Anda di halaman 1dari 23

BAB II

DASAR TEORI
2.1. Anatomi bahu atau pectoral girdle

Tersusun dari tulang yang menghubungkan ekstremitas dan tulangaksial.


Bahu tersusun dari 2 tulang yaitu klavikula dan skapula.
A. OSTEOLOGI
1. Skapula
Skapula merupakan tulang berbentuk segitiga yang berfungsi
sebagai tempat melekatnyaotot. Empat otot rotator cuff yang berorigo
pada skapula. Otot-otot tersebut adalahsupraspinatus, infraspinatus,
teres minor dan subskapularis.

Gambar 2.1. Anatomi bahu, penampang lateralSumber: Kishner S.


Shoulder Joint Anatomy. 2011. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com. .

Trapezius, serratus anterior, rhomboids dan levator skapula berinsersio


pada skapula danberperan dalam mobilisasi dan stabilitas skapula.
Skapula dapat mudah bergerak karenaadanya otot-otot ini. Skapula
memiliki 4 tonjolan, spine, akromion, korakoid danglenoid. Fossa
glenoid terletak pada sudut lateral dari skapula. Fossa glenoid
berbentuk oval tidak beraturan dan dapat disamakan dengan bentuk
koma terbalik. Fossa glenoidberartikulasi dengan kepala humerus
membentuk sendi glenohumeral yang merupakansendi utama dari
bahu.
2. Klavikula
Kalvikula merupakan tulang berbentuk huruf S yang terletak
pada bagian anterior daribahu. Klavikula memiliki 2 artikulasi yaitu
sterniklavikular dan akromioklavikular.Sendi sternoklavikular terbentuk
dari sisi medial klavikula yang berartikulasi denganmanubrium sterni.
Ini merupakan satu-satunya hubungan antara tulang aksial
danekstremitas atas. Klavikula memberikan perlindungan pada arteri
subclavia, venasubklavia dan pleksus brakialis.
Gambar 2.2. Anatomi otot bahu, penampang anteriorSumber: Kishner
S. Shoulder Joint Anatomy. 2011. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com.
3. Kepala Humerus
Bagian proksimal dari humerus disebut sebagai kepala humerus.
Kepala humerusberartikulasi dengan fossa glenoid. Hanya 25% dari
kepala humerus yang bersinggungandengan fossa glenoid. Glenoid
labrum adalah cincin fibrokartilaginosa yang melekatpada lingkar luar
fossa glenoid, berperan dalam memberikan kedalaman dan stabilitas.
B. ARTIKULATIO
1. Sendi Sternoklavikula
Sendi sternoklavikular merupakan satu-satunya hubungan
antara tulang aksial denganekstremitas atas. Sendi sternoklavikular
memberikan gerakan elevasi ke atas 30-35⁰,pergerakan
anteroposterior 35⁰dan rotasi 44-50⁰ dengan klavikula sebagai sumbu.
2. Sendi Akromioklavikula
Sendi akromioklavikular (AC) merupakan satu-satunya hubungan
antara klavikula danskapula. Terbentuk dari bagian distal klavikula
yang berartikulasi dengan akromion.Sendi AC terbungkus oleh kapsul
sendi diartrodial yang menyatukan kapsul sendi danligamen
caracoakromial: ligamen trapezoid dan konoid.
3. Sendi Glenohumera
Sendi glenohumeral adalah artikulasi utama dari sendi bahu.
Merupakan ball and-socket joint terbentuk dari permukaan fossa
glenoid dan kepala humerus. Kedalaman fossaglenoid bertambah
dengan lingkaran fibrokartilago. Lingkaran fibrokartilago disebutglenoid
labrum.
C. LABRUM
Glenoid labrum adalah sebuah cincin yang tersusun dari jaringan
fibrosa yang padat.Kedalamannya rata-rata 2.5 mm, tapi labrum
menambah kedalamannya. Walaupunlabrum meningkatkan kedalaman
dan volume dari fossa glenoid, tetapi ini tidak menignkatkan stabilitas dari
sendi glenohumeral.
D. LIGAMEN
1. Korakoklavikular
Ligamen konoid dan trapezoid menyusun ligamen
korakoklavikula (CCL). Fungsinyauntuk mempertahankan artikulasi
dari klavikula dengan tonjolan dari skapula.

