Anda di halaman 1dari 37

REFLEKSI KASUS JANUARI 2019

NEGLECTED POSTERIOR DISLOKASI


ELBOW JOINT DEXTRA

Oleh :
HENNI WIDIA ASTUTI
N 111 17 063

PEMBIMBING KLINIK
dr. HARRIS TATA, M.Kes., Sp.OT

DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Ekstremitas (anggota gerak) mempunyai fungsi lokomotoris. Dibedakan


antara ekstremitas atas dan bawah karena manusia sebagai insan yang berdiri tegak
memerlukan anggota gerak bawah yang kokoh, sedangkan anggota gerak atas
mempunyai fungsi halus, sehingga bentuk dan susunan anggota gerak yang terdiri
dari tulang/otot dan persendian mempunyai gerakan yang berbeda pula sesuai dengan
fungsi tiap bagian tersebut. Ekstremitas superior dapat dianggap sebagai pengungkit
bersendi banyak yang dapat bergerak bebas pada tubuh melalui articulatio humeri.
Ekstremitas superior dapat dibagi menjadi bahu (hubungan antara tubuh dan lengan
atas), lengan atas, siku, lengan bawah, region carpalis dan tangan. 1,10
Siku merupakan salah satu sendi yang paling stabil di tubuh manusia. Koneksi
yang dekat dari ulnohumeral dan sambungan capitulo-radial menghasilkan rentang
gerak yang tinggi pada siku yang berkaitan dengan ekstensi dan fleksi serta pronasi
dan supinasi lengan bawah. Siku adalah yang lokasi dislokasi kedua yang paling
sering terkena pada orang dewasa. Kejadian tahunan dislokasi yaitu 6,1 per 100.000
populasi. Dislokasi siku merupakan 10-25% dari semua cedera siku dan lebih sering
terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak. Mayoritas dislokasi siku tanpa terkait
fraktur periartikular dapat dikelola dengan reduksi tertutup akut. Cedera pada sendi
dapat mengenai bagian permukaan tulang yang membuat persendian dan tulang
rawannya, ligamen atau kapsul sendi rusak. Darah dapat mengumpul di dalam simpai
sendi yang disebut hemartrosis. 2,3,9,19
Dislokasi sendi siku lama yang diabaikan hanya ditemukan di negara-negara
berkembang dalam jumlah yang signifikan, sedangkan sangat sedikit di negara-
negara maju. Hal ini merupakan tantangan besar bagi ahli bedah ortopedi di negara
berkembang. Pasien-pasien ini datang terlambat dengan sangat sedikit rentang gerak
siku untuk aktivitas hidup sehari-hari dan karenanya pengobatan mereka menjadi
wajib. Waktu sejak cedera dan usia pasien akan menentukan cara pengobatan. 2, 11

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
1. Anatomi Radius
Radius adalah tulang lateral lengan bawah. Ujung atasnya bersendi
dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan ulna pada articulatio
radioulnaris proximal. Ujng distalnya bersendi dengan os scaphoideum dan
lunatum pada articulatio radio carpalis dan dengan ulna pada articulatio
radioulnaris distalis.10
Pada ujung atas radius terdapat caput yang berbentuk bulat kecil.
Permukaan atas caput cekung dan bersendi dengan capitulum humeri yang
cembung. Corpus radii berlainan dengan ulna, yaitu lebih lebar dibawah
dibandingkan dengan bagian atas. Corpus radii berlainan di sebelah medial
mempunyai margo interossea yang menghubungkan radius dan ulna. Pada
ujung bawah radius terdapat processus styloideus yang menonjol ke bawah
dari pinggir lateralnya. 10

Gambar. Tulang Radius 4

3
2. Anatomi Ulna
Ulna merupakan tulang medial lengan bawah. Ujung atasnya bersendi
dengan humerus pada articulation cubiti dan dengan caput radii pada
articulation radioulnaris proximal. Ujung distalnya bersendi dengan radius
pada articulation radioulnaris distalis, tetapi dipisahkan dari articulation
radiocarpalis dengan adanya facies articularis. Ujung atas ulna besar, dikenal
sebagai processus olecranii, bagian ini membentuk tonjolan pada siku.
Processus ini mempunyai incisura dipermukaan anteriornya, incisura
trochlearis, yang bersendi dengan trochlearis humeri. Dibawah trochlea
humeri terdapat processus coronoideus yang berbentuk segitiga dan pada
permukaan lateralnya terdapat incisura radialis untuk bersendi dengan caput
radii. 10

