PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang akan diperoleh dari laporan ini adalah, sebagai berikut :
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Anatomi bahu terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot, dan biomekanik.
Tulang pembentuk bahu sebagai berikut :
a. Tulang scapula
Tulang scapula berbentuk pipih yang terletak pada aspek dorsal
thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang belakang,
acromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat melekatnya beberapa
otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks. Empat otot
rotator cuff yang berorigo pada scapula. Otot-otot tersebut adalah
supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan subscapularis (K,
Stephen, 2015).
b. Tulang clavicula
Tulang clavicula berbentuk “S” yang terhubung dengan scapula pada
sisi lateral dan manibrium pada sisi medial. Menahan scapula untuk
mencegah tulang humerus bergeser berlebih.
c. Tulang humerus
Tulang humerus terdiri dari caput humeri yang membuat persendian
dengan rongga glenoidalis scapula. Terdapat tuberositas terdapat
sulcus intertubercularis. Pada os. Humerus juga terdapat tuberositas
deltoid sebagai tempat melekatnya insersio otot deltoid. Pada bagian
distal humerus terdapat epikondilus lateral dan medial.
3
Gambar 2.1 Tulang pembetuk Bahu
(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
4
Gambar 2.2 Sendi penyusun Bahu
(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
5
b. Ligament Coracohumeral menempel dari sisi lateral procesus coracoid dan
c. Glenoid labrum adalah sebuah cincin yang tersusun dari jaringan fibrosa
yang padat. Kedalamannya rata-rata 2,5 mm, tapi labrum dapat menambah
kedalaman rongga articular. Walaupun labrum meningkatkan kedalaman
dan volume dari fossa glenoid, tetapi ini tidak meningkatkan stabilitas dari
sendi glenohumeral sabuk fibrosa yang mengelilingi tepi fossa glenoid.
6
Gambar 2.5 Glenoid Labrum
(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
7
(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
b. Otot deltoideus
Origo : Anterior : sepertiga antero lateral clavicula.
Medial : lateral acromion
Posterior : inferior spina scapula
8
c. Otot latissimus dorsi
Origo : prosesus spinosus dari T7-L5 via dorsolumbar fascia,
posterior sacrum, illium.
Insersio : medial inter tuberositas humerus
Fungsi : ekstensi, abduksi, internal rotasi humerus
9
Gambar 2.9 Otot Seratus Anterior
(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
f. Otot subscapularis
Origo : fossa subscapularis scapula
Insersio : tuberculus humeri
Fungsi : medial rotasi
10
Gambar 2.11 Otot Subscapularis
(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
a. Tulang
Sendi-sendi dalam kompleks bahu dibentuk oleh 4 tulang yaitu
humerus, scapula, clavicula, dan sternum. Sendi glenohumeralis
dibentuk oleh caput humeri dari tulang humerus dan cavitas
glenoidalis scapula, sedangkan acromioclavicularis joint dibentuk
oleh processus acromion dari tulang scapula dan ujung lateral dari
clavicula. Antara ujung sternal (medial) clavicula dan sternum
membentuk sendi sternoclavicularis. Tulang scapula pada bagian
anterior yang tertutup oleh otot subscapularis juga bersendi dengan
costa walaupun bukan sendi yang sebenarnya. Kemudian acromion
bersama dengan processus coracoideus dan ligamen coracoacromialis
membentuk atap bahu. Ruangan yang berada diantara atap bahu
dengan caput humeri membentuk ruangan subcromialis atau dikenal
dengan sendi suprahumeralis yang juga bukan merupakan sendi yang
sebenarnya.
11
Gambar 2.12 Tulang Pada Bahu
(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
b. Otot
Otot merupakan stabilisator dan penggerak aktif sendi. Pada sendi
bahu diperkuat oleh otot-otot rotator cuff (otot supraspinatus,
infraspinatus, subscapularis dan teres minor), otot pectoralis mayor,
teres mayor dan tendon biceps caput longum. Bagian atas diperkuat
oleh otot supraspinatus dan biceps caput longum, ke bawah oleh otot
triceps caput longum, di depan diperkuat oleh otot subscapularis dan
perpanjangan fibrous di kedua otot pectoralis mayor dan teres mayor
dan dibelakang diperkuat oleh otot infraspinatus dan teres minor. Otot
supraspinatus bersama-sama dengan otot deltoid middle berfungsi
sebagai penggerak utama saat gerakan abduksi. Otot deltoid anterior,
pectoralis major yang dibantu oleh otot coracobrachialis berfungsi
pada saat gerakan fleksi. Sedangkan pada saat gerakan adduksi
dilakukan oleh otot latissimus dorsi dan dibantu oleh otot teres major.
Otot infraspinatus dan teres minor berfungsi pada saat gerak rotasi
eksternal. Otot subscapularis (prime mover) yang dibantu oleh otot
12
teres major, otot pectoralis major berfungsi pada saat gerak rotasi
internal.
Otot-otot Penggerak Shoulder :
1. Fleksi.
a. M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo pada processus coracodeus scapula, berjalan
pada permukaan depan humerus sampai apda pertengahan
humerus bagian ventromedial
b. M. Biceps
Terdiri dari caput longum dan caput brevis. Caput logum
berorigo pada supraglenoidalis scapula dan caput brevis pada
processus scapula, berjalan dari sulcus intertubercularis dan
berinsertio pada tubersitas radii.
c. M. Brachialis
Berorigo pada ½ distal dataran anterior os humeri dan
berinsertio pada tubersitas ulna.
d. M. Deltoid
Otot ini terbagi 3 :
1) Pars Anterior : Berorigo pada extremitas acromioclavicula
1/3 lateral
2) Pars Posterior : Berorigo pada scapula bagian bawah
3) Pars Medial : Berorigo pada acromion bagian lateral
2. Ekstensi
a. M. Teres Mayor
Berorigo pada permukaan belakang angulus inferior scapula.
Insertio melekat pada crista tuberculi minoris humeri.
b. M. Latisimus Dorsi
Berorigo pada processus transversus vertebra Th5 – Th11.
Insertio berjalan convergen ke lateral atas dengan 1 tendo yang
melekat pada crista tuberculi minor humeri.
13
c. M. Triceps
Caput longum berorigo pada Tubersitas infraglenoidalis
scapula. Caput medial berorigo 1/3 medial distal facies
posterior humeri. Caput lateral berorigo pada facies posterior
dan lateral 1/3 proksimal humeri
3. Abduksi
a. M. Deltoideus
b. M. Supraspinatus
Origo 2/3 medial dari fossa supraspinatus. Insertio melekat
pada tubersitas Mayor Humeri
c. M. Seratus Anterior
Upper Part. Berorigo pada permukaan satu dan dua costa.
Insertio angulus medialis scapula
Midle Part. Berorigo pada costa 2 dan costa 3. Insertio
pada Margo Vertebralis scapula
Lower Part. Berorigo pada costa 4 dan costa 6. Insertio
angulus inverior pada bagian yang menghadap ke costa.
4. Adduksi
a. M. Pectoralis Mayor
b. M. Lasitimus Dorsi
c. M. Teres Mayor
5. Endorotasi
a. M. Infraspinatus
Berorigo pada 2/3 medial fossa infraspinatus. Insertio tubersitas
mayus humeri
b. M. Teres Minor
Berorigo pada permukaan dorsal scapula (2/3 atas margo
axillaris scapula). Insertio pada crista mayor humeri
6. Exorotasi
a. M. Supraspinatus
14
Berorigo pada 2/3 medial facies costalis scapula. Insertio pada
tuberculum minus humeri dan permukaan depan scapula
articulatio
b. M. Latissimus Dorsi
c. M. Pectoralis Mayor
d. M. Deltoideus
15
Glenohumeral Joint dibentuk oleh caput humeri yang bersendi
dengan cavitas glenoidalis yang dangkal. Glenohumeral joint termasuk
sendi ball and socket joint dan merupakan sendi yang paling bebas
pada tubuh manusia.
Caput humeri yang berbentuk hampir setengah bola memiliki area
permukaan 3-4 kali lebih besar daripada fossa glenoidalis scapula
yang dangkal sehingga memungkinkan terjadinya mobilitas yang
tinggi pada shoulder. Bagian atas kapsul sendi diperkuat oleh lig.
Coracohumeral dan bagian anterior kapsul diperkuat oleh 3 serabut
lig. Glenohumeral yang lemah yaitu lig. Glenogumeral superior,
middle, dan inferior. Ada 4 tendon otot yang memperkuat kapsul sendi
yaitu supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subscapularis.
Keempat otot tersebut dikenal dengan “rotator cuff muscle”, berperan
sebagai stabilitas aktif shoulder joint.
Selain rotator cuff muscle, stabilitas aktif sendi juga dibantu oleh
tendon caput longus biceps brachii. Rotator cuff muscle memberikan
kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus dan tendonnya membentuk
collagenous cuff di sekitar sendi shoulder sehingga membungkus
shoulder pada sisi posterior, superior, dan anterior. Ketegangan dari
rotator cuff muscle dapat menarik caput humerus ke arah fossa
glenoidalis sehingga memberikan kontribusi signifikan terhadap
stabilitas sendi (Anshar, 2011).
a. Osteokinematika Glenohumeral Joint
Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis pusat
caput humeri. Otot penggerak utama adalah m.deltoid anterior dan m.
Supraspinatus rentang 0˚ - 90˚ , untuk rentang 90˚ -180˚ dibantu oleh
m. Pectoralis mayor, m. Corachobracialis dan m. Biceps brachii. (A,
Charles Rockwood:2009). Gerakan ekstensi yaitu gerakan pada
bidang sagital menjahui posisi anatomis. Otot penggerak utama
adalah m. Latissimus dorsi dan m. teres mayor. Sedangkan pada
16
gerakan hiper ekstensi, fungsi m. Teres mayor digantikan m. Deltoid
posterior. Gerakan abduksi yaitu gerakan menjahui midline tubuh.
Bergerak pada bidang frontal. Otot penggerak utama m. Pectoralis
mayor dan m. Latissimus dorsi. (A, Charles Rockwood:2009).
Gerakkan adduksi yaitu gerakkan lengan ke medial mendekati
midline tubuh. Otot penggerak utama m. Pectoralis mayor, m. Teres
mayor, m. Latissimus dorsi. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakan
rotasi internal dengan arah gerakan searah axis longitudinal yang
mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama m. Subscapularis,
m. pectoralis mayor, m. teres mayor, m. latissimus dorsi, m. Deltoid
anterior. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakkan rotasi ekternal
adalah gerakan rotasi lengan searah axis longitudinal yang menjahui
midline tubuh. Otot penggerak utama m. Infraspinatus, m. Teres
minor, m. Deltoid posterior. (A, Charles Rockwood:2009).
Glenohumeral Joint atau shoulder joint adalah sendi proksimal
pada anggota gerak atas yang paling mobilitas dari sendi-sendi tubuh
manusia. Persendian ini mempunyai 3 DKG dan terjadi pada bidang
gerak dengan axis-axis sebagai berikut:
1) Axis transversalis, untuk mengontrol gerakan fleksi dan ekstensi
yang dilakukan pada gerakan sagital.
2) Axis antero-posterior, mengontrol gerakan abduksi yang adduksi
dilakukan pada bidang gerak frontal.
3) Axis vertikalis, berjalan melalui perpotongan bidang gerak fleksi
dan ekstensi yang dilakukan bidang gerak horizontal dengan
lengan dalam posisi abduksi 90o
4) Axis longitudinal humeri, untuk mengontrol gerakan endorotasi
dan exorotasi lengan (Anshar, 2011).
Gerakan-gerakan osteokinematikanya adalah:
1) Gerakan fleksi/ekstensi, terjadi pada bidang gerak sagital dengan
axis frontal:
17
a) Extensi: 45o - 50o
b) Fleksi: 180o
c) Otot yang bekerja pada gerakan fleksi adalah pectoralis
major, coracobrachialis, biceps brachii, dan deltoideus pars
anterior.
d) Otot yang bekerja pada gerakan ekstensi adalah teres major,
triceps brachii, deltoideus pars posterior, dan latissimus
dorsi.
2) Gerakan abduksi/adduksi
Abduksi adalah gerakan dari anggota gerak atas menjauhi
trunkus, yang terjadi pada bidang gerak frontal dengan axis
antero-posterior, dimana saat abduksi 180o, maka tangan akan
vertical di atas trunkus. Sedangkan adduksi adalah sebaliknya.
Gerakan abduksi/adduksi dimulai dengan posisi awal (Anshar,
2011):
a) Abduksi terjadi hingga 180o, sama dengan posisi fleksi 180o
b) Adduksi, dapat dilakukan dalam 2 posisi yaitu: kombinasi
adduksi + ekstensi, adduksi + fleksi
c) Otot yang bekerja pada gerakan abduksi adalah
supraspinatus dan deltoideus pars middle.
d) Otot yang bekerja pada gerakan adduksi adalah pectoralis
major, teres major, dan latissimus dorsi.
3) Gerakan Totalitas dari Gelang Bahu
Contoh gerakan-gerakannya adalah:
- Menyisir rambut
- Meletakkan tangan di belakang leher
b. Arthrokinematika Glenohumeral Joint
Pada sendi glenohumeral gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi-
adduksi terjadi karena rolling dan sliding caput humerus pada
fossa glenoid. Arah slide berlawana arah dengan shaft humerus.
18
Pada gerakkan fleksi shoulder caput humerus slide ke arah
posterior dan inferior, pada gerakan ekstensi slide ke arah anterior
dan superior. (A, Charles Rockwood:2009).
1) Sendi Glenohumeral
a) Permukaan konkaf dari fossa glenoidalis terletak pada bagian
atas margo lateral scapula, dimana permukaan tersebut
menghadap ke arah anterior, lateral dan atas yang akan
memberikan stabilitas pada persendian. Labrum glenoidalis
memliki pinggiran fibrokartilago untuk memperdalam fossa
agar kongruenitasnya bertambah.
b) Permukaan konveks dari caput humeri, dimana hanya sedikit
bagian dari caput humeri yang kontak dengan fossa cavitas
glenoidalis disepanjang waktu.
c) Saat terjadi gerakan fisiologis (angular) dari humeri maka
permukaan konveks akan menggelincir pada arah yang
berlawanan dengan humeri
d) Jika tulang humeri distabilisir dan scapula bergerak, maka fossa
cavitas glenoidalis akan menggelincir dalam arah yang sama
dengan gerakan scapula.
19
Abduksi Horizontal Anterior/depan
Adduksi Horizontal Posterior/belakang
Bahu merupakan bagian tubuh yang memiliki banyak gerakan serta dapat
mengalami gangguan akibat trauma, usia maupun posisi yang salah. Salah satu
gangguan yang dapat terjadi pada bahu adalah frozen shoulder atau dikenal juga
sebagai capsulitis adhesive merupakan salah satu manifestasi nyeri yang sering
terjadi pada daerah bahu. Frozen Shoulder atau bahu beku hanya digunakan untuk
penyakit yang sudah diketahui dengan baik yang ditandai oleh rasa nyeri dan
kekakuan yang progresif pada bahu (Mutaqin, Wawan Ridwan dan Ninik Nur
Hidayah. 2016). Frozen Shoulder, atau perekat capsulitis, menggambarkan kondisi
bahu umum yang dicirikan dengan rentang gerak aktif dan pasif yang menyakitkan
dan memiliki ROM yang terbatas (Kelley et all. 2009).
Gangguan bahu bisa disebabkan oleh adanya peningkatan imobilitas. Imobilisasi
atau imobilitas merupakan ketidakmampuan transfer atau berpindah posisi atau tirah
baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomik tubuh menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologi (Gilang, 2007 dalam Sulidah dan Susilowati, 2017).
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah pada lansia. Menurut Zelika
(2010) akibat yang ditimbulkan antara lain infeksi saluran kemih, sembelit, infeksi
paru, gangguan aliran darah, dekubitus, atropi otot, dan kekakuan sendi. Masalah-
masalah tersebut dapat berakibat serius bagi lansia, bahkan dapat berakhir dengan
kematian. Imobilisasi juga sering mengakibatkan timbulnya komplikasi berupa
osteoporosis, dekubitus, gangguan keseimbangan nitrogen, konstipasi, kelemahan,
dan perubahan psikologik (Sulidah dan Susilowati, 2017).
20
pasif yang signifikan, dengan ketiadaan kelainan intrinsik didalam bahu”. Pasien
yang mengalami frozen shoulder tipikal nya mengalami kekakuan pada bahu yang
muncul tiba-tiba, rasa nyeri parah yang biasanya muncul dimalam hari, dan rotasi
ekternal bahu aktif maupun pasif yang hampir atau seluruhnya hilang. ( Brue S,
2007 )
Proses Frozen shoulder dapat dibagi menjadi: (1) serangan terjadi 0-3 bulan,
nyeri saat gerak aktif dan pasif, keterbatasan pada gerak fleksi, abduksi, internal
rotasi dan eksternal rotasi.(2) tahap freezing serangan terjadi 3-9 bulan,
merupakan tahapan yang paling nyeri pada gerak aktif maupun pasif, terlihat
nyata adanya ketebatasan pada gerak fleksi, abuksi, internal rotasi an eksternal
21
rotasi. (3) tahap frozen serangan terjadi 9-15 bulan, nyeri pada akhir gerakan,
terdapat kekakuan saat akhir gerakan. (4) tahap thawing serangan terjadi 15-24
bulan, pada tahap ini nyeri akan berkurang dan lingkup gerak sendi akan
meningkat normal (Kelley et al, 2009)
Frozen shoulder adalah istilah yang merupakan wadah untuk semua gangguan
pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup gerak.
Pembatasan lingkup gerak sendi bahu akibat gangguan miofasial sering
dimasukkan dalam frozen shoulder. Dalam wadah tersebut ditampung juga
bursitis subacromialis, tendinitis subscapularis, tendinitis bicipitalis, yang
sebenarnya lebih tepat bila digolongkan ke dalam kelompok periartritis
humeroscapularis (Sidharta, 1983).
22
seperti menyisir rambut, menggosok gigi, mengambil dompet disaku belakang. (
Mayo Clinic, 2007 ) Kapsul pada sendi bahu menebal disertai infiltrat inflamasi
kronis yang ringan dan terdapat fibrosis. ( Gilliand B, 2001 )
23
Nyeri akut biasanya mulainya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam
bulan
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau
cedera spesifik. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting
bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya
menjadi masalah dengan sendirinya.
c. Penurunan Kekuatan Otot
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran mengangkat lengan
dan pemeriksaan tes khusus dengan pasien melakukan gerakkan konpensasi
dengan shrugging mechanism.
d. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
Ditandai dengan adanya keterbatasan LGS glenohumeral pada semua
gerakkan baik aktif atau pasif. Keterbatasan gerak menunjukkan pola
spesifik pola kapsular.
e. Gangguan Aktivitas Fungsional Dengan beberapa adanya tanda dan gejala
klinis yang ditemukan pada pasien frozen shoulder seperti adanya nyeri,
keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot maka secara langsung akan
memengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani.
24
2.8 Pengukuran Kekakuan pada Bahu
1. Apley Test
Prosedur: Posisi shoulder yaitu eksternal rotasi dan abduksi, pasien
diminta menggaruk daerah sekitar angulus medialis scapula dengan tangan
sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada penderita frozen
shoulder akibat capsulitis adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan
ini. Bila pasien tidak dapat melakukan karena adanya nyeri maka ada
kemungkinan terjadi tendinitis rotator cuff. Pada pemeriksaan ini
didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu menyentuh angulus
medialis scapula kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah bahu
kirinya. Selanjutnya, internal rotasi dan adduksi, pasien diminta untuk
menyentuh angulus inferior scapula dengan sisi kontralateral, bergerak
menyilang punggung. Pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis
adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Pada pemeriksaan ini
didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu menyentuh angulus
inferior scapula kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah bahu
kirinya (Setyawan, Eko. 2014)
25
2.9 Intervensi
26
vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran
pembuluh darah sehingga jumlah panas diratakan keseluruhan
jaringan lewat sirkulasi darah. keadaan sirkulasi darah yang
meningkat, maka pemberia nutrisi dan oksigen jaringan akan
meningkat pula, sehingga pemeliharaan jaringan menjadi
lebih baik dan perlawanan terhadap radang juga baik.
b. Pengaruh terhadap jaringan otot
Kenaikan temperatur membantu terjadinya relaksasi otot,
pemanasan juga akan mengaktifkan terjadinya pembuangan
metabolisme.
c. Meningkatkan temperatur tubuh
Penyinaran infrared akan memanasi jaringan superfisial,
kemudian diteruskan ke seluruh tubuh, maka selain terjadinya
pemerataan panas juga akan terjadi penurunan tekanan darah
sistemik oleh adanya panas yang akan merangsang pusat
pengatur panas tubuh untuk meratakan panas yang terjadi
dengan jalan dilatasi bersifat general.
2) Efek Terapeutik
a. Mengurangi rasa sakit
Mild heating menimbulkan efek sedatif superfisial sensoris
nerve ending, strong heating dapat menyebabkan counter
irritation yang akan menimbulkan pengurangan nyeri. Dengan
sirkulasi darah yang lancer maka zat “P” yang merupakan salah
satu penyebab nyeri akan ikut terbuang.
b. Relaksasi otot
Relaksasi otot mudah dicapai bila jaringan otot dalam
keadaan hangat dan rasa sakit menghilang.
c. Meningkatkan suplai darah
27
Kenaikan temperatur yang terjadi akan menimbulkan
vasodilatasi pembuuh darah. hal ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan sirkulasi darah pada jaringan yang
diterapi. d. Membuang zat-zat sisa hasil metabolisme
Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula
gudoifera di seluruh badan, sehingga dengan demikian akan
meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolism melalui
keringat.
Hal yang perlu diwaspadai pada terapi ini adalah risiko kulit yang
terbakar, sakit kepala, dan cedera pada mata. (Prentice, W.E., 2009).
Prosedur aplikasi :
1. Persiapan alat
2. Persiapan posisi pasien diatur senyaman mungkin dan
disesuaikan dengan daerah yang akan diobati. Pasien tidur
tengkurap dengan daerah bahu terbebas dari pakaian. Perlu
pula diberitahukan kepada penderita mengenai derajat
panas yang semestinya dirasakan, yaitu perasaan hangat
yang nyaman (comfortable) serta dapat ditahannya selama
berlangsungnya pengobatan.
3. Pemasangan lampu pada penderita. Pada dasarnya metode
pemasangan lampu diatur sedemikian rupa sehingga sinar yang
berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap jaringan yang
diobati, jarak penyinaran lampu antara 35-45 cm. Teknik
pelaksanaan radiasi waktu penyinaran berkisar antara 10-20
menit dan ini tergantung pada toleransi serta kondisi penyakitnya
disini waktu terapi yang digunakan adalah 10 menit.
b. Ultrasound
Pada dasarnya terapi ultrasound dapat digunakan pada keadaan
akut sampai dengan kronis. Pada keadaan akut diperlukan terapi
28
dengan frekuensi yang sering dan durasi yang singkat, sedangkan
pada keadaan kronis diperluakan terapi dengan frekuensi yang lebih
jarang akan tetapi dengan durasi terapi yang lebih lama. Penggunaan
ultrasound terapi pada jam jam awal setelah cedera atau dalam waktu
48 jam setelah cedera meningkatkan kecepatan penyembuhan cedera.
Kondisi akut cedera pada umumnya memerlukan terapi satu sampai
dua kali sehari selama 6 sampai 8 hari sampai nyeri dan
pembengkakan berkurang. Pada kondisi cedera kronis terapi dapat
dilakukan dua hari sekali selama 10 sampai 12 kali. Secara khusus,
terapi ultrasound dapat dipergunakan pada keadaan keadaan berikut :
a. Spasme otot yang merupakan keadaan ketegangan dan
kontraksi otot yang berlangsung terus menerus sehingga
timbul rasa nyeri. Kontraktur otot yang diakibatkan oleh
keteganagan otot dapat diatasi dengan ultrasound karena
ultrasound memiliki efek meningkatkan kelenturan jaringan
sehingga meningkatkan jangkauan gerak.
b. Kompresi akar saraf dan beberapa jenis neuritis (radang
saraf) karena peningkatan aliran darah dari jaringan yang
dipanaskan dengan terapi ultrasound dapat mempercepat
penyembuhan jaringan.
c. Tendinitis (peradangan tendon)
d. Bursitis (peradangan bursa yang merupakan kantong berisi
vcairan yang berada diantara tendon dan tulang.
e. Herniasi diskus yang merupakan keadaan bocornya cairan
diskus intervertebral sehingga dapat menjepit saraf spinal.
Pada keadaan ini, terapi ultrasound ditujukan pada spasme
otot yang dipersarafi.
f. Sprain yang merupakan laserasi pada ligamen sendi.
g. Kontusi yang merupakan cedera pada jaringan dibawah kulit
tanpa adanya perlukaan kulit.
29
h. Whiplash yang merupakan cedera pada leher akibat gerakan
yang mendadak.
i. Cedera rotator cuff yang merupakan cedera pada otot dan
tendon yang menghubungkan ihumerus dengan scapula.
Tendon pada rotator cuff biasanya kuat akan tetapi dapat
mengalami robekan dan peradangan akibat penggunaan yang
berlebihan, proses penuaan ataupun trauma mekanis akibat
benturan.
j. Frozen shoulder (bahu beku) dengan gejala nyeri bahu dan
kekakuan yang diakibatkan oleh cedera atau arthritis. Pada
keadaan ini, terapi ultrasound dapat mengurangi kekakuan
dan meningkatkan jangkauan gerak sendi.
30
beraktivitas seperti semula. Sebagian besar gejala memerlukan terapi
selama beberapa episode tergantung evaluasi klinis dari terapis.
Kemajuan terapi dapat dinilai dengan menggunakan skala nyeri atau
goniometer, yang merupakan alat untuk mengukur jangkauan gerak
sendi (Arovah, Novita Intan. 2007)
2.9.2 Terapi Latihan
a. Wall Climb Exercise
Wall climbing adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan
Range Of Motion (ROM). Pelaksanaan yaitu dengan Menginstruksikan
klien untuk berdiri di depan dinding, letakan telapak tangan klien di
dinding, dan instruksikan klien untuk perlahan-lahan jalankan jari-jari
keatas dinding, lanjutkan bahu hingga terenggang maksimum, tahan 8
detik selama 5 set latihan. Dilakukan 1x sehari
b. ROM Exercise
Lingkup Gerak Sendi adalah teknik dasar yang digunakan untuk
pemeriksaan gerak serta untuk memasukkan gerak ke dalam program
intervensi terapeutik. Gerakan yang diperlukan untuk melakukan
aktivitas fungsional dapat dianggap, dalam bentuknya yang palinh
sederhana, sebagai gaya otot atau eksternal yang menggerakkan tulang
dalam berbagai pola atau lingkup gerak sendi (Kisner, Carolyn dan
Lynn Allen Colby. 2016) Jenis-jenis Latihan ROM yaitu:
ROM Pasif. ROM Pasif (PROM) adalah gerak segmen tubuh
dalam ROM yang tidak dibatasi dan dihasilkan oleh gaya
eksternal; hanya ada sedikit kontraksi otot volunteer atau
bahkan tidak ada. Gaya eksternal dapat berasal dari gravitasi,
mesin, orang lain, atau bagian tubuh lain dari individu itu
sendiri. PROM tdak sama dengan peregangan pasif.
31
ROM Aktif. ROM aktif (AROM) adalah gerak segmen tubuh
dalam ROM yang tidak dibatasi yang dihasilkan oleh
kontraksi aktif otot yang melintasi sendi tersebut.
ROM Aktif-Asistif. ROM aktif-asistif (A-AROM) adalah
jenis AROM dnegan bantuan yang diberikan secara manual
atau mekanik oleh gaya luar karena otot penggerak utama
membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan gerakan
(Kisner, 2016).
32
BAB III
METODE PENELITIAN
33
merupakan data yang digunakan untuk menunjukkan bagian spesifik
yang tidak nyaman dari tubuh.
3.2.2 Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu pengumpulan data dengan cara
tanya jawab antara terapis dengan sumber data, dengan dilakukannya
tanya jawab diharapkan akan memperoleh informasi tentang penyakit
dan keluhan yang dirasakan oleh sumber data.
3.2.5 Planning
Rencana jangka pendek dan jangka panjang yang diberikan
fisioterapi untuk meningkatkan kemampuan fungsional.
3.2.6 Intervensi
Penatalaksanaan fisioterapi untuk meningkatkan aktivitas
fungsional melalui modalitas alat berupa infrared, Ultrasound dan
ROM exercise.
3.2.7 Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah klien mengalami
peningkatan setelah diberikan terapi atau terapi yang diberikan
34
berguna bagi penyembuhan klien dengan melakukan pemeriksaan
seperti pada awal pemeriksaan, untuk kemudian dibandingkan.
35
BAB IV
Identitas Klien
Nama : Komang Martiani
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status Keluarga : Menikah
Pekerjaan : Petani
No Pertanyaan Ya/Tidak
1 Apakah saudara merasa berat di bagian kepala ? Tidak
2 Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan ? Tidak
3 Apakah kaki saudara merasa berat ? Ya
4 Apakah saudara menguap ? Tidak
5 Apakah pikiran saudara merasa kacau ? Tidak
6 Apakah saudara merasa mengantuk ? Tidak
7 Apakah saudara merasa ada beban pada mata ? Tidak
8 Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam Tidak
bergerak ?
9 Apakah saudara merasa sempoyongan dalam berdiri ? Tidak
10 Apakah ada perasaan ingin berbaring ? Tidak
11 Apakah saudara merasa susah berpikir ? Tidak
12 Apakah saudara merasa lelah untuk berbicara ? Tidak
13 Apakah perasaan saudara menjadi gugup ? Tidak
14 Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi ? Tidak
15 Apakah saudara tidak dapat memusatkan perhatian Tidak
36
terhadap sesuatu ?
16 Apakah saudara mempunyai kecendrungan untuk lupa ? Tidak
17 Apakah saudara merasa kurang percaya diri ? Tidak
18 Apakah saudara merasa cemah terhadap sesuatu ? Tidak
19 Apakah saudara merasa tidak dapat mengontrol sikap ? Tidak
20 Apakah saudara merasa tidak tekun dalam pekerjaan ? Tidak
21 Apakah saudara sakit kepala ? Tidak
22 Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu ? Ya
23 Apakah saudara merasa nyeri di bangian punggung ? Tidak
24 Apakah nafas saudara merasa tertekan ? Tidak
25 Apakah saudara merasa haus ? Tidak
26 Apakah saudara merasa serak ? Tidak
27 Apakah saudara merasa pening ? Tidak
28 Apakah kelopak mata saudara merasa kejang ? Tidak
29 Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor) ? Tidak
30 Apakah saudara merasa kurang sehat ? Tidak
37
8 Sakit pada pantat (buttock) A
9 Sakit pada pantat (Buttom) A
Gambar 4.1 Penampang
10 Sakit pada siku kiri A
Nordic Body Map
11 Sakit pada siku kanan A
12 Sakit pada lengan bawah kiri A
13 Sakit pada lengan bawah A
kanan
14 Sakit pada pergelangan A
tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan A
tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri A
17 Sakit pada tangan kanan A
18 Sakit pada paha kiri A
19 Sakit pada paha kanan A
20 Sakit pada lutut kiri C
21 Sakit pada lutut kanan C
22 Sakit pada betis kiri A
23 Sakit pada betis kanan A
24 Sakit pada pergelangan kaki A
kiri
25 Sakit pada pergelanagn kaki A
kanan
26 Sakit pada kaki kiri A
27 Sakit pada kaki kanan A
38
FORM PEMERIKSAAN FISIOTERAPI
ASSESMENT
DIAGNOSA UMUM
Identitas Klien
Nama : Komang Martiani
Umur : 47 tahun
Status : Menikah
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Bebandem
Pekerjaan : Petani
Hobi :-
Agama :-
ANAMNESA KHUSUS
Keluhan Utama
Nyeri dan kaku pada bahu kanan
39
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sosial
PEMERIKSAAN UMUM
Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Pernafasan : 20 nafas/menit
Temperatur : 36,5oC
Tinggi badan :-
Berat Badan :-
Inspeksi
Statis : Bahu asimetris, bahu kanan lebih tinggi, tidak ada raut wajah kesakitan
Dinamis : Saat menggerakan bahu nampak raut wajah kesakitan , shoulder
protraksi, spine curva dalam batas normal
Palpasi
40
- Tonus: Hypertonus
Perkusi
Tidak Dilakukan
Auskultasi
Tidak Dilakukan
Kemampuan Fungsional
PEMERIKSAAN SPESIFIK
- Tes Apley (+)
- Tes Mosley (+)
- ROM
- Abduksi : 800
- Adduksi : 60º
- Fleksi : 900
- Ekstensi :50º
- Internal Rotasi : 45º
- Eksternal Rotasi:45º
DIAGNOSA MEDIS
Frozen Shoulder
41
DIAGNOSA FISIOTERAPI
PLANNING
INTERVENSI
Modalitas
- IR :
Frekuensi : 1 kali
Intensitas : 30 cm
Time : 10 menit
Tipe : Luminous
- Ultrasound :
Frekuensi : 1 kali
Intensitas : 2 MHz
Time : 5 menit
Tipe : Continous
Terapi latihan
- ROM Exercise
42
- Wall Climbing Exercise
EVALUASI
Peningkatan ROM
- Abduksi : 900 (meningkat 10º)
- Adduksi : 60º
- Fleksi : 1000 (meningkat 10º)
- Ekstensi :50º
- Internal Rotasi : 45º
-
Eksternal Rotasi:45º
EDUKASI
Latihan ROM excersie dan wall climb exercise secara aktif di rumah
43
Berdasarkan pertanyaan nomor 11-20 menggambarkan kondisi motivasi
klien sangat baik karena dari 10 item pertanyaan, klien tidak mengeluh adanya
gangguan.
Bedasarkan pertanyaan 21-30 menggambarkan kondisi fisiologis pada
klien, dari 10 item pertanyaan klien hanya merasakan kaku pada bagian bahunya.
Jadi dapat disimpulkan dari data kuesioner kelelahan umum dengan 30 item
pertanyaan klien dalam keadaan baik.
Dilihat dari gambar Nordic Body Map dapat diketahui bahwa Komang
Martiani merasa sangat sakit pada bagian bahu sebelah kanan, dan merasakan
sakit pada bagian kedua lututnya.
4.2.3 Assesment
Klien datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada bagian bahu kanan.
Klien mengalami keterbatasan saat melipat tangan (lengan) ke arah belakang dan
saat mengangkat tangannya. Klien belum pernah berobat ke dokter dan tidak
sedang mengkonsumsi obat-obatan. Klien sudah merasakan sakit pada bahu
kanannya sejak satu tahun yang lalu. Nyeri yang dirasakan oleh klien ada saat
pagi hari dan pada saat cuaca dingin. Pada pemeriksaan umum yang kami
melakukan pemeriksaan secara inspeksi yang dilakukan dengan cara melihat klien
secara langsung untuk mengidentifikasi tanda-tanda dari keluhan yang dialami
oleh klien. Pada saat klien duduk terlihat bahu klien asimetris yaitu pada bagian
kanan lebih tinggi. Dan pada saat bahu digerakan raut muka klien tampak
menahan rasa sakit. Kami juga melakukan pemeriksaan secara palpasi yaitu
dengan cara meraba, menekan, dan meraba bagian bahu klien untuk mengetahui
apakah ada bengkak atau spasme pada otot disekitar bahu. Pada saat dilakukan
penekanan pada area bahu klien mengeluh nyeri ketika ditekan. Klien juga
44
mengalami keterbatasan pada saat melakukan aktivitas fungsionalnya seperti pada
saat mandi dan menyisir rambut.
4.2.7 Planning
4.2.8 Intervensi
45
1. Infra Merah
Infra merah merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang
mempunyai frekuensi 7 x 1014 – 400 x 1014 Hz dan panjang gelombang 700
– 15.000 nm. Infra merah digunakan untuk memberi efek thermal sehingga
membantu proses vasodilatasi baik digunakan sebelum persiapan
diberikannya Ultrasound dan terapi latihan yang akan dilatih oleh terapis.
prosedur penggunaan IR sebagai berikut:
- Posisikan klien miring dengan nyaman di bed.
- Kemudian lepaskan pakaian di sekitar pinggang dan pantat.
- Terapis memberikan sinar IR dengan jarak 30 cm dengan durasi 5
menit dan posisi IR tegak lurus dengan objek yang dituju.
2. Ultrasound
Ultasound digunakan dengan metode longitudinal agar mendapatkan efek
panas yang merata pada seluruh area yang menjadi target terapi, mencapai area
yang lebih luas dan penyerapan gelombang ultrasound lebih optimal. Prosedur
penggunaan Ultrasound sebagai berikut:
46
Terapi latihan merupakan salah satu usaha pengobatan fisioterapi yang
pelaksanaannya menggunakan latihan–latihan gerakan tubuh baik secara aktif
maupun pasif untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera atau
penyakit tertentu yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Prosedur
pelaksanaan ROM Exercise sebagai berikut :
4.2.9 Evaluasi
Setelah diberikan intervensi berupa modalitas infra red dan ultrasound, serta
terapi latihan ROM exercise dan wall climb exercise terjadi peningkatan lingkup
gerak sendi pada bahu yaitu Abduksi 90º (meningkat 10º) dan Fleksi 100º
(meningkat 10º)
4.2.10 Edukasi
Edukasi diberikan kepada klien untuk dilakukan di rumah atau home program
guna menunjang keberhasilan terapi dan mencegah keluhan datang kembali.
47
Edukasi sangat penting diberikan kepada klien. Edukasi yang diberikan antara
lain:
a) Dapat latihan dengan cara telapak tangan yang dikeluhkan menempel
ke tembok atau dinding rumah dan gerakkan ke atas secara perlahan.
Latihan ini biasa disebut Wall Climbing.
b) Latihan gerakan ROM aktif pada bahu yang dikeluhkan secara mandiri
48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada klien ibu Komang Martiani yang mengalami
keluhan nyeri dan kekakuan pada bahu kanan, dan kemudian diberikan tindakan
fisioterapi berupa Ultrasound, Infrared, Aktif ROM Exercise, Wall Climb exercise
pada klien, terjadi peningkatan ROM pada bahu yaitu pada gerak aktif abduksi 90º
(meningkat 10º), dan pada gerak aktif fleksi 100º (meningkat 10º) . Edukasi yang
diberikan kepada klien untuk dilakukan di rumah atau home program guna
menunjang keberhasilan terapi dan mencegah keluhan datang kembali yaitu latihan
ROM aktif exercise dan Wall Climbing exercise secara mandiri.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat penulis berikan sebagai berikut
1. Mahasiswa lebih meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
pemberian pelayanan serta penanganan kasus.
2. Mahasiswa lebih peduli terhadap status kesehatan klien baik sebelum dan
sesudah mendapatkan pelayanan fisioterapi.
3. Masyarakat lebih kooperatif dan mendukung kelancaran kegiatan
KINEMATIKA X.
49
DAFTAR PUSTAKA
50
Mutaqin, Wawan Ridwan dan Ninik Nur Hidayah. 2016. Pengaruh Senam Bahu
Terhadap Intensitas Nyeri Dan Kemampuan Kemandirian Aktivitas
Fungsional Pada Pasien Frozen Shoulder. Diakses pada tanggal 19 Februari
2019.
Physical Therapy in the management of frozen shoulder Hui Bin Yvonne Chan, Pek
Ying Pua, Choon How How Singapore Med J 2017; 58(12): 685-
689Diagnosis and clinical assessment of a stiff shoulder Alison Armstrong
Shoulder and Elbow 2015, vol.7(2) 128-134
Prentice, W.E. 2009. Therapeutic Modalities fof Physical Therapist (2nd ed). USA :
The McGraw-Hill Companies. New York http://www/ligben/com E-book.
S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy. Phladelphia : F.A Davis Company ;
2011
51
LAMPIRAN
52
Gambar 3. Proses Intervensi klien Ibu Martiani
53
Gambar 5. Proses Intervensi klien Ibu Martiani
54