PENDAHULUAN
Frozen shoulder adalah salah satu yang paling umum terjadi. Namun salah
satu gangguan dari sendi glenohumeral yang paling kurang dipahami. Ini terutama
karena kesulitan mendefinisikan dan membedakan dengan jelas dari kondisi lain
dengan serupa dan temuan tetapi dengan penyebab yang jelas berbeda (Joseph &
Gerald, 2007).
1
populasi umum dan 10–29% pada penderita diabetes di Amerika (shickling dan
walsh, 2001). Tanda khusus adhesive capsulitis adanya keterbatasan pola kapsuler
sendi glenohumeral ke segala arah.Dimana pada gerakan eksorotasi yang paling
terbatas diikuti abd/fleksi dan endorotasi.
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva ini fisioterapis
berperan dalam mengurangi nyeri, meningkatkan luas gerak sendi, mencegah
kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan otot serta meningkatkan
aktifitas fungsional pasien.
2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Gambar 2.1
Anatomi Shoulder
3
Shoulder kompleks merupakan sendi yang paling kompleks pada
tubuh manusia karena memiliki 5 sendi yang saling terpisah. Shoulder
kompleks tersusun oleh 3 tulang utama yaitu clavicula, scapula, dan
humerus yang membentuk kombinasi three joint yang menghubungkan
upper extremity dgn thoraks.
a. Sternoclavicular joint
Sternoclavicular joint dibentuk oleh ujung proksimal clavicula
yang bersendi dengan incisura clavicularis dari manubrium sternum
dan cartilago costa I. Sternoclavicular joint terdiri dari 2 permukaan
yang berbentuk saddle, salah satu permukaan terdapat pada ujung
proksimal clavicula dan satu permukaan lagi terdapat pada incisura
clavicularis dari manubrium sternum, sehingga sternoclavicular joint
tergolong kedalam saddle joint.
Sternoclavicular joint memiliki diskus artikular fibrokartilago
yang dapat memperbaiki kesesuaian kedua permukaan tulang yang
4
bersendi & berperan sebagai shock absorber.Sternoclavicular joint
dibungkus oleh kapsul artikularis yang tebal dan kendor, serta
diperkuat oleh ligamen sternoclavicular anterior dan posterior.Selain
ligamen sternoclavicular anterior dan posterior, sendi ini juga
diperkuat oleh ligamen costoclavicularis dan interclavicularis.Ligamen
costoclavicular memiliki 2 lamina yaitu lamina anterior yang memiliki
serabut kearah lateral dari costa I ke clavicula, dan lamina posterior
yang memiliki serabut kearah medial dari costa I ke clavicula.Ligamen
interclavicularis menghubungkan kedua ujung proksimal clavicula dan
ikut menstabilisasi sternoclavicular joint.
Gambar 2.2
Struktur Sendi Sternoclavicula
b.Acromioclavicular joint
Acromioclavicular joint dibentuk oleh processus acromion scapula
yang bersendi dengan ujung distal clavicula.Acromioclavicular joint
termasuk kedalam irregular joint atau plane joint dengan permukaan
sendi yang hampir rata, dimana permukaan acromion berbentuk konkaf
dan ujung distal clavicula berbentuk konveks.Acromioclavicular joint
memiliki diskus artikular diantara kedua permukaan tulang pembentuk
sendi.
Acromioclavicular joint dibungkus oleh kapsul artikularis yang
lemah tetapi diperkuat oleh ligamen acromioclavicularis superior dan
5
inferior.Pada bagian posterior dan superior sendi juga diperkuat oleh
aponeurosis otot upper trapezius dan deltoideus. Ligamen
coracoclavicularis (serabut trapezoideum pada sisi lateral dan serabut
conoideum pada sisi medial) dan ligamen coracoacromialis tidak
berhubungan langsung dengan acromioclavicular joint tetapi ikut
membantu menstabilisasi acromioclavicular joint
Gambar 2.3
Struktur Sendi Acromioclavicular
c.Glenohumeral joint
Glenohumeral joint dibentuk oleh caput humeri yang bersendi
dengan cavitas glenoidalis yang dangkal. Glenohumeral joint termasuk
sendi ball and socket joint dan merupakan sendi yg paling bebas pada
tubuh manusia.