Gambar 2.3. Sendi bahu, penampang anteriorSumber: Kishner S. Shoulder


Joint Anatomy. 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com.
2. Glenohumeral

Tiga ligamen glenohumeral terdiri dari:

1. Ligamen glenohumeral superior (SGHL)


2. Ligamen glenohumeral tengah (MGHL)
3. Ligamen glenohumeral inferior (IGHL)

SGHL memiliki origo dan insersio yang bervariasi pada humerus dekat
dengantuberkulum minor; ligamen ini mempertahankan bagian inferior
dari kepala humerus

pada bahu yang adduksi. MGHL berorigo pada labrum dan berinsersio
pada medialhumerus dari tuberkulum minor; ligamen ini
mempertahankan bagian inferior pada bahuyang adduksi dan
eksorotasi. IGHL berorigo pada labrum dan berdekatan dengan
leherglenoid, insersio pada leher anatomis humerus dan
mempertahankan kepala humerusanterior dan posterior.

KorakohumeralLigamen korakohumeral (CHL) berorigo pada batas


bawah dan lateral dari processuskorakoid dari skapula dan berinsersio
pada tuberkulum mayor. Fungsi biomekanik dariligamen ini belum
terlalu dipahami, tetapi sepertinya memiliki fungsi sebagai
suspensidari kepala humerus.

E. ROTATOR CUFF

Otot supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan subskapularis


menyusun rotator cuff .Otot dan tendon darirotator cuff membentuk
sambungan disekeliling anterior, superiordan posterior dari kepala
humerus dan fossa glenoid dari bahu dengan menekan
sendiglenohumeral.
Tabel 1.1. Origo, insersio, gerakan dan nervus pada

F. BURSA SUBAKROMIAL/SUBDELTOID
Bursa subakromial terletak pada penampang superior dari tendon
supraspinatus. Bursaberperan sebagai bantalan dan mengurangi gesekan pada
gerakan antara akromion dan otot-otot rotator cuff . Terkadang bursa
subakromial memanjang ke lateral danmembentuk bursa subdeltoid.

Gambar 2.4. Anatomi bahu, penampang posteriorSumber: Kishner S.


Shoulder Joint Anatomy. 2011. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com.

2.2. Patologi Sholder Frozen

Patologinya dikarakteristikan dengan adanya kekakuan kapsul sendi


oleh jaringan fibrous yang padat dan selular. Berdasarkan susunan intra
articular adhesion, penebalan sinovial akan berlanjut ke keterbatasan articular
cartilago. Berkurangnya cairan sinovial pada sendi sehingga terjadi
perubahan kekentalan cairan tersebut yang menyebabkan penyusutan pada
kapsul sendi, sehingga sifat ekstensibilitas pada kapsul sendi berkurang dan
akhirnya terjadi perlekatan. Tendinitis bicipitalis, calcificperitendinitis, inflamasi
rotator cuff, frkatur atau kelainan ekstra articular seperti angina pectoris,
cervical sponylosis, diabetes mellitus yang tidak mendapatkan penanganan
secara tepat maka kelama-lamaan akan menimbulkan perlekatan atau dapat
menyebabkan adhesive capsulitis. Adhesive capsulitis dapat menyebabkan
patologi jaringan yang menyebabkan nyeri dan menimbulkan spasme,
degenerasi juga dapat menyebabkan nyeri dan dapat menimbulkan spasme.
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada
kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan
perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena
degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator akan tertarik
serta memperlengketan serta memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan
fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum
humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga
terjadi penebalan dinding bursa.

Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium
fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon,
ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali
ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar keruang bawah
bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang
karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa,
pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa
sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.

Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting yang juga
dapat menyebabkan perlekatan intra, ekstra selular pada kapsul dan ligamen,
kemudian kelenturan jaringan menjadi menurun dan menimbulkan kekakuan.
Semua organ yang disekeliling jaringan lunak, terutama tendon supraspinatus
terlibat dalam perubahan patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral cenderung
normal dari tendon bicep caput longum juga rusak (robek). Keterlibatan
tendon bicep berpengaruh secara signifikan dalam penyebaran nyeri ke
anterior sendi glenohumeral yang berhubungan dengan adhesive capsulitis.

Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahap, yaitu :

1. Pain (Freezing) :

ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerakan sendi
bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai
10-36 minggu.

2. Stiffness (Frozen) :

ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata
dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan
gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.

