Oleh :
202210490311135
2023
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Carl W. Patton dan David S. Savicky. Menurut kedua pakar tersebut, analisis kebijakan
adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya sebuah kebijakan, baik kebijakan yang
baru sama sekali atau kebijakan yang diubah sebagai konstektual dari kebijakan yang lama.
Willian Dunn, yang menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan
yang menerapkan yang menerapkan berbagai metode analisis, dalam konteks argumentasi
dan debat publik untuk menciptakan secara kritis kegiatan penaksiran, serta
pengkomunikasian pengetahuan yan relevan dengan kebijakan tersebut.
Quade (1982) yang mendefinisikan analisis kebijakan sebagai bentuk aplikasi penelitian
yang ditunjukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap isu-isu
sosial-teknis dan diarahkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
Grindle dan Thomas (1991) memberikan pengertian yang cenderung bersandar pada actor
(pelaku kebijakan dengan menyatakan bahwa analisis kebijakan pada dasarnya berfokus
pada (aspek) kenegaraan- pada sector pemerintahan atau public- pada politisi, birokrat dan
kelompok yang memiliki kepentingan.
Kunt (1971), dalam Solichin (2012), yang meberika batasan tentang analisis kebijakan
sebagai “the kind systematic disciplined analytical, scholarship, creative study where
primary motivation is to produce well-supported recommendation foractions dealing with
concrete political problems (sejenis study yang sistematis, berdisiplin, analitis, cerdas, dan
kreatif yang dilakukan dengan maksud menghasilkan rekomendasi untuk pemecahan maslah-
masalah politik yang kongkret).
Pada dasarnya pengertian analisin kebijakan kesehatan tidak berbeda jauh dengan
pengertian analisis kebijakan publik, hanya saja pada kebijaka kesehatan dibutuhkan
3
pendekatan dari berbagai aspek untuk memahami masalah dan isu secara utuh sehingga
alternatif kebijakan yang dapat lebih komprehensif. Sebagaimana yang dijelaskan Walt
(2004) dan Buse Mays & Walt (2012), bahwa analisis kebijakan kesehatan adalah suatu
pendekatan multi-disiplin dalam kebijakan publik yang bertujuan menjelaskan interaksi
antara institusi, kepentingan, dan ide dalam proses pengembangan kebijakan kesehatan.
Analisis Kebijakan pada bidang kesehatan juga merupakan satu bentuk riset terapan
yang dilaksanakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai masalah
kesehatan masyarakat secara utuh sehingga dengan pemahaman tersebut dapat mengarahkan
pada alternatif solusi untuk asalah tersebut. Sebagai aktifitas intelektual, analisis kebijakan
dilakukan dengan menciptakan, menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan yang (yang
relevan dengan kebijakan) dalam satu atau lebih tahapan proses pembuatan kebijakan.
Karena merupakan suatu riset terapan. Salah satu aspek penting dalam analisis
kebijakan adalah penyediaan informasi yang relevan terkait masalah dan unsur system dalam
kebijakan. Informasi yang dimaksud menjadi data yang disiapkan, dikomunikasikan dan lalu
dugunakan oleh para pembuat kebijakan untuk memahami permasalahan serta mencari
alternative solusi untuk permasalahan tersebut. Dengan demikian, analisis kebijakan pada
dasarnya adalah awal, bukan ahir, dari upaya untuk meningkatkan proses pengembangan
kebijakan public.
4
Jadi, analisis kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode penelitian dan
argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan
sehingga dapat dimanfaatkan dalam rangka memecahkan masalah kebijakan .
Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi,
tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat kepelikan
masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang dipandang paling panting.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah kebijakan, adalah:
5
Terjadinya masalah-masalah tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu:
Perumusan masalah merupakan aspek paling krusial tetapi paling tidak dipahami dari
analisi kebijakan. Proses perumusan masalah-masalah kebijakn kelihatannya tidak mengikuti
aturan yang jelas sementara masalah itu sendiri seringkali sangat kompleks sehingga tampak
sulit dibuat sistematis. Para analis kebijakan lebih sering gagal karena mereka memecahkan
masalah yang salah dibanding karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap
masalah yang benar.
6
kompleks yang mengandung konflik yang tinggi di antara para pelaku kebijakann yang
saling bersaing
Agar pilihan menjadi rasional dan pada saat yang sama komprehensif, maka pilihan-
pilihan tersebut harus memuaskan kondisi yang dilukiskan sebagai teori rasionalitas
komprehensif dalam pembuatan keputusan. Tipe-tipe pilihan yang rasional dibedakan
menurut bentuk kriteria penentuan alternatif. Antara lain adalah efektivitas, efisiensi,
kecukupan, perataan, daya tanggap dan kelayakan.
Sintesis riset dan praktek menggunakan informasi yang tersedia dalam bentuk studi
kasus dan laporan penelitian untuk merangkum, membandingkan, dan mengkaji hasil-hasil
dari implementasi kebijakan dan program di masa lalu. Metode ini efisien, membantu
mencakup banyak dimensi dari proses kebijakan, dan dapat digunakan untuk mebuat
7
argumen dengan cara kasus paralel dan analogi. Keterbatasan utama dari sintesis riset dan
praktek adalah reliabilitas dan validitas informasi yang tersedia tersebut.
1. Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah sesuatu itu
ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih menekankan penjelasan sebab akibat dari
kebijakan publik. Contoh, Analisis dapat menjelaskan atau meramalkan pembelanjaan
negara untuk kesehatan, pendidikan, transportasi. Jenis informasi yang dihasilkan adalah
Penandaan.
2. Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu berkaitan dengan
penentuan harga atau nilai (beberapa nilai sesuatu) dari beberapa kebijakan. Jenis
informasi yang dihasilkan bersifat Evaluatif. Contoh: setelah menerima informasi
berbagai macam kebijakan KIA – KB, analis dapat mengevaluasi bermacam cara untuk
mendistribusikan biaya, alat, atau obat-obatan menurut etika dan konsekuensinya.
3. Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu Tindakan apa
yang semestinya di lakukan. Pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah
problem kebijakan, merupakan inti pendekatan normatif. Jenis informasi bersifat anjuran
atau rekomendasi. Contoh: peningkatan pembayaran pasien puskesmas (dari Rp.300
menjadi Rp.1000) merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di
puskesmas. Peningkatan ini cenderung tidak memberatkan masyarakat.
Ketiga pendekatan di atas menghendaki suatu kegiatan penelitian dan dapat memanfaatkan
berbagai pendekatan lintas disiplin ilmu yang relevan. Adapun model panelitian yang lazim
digunakan adalah penelitian operasional, terapan atau praktis. Menurut Dunn (1988), dalam
Analisis Kebijakan, metode analisis umum yang dapat digunakan, antara lain:
8
3. Metode evaluasi, pembuatan informasi mengenai nilai atau harga di masa lalu dan masa
datang.
Bila metode analisis kebijakan dikaitkan dengan pendekatan empiris, evaluatif, dan anjuran,
maka metode analisis kebijakan dapat disusun menjadi 3 jenjang, yaitu:
Analisis kebijakan tidak berhenti pada penggunaan berbagai metode pengkajian untuk
menghasilkan dan mentransformasikan informasi. Meskipun produksi dan transformasi
informasi merupakan suatu hal yang esensial dalam analisis kebijakan, yang tidak kalah
pentingnya adalah penciptaan dan penilaian secara kritis klaim pengetahuan yang didasarkan
atas informasi tersebut. Klaim pengetahuan yang dikembangkan sebagai kesimpulan dari
9
argumen-argumen kebijakan, mencerminkan alasan-alasan mengapa berbagai macam pelaku
kebijakan tidak sepakat terhadap suatu alternatif kebijakan.
10
substansi isu-isu kebijakan, yaitu ketidak-sepakatan di antara segmen-segmen yang
berbeda dalam masyarakat terhadap serangkaian alternatif tindakan pemerintah.
Pertimbangan terhadap bantahan-bantahan membantu analis mengantisipasi tujuan-tujuan
dan menyediakan perangkat sistematis untuk mengkritik salah satu klaim, asumsi dan
argumennya.
6. Kesimpulan/Qualifier (Q)
Kesimpulan (Q) mengekspresikan derajat dimana analis yakin terhadap suatu klaim
kebijakan. Dalam analisis kebijakan, pemberi sifat sering diekspresikan dalam bahasa
probabilitas (seperti “Barangkali”, “Sangat mungkin”, “pada tingkat kepercayaan 0,01”).
Ketika analis secara penuh yakin terhadap suatu klaim atau ketika kesimpulan sepenuhnya
deterministik dan tidak mengandung kesalahan sama sekali, suatu kesimpulan tidak
diperlukan.
Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan digunakan.
Pilihan bentuk analisis yang tepat, menghendaki pemahaman masalah secara mendalam,
sebab kondisi masalah yang cenderung menentukan bentuk analisis yang digunakan.
Berdasarkan pendapat para ahli (Dunn, 1988; Moekijat, 1995; Wahab, 1991) dapat
diuraikan beberapa bentuk analisis kebijakan yang lazim digunakan.
11
2.5.1. Analisis Kebijakan Prospektif
Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi sebelum tindakan
kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Menurut Wiliam (1971), ciri analisis ini
adalah:
Bentuk analisis ini selaras dengan deskripsi penelitian, dengan tujuannya adalah
penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa
analisis kebijakan restropektif, adalah:
12
khusus, merumuskan masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang
baru, dan mengarah pada pemecahan masalah praktis. Contoh: analis dapat
memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan pelayanan KIA di Puskesmas. Informasi yang diperoleh dapat
digunakan sebagai dasar pemecahan masalah kebijakan KIA di puskesmas.
Bentuk analisis kebijakan di atas, menghasilkan jenis keputusan yang relatif berbeda
yang, bila ditinjau dari pendekatan teori keputusan (teori keputusan deksriptif dan
normatif), yang dapat diuraikan sebagai berikut:
13
Analis hanya satu dari banyak pelaku kebijakan, dengan pelaku kebijakan merupakan
salah satu elemen sistem kebijakan. Dunn (1988) menjelaskan adanya 3 elemen dalam sistem
kebijakan, yang satu sama lain mempunyai hubungan. Dapat dijelaskan bahwa 3 elemen
sistem kebijakan saling berhubungan:
1) Kebijakan publik, merupakan serangkaian pilihan yang dibuat atau tidak dibuat oleh
badan atau kantor pemerintah, dipengaruhi atau mempengaruhi lingkungan kebijakan dan
kebijakan publik.
2) Pelaku kebijakan, adalah kelompok masyarakat, organisasi profensi, partai politik,
berbagai badan pemerintah, wakil rakyat, dan analis kebijakan yang dipengaruhi atau
mempengaruhi pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
3) Lingkungan kebijakan, yakni suasana tertentu tempat kejadian di sekitar isu kebijakan itu
timbul, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
Berdasarkan uraian di atas, maka seorang analis kebijakan dapat dikategorikan sebagai aktor
kebijakan yang menciptakan dan sekaligus menghasilkan sistem kebijakan, disamping aktor
kebijakan yang lainnya.
14
3. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial
4. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya promosi
kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana
5. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan
4) Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit
1. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
2. Peningkatan imunisasi
3. Penemuan dan tatalaksana penderita
4. Peningkatan surveilans epidemologi
5. Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit
5) Kebijakan program perbaikan gizi masyarakat
1. Peningkatan pendidikan gizi
2. Penangulangan KEP, anemia gizi besi, GAKI, kurang vitamin A, kekuarangan zat
gizi mikro lainnya
3. Penanggulangan gizi lebih
4. Peningkatan surveilans gizi
5. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Analisis kebijakan adalah pengunaan berbagai metode penelitian dan argumen untuk
menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat
dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan. Perumusan
masalah merupakan aspek paling krusial tetapi paling tidak dipahami dari analisi kebijakan.
Proses perumusan masalah-masalah kebijakn kelihatannya tidak mengikuti aturan yang jelas
sementara masalah itu sendiri seringkali sangat kompleks sehingga tampak sulit dibuat
sistematis.
3.2 Saran
Mahasiswa dan para pembaca dapat mengambil ilmu dan mempelajari materi yang ada di
makalah ini. Serta dapat mengambil intisari dan manfaat.
16
DAFTAR USTAKA
Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
17