Caput humeri yang berbentuk hampir setengah bo-la memiliki area
permukaan 3 – 4 kali lebih besar daripada fossa glenoidalis scapula
yang dangkal se-hingga memungkinkan terjadinya mobilitas yang
tinggi pada shoulder.Fossa glenoidalis diperlebar oleh sebuah
bibir/labrum fibrokartilago yang mengelilingi tepi fossa, disebut dengan
“labrum glenoidalis”.Labrum glenoidalis dapat membantu menambah
stabilitas glenohumeral joint. Kapsul artikularisnya kendor dan jika
lengan ter-gantung ke bawah akan membentuk kantong kecil pada
permukaan medial, yang disebut “recessus axillaris”.
Bagian atas kapsul diperkuat oleh lig.coracohumeral dan bagian
anterior kapsul diperkuat oleh 3 serabut lig. glenohumeral yang lemah
6
yaitu lig. glenohumeral superior, middle dan inferior. Ada 4 tendon otot
yang memperkuat kapsul sendi yaitu supraspinatus, infraspinatus, teres
minor dan subscapularis. Keempat otot tersebut dikenal dengan
“rotator cuff muscle”, berperan sebagai stabilitas aktif shoulder joint.
Selain rotator cuff muscle, stabilitas aktif sendi juga dibantu oleh
tendon caput longum biceps brachii. Rotator cuff muscle memberikan
kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus dan tendonnya membentuk
collagenous cuff disekitar sendi shoulder sehingga membungkus
shoulder pada sisi posterior, superior dan anterior. Ketegangan dari
rotator cuff muscle dapat menarik caput humerus kearah fossa
glenoidalis sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
stabilitas sendi.
Gambar 2.4
Struktur Glenohumeral Joint (Shoulder Joint)
d. Suprahumeral joint
Suprahumeral joint terdiri atas coracoclavicular joint dan
coracoacromialis joint.Kedua sendi tersebut tidak memiliki
karakteristik sinovial, kedua tulang hanya dihubungkan oleh ligamen
sehingga tergolong syndesmosis.
Coracoclavicularis joint dibentuk oleh processus coracoideus
scapula dan permukaan inferior clavicula yang diikat oleh lig.
coracoclavicularis. Coracoacromialis joint dibentuk oleh processus
coracoideus scapula dan processus acromion scapula yang diikat oleh
lig. coracoacromialis.
7
Suprahumeral joint memiliki ruang dengan atapnya adalah
processus acromion dan ujung distal clavicula sedangkan dindingnya
adalah ligamen coraco acromialis dan ligamen coracoclavicularis
(serabut trapezoideum dan serabut conoideum).Didalam ruang
suprahumeral terdapat struktur jaringan yaitu bursa
subacromialis/subdeltoidea, tendon supraspinatus & tendon caput
longum biceps.
Bursa subacromial berperan sebagai bantal dari rotator cuff
muscle terutama otot supraspinatus dari tulang acromioin
diatasnya.Bursa subacromial dapat menjadi teriritasi akibat kompresi
yang berulang-ulang selama aksi/pukulan overhead lengan.
e. Scapulothoracic joint
Scapulothoracic joint merupakan pertemuan antara scapula
dengan dinding thoraks, yang dibatasi oleh otot subscapularis &
serratus anterior. Scapulothoracic joint dipertahankan oleh 3 otot
trapezius, rhomboid major et minor, serratus anterior & levator
scapula. Otot-otot yang melekat pada scapula melakukan 2 fungsi
yaitu:
1) Fungsi pertama ; otot-otot tersebut berkontraksi untuk
menstabilisasi regio shoulder. Sebagai contoh, ketika kopor/tas
diangkat dari lantai maka otot levator scapula, trapezius &
rhomboid berkontraksi untuk menyanggah scapula.
2) Fungsi kedua ; otot-otot scapula dapat memfasilitasi gerakan-
gerakan upper extremitas melalui posisi yang tepat dari
glenohumeral joint. Sebagai cntoh, selama lemparan overhead otot
rhomboid berkontraksi untuk menggerakkan seluruh shoulder
kearah posterior pada saat humerus horizontal abduksi dan
exorotasi selama fase persiapan melempar. Pada saat lengan dan
tangan bergerak ke depan untuk melakukan lemparan, maka
ketegangan otot rhomboid dilepaskan untuk memberikan gerakan
ke depan dari shoulder joint.
