalam mencapai tujuan telah teridentifikasi
dengan jelas
c. Semua konsekuensi penting dari strategi alternatif terprediksi dan
kemungkinan konsekuensi tersebut terjadi dapat diperkirakan
d. Penerapan strategi yang “paling dekat “ dengan penyelasian masalah
dan dapat dilakukan dengan biaya terkecil
Contoh :
Penetapan kebijakan jaminan kesehatan UU SJSN dan UU BPJS ,menimbulkan
antrean panjang. Pasien rawat inap rumah sakit dan menjadi dasar lahirnya
Kebijakan RS di Lampung menambah tempat tidur bagi pasin BPJS kesehatan
Model Inkremental
 Model ini merupakan pendekatan praktis dan bertahap dalam formulasi
kebijakan ketika menghadapi berbagai kendala seperti keterbatasan
waktu, minimnya ketersediaan informasi dan minimnya dana, oleh karena
itu fokus penyusunan kebijakan adalah melanjutkan kebijakan lama
dengan beberapa modifikasi (Ayuningtias,2014)
 Contoh:
Dalam menanggapi masalah gizi dan kesehatan bayi di Jawa Barat .
Pemerintah mengucurkan dana bantuan untuk posyandu
Kebijakan tersebut adalah melakukan penanggulangan masalah fokus pada
kebijakan yang sudah ada sebelumnya yaitu dengan melakukan upaya
peningkatan terhadap program Posyandu
Model Elit
 Struktur sosial :
- masyarakat pemegang kuasa (Elite)
 Yang tidak memiliki kuasa (massa )
Dengan kekuasaan yang dimilikinya kaum elit yang berjumlah sedikit
mengatur kelompok bawah yang relatif banyak. Kelompok penguasa
atau elit ini secara top-down membuat kebijakan bagi masyarakat
(Ayuningtyas,2014).
Contoh:
Proses formulasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok(KTR) di beberapa
daerah
Tidak seragamnya daerah mengeluarkan kebijakan KTR ditentukan
oleh preferensi Elit.
Model Kelompok

 Model kelompok menggambarkan bahwa kebijakan publik


merupakan titik keseimbangan (equilibrium)
 Individu dalam kelompok-kelompok kepentingan
berinteraksi, baik secara forman dan nonformal untuk
menghasilkan kebijakan publik yang diinginkan
Model Sistem
 Menggambarkan formulasi kebijakan yang terjadi
sebagai bentuk interaksi antara masukan kebijakan dan
tahapan proses berikutnya hingga muncul keluaran atau
output kebijakan.
 Keseluruhan proses berlangsung sebagai sebuah siklus,
sebuah output atau keluaran kebijakan yang dihasilkan
akan mendapat tanggapan dari masyarakat dan akan
kembali menjadi input atau masukan dalam model
sistem.
 Konsep “sistem” menunjukkan hubungan timbal balik
antar elemen yang membangun sistem politik dan
mampu memberikan umpan balik (feedback) sebagai
respons dari lingkungan kebijakan.
MODEL SISTEM EASTON DALAM
FORMULASI KEBIJAKAN

Model sistem melingkupi input, proses,


output dan interaksi antar komponen.
MODEL SISTEM POLITIK EASTON

Formulasi kebijakan di bidang kesehatan berlangsung


sebagai sebuah sistem yang dalam prosesnya tidak lepas
dari pengaruh lingkungan sekitar yaitu faktor sosial,
politik, ekonomi, budaya dan lainnya. (Barker,1996)
 Pendekatansistem Easton, Paine, dan Naumes
(1974) kebijakan sebagai interaksi
dinamis yang tejadi antara lingkungan dengan
para pembuat kebijakan.
 Model sistem mampu menjelaskan bagaimana
sebuah tuntutan (demand) masyarakat berproses
hingga menjadi keputusan/kebijakan, termasuk
hubungan timbal balik dengan lingkungan internal
maupun eksternal.
Model Permainan
 Teori Permainan menjelaskan interaksi strategis berdasarkan
pilihan rasional antar aktor kebijakan yang mengantisipasi dan
menggoordinasikan perilaku masing-masing dengan perilaku orang
lain dalam proses formulasi kebijakan.

 Pilar utama formulasi kebijakan model permainan meliputi aktor


kebijakan, strategi atau rencana tindakan/ putusan yang akan
dipilih/ ditetapkan oleh masing-masing aktor dan menentukan
hasil akhir model permainan (Straffin, 1993) serta peraturan,
regulasi yang akan mengatur proses “permainannya” (Hermans,
Cunningham, & Slinger, 2012).

