Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anggota gerak atas memiliki keterlibatan yang sangat tinggi dalam

semua aktifitas seperti tangan dan lengan sebagai peran utama, sehingga bila

ada gangguan tentu akan mengganggu mobilitas dan kegiatan manusia.

Kegiatan dasar yang berupa gerak adalah kebutuhan dan tuntutan manusia

terutama dalam era globalisasi seperti sekarang. Seluruh aktivitas yang

dilakukan sehari-hari banyak bergantung terutama pada fungsi anggota

gerak atas. American Shoulder dan Elbow Surgeons mendefinisikan frozen

shoulder sebagai kondisi etiologi yang ditandai dengan keterbatasan yang

signifikan dari gerak aktif dan pasif bahu yang terjadi karena kerusakan

jaringan. Banyak fisioterapis percaya bahwa frozen shoulder termasuk

kondisi yang sulit untuk dipecahkan (Varcin, 2013).

Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu

menjadi terbatas. Frozen shoulder memiliki tingkat keparahan yang

bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai berat dan tingkat keterbatasan

terhadap gerakan sendi glenohumeral (Mound, 2012). Frozen shoulder

dialami oleh 2% dari populasi antara usia 40-60 tahun dan perbandingan

jumlah kasus pada wanita lebih banyak. Prevalensi dari kasus frozen

shoulder diperkirakan 2-5% dari populasi general dan resiko meningkat

pada bahu yang tidak dominan. Studi mengatakan 40% pasien mengalami

nyeri sedang selama kurang lebih 2-3 tahun dan 15% dari kasus tersebut

memiliki disabilitas jangka panjang (Hand et al., 2008).

1
Kasus frozen shoulder biasa ditangani dengan modalitas fisioterapi

berupa elektroterapi seperti IR (Infra Red), US (Ultra sound), SWD (Short

Wave Diathermy) dan TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).

Untuk penatalaksanaan selanjutnya dengan stretching, manipulasi, dan

terapi latihan. (Dewanto, 2009) Dari latar belakang tersebut maka penulis

tertarik untuk mengangkat judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi

Frozen Shoulder Di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah penatalaksanaan fisioterapi pada Frozen Shoulder?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada Frozen Shoulder.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa

Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penatalaksanaan

fisioterapi pada kondisi frozen shoulder di RSUD dr. R. Soedarsono

Pasuruan.

2. Lokasi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

khususnya dalam bidang kesehatan yang memberikan gambaran bahwa

SWD, TENS dan terapi latihan sebagai salah satu modalitas fisioterapi

yang diterapkan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder untuk

menyelesaikan problem pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional

pasien.

2
3. Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk

menambah wawasan peserta didik di lingkungan pendidikan fisioterapi

dengan modalitas yang ada khususnya SWD, TENS dan terapi latihan.

3
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Frozen shoulder atau sering disebut capsulitis adhesive adalah suatu

sindrom dengan serangkaian nyeri dan keterbatasan gerak aktif dan pasif.

Frozen shoulder menyerang sekitar 20% dari total populasi manusia, dan

biasanya menyerang pasien yang berumur 40-60 tahun dengan faktor

predisposisi yang tidak jelas berdasarkan jenis kelamin, dominasi lengan

atau pekerjaan. Penyebab frozen shoulder sendiri tidak begitu dipahami.

Dalam pendapat lain frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala

khas berupa nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak sendi bahu yang

dapat mengakibatkan berlanjut ke keterbatasan articular cartilage

(Setyawan, 2014).

B. Anatomi dan Fisiologi Shoulder

Anatomi shoulder terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot,

dan biomekanik.

1. Tulang Pembentuk Shoulder

a. Tulang Scapula

Tulang berbentuk pipih yang terletak pada aspek dorsal

thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang

belakang, acromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat

melekatnya beberapa otot yang berfungsi menggerakkan bahu

secara kompleks. Empat otot rotator cuff yang berorigo pada

4
scapula (Lynn, 2013). Otot-otot tersebut adalah supraspinatus,

infraspinatus, teres minor dan subscapularis (Stephen, 2015).

b. Tulang Clavicula

Tulang clavicula berbentuk “S” yang terhubung dengan

scapula pada sisi lateral dan manubrium pada sisi medial.

Berfungsi untuk menahan scapula dan mencegah tulang

humerus bergeser berlebih.

c. Tulang Humerus

Tulang humerus terdiri dari caput humeri yang membuat

persendian dengan rongga glenoidalis scapula. Terdapat

tuberositas mayor dibagian luar dan tuberositas minor dibagian

dalam. Diantara kedua tuberositas terdapat sulcus

intertubercularis. Pada os humerus juga terdapat tuberositas

deltoid sebagi tempat melekatnya insertio otot deltoid. Pada

bagian distal humerus terdapat epikondilus lateral dan medial.

Gambar 2.1 Tulang Pembentuk Shoulder (Sumber : Lynn,

2013)

5
2. Sendi Penyusun Shoulder

a. Sendi sternoclavicular merupakan sendi sinovial yang

menghubungkan ujung medial clavicula dengan sternum dan

tulang rusuk pertama. Sendi ini memiliki fungsi dalam

membantu pergerakkan gelang shoulder.

b. Sendi acromioclavicular menghubungkan scapula dan

clavicula. Permukaan dari clavicularis joint merupakan cekung

yang terletak di acromion. (Lynn.: 2013).

c. Sendi glenohumeral, jenis sendi ball and socket dimana caput

humeri yang berbentuk seperti bola bersendi dengan cavitas

glenoidalis yang merupakan bagian dari os scapula. Sendi ini

merupakan sendi paling mobile, namun salah satu sendi yang

kurang stabil.

d. Scapulathoracic articulation tidak bisa dikatakan murni salah

satu persendian. Scapula dan thorax tidak memiliki titik fiksasi.

Scapulathoracic articulation tidak bergerak namun fleksibel

terhadap gerakan tubuh .

3. Ligamen Penyusun Shoulder

a. Ligamen glenohumeral, memperkuat bagian anterior dari

kapsul. Bukan merupakan fungsi ligamen yang baik tapi

merupakan lipit lipatan kapsul. (Lynn.: 2013).

6
Gambar 2.2 Glenohumeral ligamen anterior view (sumber :
Lynn, 2013)
b. Ligamen coracohumeral, menempel dari sisi lateral prosesus

coracoid dan mencakup tuberculum mayor. Memperkuat bagian

atas kapsul sendi.

Gambar 2.3 Coracohumeral Ligamen (sumber : Lynn, 2013)

c. Glenoid labrum adalah sebuah cincin yang tersusun dari

jaringan fibrosa yang padat. Kedalamannya rata-rata 2.5 mm,

tapi labrum dapat menambah kedalaman rongga artikular.

Walaupun labrum meningkatkan kedalaman dan volume dari

fossa glenoid, tetapi ini tidak meningkatkan stabilitas dari sendi

glenohumeral sabuk fibrosa yang mengelilingi tepi fossa

glenoid.

7
Gambar 2.4 Glenoid Labrum (sumber : Lynn, 2013)

4. Otot-Otot Pembentuk Shoulder Joint

a. M. Pectoralis Major

Origo: Medial clavicula ketiga. Sternum, costal cartilago

ribs keenam Insersio: Sulcus intertubercularis lateral. Fungsi :

Fleksi shoulder sampai 600 , adduksi shoulder dan rotasi

internal humerus. (Lynn.: 2013).

Gambar 2.5 M. Pectoralis Mayor (Sumber : Lynn, 2013)

b. M. Deltoideus

8
Origo : Anterior : Sepertiga anterolateral clavicula.

Medial: Lateral Acromion. Posterior: Inferior spina scapula.

Insesio : Tuberositas humerus. Fungsi: Anterior : Fleksi

shoulder, abduksi shoulder, rotasi internal shoulder. Medial:

Abduksi shoulder. Posterior: Ekstensi shoulder, abduksi

shoulder, rotasi ekternal shoulder.

Gambar 2.6 M. Deltoideus sumber : Lynn, 2013)

c. M. Latissimus Dorsi

Origo : Prosesus spinosus dari T7-L5 via dorsolumbar

fascia, posterior sacrum, illium. Insesio : Medial inter

tuberositas humerus. Fungsi : Ekstensi, abduksi, internal rotasi

humerus. (Lynn.: 2013).

Gambar 2.7 M. Latisimus Dorsi (sumber : Lynn, 2013)

9
d. M. Seratus Anterior

Origo : Upper costae 1-9 Insersio : Anterior medial scapula

Fungsi : Protaksi dan upward scapula. (Lynn.: 2013).

Gambar 2.8 M. Seratus Anterior (sumber : Lynn, 2013)

e. M. Levator Scapula

Origo : Prosesus tranversus C1-C4 Insesio : Medial atas spina

scapula Fungsi : Elevasi dan M. Subscapularis Origo : Fossa

subscapularis scapula Insersio : Tuberculus humeri. Fungsi : Medial

rotasi (Lynn.: 2013).

Gambar 2.9 M. Levator Scapula (sumber : Lynn, 2013)

5. Fisiologis Bahu

Ketidakstabilan shoulder sering menyebabkan cidera karena

pada glenohumeral caput humerus berartikulasi dengan glenoid relatif

10
datar. Maka gerakan bahu harus memperhatikan posisi caput humerus

terhadap glenoid. Stabilitas dinamis dari rotator cuff yaitu m.

Supraspinatus, m. Infraspinatus, m. Teres minor, m. Subscapularis

sebagai kontrol posisi untuk menjaga perpidahan berlebih caput

humerus. (Charles, 2009).

C. Patofisiologi

Frozen shoulder umumnya akan melewati 3 fase. Pertama fase nyeri

(painfull) yang berlangsung sekitar 0-3 bulan. Pasien akan mengalami nyeri

spontan yang seringkali parah dan mengganggu tidur. Pasien akan takut

menggerakkan bahunya sehingga menambah kekakuan. Pada fase ini,

volume kapsul glenohumeral secara signifikan berkurang. Kedua, fase kaku

(freezing) berlangsung 4-12 bulan. Fase ini ditandai dengan hyperplasia

sinovial disertai proliferasi fibroblastik pada kapsul glenohumeral joint.

Rasa sakit seringkali diikuti dengan fase kaku. Ketiga, fase beku (frozen)

berlangsung antara 9-15 bulan. Pada fase ini patofisiologi sinovial mulai

mereda atau membaik tetapi lesi terjadi dalam kapsul diikuti penurunan

volume intra-articular dan kapsul sendi. Pasien mengalami keterbatasan

lingkup gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu eksternal rotasi yang paling

terbatas, kemudian abduksi dan internal rotasi. Keempat, fase mencair

(thawing phase) yang berlangsung antara 15-24 bulan. Fase akhir ini

digambarkan dengan kembalinya ROM secara berangsur-angsur

(Suprawesta, 2017).

D. Etiologi

11
Frozen shoulder ditandai dengan adanya keterbatasan gerak idiopatik

pada bahu yang biasanya menimbulkan nyeri pada fase awal. Sebab-sebab

sekunder meliputi perubahan struktur pendukung dari dan sekitar sendi bahu

dan penyakit endokrin atau penyakit sistemik yang lain (Wijaya, 2015).

E. Faktor Resiko

Faktor resiko dari frozen shoulder meliputi :

1. Usia dan Jenis Kelamin

Seiring bertambahnya usia seseorang mengalami perubahan

fisiologis pada sendi dan ototnya dan berpotensi mengalami frozen

shoulder. Salah satu penyebab terjadinya frozen shoulder adalah

kurangnya aktivitas fisik pada usia lanjut dan biasanya wanita lebih

banyak terkena dari pada pria karena wanita lebih banyak mengalami

perubahan hormon, pre menopause dan post menopause yang

merupakan salah satu pencetus frozen shoulder. (Wagola & Widodo,

2016).

2. Penderita Diabetes Mellitus

Penderita diabetes mellitus beresiko tinggi terkena karena pada

diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin. Fungsi dari insulin itu

sendiri adalah sebagai kunci atau pintu masuk glukosa dari darah ke

dalam sel. Oleh sebab itu terjadi penurunan pemakaian glukosa oleh

sel karena glukosa yang beredar di darah tidak bisa masuk ke dalam

sel sehingga darah mendapat asupan glukosa dalam jumlah yang

banyak atau disebut hyperglikemia (Resan, 2012).

3. Trauma Sendi

12
Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera pada

sendi bahu atau menjalani operasi sendi bahu dan disertai imobilisasi

sendi bahu dalam waktu yang lama akan beresiko tinggi mengalami

frozen shoulder (Donatelli, 2012).

4. Penyakit Parkinson

Pada penyakit parkinson, buruknya postur berupa kyphosis

thoracic (camptocormia) dan penurunan mobilitas punggung yang

dapat membuat terjadinya humeroacromial impingement syndrome

dan capsulitis, yang mengakibatkan peradangan pada bursa, nyeri

bahu, dan pengurangan pergerakkan. Selain itu, kinematic bahu

terdapat beberapa gerakan gabungan humerus, scapula, clavicula,

thoracic wall dan thoracic spine. Mobilitas thoracic spine dan

thoracic wall sangat terganggu pada pasien parkinson, sehingga

membatasi gerakan bahu (Papalia et al., 2018)

5. Aktivitas

Beberapa kegiatan umum termasuk latihan beban, olahraga

aerobik, menari, golf, renang, permainan raket seperti tenis dan

badminton, dan olahraga melempar, bahkan panjat tebing telah

diminati banyak orang. Orang lainnya ada juga yang meluangkan

waktu untuk belajar dan bermain alat musik. Semua kegiatan ini dapat

menuntut kerja yang luar biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi

bahu. Demikian pula, diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan

penggunaan otot tubuh bagian atas dan bahu yang sangat spesifik dan

tepat untuk setiap kegiatan. Akibat dari peningkatan jumlah individu

13
dari segala usia terlibat dalam berbagai kegiatan tersebut, gangguan

sendi bahu seperti frozen shoulder sekarang muncul dengan frekuensi

yang lebih besar (Porterfield & Rosa, 2004).

F. Tanda dan Gejala

Frozen shoulder ditandai dengan adanya keterbatasan LGS

glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun gerakan pasif. Nyeri

dirasakan pada daerah m.deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering

sampai menggangu tidur. Sifat keterbatasan meliputi pola kapsuler yaitu

keterbataan gerak sendi yang spesifik mengikuti struktur kapsul sendi. Sendi

bahu mengikuti keterbatasan yang paling terbatas yaitu eksoritasi,

endorotasi, dan abduksi (Kuntono, 2004). Tanda dan gejala frozen shoulder

adalah nyeri terutama ketika meraih ke belakang dan elevasi bahu dan rasa

tidak nyaman biasanya dirasakan pada daerah anterolateral bahu dan lengan

(Prafitri, 2009).

Tanda dan gejala lainnya frozen shoulder biasanya tidak terlihat

kecuali sedikit pengecilan otot dan mungkin juga terdapat rasa nyeri, tetapi

gerakan selalu terbatas. Pada kasus yang berat bahu sangat kaku (Apley &

Solomon, 1995).

Pada kasus ini, nyeri yang terletak di anterolateral sendi dan menyebar

ke bagian anterior lengan atas, kadang-kadang juga ke bagian fleksor lengan

bawah. Rasa tidak nyaman memburuk pada malam hari dan biasanya

mengganggu tidur. Tenderness terjadi di sekitar caput humeri dan sulcus

bicipitalis. Gerakan pasif maupun aktif terbatas pada semua arah gerakan,

14
nyeri muncul pada gerak ekstrim. Pada stadium akut, spasme otot terlihat

pada semua otot di sekitar bahu (Apley & Solomon, 1995).

Dari gejala dan tanda tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gejala

dan tanda yang khas dari frozen shoulder adalah nyeri, kekakuan,

keterbatasan pada luas gerak sendi bahu. Kadang-kadang disertai dengan

penurunan kekuatan otot sekitar bahu dan penurunan kemampuan aktivitas

fungsional karena tidak digunakan (Apley & Solomon, 1995).

G. Penatalaksanaan

1. Manual Terapi

a. Hold Relax

Hold relax merupakan suatu teknik yang menggunakan

kontraksi isometrik pada otot antagonis yang memendek selama 8

detik yang diulangi sebanyak 3 sampai 4 kali kontraksi yang diikuti

relaksasi pada otot tersebut, kemudian dilakukan mobilisasi setiap

gerakan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 2 minggu.

Setelah perlakuan selesai dilakukan pengukuran range of motion

sendi bahu untuk menilai perubahan luas gerak (ROM) abduksi

sendi bahu.

2. Elektro Terapi

a. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Dalam

hubungannya dengan modulasi nyeri . Dalam kasus ini

menggunakan metode umum dimana pemasangan elektroda pada

15
atau sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan

paling sering digunakan sebab metode ini dapat langsung

diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter nyeri

ataupun letak yang paling optimal yang hubungannya dengan

jaringan penyebab nyeri (Romadhoni, 2015).

b. Short Wave Diathermy

Pemberian modalitas berupa SWD (Short Wave Dhiatermy)

diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri pada bahu kanan.

Beberapa survei terhadap pasien dengan nyeri menetap diperoleh

hasil bahwa beberapa bentuk pemanasan menduduki rangking

tertinggi setelah pemberian obat analgetik (Low, Reed, & Dyson,

2000). Short Wave Dhiatermy (SWD) merupakan alat terapi yang

menggunakan energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus

bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang sering digunakan

adalah 27, 33 MHz dengan panjang gelombang 11m atau sering

disebut energi elektromagnetik 27 MHz. .Hal ini berarti pemberian

SWD (Short Wave Dhiatermy) dengan intensitas sesuai level

normalitas atau hangat dapat menyebabkan peningkatan temperatur

lokal dan vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah

meningkat dan pengangkutan zat-zat sisa metabolisme dan zat-zat

perangsang nyeri seperti prostaglandin, bradikinin dan histamin

akan menjadi lebih lancar dan rangsangan pada nociseptor akan

berkurang dan hilang. Efek lain dari SWD adalah dapat

16
menurunkan tonus otot, meningkatkan elastisitas jaringan untuk

persiapan latihan dan menimbulkan relaksasi otot (Sujatno, 2002).

c. Ultrasound

Gelombang ultra sound merupakan gelombang suara yang di

peroleh dari getaran yang memiliki frekuensi 20.000 Hz. Frekuensi

ultra sound merupakan jumlah oscilasi gelombang suara yang

dicapai dalam waktu satu detik yang dinyatakan dengan megahertz

(MHz). Umumnya frekuensi yang digunakan dalam terapi ultra

sound adalah 1 dan 3 MHz. Ultra Sound memiliki tiga efek antara

lain, efek mekanik, efek panas dan efek biologis (Prentice, 2002).

3. Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan suatu modalitas fisioterapi dengan

menggunakan latihan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif.

Terapi latihan bertujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dan

dapat memperkuat otot-otot. Otot-otot dapat diperbaiki dengan terapi

latihan yang dilakukan secara rutin dan berulang. Pemberian latihan

dapat dikerjakan dengan berbagai posisi dan sesuai dengan ukuran

yang bisa meningkatkan lingkup gerak sendi pada tangan tersebut dan

sebatas tidak menimbulkan rasa sakit yang berlebihan pada pasien,

jika terasa sakit maka latihan diberikan pada gerak otot yang

seminimal mungkin rasa sakitnya. Terapi latihan dilakukan secara

benar, berulang-ulang, teratur dan berkesinambungan (Sujudi,2009).

a. Shoulder wheel

17
Shoulder wheel merupakan alat yang digunakan untuk

membantu menambah lingkup gerak sendi secara aktif pada pasien

frozen shoulder dan dapat juga sebagai penguatan otot-otot pada

bahu. Untuk pegangannya dapat disesuikan tinggi rendahanya

tergantung pasien itu sendiri. Pada dasarnya latihan menggunakan

alat ini digunakan untuk menambah lingkup gerak sendi dengan

meminimalis rasa nyeri yang timbul karena gerakan dilakukan

sesuai toleransi pasien dan ditambah secara bertahap (Nurdin,

2013).

b. Pendulum Exercise

Posisi pasien berdiri dengan fleksi trunk membentuk sudut

900 terhadap tungkai atau tubuh tengkurap dan bahu di tepi meja.

Lengan yang mengalami frozen shoulder menggantung ke bawah

membentuk sudut antara 600 – 900 pada posisi fleksi. Gerakan

pendulum atau mengayun lengan dengan gerakan sirkumdusi.

Tehnik ini tidak menimbulkan nyeri. Dilakukan selama 30 detik,

waktu ± 10 menit dan waktu istirahat selama 15 detik (Sujatno,

2002).

c. Towel Stretch

Posisi pasien berdiri dan memegang handuk dengan kedua

tangan di belakang punggung. Posisikan handuk horizontal.

Gunakan tangan yang sehat untuk menarik handuk dari sisi tangan

yang sakit. Lakukan gerakan menarik handuk tersebut 10-20 x

setiap hari (Sujatno, 2002).

18
d. Finger Walk

Posisi tubuh pasien menghadap tembok, sentuh tembok

dengan 2 jari, Gerakkan jari menuju ke atas menyusuri tembok

seperti merambat secara perlahan. Usahakan setinggi mungkin

hingga lengan atas dapat menempel dengan tembok atau di batas

toleransi nyeri. Lakukan gerakan ini 1-3 x setiap hari (Sujatno,

2002).

19
BAB III

STATUS KLINIS

NAMA MAHASISWA : 1. Naliatul Muna

2. Febria Aulia Rahmah

3. Muhamad Adenan Maulana

TEMPAT PRAKTIK : RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan

PEMBIMBING : Riyanta Hadi, AMF

Tanggal Pembuatan Laporan : 31 Januari 2020

Kondisi/ Kasus : FT. D/ Frozen Shoulder Dekstra

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA

Nama : Ny. S

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. M

II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

A. DIAGNOSIS MEDIS

Frozen Shoulder Dekstra

B. CATATAN KLINIS

Medika mentosa

- Novorapid

20
- Paracetamol

- OMZ

- Amlodipin

- Insulin

Hasil lab :

- GDA : 499 (normal : 80-200)

- 2JPP : 397 (normal : <140)

- Asam urat : 5,2 (normal : 3-7)

- Cholesterol : 259 (normal : <200)

C. RUJUKAN DARI DOKTER

Dokter Spesialis Penyakit Dalam

III. SEGI FISIOTERAPI

A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

21
B. ANAMNESIS (AUTO/HETERO)

1. KELUHAN UTAMA

Pasien mengeluhkan nyeri kaku pada bahu sebelah kanan.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1 bulan yang lalu pasien merasa shoulder dekstranya tiba-tiba kaku

tidak bisa digerakkan / joint stiffness. Ketika pasien berusaha

menggerakkan terjadi nyeri. Pada tanggal 14 januari pasien datang ke

poli fisioterapi setelah diberi rujukan oleh dokter spesialis penyakit

dalam untuk dilakukan terapi pada shoulder dekstra.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Diabetes Mellitus

4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA

Hipertensi (+) Diabetes (+) Kolestrol (+) Asam urat (+)

5. ANAMNESIS SISTEM

a. Kepala dan Leher

Kepala terasa berat

b. Kardiovaskular

Terdapat hipertensi

Tidak ada keluhan nyeri dada

c. Respirasi

Tidak ada keluhan sesak napas

d. Gastrointestinal

Tidak ada keluhan sakit perut

22
e. Urogenital

Tidak ada gangguan buang air kecil

f. Musculoskeletal

Terdapat spasme pada m. upper trapezius dekstra, grup otot

shoulder joint dekstra

g. Nervorum

Tidak ada keluhan kesemutan atau rasa tebal

C. PEMERIKSAAN 1. PEMERIKSAAN FISIK

a) TANDA-TANDA VITAL

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Denyut nadi : 80x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Temperatur : 35,5o C

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 62 kg

IMT : 25,086 (gemuk)

b) INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)

- Statis : Shoulder nampak simetris

Ekspresi pasien tidak terlihat seperti menahan

nyeri

- Dinamis : Pasien kesulitan menggerakkan shoulder dekstra

Ketika pasien berjalan terlihat tangannya

mengayun dengan minim

23
c) PALPASI

- Terdapat spasme pada m. upper trapezius dekstra

- Terdapat nyeri tekan pada area shoulder dekstra

- Tidak terdapat bengkak

- Suhu lokal antara dua shoulder sama

- Tonus otot dalam batas normal

d) PERKUSI

Tidak dilakukan

e) AUSKULTASI

Tidak dilakukan

f) GERAK DASAR

Gerak Aktif :

No Gerakan Nyeri Keterbatasan Gerak ROM Dekstra

1. Fleksi + + 155◦

2. Ekstensi + + 35◦

3. Endorotasi - + 50◦

4. Eksorotasi - - 80◦

5. Abduksi + + 90◦

6. Adduksi - + 25◦

Gerak Pasif :

No. Gerakan Nyeri Keterbatasan Gerak Endfeel

1. Fleksi + + Firm endfeel

24
2. Ekstensi + + Firm endfeel

3. Endorotas - + Firm endfeel

4. Eksorotasi - - Elastic

endfeel

5. Abduksi + + Firm endfeel

6. Adduksi - + Firm endfeel

Gerak Isometrik : saat melakukan gerakan isometrik melawan

tahanan pasien mengeluh nyeri pada shoulder

dekstra

g) KOGNITIF, INTRA-PERSONAL, INTER-PERSONAL

- Kognitif : Pasien mampu menceritakan keluhan

- Intra personal : Pasien memiliki semangat untuk sembuh

- Inter personal : Pasien mendapatkan dukungan dari keluarga

untuk sembuh

h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIVITAS

FUNGSIONAL, & LINGKUNGAN AKTIVITAS

- Kemampuan Fungsional Dasar :

Pasien belum mampu menggerakkan shoulder dekstra

dengan full ROM (Range of Motion)

- Aktivitas Fungsional :

25
Pasien sulit mengambil benda di atas menggunakan tangan

kanan, memakai dan melepas baju

- Lingkungan Aktivitas :

Di rumah pasien mandi dengan gayung dan kesulitan untuk

menggosok badannya

2. PEMERIKSAAN SPESIFIK

a. Pemeriksaan Nyeri :

VAS

Diam : 3

Tekan : 6

Gerak : 8

b. Pemeriksaan MMT (Manual Muscle Test)

Grup otot MMT

Fleksor 3

Ekstensor 3

Endorotator 3

Eksorotator 4

Abduktor 3

Adduktor 3

c. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi

Shoulder Dekstra Sinistra

26
S 35◦ - 0◦ - 155◦ 60◦ – 0◦ – 180◦

F 90◦ – 0◦ – 25◦ 135◦ – 0◦ – 35◦

T 80◦ – 0◦ – 50◦ 80◦ – 0◦ – 65◦

d. Tes Sensibilitas

- Panas – dingin : normal

- Tajam – tumpul : normal

- Kasar – halus : normal

e. Drop Arm Test

Hasil : + (nyeri)

f. Yergason Test

Hasil : + (nyeri)

g. Supraspinatus Test

Hasil : + (nyeri)

h. Hawkins Kennedy Impingement Test

Hasil : + (nyeri)

27
D. UNDERLYING PROCCESS

Diabetes Mellitus

AGEs Poliol PKC Hexozamin

Berikatan dengan Sorbitol Fibrinogenik Pembentukan

reseptor dehydrogenase NF-kB

dan TGF-β

NADPH ROS ROS ROS

Proinflamasi

Kematian sel

Memicu matrik esktraseluler

Ruang sendi glenohumeral mengkerut

Kekakuan dan pengetatan area kapsul tendon

Pembentukan jaringan parut

Frozen shoulder

Anatomical Impairment Functional Limitation Disability

Sulit mengambil Sulit beraktivitas

28
Joint Muscle barang tinggi yang melibatkan

Shoulder Kerja otot meningkat shoulder

dekstra

Stifness

Nyeri Spasme

Fleksibilitas Penurunan kekuatan

LGS otot

E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI

Pain, spasme, and joint stiffness e.c. frozen shoulder dekstra

Impairment

- Nyeri shoulder dekstra

- Penurunan lingkup gerak sendi shoulder dekstra

- Penurunan kekuatan otot regio shoulder dekstra

- Spasme m. upper trapezius

Functional Limitation

Pasien kesulitan dalam mengambil barang tinggi menggunakan tangan

kanan

Gerakan shoulder joint dekstra tidak full ROM

Disability

Pasien kesulitan dalam beraktivitas yang melibatkan shoulder dekstra

F. PROGNOSIS

Quo at Vitam : Bonam

Quo at Sanam : Bonam

29
Quo at Fungsionam : Bonam

Quo at Cosmeticam : Bonam

G. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI

1. Tujuan treatment

a) Jangka

Pendek

- Mengurangi nyeri

- Mengurangi spasme m. upper trapezius

- Meningkatkan lingkup gerak sendi shoulder dekstra

- Meningkatkan kekuatan otot regio shoulder joint dekstra

b) Jangka Panjang

Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa merasakan nyeri

dan kekakuan

2. Rencana tindakan

a) Teknologi Fisioterapi

 Ultrasound

Terapi dengan menggunakan gelombang suara tinggi dengan

frekuensi 1 atau 3 Mhz.

Indikasi : kondisi peradangan dan traumatik, adanya jaringan parut

kulit, kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan

lunak.

Kontraindikasi : jaringan yang baru sembuh, kehamilan, pada daerah

yang sirkulasi darahnya tidak kuat, tanda-tanda keganasan.

30
 Short Wave Diathermy

Terapi panas penetrasi dalam dengan menggunakan gelombang

elektromagnetik frekuensi 27,12 Mhz dan panjang gelombang 11 m.

Indikasi : kondisi peradangan dan sehabis trauma pada

muskuloskeletal, nyeri pada sistem muskuloskeletal, persiapan

latihan/senam.

Kontraindikasi : kehamilan, kecenderungan terjadi pendarahan,

gangguan sensibilitas, adanya logam di dalam tubuh.

 Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

Elektrikal stimulasi sistem saraf melalui permukaan kulit yang

memberikan efek berupa penurunan nyeri.

Imdikasi : trauma muskuloskeletal akut dan kronis, nyeri pasca

operasi, nyeri pasca melahirkan, nyeri akibat sindroma neuropatik.

Kontraindikasi : pasien dengan alat pacu jantung, gangguan

sensibilitas, penyakit vaskuler, kehamilan, adanya kecenderungan

pendarahan.

b) Terapi Latihan

 Pendulum Exercise

Terapi latihan menggunakan beban tubuh untuk meningkatkan

lingkup gerak sendi.

 Towel Stretch

Terapi latihan menggunakan handuk untuk meningkatkan lingkup

gerak sendi.

31
 Finger Walk

Terapi latihan dengan jari yang merambat di dinding berfungsi untuk

meningkatkan lingkup gerak sendi.

H. PELAKSANAAN FISIOTERAPI

Hari/tanggal Intervensi Persiapan Dosis

Selasa, 14 Short Persiapan Alat : F : 200 Hz

Januari 2020 Wave - Pastikan kabel alat telah terpasang I : sesuai

Diathermy dengan benar. toleransi

- Nyalakan alat dan panaskan 5-10 pasien

menit. T:

Persiapan Terapis kontrapla-

- Terapis terhindar dari barang nar

berbahan logam. T:8

- Terapis telah membersihkan menit

tangannya.

Persiapan Pasien

- Tes sensibilitas

- Pasien terhindar dari barang

berbahan logam.

Pasien diposisikan senyaman

mungkin.

Terapis meletakkan elektroda

pada shoulder dekstra.

Terapis mengatur waktu,

32
memencet tombol start dan

mengatur intensitas.

Transcuta- Persiapan Alat : F : 100 Hz

neus - Pastikan kabel alat telah terpasang I : sesuai

Electrical dengan benar. toleransi

Nerve - Nyalakan alat dan panaskan 5-10 pasien

stimulation menit. T : 2 pad

Persiapan Terapis T:8

- Terapis telah membersihkan menit

tangannya.

Persiapan Pasien

- Tes sensibilitas

Pasien diposisikan senyaman

mungkin.

Terapis meletakkan pad pada

deltoid anterior dan psoterior.

Terapis mengatur waktu,

memencet tombol start dan

mengatur intensitas.

Pendulum Pasien berdiri di samping meja F : setiap

Exercise Tangan yang sehat bertumpu di hari

meja I : sesuai

Tangan yang sakit menjuntai toleransi

Pasien menggerakkan badannya pasien

33
sehingga tangan yang sakit dapat T:

bergerak secara rotasi fleksibili-

tas

T:5

menit

Finger Pasien berdiri di depan dinding F : setiap

Walk Meletakkan jari-jarinya di dinding hari

Perlahan-lahan jari-jarinya I : sesuai

merambat ke atas di dinding. toleransi

pasien

T:

fleksibili-

tas

T:5

menit

Towel Pasien berdiri sambil memegang F : setiap

Stretch handuk hari

Handuk diletakkan di belakang I : sesuai

pasien kemudian pasien toleransi

menggerakkan handuknya ke atas pasien

bawah. T:

fleksibili-

tas

34
T:5

menit

Senin, 20 Short Sama seperti sebelumnya

Januari 2020 Wave

Diathermy

Ultrasound Persiapan Alat : F : 1 MHz

- Pastikan kabel alat telah terpasang I : sesuai

dengan benar. toleransi

- Nyalakan alat. pasien

Persiapan Terapis T:L

- Terapis telah membersihkan Probe

tangannya. T:4

Persiapan Pasien menit

- Tes sensibilitas

Pasien diposisikan senyaman

mungkin.

Terapis mengaplikasikan gel pada

shoulder dekstra.

Terapis mengaplikasikan probe

pada shoulder dekstra.

Terapis mengatur waktu, memulai

terapi sambil mengatur intensitas.

Pendulum Sama seperti sebelumnya

Exercise

35
Finger Sama seperti sebelumnya

Walk

Towel Sama seperti sebelumnya

Stretch

K. HASIL EVALUASI TERAKHIR

1. Pemeriksaan Nyeri

VAS T0 T1 T2

D 3 2 1

T 6 5 4

G 8 8 6

2. Pemeriksaan MMT

Muscle T0 T1 T2

Fleksor 3 3 3

Ekstensor 3 3 3

Endorotator 3 3 3

Eksorotator 4 4 4

Abduktor 3 3 3

Adduktor 3 3 3

36
3. Pemeriksaa Lingkup Gerak Sendi

T0 T1 T2

S 35◦ - 0◦ - 155◦ 35◦ - 0◦ - 155◦ 50◦ – 0◦ – 160◦

F 90◦ – 0◦ – 25◦ 90◦ – 0◦ – 25◦ 100◦ – 0◦ – 30◦

T 80◦ – 0◦ – 50◦ 80◦ – 0◦ – 50◦ 80◦ – 0◦ – 65◦

4. Spasme

T0 T1 T2

Ada spasme Berkurang namun Berkurang namun

masih ada masih ada

37
L. EDUKASI DAN KOMUNIKASI

- Pasien diminta melakukan terapi latihan seperti yang telah di ajarkan

oleh terapis ketika pasien di rumah

- Pasien belum boleh mengangkat barang berat menggunakan tangan

kanan

- Pasien melakukan latihan seperti bersisir, memakai dan melepas baju,

dan mengikat rambut

38
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Frozen shoulder atau sering disebut capsulitis adhesive adalah suatu

sindrom dengan serangkaian nyeri dan keterbatasan gerak aktif dan pasif.

Penyebab frozen shoulder sendiri tidak begitu dipahami. Dalam pendapat

lain frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri

bahu dan pembatasan lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan

berlanjut ke keterbatasan articular cartilage (Setyawan, 2014). Problem

fisioterapi pada kasus frozen shoulder yaitu nyeri, keterbatasan ROM pada

sendi bahu, spasme otot, serta gangguan aktifitas fungsional. Intervensi

yang diberikan berupa modalitas MWD, TENS dan terapi latihan ROM

excercise. Dari hasil evaluasi yang didapatkan pasien mengalami

peningkatan lingkup gerak sendi, penurunan rasa nyeri dan pengurangan

spasme.

B. Saran

Pada kasus frozen shoulder dalam pelaksanaannya sangat dibutuhkan

kerjasama antara terapis dan pasien agar tercapai hasil pengobatan yang

maksimal, selain itu hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Untuk fisioterapis

Dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan standar yang

telah berlaku agar mendapatkan hasil yang maksimal.

39
2. Untuk masyarakat

Bagi masyarakat umum agar lebih berhati-hati dalam melakukan

aktifitas sehari-hari untuk mencegah permasalahan yang telah

dijelaskan penulis pada pembahasan sebelumnya, dan apabila merasa

memiliki gejala yang tidak seharusnya maka bersegeralah

memeriksakan kondisi diri kepada tenaga medis agar mendapatkan

penanganan yang tepat.

3. Untuk pasien

Bagi pasien agar selalu melakukan latihan-latihan yang telah di

edukasikan oleh fisioterapi dan menghindari hal-hal yang dapat

memperberat kondisi yang dialami oleh pasien, agar mempercepat

proses penyembuhan sehingga pasien dapat melakukan aktivitas

sebagaimana mestinya.

40
DAFTAR PUSTAKA
A, Charles Rockwood. 2009. The Shoulder Fourth Edition. China : Saunders.

Apley, A. G., & Solomon, L. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley.

Edisi Ketujuh, Widya Medika, Jakarta.

C, Hand et all. 2008. Long-Term Outcome Of Frozen Shoulder. J Shoulder Elbow

Surg ; 321

Donatelli, R.A. 2012. Physical Therapy of The Shoulder; Edisi 5, Elsevier

Churachiil Livingstone.

G, Dewanto. 2009. Panduan Praktik Diagnosa dan Tatalaksana Penyakit Saraf.

Jakarta : EGG.

K, Stephen. 2015. Shoulder Joint Anatomy. 2015.

http://emedicine.medscape.com/article/18 99211-overview#showall.

Kuntono, H. P. 2004. Aspek Fisioterapi Syndroma Nyeri bahu dalam Kupas

Tuntas Frozen Shoulder.

Low, J., Reed, A., and Dyson, M., 2000. Electrotherapy Explained : Principles

and Practise; Third Edition, Butterworth Heinemann, London, hal. 222-224.

Mound. 2012. A Systematic Review And CostEffectiveness Analysis :

Management of Frozen Shoulder. Vol 16.

Nurdin, M dan Gani, M. 2013. Efektifitas Penggunaan Shoulder Wheel Pada

Frozen Shoulder.

Papalia, R., Torre, G., Papalia, G., Baums, M. H., Narbona, P., Di Lazzaro, V., &

Denaro, V. 2018. Frozen shoulder or shoulder stiffness from Parkinson

disease?. Musculoskeletal surgery, 1-5.

PRAFITRI, A. I. 2009. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA

KONDISI FROZEN SHOULDER CAPSULITIS ADHESIVE DEXTRA DI

41
RST DR. SOEDJONO MAGELANG (Doctoral dissertation, Univerversitas

Muhammadiyah Surakarta).

Prentice, WE. 2002. Therapeutic Modalities For Physical Therapists. 2nd ed.

America: The McGraw-Hill Companies, Inc

PUTRA, R. E. N., Suntoko, B., & Radityo, A. N. 2012. Hubungan Gangguan

Muskuloskeletal Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP dr. Kariadi

Semarang (Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran).

ROMADHONI, D. L. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen

Shoulder Akibat Capsulitis Adhesiva Sinistra Di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

S, Lynn. 2011. Clinical Kinesiology and Anatomy. Phladelphia : F.A Davis

Company.

Satoto, H. H. 2014. Patofisiologi penyakit jantung koroner. JAI (Jurnal

Anestesiologi Indonesia), 6(3), 209-224.

Setyawan, E. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Lansia Dengan Frozen

Shoulder Sinistra (Kiri) Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta (Doctoral

dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Sofianata, A. 2016. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

FROZEN SHOULDER E.C CAPSULITIS ADHESIVA SINISTRA DI

RST. dr. SOEDJONO MAGELANG.

Sujatno, et all, 2002, Sumber Fisis; Poltekkes Surakarta Jurusan Fisioterapi,

Surakarta, hal. 208-226

Suprawesta, L. 2017. Pelatihan Hold Relax dan Terapi Manipulasi Lebih

Meningkatkan Aktivitas Fungsional daripada Pelatihan Contract Relax dan

42
Terapi Manipulasi pada Penderita Frozen Shoulder. Gelora: Jurnal

Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 4(1), 24-31.

Varcin, L. 2013. Unlocking Frozen Shoulder New Paradigm of Treatment.

Balboa.

Wagola, T., & Widodo, A. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen

Shoulder Dekstra EC Capsulitis Adesiva Dengan Modalitas Infra Red (IR)

Dan Terapi Manipulasi Di RS. Aisyiyah Ponorogo (Doctoral dissertation,

Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Wijaya, A. W. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Frozen Shoulder

Sinistra EC Capsulitis Adhesiva Di Rsud Panembahan Senopati

Bantul (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

43

Anda mungkin juga menyukai