8
f. Scapulohumeral rhythm
Scapulohumeral rhythm hanya terjadi pada gerakan abduksi –
elevasi dan fleksi – elevasi. Ada 3 fase gerak abduksi dimana setiap
fase terjadi gerak proporsional antara humerus & scapula sehingga
perlu memperhatikan analisis gerak pada setiap fase.
1) Fase I (0o – 60/90o))
Pada abduksi 30o terjadi gerak humerus sebesar 30o se-
mentara scapula tetap dalam posisinya. Pada abduksi 30 –
60o terjadi gerak proporsional antara humerus & scapula dengan
rasio 2 : 1. Pada awal fase ini, otot deltoid dan supraspinatus
beker-ja utama membentuk kopel pada level shoulder joint.Pada
60 – 90o abduksi bursa subdeltoidea tergelincir ma-suk ke ruang
suprahumeral joint.
2) Fase II (60/90o – 120/150o)
Pada abduksi 90o terjadi “locked” karena tuberculum ma-
jus berbenturan dgn margo superior glenoidalisà untuk
menghindari locked maka terjadi lateral rotasi dari hume-rus guna
memindahkan tuberculum majus kearah dorsal. Lanjutan fase II
Pada fase ini masih terjadi gerak proporsional antara hu-merus dan
scapula dengan rasio 2 : 1.Pada fase ini, terjadi kontribusi gerakan
SC joint & AC joint berupa rotasi aksial.Pada fase ini, otot
trapezius & serratus anterior bekerja membentuk kopel pada level
scapulothoracic joint, diban-tu oleh otot deltoid & supraspinatus.
3) Fase III (120/150o – 180o)
Pada fase ini gerak proporsional antara humerus & sca-pula
masih tetap berlanjut.Pada fase ini terjadi gerakan intervertebral
joint C6 – Th4 dan costa 1 – 4 à intervertebral joint C6 – Th4
mengala-mi rotasi ipsilateral dan lateral fleksi kontralateral, costa
1 – 4 mengalami winging dan rotasi Lanjutan fase III :Gerakan
intervertebral joint mulai terjadi pada awal 150o dan dihasilkan
oleh otot-otot spinal (erector spine) sisi kontralateral.Jika kedua
9
lengan dalam posisi abduksi – elevasi penuh (paralel vertikal)
maka terjadi peningkatan lordosis lum-bal oleh aksi otot-otot
spinal (erector spine).Pada fase ini, semua otot abduktor
berkontraksi.
2. Patologi
a. Definisi
Frozen shoulder adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri
dan keterbatasan gerak pada sendi bahu yang sering terjadi tanpa
dikenali penyebabnya. Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang
mengelilingi sendi bahu menjadi mengkerut dan membentuk jaringan
parut (Cluett, 2007).
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau
sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan
kelainan pada rontgen, tetapi menunjukkan adanya pembatasan gerak
yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas kerja sehari-hari.
Frozen shoulder merupakan suatu istilah yang merupakan
wadah untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan
nyeri dan pembatasan lingkup gerak sendi baik secara aktif mapun
pasif akibat capsulitis adhesiva yang disebabkan adanya perlengketan
kapsul sendi, yang sebenarnya lebih tepat untuk menggolongkannya di
dalam kelompok periarthritis.
b. Etiologi
Istilah kapsulitis adhesiva hanya digunakan untuk penyakit
yang sudah diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan
kekakuan progesif pada bahu yang biasanya berlangsung sekitar 18
bulan. Proses ini sering berawal sebagai tendinitis kronis, tetapi
perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh ”cuff”
dan kapsul yang mendasari. Sementara peradangan berkurang, jaringan
berkontraksi, kapsul dapat menempel pada caput humerus.
Penyebabnya tidak diketahui. Diduga penyakit ini merupakan respon
terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebabnya
10
biasanya idiopatik, keadaan yang serupa terlibat setelah hemiplegia
atau infark jantung.
Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih
belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara
lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, injuries
atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit
cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.
Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :
1) Primer/ Idiopetik Frozen Shoulder
Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen
shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan
biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada
lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi
pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu
yang lama dan berulang.
2) Sekunder Frozen Shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu
misal fraktur, dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera
ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen
shoulder akibat capsulitis adhesiva adalah :
a. Nyeri
Pasien berumur antara 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat
trauma, sering kali ringan, diikuti rasa sakit pada bahu dan lengan.
Nyeri berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak bisa
tidur pada posisi yang terkena, setelah beberapa bulan nyeri mulai
berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin menjadi, berlanjut
terus selama 6-12 bulan. Setelah itu beberapa bulan kemudian nyeri
mulai berkurang, tetapi kekakuan semakin menjadi. Setelah berapa
bulan kemudian pasien dapat bergerak, tetapi tidak normal.
11
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada
malam hari sering dijumpai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya kesulitan penderita dalam mengangkat lengannya
(abduksi), sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi
dengan mengangkat bahu pada saat gerakan mengangkat lengan yang
sakit, yaitu saat flexi dan abduksi sendi bahu diatas 90º atau di sebut
dengan shrugging mechanism. Juga dapat dijumpai adanya atrofi otot
gelang bahu (Heru,2004).
Cardinal feature yang ditemui adalah hilangnya atau
berkurangnya kemampuan gerakan pasiv dan aktif pada semua arah.
Pemeriksaan X-ray menunjukkan hasil yang normal kecuali ditemukan
adanya reduce bone density. Kata kunci untuk meng-exclude penyebab
lain dari nyeri adalah, adanya stiff shoulder.
b. Keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi)
Frozen sholder karena capsulitis adhesiva ditandai dengan
adanya keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua
gerakan yang nyata, baik gerakan yang aktif maupun pasif. Sifat
nyeri dan keterbatasan gerak sendi bahu terjadi pada semua gerakan
sendi bahu, tetapi sering menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola
kapsuler. Pola gerak sendi bahu ini adalah gerak exorotasi lebih
terbatas dari gerak abduksi dan lebih terbatas dari gerak adduksi. Ini
adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark
myokard, diabetes melitus, fraktur immobilisasi berkepanjangan atau
redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada
usia antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada
malam hari sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya
(abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat
bahunya (srugging).
12
c. Penurunan kekuatan otot
Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita
dalam mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan
otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada
malam hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan
adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi),
sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya
(srugging). Pada pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas
normal.
4. Patofisiologi
Imobilisasi yang lama karena adanya nyeri pada sendi shoulder
menyebabkan statis pembuluh vena dan menimbulkan reaksi timbunan
protein, akhirnya terjadi fibrosus pada sendi glenohumeral. Fibrosus
mengakibatkan adhesi antar lapisan didalam sendi, sehingga terjadi
perlengketan kapsul sendi dan terjadilah keterbatasan gerak pada sendi
bahu. Frozen shoulder sendiri kondisi dimana terjadi keterbatasan pada
sendi glenohumeral yang didahului oleh adanya nyeri. Sedangkan nyeri
tersebut dapat dikarenkan oleh tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator
cuff, fraktur atau kelainan dari ekstra clavicular, yaitu angina. Akibat dari
frozen shoulder adalah adanya nyeri kesemua gerakan, terutama gerak
exorotasi, abduksi, dan endorotasi. Jika exorotasi lebih terbatas dari gerak
abduksi, dan endorotasi maka membentuk pola kapsuler.
Gambar 2.6
Frozen Shoulder
13
Adapun beberapa teori yang dikemukakan American Academy of
Orthopedic Surgeon tahun 2000 mengenai frozen shoulder, teori tersebut
adalah :
a. Teori Hormonal
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita
bersamaan dengan datangnya menopause.
b. Teori Genetic
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen
shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti
menderita pada saat yang sama.
c. Teori Auto Immuno
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap
hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori Postur
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan
berpostur tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen
bahu.
Frozen shoulder dapat disebabkan oleh trauma, imobilisasi lama,
imunologi, serta hubungannya dengan penyakit lainnya, misal
hemiparese,ischemic heart disease, TB paru, bronchritis kronis dan
diabetes mellitus dan diduga penyakit ini merupakan respon autoimun
terhadap rusaknya jaringan local.