 Kunci dari model permainan menurut Nugroho (2014) adalah


strategi untuk merumuskan rencana tindakan/keputusan yang
intinya bukan paling optimum, namun paling “aman” dari serangan
lawan.
C. ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN
 Analisis formulasi kebijakan akan menetapkan ukuran
kuantitatif dalam mengukur pencapaian tujuan. Analisis
tentang formulasi kebijakanjuga akan menguatkan
pengembangan kebijakan berbasis bukti dengan upaya
memastikan ketepatan alternatif kebijakan, pertimbangan
dampak, dan usulan rekomendasi kebijakan selain
pelaksanaan monitoring dan evaluasinya. Langkah analisis
dilakukan dalam tahap berikut (Weimer dan Vining, 1992).
1. Pemilihan kriteria evaluasi
2. Memilih alternatif-alternatif kebijakan
3. Mengevaluasi alternatif dan kriteria dampak yang
diprediksi
4. usulan rekomendasi kebijakan.
 Kerangka analisis formulasi untuk membandingkan situasi
ideal yang dirumuskan berdasarkan literatur dan pendapat
ahli dengan kondisi yang terjadi dilapangan sebagai dasar
memilih kebijakan yang akan diimplementasikan,
menggunakan tiga dimensi, yakni :
1. waktu
2. tingkat aksi
3. keadilan
 Penting untuk menentukan besaran, lingkup, fokus analisis dari sebuah
permasalahan publik sektor kesehatan yang dapat digali atau ditelusuri
ketersediaan informasi secara menyeluruh dan sistematik.
 Kriteria penetapan bisa mengacu pada pendekatan strategis WHO,
yakni :
1. kondisi atau permasalahan tersebut muncul dari kebijakan yang berada
diluar ranah kebijakan kesehatan, namun memang memengaruhi
kesehatan di daerah tersebut. Untuk situasi ini analisis difokuskan pada
pencegahan agar faktor dari luar kebijakan kesehatan tidak terlalu
memengaruhi situasi kesehatan.
2. kondisi atau permasalahan kesehatan berada dalam suatu area
geografis yang diukur berdasarkan tingkat mortalitas, morbiditas, dan
kecenderungan ke depan dalam suatu populasi.
D. STUDI KASUS ANALISIS KEBIJAKAN
TAHAP FORMULASI KEBIJAKAN
 Pusat komunikasi publik Kementerian Kesehatan
dipandang belum optimal dalam menjalankan peran tugas
pokok dan fungsi. Permasalahan internal yang
memengaruhi kinerja Puskomblik dalam menjalankan
fungsinya. Pertama, terbatasnya sumber daya manusia
(SDM) yang tersedia. Kedua, anggaran mengalami
penurunan dari tahun ke tahun pada lima tahun terakhir.
Ketiga, penataan pelaksanaan fungsi komunikasi perlu
ditingkatkan sehingga tidak tereduksi peran strategis
Puskomblik sekedar hanya juru bicara dan mengurusi iklan
layanan masyarakat.
 Analisis formulasi kebijakan diawali dengan menggali isu
strategis atau permasalahan yang akan menajdi agenda
publik untuk menjadi agenda setting. Pada dimensi waktu
maka penyusuna kebijakan masuk pada early policy option
yang berlaku untuk kelompok atau institusi untuk
memberikan solusi permasalahan tersebut maka tujuan
kebijakan yang akan disusun adalah melahirkan kebijakan
yang dapat :
1. Meningkatkan kontribusi SDM Kehumasan baik dalam segi
kuantitas, maupun kualitas dalam menunjang kinerja
Kementerian Kesehatan.
2. SDM Kehumasan mempunyai fungsi yang lebih beragam
dalam menunjang fungsi Kementerian Kesehatan sehingga
dapat meningkatkan perhatian pejabat Kementerian
Kesehatan melalui peningkatan anggaran.
 Analisis formulasi kebijakan dapat dilanjutkan dengan menggali
pihak-pihak yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan
untuk memastikan penyerapan aspirasi, tidak hanya pada sisi
pemerintahan,tetapi juga pihak penerima manfaat terhadap
kebijakan komunikasi.
 Mempertimbangkan pilihan dan alternatif kebijakan yang dapat
diambil. Mengacu pada tujuan dan membandingkannya dengan
pertimbangan mampu laksana, konsekuensi dan implikasi serta
prediksi dampak menjadi dasar pembuat kebijakan merumuskan
tiga alternatif kebijakan yang dapat dilaksanakan sebagai
berikut.
1. menyusun strategi komunikasi yang tepat
2. Menerapkan konsep Goverment Public Relations (GPR)
3. Membuat pedoman/panduan kegiatan komunikasi/humas
 Formulasi kebiajkan adalah tahapan proses pembuatan kebijakan
setelah agenda setting. Tahap ini mendesak para pengambil kebijakan
untuk merespon dan menindaklanjuti masalah publik menjadi agenda
keputusan. Dua tahapan tersebut berada dalam lingkup formulasi
kebijakan. Oleh karena itu, baik agenda setting maupun formulasi
kebijakan memiliki keterkaitan, yakni berada dalam balck box (kotak
hitam).
 Formulasi kebijaka memiliki enam model dengan berbagai variasi dan
memiliki penekanan yang berbeda pada aktor kebijakan, tahapan atau
proses penyusunan, pertimbangan risiko, dan penggambaran interaksi
secara input dan output dengan memperhitungkan lingkungan politik,
ekonomi, dan sosial. Hal-hal tersebut menjadi dasar dalam model
rasional, inkremental, elit, kelompok, sistem, dan permainan.
 Pengenalan model-model formulasi adalah tahap awal untuk
memetakan yang terjadi dalam tahap formulasi sehingga analisis
kebijakan dapat memberikan rekomendasi tentang faktor-faktor yang
menyebabkan kegagalan kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai