Anda di halaman 1dari 13

NAMA KELOMPOK II

1. PEMBAHASAN

MODEL FORMULASI KEBIJAKAN


Undang-Undang Pelayanan Publik :Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 dilihat dari
model formulasi kebijakan.

Model Formulasi Kebijakan

Model – Model Formulasi Kebijakan Publik menurut Thomas R. Dye (dalam


Nugroho,2003:108) dibagi dalam sembilan model formulasi sebagai berikut :

1) Model Kelompok

Model pengambilan kebijakan teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai


titik keseimbangan ( equilibrium ). Inti gagasannya adalah interaksi didalam kelompok
akan menghasilkan keseimbangan, dan kesimbangan adalah yang terbaik. Disini individu
didalam kelompok-kelompok kepentingan berinteraksi secara formal maupun informal,
secara langsung atau melalui media massa menyampaikan tuntunnya kepada pemerintah
untuk mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan. Disini peran politik adalah untuk
memenejemi konflik yang muncul dari adanya perbedaan tuntutan melalui :

a. Merumuskan aturan main antar kelompok kepentingan;


b. Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan;
c. Memungkinkan terbentuknya kompromi didalam kebijakan publik yang
akan dibuat;
d. Memperkuat kompromi-kompromi tersebut.
2) Model Kelembagaan

Formulasi kebijakan model kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa


tugas membuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Jadi apapun yang dibuat oleh
pemerintah dengan cara apapun adalah kebijakan publik. Ini adalah model yang paling
sempit dan sederhana didalam formulasi kebijakan publik. Model ini mendasarkan
kepada fungsi-fungsi kelembagaan dari pemerintah, disetiap sector dan tingkat didalam
formulasi kebijakan Ada tiga hal yang membenarkan pendekatan ini yaitu bahwa
pemerintah memang sah membuat kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat universal
dan memang pemerintah memonopoli fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan
bersama.

Model kelembagaan sebenarnya merupakan derivasu atau turunan dari ilmu


politik tradisional yang lebih menekankan struktur dari pada proses atau perilaku politik.
Proses mengandaikan bahwa tugas lembaga-lembaga pemerintah yang dilakukan secara
otonom tanpa berinteraksi dengan lingkungannya. Salah satu kelemahan dari pendekatan
ini adalah terabaikannya masalah-masalah lingkungan dimana kebijakan itu diterapkan
3) Model Elit

Model teori elit berkembang dari teori politik elit-massa yang melandaskan diri
pada asumsi bahwa didalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok yaitu
pemegang kekuasaan atau elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Teori ini
mengembangkan diri pada kenyataan bahwa sedemokratis apapun selalu ada bias didalam
formulasi kebijakan karena pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan
merupakan preferensi politik dari para elit.

Ada dua penilaian didalam pendekatan ini negative dan positif. Pada pandangan
negative dikemukakan bahwa pada akhirnya didalam sistem politik pemegang kekuasaan
politiklah yang menyelenggarakan kekuasaan sesuai dengan selera dan keinginannya.
Dalam konteks ini rakyat dianggap sebagai kelompok yang dimanipulasi sedemikian rupa
agar tidak masuk dalam proses formulasi kebijakan. Pemilihan umum pun bukan
bermakna partisipasi melainkan mobilisasi.

Pandangan positif melihat bahwa seseorang elit menduduki puncak kekuasaan


karena berhasil memenangkan gagasan membawa negara-bangsa ke kondisi yang lebih
baik dibandingkan dengan pesaingnya. Pemimpin atau elit pasti mempunyai visi tentang
kepemimpinannya dan kebijakan publik adalah bagian dari karyanya untuk mewujud
nyatakan visi tersebut menjadi kenyataan.Tidak ada yang secara mutlak keliru karena ini
hanya masalah preferensi dari visi elit serta tentang bagaimana tujuan atau cita-cita
bangsa yang sudah disepakati akan dijalani melalui jalur yang diyakininya.