Gambar. Tulang Ulna 4

4
3. Anatomi Humerus
Ujung atas humerus mempunyai sebuah caput yang berbentuk sekitar
sepertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapulae.
Tepat dibawah caput humeri terdapat collum anatomicum, dibawahnya
terdapat tuberculum majus dan minus yang dipisahkan satu sama lain oleh
sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri
terdapat penyempitan yang disebut collum chirurgicum, lalu terdapat
tuberositas deltoidea yang dibelakang dan bawahnya terdapat sulcus spiralis
yang ditempati oleh nervus radialis. 10
Ujung bawah humerus mempunyai epycondylus medialis dan lateralis
untuk tempat melekatnya musculi dan ligament, capitulum humeri yang bulat
bersendi dengan caput radii, dan trochlea humeri yang berbentuk katrol untuk
bersendi dengan incisura trochlearis ulnae. Diatas capitulum humeri terdapat
fossa radialis, yang menerima caput radii pada saat siku di fleksikan.
Dianterior, diatas trochlea terdapat fossa coronoidea, yang selama pergerakan
yang sama menerima processus coronoideus ulnae. Diposterior, diatas
trochlea, terdapat fossa olecrani yang bertemu dengan olecranon pada waktu
sendi siku pada keadaan ekstensi. 10

5
Gambar. Tulang Humerus 4

4. Anatomi Sendi Siku


Siku merupakan salah satu sendi yang paling stabil di tubuh manusia.
Struktur tulang, kapsul sendi, serta adanya ligamen lateral dan medial ulnar
memungkinkan kontrol gerak langsung dan stabilitas tinggi. Kompartemen
sendi radialulo-radial juga mengandung struktur ligamen. Kepala radial
dikelilingi oleh ligamen annular yang menahan kepala radial pada tempatnya
dan memungkinkn membuat gerakan rotasi. Ligamentum annular melingkupi
kepala radial dan memasukkan ulna ke arah punggung dan palmar. Bagian
dari ligamentum annular yang terletak di atas LUCL berjalan ke epicondylus
dan bentuk humerus lateral Ligamentum Kolateral Lateral (LCL). Tulang dan
ligamen dianggap faktor penstabil statis dan primer. 19

6
Articulatio Cubiti merupakan suatu articlatio composite, dengan
humerus, radius dan ulna yang beratikulasi pada tiga sendi parsial, yaitu : 4
1) Articulatio humeroulnaris : sendi engsel dengan trochlea humeri yang
membentuk bola dan incisura trochlearis ulna yang membentuk lekuk
2) Articulatio humeroradialis : sendi ball dan socket multiaksial yang
melibatkan capitulum humeri (ball) dan fovea articularis radius (socket)
3) Articulatio radioulnaris proksimal : sendi poros yang melibatkan
circumferential articularis caput radii (ball) dan incisura radialis ulna
(socket)

Gambar. Tulang-tulang yang berartikulasi pada sendi siku. 4

Capsula articularis menutupi permukaan kartilaginosa yang


berartikulasi pada ketiga tulang. Kapsul diperkuat oleh ligamentum asesorius.
Dua ligamentum collaterale berperan untuk stabilisasi articulation cubiti di
sebelah lateral. Dimedial, Ligamentum collateral ulnare menghubungkan
epicondylus medialis humeri dengan processus coronoideus (pars anterior)
dan olecranon (pars posterior) pada ulna. Ligamentum collaterale radiale

7
berorigo dari aspek lateral epycondylus lateralis danmembentang untuk
bersatu dengan ligamentum anulare radii yang menempel pada sisi anterior
dan posterior ulna serta mengelilingi caput radii. Ligamentum anulare
membnatu gerakan rotasi pada articulation radioulnaris proximalis.4

Gambar. Sendi siku. 4

Prosesus koronoid pada proksimal ulna adalah penopang siku anterior


dan varus yang terdiri dari ujung, badan, sisi anterolateral, dan facet
anteromedial. Tuberkel luhur, pada bagian anteromedial, adalah penyisipan
untuk bundel anterior dari Ligamentum Kolateral Medial (MCL). Stabilitas
siku osseus dimaksimalkan dalam fleksi karena posisi simetris koronoid dan
kepala radial dalam fossa masing-masing. 17

8
Gambar : (A) Tampakan anatomi siku. Posterior Ligamentum Kolateral Ulnar
Lateral (LUCL) dan posterior Medial Ligamentum Kolateral Ulnaris
(MUCL). Bagian posterior ligamentum annulare dengan sisipannya ke ulnar
dan di atas bagian distal dari LCL dapat dilihat. (B) Tampakan Ventral siku
anatomi dengan demonstrasi ulnar Anterior Medial Ligamen Kolateral
(aMUCL). Permukaan sendi dari aspek anteromedial olecranon dapat dilihat,
memiliki fungsi penopang pada stres varus dan valgus. (c) Pandangan lateral
terhadap preparasi siku anatomis dengan ilustrasi kompleks ligamen kolateral
lateral (LCL) yang dibentuk oleh cincin annular yang berjalan ke radial
epicondyle humeri. 19

9
Gambar : Sendi Siku tampak Anterior. 3

10
Gambar : Sendi Siku tampak Posterior. 3

Sendi siku sangat stabil karena faktor statika yang membentuk sendi
cukup kuat cakupannya dan juga dipengaruhi oleh struktur stabilitas pasif
berupa ligamentum yang mengikatnya serta adanya stabilitas dinamis yang
berupa otot-otot antara lain: m. brachialis, m. biceps brachii, m. triceps
brachii, m. pronator teres dan m. supinator. Beberapa otot tersebut juga sangat
berperan dalam gerakan sendi siku. Selain otot-otot tersebut sendi siku juga
diperkuat oleh otot-otot yang berasal dari ekstensor dan fleksor dalam sendi
pergelangan tangan maupun tangan itu sendiri.3