2. Recovery (Thawing) :

pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi
terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini
berakhir 6-24 bulan atau lebih.
2.3. Teknik Radiografi Shoulder Joint

Pemeriksaan shoulder joint sendiri dilakukan dengan beberapa


proyeksi, yaitu proyeksi Antero Posterior (AP) external, neutral dan internal
rotation humerus. transthoracic lateral, Antero Posterior (AP) axial, Antero
Posterior (AP) oblique, Superoinferior Axial, Skapula Y atau Proyeksi
Posterior Anterior (PA) Oblique, Inferosuperior Axial (West Point Method),
Inferosuperior axial (Clement Method), dan Inferosuperior axial (Lawrence
Method dan Rafert Modifikasi).

2.3.1. Persiapan Pemeriksaan

Persiapan alat dan bahan

1. Pesawat sinar-x
2. Kaset dan film
3. Computer Radiografi
4. Meteran
5. Grid/ bucky
6. Alat proteksi radiasi
7. Alat fiksasi

Persiapan Pasien
Persiapan pasien pada pemeriksaan shoulder joint dengan
indikasi shoulder frozen ini, yaitu tidak ada persiapan khusus, tetapi
pasien diberikan penjelasan atau arahan mengenai prosedur apa saja
yang akan dilakukan oleh radiografer. Ingatkan pasien untuk melepas
benda-benda atau aksesoris disekitar objek yang akan diperiksa.
2.3.2. Proyeksi pemeriksaan Radiografi Shoulder Joint

1. Proyeksi AP Eksternal Rotation (Non Trauma)


 Posisi pasien
Pasien diminta berdiri di depan bucky stand.
 Posisi obyek
Lengan abduksi, rotasi eksternal, bahu menempel kaset
Pusatkan shoulder joint pada pertengahan kaset. Kemudian
atur posisi kaset sehingga pusat kaset setinggi 2.5 cm
inferior procesus coracoideus. Jika diperlukan untuk
mengatasi lekukan dari punggung dan struktur shoulder
yang miring maka cukup memutar sedikit tubuh pasien untuk
menempatkan corpus skapula agar sejajar bidang kaset.
 Pengaturan sinar dan eksposi
1. Arah sinar/central ray (CR) : Vertikal tegak lurus
pertengahan IR.
2. Titik bidik /central point : 2,5 cm inferior proc.
Coracoid.
3. Focus film distance : 100 cm.
4. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf

 Full external rotation ditunjukkan dengan tampak


greater turbecle di aspek lateral dari prox.humerus.
Letter tubercle bertumpuk dengan humeral head.
2. AP Internal Rotation (Proyeksi Lateral)-Non Trauma
 Posisi pasien

Pasien diminta berdiri di depan bucky stand. Pasien


diminta untuk memfleksikan elbow, merotasikannya ke
dalam dan punggung tangan berada pada pangkal paha.
Kemudian atur lengan sampai epicondilus tegak lurus bidang
kaset.

 Posisi obyek
Lengan abduksi, rotasi internall, bahu menempel kaset
Pusatkan shoulder joint pada pertengahan kaset.
 Pengaturan sinar dan eksposi
1. Arah sinar/central ray (CR) : Vertikal tegak lurus
pertengahan IR.
2. Titik bidik /central point : 2,5 cm inferior proc.
Coracoid.
3. Focus film distance : 100 cm.
4. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf

 Full internal rotation ditunjukkan dengan tampak


lesser tubercle pada medial aspek prox.humerus.
Batas greater tubercle superimposed dengan humeral
head.

3. Proyeksi AP Neutral Rotation-Trauma


 Posisi pasien

Berdiri atau supine di depan bucky atau diatas meja


pemriksaan.Perintahkan pasien manempatkan telapak
tangan pada pangkal paha. Posisi dari humerus yang sedikit
posisi internal dan neutral, menempatkan epicondilus pada
sudut kira-kira 450 terhadap bidang kaset.

 Posisi obyek
Lengan abduksi dan rotasi netral (epicondyles 45⁰
terhadap kaset).
 Pengaturan sinar dan eksposi
1. Arah sinar/central ray (CR) : Vertikal tegak lurus
pertengahan IR.
2. Titik bidik /central point : Mid scapulohumeral
joint (2cm inferior dan lateral proc.coracoid).
3. Focus film distance : 100 cm.
4. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf

 Dengan neutral rotation, greater dan lesser tubercle


superposisi dengan humeral head.
4. Proyeksi Lateral Transthoracic (Lawrence Method)-
Trauma→ Berdiri
 Posisi pasien

Berdiri menyamping. Meskipun posisi ini dapat


dilakukan dengan posisi pasien erect atau supine, akan
tetapi posisi erect lebih mudah dilakukan pada pasien
trauma. Itu juga akan memudahkan mengatur shoulder joint
agar lebih akurat. Untuk posisi erect, duduk, atau tegak
pasien diposisi lateral menggunakan grid vertikal. Jika posisi
erect tidak bisa dilakukan, atur pasien pada posisi recumbent
dengan diberi pengganjal dengan bahan radiolucent untuk
mengangkat kepala dan shoulder.