Pada gambar di atas tampak bahwa elit secara top down membuat kebijakan
publik untuk di implementasikan oleh administrator publik kepada rakyat banyak atau
massa. Pendekatan ini dapat dikaitkan dengan paradigm pemisahan antara politik dengan
administrasi publik yang di ikonkan dalam konstanta where politics end administrations
begin. Jadi model elit merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan dimana
kebijakan publik merupakan perspeksi elit politik. Prinsip dasarnya adalah karena setiap
elit politik ingin mempertahankan status quo maka kebijakannya menjadi bersifat
konservatif. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para elit politik tidaklah berarti selalu
mementingkan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah kelemahan-kelemahan dari model
elit.

4) Model Sistem

Pendekatan ini pertama kali oleh David Easton yang melakukan analogi dengan sistem
biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara makluk hidup dengan
lingkungannya yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relative stabil.
Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Dalam
pendekatan ini dikenal tiga komponen yaitu : input, proses dan output. Salah satu kelemahan dari
pendekatan ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah
dan pada akhirnya kita kehilangan perhatian pada apa yang tidak pernah dilakukan pemerintah.
Jadi formulasi kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan
merupakan hasil atau output dari sistem ( politik ). Seperti dipelajari dalam ilmu politik maka
sistem politik terdiri dari input, throughtput dan output seperti yang digambarkan diatas.

Dari gambar diatas dapat dipahami bahwa prose formulasi kebijakan publik berada didalam
sistem politik dengan mengandalkan kepada masukan (input) yang terdiri dari dua hal yakni
tuntutan dan dukungan. Model ini merupakan model yang paling sederhana namun cukup
komprehensif meski tidak memadai lagi untuk digunakan sebagai landasan pengambilan
keputusan atau formulasi kebijakan publik.

5) Model Proses

Didalam model ini para pengikutnya menerima asumsi bahwa politik merupakan
sebuah aktifitas sehingga mempunyai proses. Untuk itu kebijakan publik merupakan juga
proses politik yang menyertakan rangkaian kegiatan berikut :

Identifikasi Mengemukan tuntutan agar


permasalahan pemerintah mengambil
tindakan.
Menata agenda Memutuskan isu apa yang dipilih
formulasi dan permasalahan apa yang
kebijakan hendak dikemukakan.

Perumusan Mengembangkan proposal


proposal kebijakan untuk menangani
kebijakan masalah tersebut.

Legitimasi Memilih salah satu buah proposal


kebijakan yang dinilai terbaik untuk
kemudian mencari dukungan
politik agar dapat diterima sebagai
sebuah hukum.
Implementasi Mengorganisasikan birokrasi,
kebijakan menyediakan pelayanan dan
pembayaran, dan pengumpulan
pajak.
Evaluasi Melakukan studi program,
kebijakan melaporkan output-nya,
mengevaluasi pengaruh (impact)
dan kelompok sasaran dan non-
sasaran, dan memberikan
rekomendasi penyempurnaan
kebijakan.
Model ini memberi tahu kita bagaimana kebijakan harus dibuat atau seharusnya
dibuat, namun kurang memberikan kepada subtansi seperti apa yang harus ada

6) Model Rasional

Model ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximum


sosial gain yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan
yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat. Tidak dipungkiri model ini adalah
model yangpaling banyak diikuti dalam praktek formulasi kebijakan publik diseluruh
dunia.

Model ini mengatakan bahwa prose formulasi kebijakan haruslah didasarkan pada
keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya. Rasionalitas yang diambil adalah
perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang dicapai. Dengan kata lain model ini
lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek ekonomis. Cara-cara formulasi
kebijakan disusun dalam urutan :

a. Mengetahui preferensi publik dan kecendurungannya;


b. Menemukan pilihan-pilihan;
c. Menilai konsekuensi masing-masing pilihan;
d. Menilai nilai rasio sosial yang dikorbankan;
e. Memilih alternatif kebijakan yang paling efektif.

Apabila dirunut kebijakan ini merupakan model ideal dalam formulasi kebijakan
dalam arti mencapai tingkat efisiensi dan efektifitas kebijakan. Studi-studi kebijakan
biasanya memberikan fokus pada tingkat efisiensi dan keefektifan kebijakan. Namun
demikian idealisme dari model rasional ini perlu diperkuat dan ditingkatkan, karena
disepanjang sejarah kenegaraan selalu ada negarawan-negarawan dan birokrat-birokrat
professional yang mengabdikan diri secara tulus kepada kemajuan bangsanya dari pada
sekedar. mencari keuntungan pribadi. Oleh karena itu model rasional ini perlu menjadi
kajian didalam proses formulasi kebijakan

7) Model Inkrementalis

Model inkrementalis pada dasarnya merupakan kritik terhadap model rasional.


Dikatakannya para pembuat kebijakan tidak pernah melakukan proses seperti yang di
isyaratkan oleh pendekatan rasional karena mereka tidak memiliki cukup waktu,
intelektual, maupun biaya. Ada kekhawatiran muncul dampak yang tidak di inginkan
akibat kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya, adanya hasil-hasil dari kebijakan
sebelumnya harus dipertahankan dan menghindari konflik.

Model ini melihat bahwa kebijakan publik merupakan variasi ataupun kelanjutan
dari kebijakan dimasa lalu. Model ini dapat dikatakan sebagai model pragmatis atau
praktis. Pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan berhadapan dengan
keterbatasan waktu, ketersediaan informasi dan kecukupan dana untuk melakukan
evaluasi kebijakan secara komprehensif. Sementara itu pengambil kebijakan dihadapkan
kepada ketidakpastian yang muncul disekitarnya. Pilihannya adalah melanjutkan
kebijakan dimasa lalu dengan beberapa modifikasi seperlunya, pilihan ini biasanya
dilakukan oleh pemerintahan yang berada di lingkungan masyarakat yang pluralistic yang
membuatnya tidak mungkin membuat kebijakan baru yang dapat memuaskan seluruh
warga.

Dari gambar diatas tampak bahwa kebijakan inkrementalis adalah berusaha


mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahankan kinerja yang
telah dicapai.

8) Model Teori Permainan

Model ini biasanya di-cap sebagai model konspiratif. Sesungguhnya teori


permainan sudah mulai mengemuka sejak berbagai pendekatan yang sangat rasional tidak
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul yang sulit diterangkan dengan
fakta-fakta yang tersedia karena sebagian besar dari kepingan fakta tersebut tersembunyi
erat.

Gagasan pokok dari kebijakan dalam model ini adalah formulasi kebijakan berada
didalam situasi kompetisi yang intensif, para aktor berada dalam situasi pilihan yang
tidak independen ke dependen melakukan situasi pilihan yang sama-sama bebas atau
independen. Sama seperti sebuah permainan catur setiap langkah akan bertemu dengan
kombinasi langkah lanjut dan langkah balasan yang masing-masing relatif bebas.

Model teori permainan adalah model yang sangat abstrak dan deduktif didalam
formulasi kebijakan. Sesungguhnya model ini mendasarkan kepada formulasi kebijakan
yang rasional namun didalam kondisi kompetitif dimana tingkat keberhasilan kebijakan
tidak lagi ditentukan oleh aktor pembuat kebijakan namun dari pembuat kebijakan.

Konsep kunci dari teori permainan dalah strategi dimana konsep kuncinya
bukanlah yang paling optimum namun yang paling aman dari serangan lawan. Jadi
dasarnya konsep ini mempunyai tingkat konservatifitas yang tinggi karena pada intinya
adalah strategi defensif. Pendekatan teori ini juga dapat pula dikembangkan sebagai
strategi ofensif terlebih apabila yang bersangkutan berada dalam posisi superior atau
mempunyai dukungan sumber daya yang memadai. Inti dari teori permainan ini yang
terpenting adalah bahwa ia mengakomodasikan kenyataan yang paling riil bahwa setiap
negara, setiap pemerintahan, setiap masyarakat tidak hidup dalam vakum. Ketika kita
mengambil keputusan maka lingkungan tidak pasif melainkan membuat keputusan yang
bisa menurunkan keefektifan keputusan kita. Disini teori permainan memberikan
kontribusi yang paling optimal.

9) Model Pilihan Publik


Model kebijakan ini melihat kebijakan sebagai sebuah proses formulasi keputusan
kolektif dari individu-individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut. Akar
kebijakan ini sendiri berakar dari teori ekonomi pilihan publik (economic of publik
choice) yang mengandalkan bahwa setiap manusia adalah homo ecnomicus yang
memiliki kepentingan-kepentingan yang harus dipuaskan. Prinsipnya adalah buyer meet
seller, supply meet demand.

Pada intinya kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah harus merupakan
pilihan dari publik yang menjadi pengguna (beneficiaries atau customer dalam konsep
bisnis). Proses formulasi kebijakan publik denan demikian melibatkan publik melalui
kelompok-kelompok kepentingan. Secara umum ini adalah konsep formulasi kebijakan
publik yang paling demokratis karena mmberi ruang yang bebas kepada publik untuk
mengkontribusikan pilihan-pilihannya kepada pemerintah sebelum diambil keputusan.
Sebuah pemikiran yang dilandasi gagasan John Locke bahwa pemerintah adalah sebuah
lembaga yang muncul dari kontrak sosial di antara individu-individu warga masyarakat.

Model ini membantu untuk menjelaskan kenapa para pemenang pemilu acapkali
gagal memberikan yang terbaik kepada masyarakat karena mereka lebih berkepentingan
kepada publiknya yaitu para pemberi suara atau pendukungnya. Model ini juga
membantu kita memahami kenapa kebijakan-kebijakan publik tempatnya selalu di
tengah-tengah dari kebijakannya yang liberal maupun yang konservatif seperti tampak
pada gambar diatas.

Model kebijakan publik meski ideal dalam konteks demokrasi dan kontrak sosial
namun memiliki kelemahan pokok didalam realitas interaksi itu sendiri, karena interaksi
akan terbatas pada publik yang mempunyai akses dan disisi lain terdapat kecendurungan
dari pemerintah untuk memuaskan pemilihnya daripada masyarakat luas. Tidak jarang
kita melihat kebijakan publik yang tampak adil namun apabila dikaji ia hanya
menguntungkan sejumlah kecil warga atau kelompok saja.

Selain sembilam model formulasi kebijakan sebagaimana diatas, Thomas R. Dye


juga menginventarisir model formulasi kebijakan lain sebagai berikut :

10) Model Pengamatan Terpadu

Model ini merupakan upaya menggabungkan antara model rasional dan model
inkremental. Inisiatornya adalah pakar sosiologi organisasi Amitai Etzioni pada tahun
1967. Ia memperkenalkan model ini sebagai suatu pendekatan terhadap formulasi
keputusan-keputusan pokok dan inkremental, menetapkan proses-proses formulasi
kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk dasar, proses-
proses yang mempersiapkan keputusan-keputusan pokok, dan menjalankannya setelah
keputusan itu tercapai. Model ini ibaratnya pendekatan dengan dua kamera. Kamera
dengan wide angle untuk melihat keseluruhan dan kamera dengan zoom untuk melihat
detailnya.

Pada dasarnya model ini adalah model yang amat menyederhanakan masalah.
Etzioni pun hanya memperkenalkan dalam sebuah papernya dalam Publik Administration
Review desember 1967 dengan judul “Mixed Scanning : A Third Approach to Decision
Making”. Namun harus diakui di Indonesia model ini disukai karena merupakan “model
kompromi” meski tidak efektif. Mengkompromikan Rasional dan Inkremental dapat
dilihat ketika Soekarno menggabungkan antara “Agama” dengan “Komunisme” pada
doktrinya yang disebut dengan Nasakom.

11) Model Strategis

Meskipun disebut “strategis” pendekata ini tidak megatakan bahwa pendekatan


lain “tidak strategis”. Intinya adalah bahwa pendekatan ini menggunakan rumusan
runtutan perumusan strategi sebagai basis perumusan kebijakan. Salah satu yang banyak
dirujuk adalah John D. Bryson seorang pakar perumusan strategis bagi organisasi non-
bisnis.

Bryson mengutip Olsen dan Eadie untuk merumuskan makna perencanaan


strategis, yaitu upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting
yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi (atau entitas lainnya), apa
yang dikerjakan organisasi (atau entitas lainnya), dan mengapa organisasi (atau entitas
lainnya) mengerjakan hal seperti itu. Perencanaan strategis mensyaratkan pengumpulan
informasi secara luas, ekploratif alternatif, dan menekankan implikasi masa depan dengan
keputusan sekarang. Perencanaan strategis lebih memfokuskan kepada pengidentifikasian
dan pemecahan isu-isu, lebih menekankan kepada penilain terhadap lingkungan diluar
dan didalam organisasi, dan berorientasi kepada tindakan.