B. DEFINISI DISLOKASI
Dislokasi adalah cedera pada sendi yang terjadi ketika tulang bergeser
dan keluar dari posisi normalnya atau pindahnya permukaan sentuh tulang yang
menyusun sendi, cedera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi

11
melampaui batas normal anatomisnya. Dislokasi yang komplit terjadi saat ada
pemisahan yang komplet dari ujung tulang. Hal ini dapat ditandai dengan sendi
yang bengkak dan memar, bagian sendi yang terkena berwarna merah atau
menghitam, bentuk sendi menjadi tidak normal, terasa sakit ketika bergerak.1,6,7

C. DISLOKASI SIKU
1. Definisi
Dislokasi siku adalah lepasnya hubungan sendi pada siku yang sering
disebabkan oleh suatu cedera akibat trauma yang tidak langsung atau trauma
langsung pada siku. Dislokasi pada siku akibat cedera lebih sering terjadi pada
orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. 8

2. Epidemiologi
Dislokasi siku adalah dislokasi sendi yang paling umum pada pasien
anak-anak dan yang paling umum kedua pada pasien dewasa. Insidensi
dilaporkan pada 6 hingga 13 per 100.000 orang per tahun. Cedera lebih sering
terjadi pada atlet pria remaja. Secara khusus, pada pemain sepakbola dan
peserta gulat sangat rentan terhadap cedera ini. Dislokasi siku posterior
mencakup 90% dari semua dislokasi siku. 12
Dizdarevic et al melaporkan bahwa 9,2% dari semua cedera siku dalam
kegiatan atletik sekolah menengah adalah dislokasi siku dengan tingkat
dislokasi 0,38 per 100.000 eksposur atletik. Anak laki-laki yang memiliki
olahraga gulat (46%) dan sepak bola pada anak laki-laki (37%) adalah
olahraga yang paling sering dikaitkan dengan dislokasi. Olahraga anak laki-
laki menyumbang 91,3% dari semua dislokasi dan terjadi lebih sering dalam
kompetisi daripada dalam latihan. 13

12
3. Klasifikasi
A. Berdasarkan Posisi 14
Dislokasi siku dijelaskan sesuai dengan posisi radius dan ulna dengan
humerus. 20
a) Posterior
Pada dislokasi posterior, kompleks radioulna bergeser ke posterior
atau posterolateral, sering bersama-sama dngan fraktur pada
prosesus tulang yang menahan. Pada dislokasi posterior bisa terjadi
pada dua kejadian, yaitu jatuh pada tangan yang terentang dengan
posisi siku fleksi atau siku dengan posisi hiperekstensi. Begitu
terjadi dislokasi posterior, pergeseran lateral juga dapat terjadi. 8
b) Anterior
c) Medial
d) Lateral
e) Divergen (dislokasi radius dan ulna dalam arah yang berbeda
sehubungan dengan humerus)

Gambar. Klasifikasi Dislokasi elbow joint. 14

13
B. Berdasarkan Simpleks atau Kompleks 14
a) Simpleks/sederhana
Dislokasi sederhana menggambarkan ketidakstabilan dengan hanya
gangguan jaringan lunak terkait atau dislokasi murni tanpa patah
tulang serta menyumbang 50-60% dari dislokasi siku. 14,20

Gambar. Dislokasi sederhana posterolateral tanpa fraktur. 14

b) Kompleks
Dislokasi kompleks mengacu pada dislokasi dengan terkait fraktur
periarticular yang menghasilkan gangguan di sekitarnya kestabilan
anatomi tulang. Umumnya, dislokasi kompleks dikaitkan dengan
fraktur dari prosessus coronoid ulna, kepala radial atau yang biasa
dikenal Triad Injury. 20
Istilah 'Terrible Triad' pada awalnya diciptakan oleh Hotchkiss et
al untuk menggambarkan fraktur-dislokasi siku yang melibatkan tiga
cedera spesifik: dislokasi posterolateral, fraktur koronoid dan fraktur
kepala radial. Fraktur-dislokasi tipe ini terkenal tidak stabil karena
hilangnya penopang dukungan anterior dari koronoid, dukungan

14
valgus dari kepala radial, dan stabilisasi posterolateral dari Lateral
Ulnar Collateral Ligament (LUCL). 15

Gambar. Pola cedera traumatis pada siku ditandai dislokasi siku,


fraktur kepala radius, fraktur koronoid. 15

Gambar : Foto Radiologi AP/Lateral dari Fraktur Dislokasi


Kompleks Siku. 20

15
4. Patofisiologi
Mempertimbangkan anatomi siku dan kemungkinan mekanisme
cedera yang menyebabkan dislokasi siku dapat membantu seseorang
memahami patofisiologi yang terkait dengan cedera khusus ini. Selama
dislokasi siku posterior, gaya geser yang menyebabkan cedera dapat
menyebabkan kepala radial, leher radial atau fraktur proses koronoid yang
terkait. Ligamen kolateral dan kolateral lateral memberikan dukungan pada
sendi siku selain anatomi tulangnya. LCL sering terganggu ketika dislokasi
siku terjadi; MCL adalah struktur jaringan lunak terakhir yang terluka ketika
ulna dipindahkan. Seringkali, massa fleksor-pronator dapat pecah, dan
kadang-kadang brachialis dapat terluka. 12
Kompartemen anterior siku meliputi arteri brakialis dan saraf ulnaris
dan medianus. Struktur ini sangat rentan terhadap cedera karena kompartemen
anterior sering terganggu selama dislokasi posterior. Saraf ulnaris mungkin
terperangkap ketika melewati posterior di sekitar epikondilus medial. Arteri
brakialis dan saraf median berjalan berdekatan satu sama lain dan cedera
sering terlihat pada kedua struktur ini secara bersamaan. 12
Dislokasi anterior sering dikaitkan dengan fraktur olecranon. Dislokasi
ini juga dapat mengganggu kompartemen siku posterior yang berisi saraf
radial dan penyisipan otot triceps. 12

5. Manifestasi Klinis
Keluhan utama yang paling sering muncul adalah nyeri dan
pembengkakan pada siku. Terdapat riwayat trauma tidak langsung dengan
jatuh dengan tangan posisi siku ekstensi atau ada riwayat trauma langsung
pada belakang siku. Oleh karena timbulnya nyeri dan keterbatasan gerak,
maka semua bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Pasien dengan dislokasi siku kronis
mengalami disabilitas sebagai akibat dari posisi tetap atau penurunan Range

16
Of Motion (ROM). ROM pada articulation cubiti yaitu : ekstensi-fleksi adalah
100 – 00 – 1500 , saat supinasi-pronasi : 900 – 00- 900 . Temuan klinis termasuk
yang ekstensi dan fleksi siku dengan pengecilan trisep dan deformitas tulang
yang teraba. 4,8,23
a. Look
Pasien tampak menyangga lengan bawahnya dengan siku yang sedikit
berfleksi, terlihat tanda inflamasi pada siku, meliputi adanya nyeri,
hiperemi dan pembengkakan8
b. Feel
Adanya nyeri tekan pada sendi siku8
c. Move
Ketidakmampuan dalam menggerakkan sendi siku pada fleksi dan
ekstensi 8

6. Pemeriksaan Penunjang
Dengan pemeriksaan roentgen dapat diketahui adanya dislokasi yang mungkin
disertai fraktur tulang sekitar sendi siku. Pemeriksaan roentgen juga dilakukan
pasca reduksi untuk melihat kondisi setelah dilakukan reduksi tertutup. 8,18

Gambar. Pemeriksaan radiologi. Kiri: dislokasi posterior. Kanan: dislokasi


anterior 8

17
7. Penatalaksanaan
i. Close Reduction
Reduksi dislokasi harus segera dilakukan sesegara mungkin karena
penundaan tindakan dapat menimbulkan nekrosis avaskular tulang
persendian serta kekakuan sendi. Pada jam-jam pertama, dislokasi dapat
direposisi tanpa pembiusan umum karena terjadi relaksasi otot sekitar
sendi dan rasa baal. Setelah direposisi, lengan di fleksi lebih dari 900 dan
dipertahankan dengan gips selama 3 minggu. 8, 9, 18
Setelah fase syok lokal terlewati, intervensi ini dilakukan dibawah
anestesi. Prinsip reposisi tertutup adalah melakukan gerakan yang
berlawanan dengan gaya trauma, kontraksi atau tonus otot serta tidak
boleh dilakukan dengan kekerasan. Apabila reposisi tertutup tidak
berhasil, mungkin telah erjadi ruptur simpai sendi dengan akibat
gangguan perdarahan sendi atau inter posisi fragmen tulang. Beberapa
langkah dalam pelaksanaan reduksi dislokasi siku, meliputi hal-hal
berikut ini : 8, 9, 18
A. Teknik Telungkup
a) Atur posisi telungkup dengan siku yang mengalami dislokasi
menjuntai di pinggir tempat tidur
b) Teknik dengan 1 penolong dengan satu tangan menarik bagian
medial atau lateral proksimal ulna dan satu tangan yang dominan
lainnya memberikan tekanan penuh pada prosessus koronoideus
olecranon
c) Teknik 2 penolong dengan prinsip yang sama

18
Gambar. Kiri : posisi telungkup dengan posisi siku menjuntai 900
pada pinggir tempat tidur. Kanan : reduksi tertutup dislokasi siku
posterior dengan 2 penolong. Tengah : reduksi tertutup dengan 1
penolong. 8

B. Teknik Klasik
Ahli bedah menarik lengan bawah, sementara siku sedikit difleksikan.
Dengan 1 tangan pergeseran kesamping dikoreksi, kemudian siku di
fleksikan lebih jauh, sementara itu prosesus olecranon didorong ke depan
dengan jempol. Jika fleksi yang hampir penuh belum dapat diperoleh,
maka olecranon belum berada pada alur trokhlea. 8

Gambar. Teknik klasik dalam reduksi siku 8

19
C. Setelah reduksi
Siku harus diuji dengan berbagai gerakan untuk mengetahui apakah siku
tersebut stabil. Kemudian dilakukan pemasangan gips spalk dengan sudut
siku 900. Selain itu, dilakukan roentgen untuk memastikan bahwa sendi
telah tereduksi. 8

Gambar. Kiri : radiologi dislokasi posterior. Kanan: pasca reduksi


Manual. 8

ii. Tindakan Pembedahan


Dislokasi akut biasanya berhasil diobati dengan metode tertutup,
sementara dislokasi kronis adalah entitas yang tidak biasa dan
membutuhkan manajemen bedah. Sebagian besar peneliti setuju pada
pengobatan konsensus dan merekomendasikan close reduction untuk siku
hingga 3 minggu pasca cedera. Setelah itu, close reduction dapat menjadi
lebih berbahaya dari pada manfaatnya karena telah terjadi kontraktur
jaringan lunak, osteoporosis lokal, patah tulang dan peningkatan
morbiditas. 2,11,22
Berbagai metode pengobatan telah dijelaskan seperti open reduction
and internal fixation (ORIF) dengan K-wire, open reduction dengan
pemanjangan dari trisep dan membebaskan LCL dan MDL, membuat

20
intra-artikular “menyilang” ligamen untuk menstabilkan sendi, eksisional
arthroplasti, arthrodesis, total arthroplasti siku. 23

8. Komplikasi
A. Ketidakstabilan kronis
Rasa sakit dan ketidakstabilan persisten harus diamati dan, dalam
kasus individu, distabilkan oleh ligament augmentasi kompleks.
Pemeriksaan klinis dan radiologis yang tidak memadai dapat
diklasifikasikan cedera sebagai distorsi, dan pasien dipulangkan tanpa
perawatan lebih lanjut. Ligamen kolateral yang pecah mengakibatkan
hiper-mobilitas sendi siku; keadaan ini mengarah ke kompensasi yang
sangat menyakitkan dari kelompok ekstensor otot. Perpanjangan jaringan
parut pada Kompleks LUCL yang pecah membutuhkan plastik ligamen.
Beberapa metode telah dijelaskan untuk prosedur ini, seperti transplantasi
tendon biseps melalui prosesus koronoid atau penguatan ligamen kolateral
atau rekonstruksi kompleks ligamen kolateral oleh transplantasi autograft
tendon trisep atau dengan a gracilis graft. 19
B. Kekakuan dan Fisioterapi Siku
Dalam perawatan pasca trauma, elbowarthrofibrosis dan osifikasi
heterotopik sering terjadi komplikasi yang tergantung pada keparahan
cedera. Arthrofibrosis sering terjadi setelah dislokasi siku menyebabkan
hilangnya ekstensi rata-rata 8∘ setelah satu tahun. 19
Dalam dislokasi fraktur siku, kekakuan siku dan osifikasi
heterotopik mempengaruhi hingga 20% dari pasien. Cedera siku serentak
dan kepala radial meningkatkan tingkat kejadian ini menjadi hampir 90%,
dan bahkan pasien dengan cedera terisolasi pada kepala radial menderita
siku kekakuan pada 5 hingga 10%. Duerig melaporkan dislokasi siku
jarang tidak stabil dengan tidak adanya asosiasi fraktur artikular.

21
Kebanyakan dislokasi siku posterior stabil dan karenanya mendapat
manfaat dari latihan aktif dan penggunaan fungsional dari armwithin 2
minggu setelah cedera. Jaringan parut dibentuk oleh fibrosit dan miosit
dapat menghambat proses penyembuhan yang diinginkan, khususnya jika
siku diimobilisasi selama 3 minggu setelah trauma. 19
C. Osifikasi Heterotopik pada Dislokasi Siku.
Heterotopik osifikasi (HO) dari siku adalah post traumatik umumnya
terjadinya mengakibatkan rentang gerak terbatas. Peran HO dalam
kekakuan siku harus dianalisis oleh CT scan dengan rendering volume tiga
dimensi, yang membantu menganalisis area pelampiasan tulang.
Arthroskopi adalah pendekatan umum untuk melepaskan HO dan
mendapatkan rentang gerak kembali yang lebih baik. Faktor risiko untuk
HO adalah waktunya berlalu antara trauma dan operasi serta jumlah hari
imobilisasi setelah operasi. Faktor-faktor yang terkait dengan peningkatan
risiko osifikasi heterotopik termasuk dislokasi ulnohumeral, keterlambatan
pengobatan dislokasi, dan luka bakar. 19,20

22
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SN
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Cakalang
No. RM : 84-09-10
Tanggal masuk RS : 26-12-2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri pada siku sebelah kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk rumah sakit datang dengan keluhan nyeri pada siku sebelah kanan
yang dialami sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri tersebut didapatkan setelah terjatuh
saat hendak berlari keluar rumah untuk menyelamatkan diri dari gempa bumi.
Posisi saat terjatuh yaitu lengan tangan kanan sebagai tumpuan badannya
sehingga saat jatuh lengan tangan kanan pasien tertindih badan pasien. Nyeri
dirasakan semakin lama semakin memberat terutama bila digerakkan dan siku
tangan kanan pasien semakin membengkak serta tidak bisa diangkat keatas. Saat
terjatuh, pasien tidak mengeluhkan pingsan, pusing, mual, muntah, keluar darah
dari telinga, hidung maupun tenggorokan. BAB dan BAK lancar.

23
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


tidak ada keluarga yang menderita kejadian yang sama. Riwayat penyakit
hipertensi, kencing manis, asma dan keganasan anggota keluarga (-)

C. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda – tanda vital : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
Tinggi badan : 160 cm
Berat Badan : 75 kg
Keadaan gizi : Obesitas
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (+/+), raccon eye (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-),
Rhinorrhea (-)
Telinga : Ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese (-)
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran KGB (-)

24
Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-/-), jejas (-),
oedem (-), hematom (-), deformitas (-).
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan , nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikular kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal
Palpasi : nyeri tekan dinding perut (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)

Ekstremitas atas
Status lokalis
1. Regio Elbow Joint Dextra
a. Look : Tampak deformitas (+), atropi otot (+)

25
b. Feel : Didapatkan nyeri tekan (+), sensibilitas (+), capillary refill
time < 3 detik. Arteri radialis dextra teraba, regular dan kuat angkat.
c. Move : ROM terbatas karena nyeri.

Ekstremitas bawah
Dalam Batas Normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah Lengkap (20/012/2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin :
Leukosit 9,44 103/ul 3,6-11
Eritrosit 4,62 106/ul 3,8-5,2
Hemoglobin 12,6 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 38,3 % 35-47
Trombosit 291 103/ul 150-440

Kimia klinik:
SGOT 23,9 U/L 0,0-31,0
SGPT 16,1 U/L 0,0-31,0
Urea 24,2 mg/dL 15-43,2
Creatinin 0,63 mg/dL 0,60-1,2
GDS 113,9 mg/dL 70-149

Serologi :
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif

26
2. Foto Roentgen Elbow Joint Dextra AP/Lateral

Kesan :
Dislokasi Posterior Elbow Joint Dextra

27
Resume :
Pasien perempuan usia 65 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
pada siku sebelah kanan yang dialami sejak 3 bulan yang lalu. Pasien terjatuh saat
hendak berlari keluar rumah untuk menyelamatkan diri dari gempa bumi dengan
posisi lengan tangan kanan sebagai tumpuan badannya sehingga saat jatuh lengan
tangan kanan pasien tertindih badan pasien. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan
tampak deformitas pada siku kanan (+), atropi otot kanan (+), nyeri tekan sendi siku
(+) serta ROM terbatas akibat nyeri. Pada foto elbow joint dextra didapatkan dislokasi
posterior elbow joint dextra

E. DIAGNOSIS
Neglected Posterior Dislokasi Elbow Joint Dextra

F. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Konservatif
- IVFD Ringer Lactate 20 tpm
- Inj. Moxifloksasim 400 mg/12 jam/iv
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/2 ml/8 jam/iv
b. Operatif
- ORIF Elbow :

28
Gambar. Elbow Joint Dextra

Gambar. Foto Elbow Joint Dextra setelah Reduksi Terbuka, Pemasangan K-


wire, dan Dorsal Slub

29
2. Non medikamentosa
- Tirah Baring
- Diet bebas
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien mengalami dislokasi
sendi siku tangan kanan
- Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa diperlukan tindakan operasi
untuk penanganan lebih lanjut.

G. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan dan Pemeriksaan Instruksi Dokter
27/12/2018 S : nyeri lengan kanan (+), mual (–), Instruksi Pre op:
muntah (-), bab dan bak biasa. - IVFD RL 20 tpm
O: - Persiapan operasi
TD : 120/80 mmHg - Konsultasi Anestesi
N : 78 x/menit - Puasakan 8 jam pre op
P : 18 x/menit - Persiapan WB 1 bag
S : 36,5ºC
A:
Neglected Posterior dislokasi elbow joint
dextra
28/12/2018 S : nyeri bekas luka operasi (+), mual (–), Instruksi Post Op :
muntah (-), bab dan bak biasa. - IVFD Ringer Lactate
O: 20 tpm
TD : 120/80 mmHg - Inj. Moxifloksasim
N : 82 x/menit 400 mg/12 jam/iv
P : 22 x/menit - Inj. Ketorolac 30 mg/8
S : 36,5ºC jam/iv