 Posisi obyek
Lengan yg sakit menempel kaset dan lurus disamping
tubuh dan rotasi netral. Tangan yang tidak sakit diangkat
diatas kepala.
 Pengaturan sinar dan eksposi
1. Arah sinar/central ray (CR) : Vertikal tegak lurus
pertengahan IR atau 10-15° cephalad( jika pasien tdk
bisa mengangkat tangan)
2. Titik bidik /central point : Setinggi surgical neck
pada MCP.
3. Focus film distance : 100 cm.
4. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf
 Rib dan lungs tampak kabur karena teknik respirasi,
tetapi batas tulang humerus tajam sebagai tanda
bahwa tidak ada pergerakan pada humerus.
5. Proyeksi AP Axial Obliq-Trauma (Garth Method)
 Posisi pasien
Berdiri atau supine, badan oblik 45⁰

 Posisi obyek
Bahu yang sakit menempel kaset. Elbow fleksi.
 Pengaturan sinar dan eksposi
1. Arah sinar/central ray (CR) : 45⁰ caudad
pertengahan IR
2. Titik bidik /central point : Scapulohumeral Joint
3. Focus film distance : 100 cm.
4. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf
• Scapulohumeral joint, humeral head, head dan neck of
scapula bebas dari superposisi
• Proc.coracoid tergambar pada humeral head yang
mengalami elongasi
• Acromion dan AC joint tergambar lebih ke superior dari
humeral head

6. Proyeksi Antero Posterior (AP) axial


 Posisi pasien
Posisikan tubuh pasien pada posisi erect atau supine.

 Posisi obyek

Pusatkan skapulohumeral joint dari shoulder yang


diperiksa pada garis tengah kaset.

 Pengaturan sinar dan eksposi


1. Arah sinar/central ray (CR) : Langsung menuju
skapulohumeral joint, disudutkan chepalad 35
2. Titik bidik /central point : Scapulohumeral Joint
3. Focus film distance : 100 cm.
4. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf

 Pada posisi ini akan menghasilkan gambaran


radiograf scapulohumeral joint, proksimal humerus,
dan akan tampak clavikula diatas angulus skapula
superior.

7. Proyeksi Antero Posterior (AP) oblique


 Posisi pasien
Untuk mencapai posisi ini dangan posisi erect atau
supine. Posisi erect akan lebih memudahkan pasien dan
memudahkan pengaturan objek yang tepat.

 Posisi obyek
Pusatkan kaset pada humeroskapular joint. Putar posisi
pasien kira-kira 35o-45o kearah sisi yang diperiksa. Atur
derajat rotasi untuk menempatkan skapula sejajar dengan
bidang kaset. Posisi ini membuat caput humeri
bersinggungan dengan kaset. Jika pasien dalam posisi
supine tubuh pasien mungkin membutuhkan rotasi lebih dari
45o untuk menempatkan skapula sejajar kaset. Abduksikan
lengan sedikit endorotasi dan tempatkan telapak tangan
pada perut.
 Pengaturan sinar dan eksposi

1. Arah sinar/central ray (CR) : Atur arah sinar tegak


lurus
2. Titik bidik /central point : cavitas glenoidalis
pada 5 cm inferior dari superolateral border shoulder.
3. Focus film distance : 100 cm.
4. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.

 Kriteria radiograf

 Tampak membuka, jarak antara caput humeri dengan


cavitas glenoidalis. Tampak jelas jaringan lunak pada
sekitar skapulohumeral joint dengan detail trabecula
pada cavitas glenoidalis dan caput humeri.

2.4. Proteksi Radiasi

1. Proteksi bagi pasien

a. Pemeriksaan dengan sinar-x hanya dilakukan atas permintaan dokter

b. Mengatur luas lapangan pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan

c. Menggunakan faktor eksposi yang tepat untuk menghindari

pengulangan foto

d. Tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan

e. Waktu penyinaran sesingkat mungkin

f. Pasien menggunakan apron

g. Pasienhamil pada triwulan pertama ditunda pemeriksaannya

2. Proteksi bagi petugas

a. Tidak menggunakan berkas sinar–x yang mengarah ke petugas


b. Berlindung dibalik tabir / tirai saat melakukan eksposi

c. Menggunakan alat monitoring radiasi secara continue selama bertugas

3. Proteksi bagi masyarakat umum

a. Pintu pemeriksaan tertutup rapat

b. Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X keruangan umum

c. Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke ruang pemeriksaan

d. Apabila diperlukan orang lain untuk membantu jalannya pemeriksaan,

orang tersebut harus menggunakan apron


BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. Wiyana

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 62 Tahun

Tanggal lahir : 2 Mei 1956

Alamat : JL. SIDOTOPO WETAN BARU V A / 29

No. RM : 805993

3.2. Riwayat Pasien

Pada tanggal 6 November 2018, pasien mendatangi RSU Haji Surabaya

untuk memeriksakan kelainan yang dirasakan pada daerah bahu sebelah kiri nya.

Pasien datang memeriksakan ke dokter dengan keluhan sakit tersebut, kemudian

dokter mendiagnosa telah terjadi shoulder frozen pada daerah bahu dan

menyarankan untuk melakukan foto rontgen dengan permintaan shoulder joint di

Instalasi Radiologi RSU Haji Surabaya. Pasien datang ke instalasi radiologi

dengan membawa surat permintaan pemeriksaan radiologi dari dokter.

Selanjutnya pasien melakukan foto rontgen Shoulder Joint proyeksi AP eksternal

rotation dan AP internal rotation.

3.3. Prosedur Pemeriksaan

3.3.1. Persiapan Alat

a. Pesawat Sinar-X siap pakai

Merk : SHIMADZU COPORATION

Tipe :B

Model : R-20
No. Seri : 0266M85909

kV max : 150 kV

VA : 100

Wiring : 501-06536 F

b. Imaging plate radiografi ukuran 18 x 24 cm

c. Timbal

d. Marker R

e. Plester

f. Gunting

3.3.2. Persiapan Pasien

Pemeriksaan ini tidak membutuhkan persiapan khusus, hanya saja

pasien melepaskan benda-benda asing yang berada di sekitar daerah

kaki agar tidak menimbulkan bayangan radiopaq pada radiograf.

Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas memberitahu prosedur

kepada pasien agar tidak terjadi kesalahpahamaan dari pasien

tersebut.

3.3.1. Teknik Pemeriksaan

1. Shoulder Joint Proyeksi AP Eksternal Rotation


 Posisi pasien
Pasien diminta berdiri di depan bucky stand.

 Posisi obyek
Lengan abduksi, rotasi eksternal, bahu menempel kaset
Pusatkan shoulder joint pada pertengahan kaset. Kemudian
atur posisi kaset sehingga pusat kaset setinggi 2.5 cm
inferior procesus coracoideus. Jika diperlukan untuk
mengatasi lekukan dari punggung dan struktur shoulder
yang miring maka cukup memutar sedikit tubuh pasien untuk
menempatkan corpus skapula agar sejajar bidang kaset.
 Pengaturan sinar dan eksposi
5. Arah sinar/central ray (CR) : Vertikal tegak lurus
pertengahan IR.
6. Titik bidik /central point : 2,5 cm inferior proc.
Coracoid.
7. Focus film distance : 100 cm.
8. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf

 Full external rotation ditunjukkan dengan tampak


greater turbecle di aspek lateral dari prox.humerus.
Letter tubercle bertumpuk dengan humeral head.

2. AP Internal Rotation (Proyeksi Lateral)-Non Trauma


 Posisi pasien

Pasien diminta berdiri di depan bucky stand. Pasien


diminta untuk memfleksikan elbow, merotasikannya ke
dalam dan punggung tangan berada pada pangkal paha.
Kemudian atur lengan sampai epicondilus tegak lurus bidang
kaset.

 Posisi obyek
Lengan abduksi, rotasi internall, bahu menempel kaset
Pusatkan shoulder joint pada pertengahan kaset.
 Pengaturan sinar dan eksposi
5. Arah sinar/central ray (CR) : Vertikal tegak lurus
pertengahan IR.
6. Titik bidik /central point : 2,5 cm inferior proc.
Coracoid.
7. Focus film distance : 100 cm.
8. Ukuran film dan kaset : 24x30 cm.
 Kriteria radiograf
 Full internal rotation ditunjukkan dengan tampak
lesser tubercle pada medial aspek prox.humerus.
Batas greater tubercle superimposed dengan humeral
head.