Perencaan stategis dapat membantu organisasi untuk :

a. Berpikir secara strategis dan mengembangkan strategi-strategi yang efektif


b. Memperjelas arah masa depan
c. Menciptakan prioritas
d. Membuat keputusan sekarang dengan mengingat konsekuensi masa depan
e. Mengembangkan landasan yang koheren dsn kokoh bagi formulasi kebijakan
f. Menggunakan keleluasaan yang maksimum dalam bidang-bidang yang berada
dibawah
g. Control organisasi
h. Membuat keputusan yang melintasi tingkat dan fungsi
i. Memecahkan masalah utama organisasi
j. Menangani keadaan yang berubah dengan cepat dan efektif
k. Membangun kerja kelomopok dan keahlian.

Proses perumusan strategi sendiri disusun dalam langkah-langkah sebagai berikut :

a. Memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis yang meliputi


kegiatan memahami manfaat proses perencanaan strategis, mengembangkan
kesepakatan awal
b. Merumuskan panduan proses
c. Memperjelas mandat dan misi organisasi yang meliputi kegiatan perumusan misi
dan mandat organisasi
d. Menilai kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman. Proses ini melibatkan
kegiatan perumusan hasil kebijakan yang di inginkan, manfaat-manfaat kebijakan,
analisa SWOT (penilaian lingkungan eksternal dan internal), proses penilaian dan
panduan proses penilaian itu sendiri
e. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. Proses ini melibatkan
kegiatan-kegiatan merumuskan hasil dan manfaat yang diinginkan dari kebijakan,
merumuskan contoh-contoh isu strategis, mendiskripsikan isu-isu strategis
f. Merumuskan strategi untuk mengelola isu.

Model ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai salah satu derivat manajemen dari
model rasional karena mengandaikan bahwa proses perumusan kebijakan adalah proses
rasional dengan pembedaan bahwa model ini lebih fokus kepada rincian-rincian langkah
manajemen strategis.

12) Model Demokratis

Model ini berkembang khususnya di Negara-negara yang baru saja mengalami


transisi de demokrasi, seperti Indonesia. Model ini biasanya dikaitkan dengan
implementasi good governance bagi pemerintahan yang mengamanatkan agar dalam
membuat kebijakan para konstituen dan pemanfaat ( beneficiaries ) diakomodasi
keberadaannya.

Model ini baik namun kurang efektif dalam mengatasi masalah-masalahyang


kritis, darurat dan dalam kelangkaan sumber daya. Namun jika dapat dilaksanakan model
ini sangat efektif dalam implementasinya karena setiap pihak mempunyai kewajiban
untuk ikut serta mencapai keberhasilan kebijakan, karena setiap pihak bertanggung jawab
atas kebijakan yang dirumuskan.

Inti Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang


Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur
tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi
pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau
koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia,
mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan,
meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam,
memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan
penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan
pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga
negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan
secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik
serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Jadi menurut saya, UU pelayanan public dibuat berdasarkan model System yang
dikemukakan pada awalnya oleh David Easton. Artinya UU ini dibuat berdasarkan
tuntutan dan dukungan dari masyarakat yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih
baik. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik.
Dalam pendekatan ini dikenal tiga komponen yaitu : input, proses dan output. Salah satu
kelemahan dari pendekatan ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang
dilakukan pemerintah dan pada akhirnya kita kehilangan perhatian pada apa yang tidak
pernah dilakukan pemerintah.

Jadi formulasi kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa


kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem ( politik ). Seperti dipelajari dalam
ilmu politik maka sistem politik terdiri dari input, throughtput dan output.

A. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan menurut Thomas R.Dye (1995) merupakan usaha pemerintah
melakukan inervensi terhadap kehidupan publik sebagai solusi terhadap setiap
permasalahan di masyarakat. Intervensi yang dilakukan dapat memaksa publik, karena
pemerintah diberi kewenangan otoritatif.