30
A : Neglected Posterior dislokasi elbow - Inj. Ranitidin 50 mg/2
joint dextra ml/8 jam/iv

29/01/2018 S : nyeri bekas luka operasi (+), mual (–), - IVFD Ringer Lactate
muntah (-), bab dan bak biasa. 20 tpm
O: - Inj. Moxifloksasim
T : 120/80 mmHg 400 mg/12 jam/iv
N : 82 x/i - Inj. Ketorolac 30
P : 22 x/i mg/8 jam/iv
S : 36,5ºC - Inj. Ranitidin 50 mg/2
A: ml/8 jam/iv
Post ORIF Elbow Joint Dextra H1 - Foto Kontrol
Dorsal Slub

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan


fisik Pada anamnesis pasien masuk RSUD Undata dengan keluhan nyeri pada siku
sebelah kanan yang dialami sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri tersebut didapatkan setelah
terjatuh saat hendak berlari keluar rumah untuk menyelamatkan diri dari gempa bumi.
Posisi saat terjatuh yaitu lengan tangan kanan sebagai tumpuan badannya sehingga
saat jatuh lengan tangan kanan pasien tertindih badan pasien. Nyeri dirasakan
semakin lama semakin memberat terutama bila digerakkan dan siku tangan kanan
pasien semakin membengkak serta tidak bisa diangkat keatas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, terlihat deformitas (+), Edema (+). Pada
palpasi nyeri tekan (+), teraba hangat, sensibilitas (+), kapiler refil < 3 detik. Arteri
radialis teraba. Diagnosis Neglected Dislokasi Elbow Joint Dextra selain berdasarkan
gejala klinis juga didasarkan pada hasil radiologi. Pada pemeriksaan radiologis pasien
ini didapatkan adanya dislokasi elbow joint dextra. Periksaan penunjang laboratorium
ini adalah darah rutin untuk mendeteksi ada tidaknya proses hidden blood lost atau
adanya proses infeksi.
Dislokasi siku adalah lepasnya hubungan sendi pada siku yang sering
disebabkan oleh suatu cedera akibat trauma yang tidak langsung atau trauma
langsung pada siku. Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan nyeri pada siku
kanan, menurut Anakwe dalam penelitiannya memperlihatkan dalam uji coba
retrospektif pada hampir 180 pasien yang mengalami dislokasi siku sederhana
mengalami nyeri residual dan kekakuan yang cukup besar yaitu 62%.8
Pada anamnesis, nyeri tersebut dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan didapatkan
setelah terjatuh saat hendak berlari keluar rumah untuk menyelamatkan diri dari
gempa bumi. Posisi saat terjatuh yaitu lengan tangan kanan sebagai tumpuan
badannya sehingga saat jatuh lengan tangan kanan pasien tertindih badan pasien.
Nyeri dirasakan semakin lama semakin memberat terutama bila digerakkan dan siku

32
tangan kanan pasien semakin membengkak serta tidak bisa diangkat keatas. Menurut
teori, pada dislokasi siku, terdapat riwayat trauma tidak langsung dengan jatuh
dengan tangan posisi siku ekstensi, oleh karena timbulnya nyeri dan keterbatasan
gerak, maka semua bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. 8
Neglected Dislokasi siku adalah dislokasi yang diabaikan setelah lebih dari 3
minggu dan masih sering terjadi di negara-negara berkembang karena daya tarik awal
pasien terhadap tulang belulang masih diabaikan dengan alasan kurangnya kesadaran,
akses yang tidak memadai ke fasilitas perawatan kesehatan dan akses mudah ke
tempat tulang tradisional. Pada neglected dislokasi siku, pasien hanya dapat
melakukan beberapa derajat fleksi, supinasi dan pronasi. Kekakuan non-fungsional
ini tidak sesuai dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. 2,21
Martini et al mengklasifikasikan kekakuan siku kedalam 2 kelompok :
kekakuan fungsional di mana fleksi siku mencapai antara 80˚ dan 90˚,
memungkinkan gerakan yang bermanfaat (tangan-mulut, tangan-rambut) dan
kekakuan non-fungsional di mana penekukan siku tidak melebihi 70˚, tidak
memungkinkan gerakan yang bermanfaat meskipun ada upaya yang dilakukan untuk
mengadaptasi bahu dan tangan. Indikasi operasi akan tergantung pada toleransi atau
ada tidaknya kekakuan siku dan durasi dislokasi. Sebagian besar peneliti setuju pada
pengobatan konsensus dan merekomendasikan close reduction untuk siku hingga 3
minggu pasca cedera. Setelah itu, close reduction dapat menjadi lebih berbahaya dari
pada manfaatnya karena telah terjadi kontraktur jaringan lunak dan osteoporosis
lokal. Perawatan bedah pada neglected dislokasi merupakan tantangan bagi ahli
bedah, salah satu pilihan tindakannya yaitu open reduction dengan atau tanpa
pemanjangan trisep dan fiksasi pin Kirschner.2,11
Kebanyakan para Ahli menyarankan open reduction pada dislokasi siku
hingga 3 bulan pasca cedera yang bertujuan untuk mencapai stabilitas dan
meningkatkan fungsi. Internal fiksasi dibutuhkan untuk menstabilkan sendi,

33
pemasangan K-wire adalah satu-satunya modifikasi dimana dimasukkan di kedua
persimpangan pada capetellar ulna, humeral dan radius. 22