3.4. Hasil Pembacaan Radiograf

Foto Shoulder Sinistra :

 Trabekulasi tulang normal


 Alignment antar tulang baik
 Celah sendi normal
 Posisi exo/endo baik
 Caput Humeri dan Fossa Glenoidalis normal
 Tidak dapat dislokasi atau tanda fraktur

Kesimpulan : Saat ini foto shoulder sinistra tidak didapatkan kelainan

3.5. Pembahasan Kasus

Shoulder frozen atau Adhesiv Capsulitis merupakan rasa nyeri yang


mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada bahu baik secara aktif
atau pasif yang disebabkan adanya perlekatan pada kapsul sendi bahu. Frozen
Shoulder kapsul sekitar sendi bahu mengalami pembentukan jaringan fibrotik.

Shoulder frozen uga dapat disebabkan pleh trauma langsung paa


bahu, disuse dalam jangka waktu lama misalnya tejadi fracture disekitar bahu
yang pada fase penyembuhanya tidak diikuti dengan gerak aktif yang dilkukan
secara teratur paa bahunya, selain itu bisa kaena faktor immunologi yang
berhubungan dengan penyakit lain misalnya: Tuberkulosa paru, hemiparase,
ischemic heart desease, bronchitis cronis dan Diabetes melitus.

Keluhan utama yang paling sering dirasakan oleh pasien shoulder


frozen adalah nyeri pada bahu. Keluhan ini disertai dengan keterbatasan luas
gerak sendi /kekakuan baik aktif maupun pasif, terutama pada malam hari. Nyeri
akan bertambah jika bila lengan pada bahu yang sakit digerakan. Untuk
menegakan diagnosa pada penderita Shoulder Frozen maka diperlukan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografi.

Di instalasi radiologi RSU Haji Surabaya pemeriksaan bahu dengan


kasus Shoulder Frozen dibuat dengan pemeriksaan antero-posterior (AP)
endorotasi dan exorotasi sesuai permintaan dan diagnosa dari dokter pengirim.
Proyeksi ini sudah dianggap dapat menegakan diagnosa pada kasus Shoulder
Joint.

Pada saat melakukan pemeriksaan pasien merasakan nyeri ketika


posisi AP exorotasi dan abduksi karena memang terdapat keterbatasan, hal ini
menandakan adanya kelainan rotator cuff. bahu yang merata di daerah sendi
glenohumeral dan dapat meluas sampai uppertrapezius dan interscapular.

Dengan foto polos X-Ray proyeksi AP endorotasi dan exorotasi terlihat


celah sendi bahu, tampak juga tulang-tulang pembentuk shoulder joint serta
dapat memindai jaringan tulang. Pada kasus shoulder frozen ini tampak sering
kali terlihat normal, namun dapat terlihat periarticuler osteopenia akibat efek
disuse.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Pemeriksaan radiografi pda bahu dengan kasus shoulder frozen di


RSU Haji Surabya Menggunakan proyeksi shoulder joint AP
(Endorotasi dan Exorotasi) sehingga sendi dapat dilihat.
2. Proyeksi AP endortasi dan eksorotasi dengan kasus shoulder joint
adalah proyeksi yang mampu menampakan celah sendi dan tulang
penyusun sendi bahu. Proyeksi AP informatif untuk menegakan
diagnosa pada kasus shoulder joint.

4.2. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penulisan


Laporan Studi Kasus ini, adalah :

Sebaiknya Pemeriksaan shoulder frozen di Instalasi RSU Haji Surabaya


dengan proyeksi paietoacantial metode waters open mouth lebih
meningkatkan proteksi radiasi yang dberikan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Bontranger, .Text Book of Radiographic Positioning and

RelatedAnatomy,Eighth Edition.Kenneth L.Bontrager & John P.Lampignano:

ELSEVIER

Atlas of Human AnatomySOBOTTA ,Editedby

R.PutzandR.Pabstincollaboration With RenatPeu

Volume One, Merril’s Atlas of Radiographic Positions & Radiologic

Procedures, Tenth Edition; Phillip W.Ballinger and Eugene D.Frank


LAMPIRAN

1.

Anda mungkin juga menyukai