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu:
a. Pain (Freezing)
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak
sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini
berakhir ampai 10- 36 minggu.
b. Stiffness (Frozen)
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau
perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral
14
yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula.Fase ini berakhir 4-12
bulan.
c. Recovery (Thawing)
Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada
synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang
nyata.Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
15
B. Tinjauan Assessment dan Pengukuran Fisioterapi
JPM Test adalah istilah yang di gunakan dalam manual terapi untuk
menggambarkan apa yang terjadi dalam sendi ketika dilakukan gerakan
translasi.Gerakan gerakan tersebut dilakuakan secara pasif oleh terapis
pada saat pemeriksaan maupun terapi.Ada 3 macam gerakan joint play:
- Traksi
- kompresi
- gliding
2. Tinjauan Pengukuran Fisioterapi
a. VAS
Gambar 1.2 :Skala Alat Pengukuran Nyeri VAS (Visual Analogue Scale)
16
Dalam penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan dan
kerugian yang dapat diperoleh. Keuntungan penggunaan VAS antara
lain VAS adalah metode pengukuran intensitas nyeri paling sensitif,
murah dan mudah dibuat. VAS mempunyai korelasi yang baik dengan
skalaskala pengukuran yang lain dan dapat diaplikasikan pada semua
pasien serta VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis
nyeri.Namun kekurangan dari skala ini adalah VAS memerlukan
pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada pemahaman
pasien terhadap alat ukur tersebut.
17
posisi netral-gerakan mendekati tubuh. Pemeriksaan Range Of Motion
pada sendi ini dilakukan dalam bidang gerak frontal (F), Sagital (S),
Tranversal (T). Hasil pengukuran pada gerak pasif lebih besar daripada
pemeriksaan gerak aktif (Mardiman, dkk, 2002).
18
3) Efek sistemik terjadi karena peningkatan aliran darah, volume
darah, cardiac output .adanya vasodilatasi pembuluh darah
menyebabkan terjadinya pemanasan / peningkatan suhu area yang
diterapi. Pemanasan ringan menyebabkan penuruan tekanan darah
(sistolik 10 – 20 mmHg), sementara pemanasan kuat
menyebabkan peningkatan tekanan darah (sistolik 10 – 20
mmHg).
4) Efek lain yang lebih yaitu mengurangi kekakuan sendi,
mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, dll.
c. Indikasi
1) Kasus reumatologi
2) Neuromuskuoskeletal
d. Kontraindikasi
3) Keganasan
19
2. INTERFERENSIAL CURRENT
20
afferent II dan III. Stimulasi nerve fibers bermyelin pada jaringan otot dan
kulit menyebabkan symphatetic reflex berkurang yang diikuti post-
excitatory depression pada aktifitas symphatetic reflex.
Bahwa secara subjektif pasien akan merasakan stimulasi yang diberikan
akan berkurang dengan bertambahnya waktu hal ini dikenal sebagai
akomodasi yang timbul karena sensor stimulasi berupa informasi
mengalami penurunan. Stimulasi tanpa perubahan stimulus akan
menurunkan efek stimulasi. Untuk mencegah akomodasi dapat dilakukan
dengan peningkatan intensitas atau variasi frekuensi dan berkaitan dengan
akut dan kronis kondisi adalah intensitas relatif rendah, AMF relatif tinggi,
specrum relatif lebar dan program spectrum relatif “mild (lembut” untuk
kondisi akut, dan intensitas relatif tinggi, AMF relatif lebih rendah,
spectrum relatif sempit dan program spectrum relatif “abrupt (kasar)”
untuk kondisi kronis
Teknik Menggenggam
Secara tepat dapat dihitung dan diaplikasikan teknik menggenggam
dari terapis untuk menentukan strength (kekuatan) gerakan kompleks
yang dihasilkan.
21
Stimulasi verbal dan visual
Secara sederhana, instruksi yang jelas dapat mengurangi kerja terapis.
Pasien harus melihat dan berpartisipasi melakukan gerakan yang
dicontohkan terapis.
Tahanan maksimal
Hukum “all or nothing” dalam kontraksi otot terlibat dalam teknik ini.
Tahanan isometrik dan/atau isotonik dapat digunakan dalam teknik
ini. Tahanan yang maksimal ditentukan oleh strength (kekuatan) otot
dari setiap pasien.
Tahanan langsung
Hal ini melibatkan tahanan optimal untuk seluruh durasi gerakan;
tahanan ini bergantung pada gerakan alamiah yang beragam.
22
Teknik yang Digunakan Dalam PNF
a. Rhythmical Initiation
Teknik yang dipakai untuk agonis yang menggunakan gerakan-gerakan
pasif, aktif, dan dengan tahanan.
Caranya ;
• terapis melakukan gerakan pasif, kemudian pasien melakukan
gerakan aktif seperti gerakan pasif yang dilakukan terapis,
gerakan selanjutnya diberikan tahanan, baik agonis maupun
antagonis patron dapat dilakukan dalam waktu yang tidak sama
Indikasi ;
• problem permulaan gerak yang sakit karena rigiditas, spasme
yang berat atau ataxia, ritme gerak yang lambat, dan keterbatasan
mobilisasi.
b. Repeated Contraction
Suatu teknik dimana gerakan isotonic untuk otot-otot agonis, yang setelah
sebagian gerakan dilakukan restretch kontraksi diperkuat.
Caranya ;
• Pasien bergerak pada arah diagonal, pada waktu gerakan dimana
kekuatan mulai turun, terapis membeikan restretch, pasien
memberikan reaksi terhadap restretch dengan mempertinggi
kontraksi, terapis memberikan tahanan pada reaksi kontraksi yang
meninggi., kontraksi otot tidak pernah berhenti, dalam satu
gerakan diagonal restretch diberikan maksimal empat kali
c. Stretch reflex
Bentuk gerakan yang mempunyai efek fasilitasi terhadap otot-otot yang
terulur.
Caranya ;
• Panjangkan posisi badan (ini hanya dapat dicapai dalam bentuk
patron), tarik pelan-pela kemudian tarik dengan cepat (tiga arah
gerak) dan bangunkan stretch reflex, kemudian langsung berikan
tahanan setelah terjadi stretch reflex, gerakan selanjutnya
diteruskan dengan tahanan yang optimal, berdasarkan aba-aba
pada waktu yang tepat.
d. Combination of isotonics
Konbinasi kontraksi dari gerak isotonic antara konsentris dan eksentris dari
agonis patron (tanpa kontraksi berhenti) dengan pelan-pelan.
23
e. Timing for Emphasis
bentuk gerakan dimana bagian yang lemah dari gerakan mendapat ekstra
stimulasi bagian yang lebih kuat.
Caranya ; pada suatu patron gerak, bagian yang kuat ditahan dan bagian
yang lemah dibirkan bergerak.
f. Hold relax
Suatu teknik dimana kontraksi isometris mempengaruhi otot antagonis yang
mengalami pemendekan, yang akan diikuti dengan hilang atau kurangnya
ketegangan dari otot-otot tersebut.
Caranya ;
Gerakan dalam patron pasif atau aktif dari group agonis
sampai pada batas gerak atau sampai timbul rasa sakit,
Terapis memberikan penambahan tahanan pelan-pelan
pada antagonis patron, pasien harus menahan tanpa
membuat gerakan. Aba-aba =” tahan di sini !”
Relaks sejenak pada patron antagonis, tunggu sampai
timbul relaksasi pada group agonis, gerak pasif atau aktif
pada agonis patron, ulangi prosedur diatas, penambahan
gerak patron agonis, berarti menambah LGS.
g. Contract relax
Suatu teknik dimana kontraksi isotonic secara optimal pada otot-otot
antagonis yang mengalami pemendekan.
Caranya ;
Gerakan pasif atau aktif pada patron gerak agonis sampai
batas gerak.
Pasien diminta mengkontraksikan secara isotonic dari otot-
otot antagonis yang mengalami pemendekan. Aba-aba
=”tarik !” atau “dorong !”
Tambah lingkut gerak sendi pada tiga arah gerakan, tetap
diam dekat posisi batas dari gerakan, pasien diminta untuk
relaks pada antagonis patron sampai betul-betul timbul
relaksasi tersebut, gerak patron agonis secara pasif atau
aktif, ulangi prosedur diatas, dengan perbesar gerak patron
agonis dengan menambah LGS.
h. Slow Reversal
Teknik dimana kontraksi isotonic dilakukan bergantian antara agonis dan
antagonis tanpa terjadi pengendoran otot.
Caranya ;
Gerakan dimulai dari yang mempunyai gerak patron yang
kuat
Gerakan berganti ke arah patron gerak yang lemah tanpa
pengendoran otot
24
Sewaktu berganti ke arah patron gerakan yang kuat tahanan
atau luas gerak sendi ditambah.
Teknik ini berhenti pada patron gerak yang lebih lemah
Aba-aba di sini sangat penting untuk memperjelas ke arah
mana pasien harus gbergerak. Aba-aba “dan … tarik !”
atau “dan dorong !”