34
BAB V
KESIMPULAN

1. Dislokasi siku adalah lepasnya hubungan sendi pada siku yang sering disebabkan
oleh suatu cedera akibat trauma yang tidak langsung atau trauma langsung pada
siku. Dislokasi pada siku akibat cedera lebih sering terjadi pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak.
2. Neglected dislokasi sendi siku adalah dislokasi yang diabaikan setelah lebih dari
3 minggu, hal ini dapat terjadi akibat kurangnya kesadaran, akses yang tidak
memadai ke fasilitas perawatan kesehatan dan akses mudah ke tempat tulang
tradisional.
3. Pasien dengan dislokasi siku kronis mengalami disabilitas sebagai akibat dari
posisi tetap atau penurunan Range Of Motion (ROM).
4. Pemeriksaan penunjang yang cukup efisien untuk menunjang diagnosis
Neglected dislokasi sendi siku adalah pemeriksaan Foto Polos X-Ray
5. Komplikasi akibat neglected dislokasi sendi siku yaitu cedera serius yang dapat
mengganggu fungsi siku. Komplikasi utama dari dislokasi ini adalah kekakuan
yang tidak berfungsi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Maheswaran K.S., Kamalanathan K. Management of old unreduced posterior


dislocations of elbow: Results of open reduction. Journal of Dental and Medical
Sciences. 2016.
2. Seydou G. N. K., Abdoulaye B, Eric G. D. Neglected Elbow Dislocation with
Conservation of Elbow Function, Concerning a Case in Abidjan (Ivory Coast).
Journal of Orthopedics. 2018.
3. Kishner S, Gest TR. Elbow Joint Anatomy. Medscape. Available From
https://emedicine.medscape.com/article/1898896-overview#a1. 2017 Nov 09.
4. Paulsen W., Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Anatomi umum dan
Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. 2013
5. Tan L, Li YH, Sun DH, Zhu D, Ning SY. Modified technique for correction of
isolated radial head dislocation without apparent ulnar bowing: a retrospective
case study. Int J Clin Exp Med. 2015. 8 (10):18197-202.
6. Malik S, Rosenberg N. Fracture, Hand, Metacarpal, 5th (Boxer). Treasure Island,
FL: StatPearls Publishing; 2017.
7. Nelles, D. Short Arm Splinting Technique. Medscape. Available From
https://emedicine.medscape.com/article/1997886-technique. 2018 Jan 26
8. Helmi N,Z. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Penerbit Salemba Medika.
2013.
9. Sjamsuhidajat R. Karnadiharja W., Prasetyono T., Rudiman R. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 3. EGC. Jakarta. 2014.
10. Snell R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC. Jakarta.
2014
11. Kachnerkar N.I., Lakde N., Salokhe S. Neglected Old Posterior Dislocation Of
Elbow: Treatment And Results Of Open Reduction. International Journal of
Orthopaedics Sciences 2017.
12. Waymack J R. Dislocation, Elbow, Posterior. Stat Pearls Ebook. 2017.
13. Mark E H. Elbow Dislocation. Associate Professor, Departments of Orthopedics
and Pediatrics, Washington University School of Medicine; Team Physician,
Washington University Athletics. 2017
14. Cohen M., Frank R. Elbow Dislocation. American Shoulder and Elbow Surgeons.
Cited 15th January 2019. Available from
<https://www.orthobullets.com/trauma/1018/elbow-dislocation>
15. Blizzard D.J. Vovos T., Garrigues G. Management of Terrible Triad Injuries of
the Elbow. Review article. 2015
16. Miguel A., Ramirez, Jason A., Stein, Anand M.M. Varus Posteromedial
Instability. Department of Orthopaedic Surgery, MedStar Union Memorial
Hospital. USA. 2015

36
17. Lauren E. Karbach, John E. Elbow Instability: Anatomy, Biomechanics,
Diagnostic Maneuvers, and Testing. Department of Orthopedics and
Rehabilitation, University of Rochester, Rochester, New York. 2017.
18. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT. Yarsif Watampone. Jakarta. 2014
19. Michael N., Andreas L., Michael K., Johannes Z., Carsten E. Elbow Dislocations:
A Review Ranging from Soft Tissue Injuries to Complex Elbow Fracture
Dislocations. Review Artikel. Hindawi Publishing Corporation Advances in
Orthopedics. 2013.
20. Benjamin W S. Lisa M S. Evaluation and Management of Adult Elbow
Dislocations in the Emergency Department. Review Article. Emergency Medicine.
2014.
21. Nema S.K., Behera G., Poduval M. Neglected Anterior Dislocation of the Elbow
Joint: Case Report of a Rare Injury. Malaysian Orthopaedic Journal. 2018.
22. Thomas D.K. Speed’s Procedure Used to Treat Chronic Elbow Dislocation. West
Indian Medical Journal. 2017.
23. Islam M. S., et al. Management of Neglected Elbow Dislocations in a Setting with
Low Clinical Resources. Clinical Article. 2012

37

Anda mungkin juga menyukai