Kewenangan otoritatif pemerintah itulah yang berdampak pada adanya produk


kebijakan publik yang justru terlahir bukan untuk kepentingan publik semata, namun
terkadang hanya untuk legitimasi kepentingan kelompok dan golongan tertentu. Begitu
banyak kebijakan yang tidak memecahkan masalah kebijakan, bahkan hanya
menciptakan masalah-masalah baru (new problems). Beberapa contoh kebijakan yang
menuai masalah, kebijakan kenaikan harga BBM pada masa pemerintahan Megawati,
SBY, dan Jokowi termasuk kenaikan tarif dasar listrik, penghapusan subsidi BBM, dan
penghapusan subsidi listrik. Disinilah diperlukan analisa kebijakan yang tepat, karena
sebagian besar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pasti tidak memuaskan. Akan
tetapi juga kita tidak dapat memungkirinya, bahwa setiap kebijakan bermuara pada
sebuah keputusan, dan setiap BAB III 27 keputusanpun bermuara pada dua hal, yakni:
kepuasan dan keputus-asaan publik. Jika demikian, apa makna analisa kebijakan? Carl
W.Patton menjelaskan bahwa analisa kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk
dibuatnya sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali, atau kebijakan yang
baru sebagai konsekuensi dari kebijakan yang ada. Aktivitas analisa kebijakan inilah
yang diperankan oleh yang namanya Analis Kebijakan. Analis kebijakan merupakan
profesi yang sangat dibutuhkan oleh setiap pemimpin publik di berbagai lembaga
administrasi publik, pada setiap jenjang dan level organisasi. Analis kebijakan bekerja
dalam sebuah lingkungan yang serba terbatas: waktu, informasi, bahkan pengetahuan.
Eksistensi dan peran analis kebijakan tidak lagi dipandang atau dianggap tidak penting,
justru perannya dibutuhkan dalam level dan stratifikasi kebijakan publik baik secara
nasional maupun di daerah. Analis kebijakan tidak lagi didominasi oleh para Profesor
atau akademisi dari kalangan Perguruan Tinggi, tapi para praktisi kebijakan dari bidang
tugas lainnya turut mewarnai proses kebijakan di Indonesia saat ini.

Peran sang analis kebijakan diharapkan dapat memastikan bahwa kebijakan yang
akan dirumuskan, dan diimplementasikan benar-benar didasarkan pada asas manfaat dan
optimalisasi outcome-nya, dan pada akhirnya akan diterima oleh publik. Oleh karena itu,
menurut Patton & Sawicky seorang analis kebijakan perlu memiliki skills dan kecakapan
teknis, sebagai berikut:

a) Mampu cepat mengambil fokus pada kriteria keputusan yang paling


sentral,
b) Mempunyai kemampuan analisis multi-disiplin, jikapun tidak, mampu
mengakses kepada sumber pengetahuan diluar disiplin yang dikuasainya,
28
c) Mampu memikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang dapat diambil,
d) Mampu menghindari pendekatan toolbox (atau textbook) untuk
menganalisa kebijakan, melainkan mampu menggunakan metode yang
paling sederhana namun tepat dan menggunakan logika untuk mendesain
metode jika metode yang dikehendaki memang tidak tersedia,
e) Mampu mengatasi ketidakpastian,
f) Mampu mengemukakan dengan angka (tidak hanya asumsi-asumsi
kualitatif),
g) Mampu membuat rumusan analisa yang sederhana namun jelas,
h) Mampu memeriksa fakta-fakta yang diperlukan,
i) Mampu meletakkan diri dalam posisi orang lain (empati), khususnya
sebagai pengambil kebijakan dan publik yang menjadi konstituennya,
j) Mampu menahan diri hanya untuk memberikan analisis kebijakan, bukan
keputusan,
k) Mampu tidak saja mengatakan ya atau tidak pada usulan yang masuk,
namun juga mampu memberikan definisi dan analisa dari usulan tersebut,
l) Mampu menyadari bahwa tidak ada kebijakan yang sama sekali benar,
sama sekali rasional, dan sama sekali komplit,
m) Mampu memahami bahwa ada batas-batas intervensi kebijakan publik,
n) Mempunyai etika profesi yang tinggi.
Selanjutnya Dunn (1992) mendefinisikan analisa kebijakan sebagai
disiplin ilmu sosial terapan yang menerapkan berbagai metode
penyelidikan, dalam konteks argumentasi dan debat publik, untuk
menciptakan secara kritis menaksir, dan mengkomunikasikan pengetahuan
yang relevan dengan kebijakan.Patton dan Sawicky, mengemukakan
pembagian
jenis-jenis analisis kebijakan, yakni 1) analisis deskriptif; yang
hanya memberikan gambaran, dan 2) analisis perspektif; yang
menekankan kepada rekomendasi-rekomendasi Analisis Deskriptif, oleh
Micael Carley disebut sebagai ex-post, disebut oleh Lineberry sebagai
analisis post-hoc, disebut oleh William Dunn sebagai
retrospective.Nugroho (2003:88) menegaskan bahwa analisa kebijakan
yang baik adalah analisa kebijakan yang bersifat preskriptif, karena
memang perannya adalah memberikan rekomendasi kebijakan yang patut
diambil eksekutif. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation) disebut juga
sebagai tahapan yang turut menentukan dari kebijakan publik, dalam tahap
inilah dirumuskan batas-batas kebijakan itu sendiri. Untuk itu, harus
disadari beberapa hal yang hakiki dari kebijakan publik, adalah: Pertama,
bahwa kebijakan publik ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap
kehidupan dan kepentingan publik dalam kerangka meningkatkan
kapasitas publik itu sendiri.Karena itu, substansi inti dari kebijakan publik
adalah intervensi.Mengapa demikian? Meskipun kebijakan publik adalah
apa yang dipilih untuk dikerjakan dan tidak dikerjakan oleh pemerintah,
namun sebenarnya yang menjadi fokus adalah apa yang dikerjakan dan
diperankan oleh pemerintah karena bersifat aktif. Paradigma kegiatan
pemerintah bersifat interventif dikenal sejak akhir tahun 1930-an ketika
Keynes memperkenalkan kebijakan pemerintah untuk mengatasi economic
malaise yang dialami oleh Amerika Serikat di tahun 1932. Kebijakan
Keynes pada intinya adalah bahwa pemerintah harus melakukan
intervensi-intervensi melalui kebijakan-kebijakan publik untuk menjaga
kesinambungan kehidupan bersama, khususnya yang menjadi fokus
Keynes dan para pengikutnya
dibidang ekonomi. Oleh karena fokusnya adalah intervensi, maka
yang harus diambil menjadi perhatian dari kebijakan publik adalah
kebijakan publik yang mengarah kepada tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan pada wilayahwilayah yang memang pantas dan dapat di
intervensi. Kedua, keterbatasan kemampuan sumber daya manusia. Tidak
sedikit kebijakan publik yang baik akhirnya tidak dapat dilaksanakan
karena tidak didukung oleh ketersediaan SDM yang memadai.
Ketiga,keterbatasan kelembagaan, sejauhmana kualitas praktek
manajemen profesional dan proporsional di dalam lembaga pemerintah
dan lembaga masyarakat, baik yang bergerak di bidang profit maupun
non-profit. Keempat, adalah keterbatasan yang klasik tetapi tidak kalah
penting, yakni keterbatasan dana atau anggaran. Kebijakan tidak dapat
dilakukan jika tidak ada dana. Dan Kelima, adalah keterbatasan yang
bersifat teknis, yakni berkenaan dengan kemampuan teknis menyusun
kebijakan itu sendiri. Untuk menghasilkan kebijakan yang efektif, seorang
leader harus memiliki: 1) Power Introspection, melihat secara mendalam
keadaan dan kekuatan serta kewenangan dari pejabat yang akan
melaksanakan kebijakan tersebut, 2) Power Retrospection, melihat hal-hal
yang telah terjadi untuk mempelajari masalah yang identik pada masa lalu,
dan 3) Feasibility, melihat kedepan dan membuat konfigurasi keadaan
yang diinginkan berdasarkan data, konsep serta realita yang ada.

Anda mungkin juga menyukai