Teknik ini dapat dilakukan dengan cepat.
Tidak semua teknik PNF dapat diterapkan pada penderita
stroke. Teknik-teknik yang dapat digunakan adalah ;
rhythmical initiation, timing for emphasis, contract relaz
dan slow reversal.
25
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
A. Data Medis
No RM : 100167
B. IdentitasPasien
Nama : TN.R
Umur : 59 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Perumahan mangga 3 blok F6/21
Pekerjaan : Pensiuan
C. Anamnesis Khusus
26
beraktifitas.Pasien sudah datang terapi
sebanyak 4 kali dengan keluhan overuse saat
beraktifitas dirumah.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
Tekanan Darah : 130/100 mmHg
Denyut Nadi : 60 x/menit
Frekuensi Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,50C
2. Inspeksi
a. Statis : bahu kiri terlihat agak turun
b. Dinamis : pasien tidak mampu mengangkat tangannya ke atas dan
memutar ke belakang
E. Pemeriksaan Fungsi Dasar
1. Tes cepat Abduksi – Elevasi : Gerakan dextra dan sinistra terbatas
2. Aktif
2. Pasif
27
Nama Gerakan Sinistra
Fleksi shoulder Nyeri, firm endfeel
Ekstensi shoulder Normal
Abduksi shoulder Nyeri, firm endfeel
Adduksi shoulder Nyeri, firm endfeel
Internal rotasi Sedikit nyeri, firm
endfeel
Eksternal rotasi Nyeri firm endfeel
3. Isometric
F. Pemeriksaan Spesifik
1. Palpasi : Nyeri tekan pada rotator caff
2. Pengukuran
a. VAS (Visual Analog Scala ) Hasil : 8,1 (Nyeri Berat)
b. ROM
Nilai normal
Abduksi/ Adduksi 90 – 0o – 0o
Eksternal/Internal 90o – 0o– 80o
28
Pola capsuler bahu sinistra: Eksternal rotasi > Abduksi> Internal rotasi
G. Algoritma Asesment
29
Kondisi/Penyakit :
History Taking :
Inspeksi :
Statis : bahu kiri kelihatan agak turun
Dinamis : pasien tidak mampu mengangkat tangannya ke atas dan memutar ke
belakang.
Pemeriksaan fisik
Diagnosa :
H. Diagnosis Fisioterapi
“Shoulder Pain and Hipomobile capsular pattern sinistra et cause frozen
shoulder ”
I. Problematik Fisioterapi
30
1. Impairment body structure
Capsul dan ligamen
2. Impairment body function
3. Activity limitation
4.Participation limitation
31
daerah bahu dengan tehnik kontraplanar
Dosis :
F : 3 Kali seminggu
I : 50 W
T : Kontra planar
T : 10 menit
3 .Selama proses pemberian SWD anjurkan kepada pasien
untuk menghindari bergerak lebih dekat atau lebih jauh dari
kondesator
Fisioterapis selalu mememonitor respon pasien selama
proses pemberian terapi
2. Interferensial current
F : 3 x seminggu
I : Toleransi pasien
T : Metode 4 pet
T : 10 Menit
3. Mobilisasi scapula
Tujuan : Untuk melepaskan perlengketan pada scapula
Prosedur : Posisi pasien tidur miring menghadap ke terapis,lengan
atas pasien di sanggah oleh bahu terapis,ke2 tangan terapis berada
di margo medial dan angulus inferior,lalu pasien meggerakkan
tangannya keatas lalu terapis menambah gerakan pada scapula
dengan mendorong scapula ke arah latero cranial.
4. Hold relax
Tujuan : untuk menambah ROM
Teknilk pelaksanaan :
Pasien tidur terlentang
32
Kemudian intruksikan pada pasien untuk
melakukan kontraksi isometric pada otot
– otot antagonis
Kemudian menambah tahanannya pada
setiap repitisi (3 kali)
Pada akhir gerakan ulurkan otot – otot
tersebut secara pasif
BAB IV
EVALUASI
33
1. Penurunan nyeri menggunakan VAS :
T1 T2 T3 T4 T5
VAS 8 8 7 7 6
Bidang Gerakan T1 T5
Ekstensi – Fleksi 50 – 0o – 135o
o
50 – 0o – 155o
o
34