Disusun Oleh :
NURBIAN
PO713241171034
D.III FISIOTERAPI/TK.II
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Frozen shoulder adalah salah satu yang paling umum terjadi. Namun salah
satu gangguan dari sendi glenohumeral yang paling kurang dipahami. Ini terutama
karena kesulitan mendefinisikan dan membedakan dengan jelas dari kondisi lain
dengan serupa dan temuan tetapi dengan penyebab yang jelas berbeda (Joseph &
Gerald, 2007).
PEMBAHASAN
1. Anatomi Fisiologi
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and
socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas
sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat
menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas
sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan
ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan
gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia
dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula
(collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah
persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular,
sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.
Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi
glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak
masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal.
Gambar 2.1
Anatomi Shoulder
a. Sternoclavicular joint
Sternoclavicular joint dibentuk oleh ujung proksimal clavicula
yang bersendi dengan incisura clavicularis dari manubrium sternum
dan cartilago costa I. Sternoclavicular joint terdiri dari 2 permukaan
yang berbentuk saddle, salah satu permukaan terdapat pada ujung
proksimal clavicula dan satu permukaan lagi terdapat pada incisura
clavicularis dari manubrium sternum, sehingga sternoclavicular joint
tergolong kedalam saddle joint.
Sternoclavicular joint memiliki diskus artikular fibrokartilago
yang dapat memperbaiki kesesuaian kedua permukaan tulang yang
bersendi & berperan sebagai shock absorber. Sternoclavicular joint
dibungkus oleh kapsul artikularis yang tebal dan kendor, serta
diperkuat oleh ligamen sternoclavicular anterior dan posterior. Selain
ligamen sternoclavicular anterior dan posterior, sendi ini juga
diperkuat oleh ligamen costoclavicularis dan interclavicularis.
Ligamen costoclavicular memiliki 2 lamina yaitu lamina anterior yang
memiliki serabut kearah lateral dari costa I ke clavicula, dan lamina
posterior yang memiliki serabut kearah medial dari costa I ke
clavicula. Ligamen interclavicularis menghubungkan kedua ujung
proksimal clavicula dan ikut menstabilisasi sternoclavicular joint.
Gambar 2.2
Struktur Sendi Sternoclavicula
b. Acromioclavicular joint
Acromioclavicular joint dibentuk oleh processus acromion scapula
yang bersendi dengan ujung distal clavicula. Acromioclavicular joint
termasuk kedalam irregular joint atau plane joint dengan permukaan
sendi yang hampir rata, dimana permukaan acromion berbentuk konkaf
dan ujung distal clavicula berbentuk konveks. Acromioclavicular joint
memiliki diskus artikular diantara kedua permukaan tulang pembentuk
sendi.
Acromioclavicular joint dibungkus oleh kapsul artikularis yang
lemah tetapi diperkuat oleh ligamen acromioclavicularis superior dan
inferior. Pada bagian posterior dan superior sendi juga diperkuat oleh
aponeurosis otot upper trapezius dan deltoideus. Ligamen
coracoclavicularis (serabut trapezoideum pada sisi lateral dan serabut
conoideum pada sisi medial) dan ligamen coracoacromialis tidak
berhubungan langsung dengan acromioclavicular joint tetapi ikut
membantu menstabilisasi acromioclavicular joint
Gambar 2.3
Struktur Sendi Acromioclavicular
c. Glenohumeral joint
Glenohumeral joint dibentuk oleh caput humeri yang bersendi
dengan cavitas glenoidalis yang dangkal. Glenohumeral joint termasuk
sendi ball and socket joint dan merupakan sendi yg paling bebas pada
tubuh manusia.
Caput humeri yang berbentuk hampir setengah bo-la memiliki area
permukaan 3 – 4 kali lebih besar daripada fossa glenoidalis scapula
yang dangkal se-hingga memungkinkan terjadinya mobilitas yang
tinggi pada shoulder. Fossa glenoidalis diperlebar oleh sebuah
bibir/labrum fibrokartilago yang mengelilingi tepi fossa, disebut dengan
“labrum glenoidalis”. Labrum glenoidalis dapat membantu menambah
stabilitas glenohumeral joint. Kapsul artikularisnya kendor dan jika
lengan ter-gantung ke bawah akan membentuk kantong kecil pada
permukaan medial, yang disebut “recessus axillaris”.
Bagian atas kapsul diperkuat oleh lig. coracohumeral dan bagian
anterior kapsul diperkuat oleh 3 serabut lig. glenohumeral yang lemah
yaitu lig. glenohumeral superior, middle dan inferior. Ada 4 tendon otot
yang memperkuat kapsul sendi yaitu supraspinatus, infraspinatus, teres
minor dan subscapularis. Keempat otot tersebut dikenal dengan
“rotator cuff muscle”, berperan sebagai stabilitas aktif shoulder joint.
Selain rotator cuff muscle, stabilitas aktif sendi juga dibantu oleh
tendon caput longum biceps brachii. Rotator cuff muscle memberikan
kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus dan tendonnya membentuk
collagenous cuff disekitar sendi shoulder sehingga membungkus
shoulder pada sisi posterior, superior dan anterior. Ketegangan dari
rotator cuff muscle dapat menarik caput humerus kearah fossa
glenoidalis sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
stabilitas sendi.
Gambar 2.4
Struktur Glenohumeral Joint (Shoulder Joint)
d. Suprahumeral joint
Suprahumeral joint terdiri atas coracoclavicular joint dan
coracoacromialis joint. Kedua sendi tersebut tidak memiliki
karakteristik sinovial, kedua tulang hanya dihubungkan oleh ligamen
sehingga tergolong syndesmosis.
Coracoclavicularis joint dibentuk oleh processus coracoideus
scapula dan permukaan inferior clavicula yang diikat oleh lig.
coracoclavicularis. Coracoacromialis joint dibentuk oleh processus
coracoideus scapula dan processus acromion scapula yang diikat oleh
lig. coracoacromialis.
Suprahumeral joint memiliki ruang dengan atapnya adalah
processus acromion dan ujung distal clavicula sedangkan dindingnya
adalah ligamen coraco acromialis dan ligamen coracoclavicularis
(serabut trapezoideum dan serabut conoideum). Didalam ruang
suprahumeral terdapat struktur jaringan yaitu bursa
subacromialis/subdeltoidea, tendon supraspinatus & tendon caput
longum biceps.
Bursa subacromial berperan sebagai bantal dari rotator cuff
muscle terutama otot supraspinatus dari tulang acromioin diatasnya.
Bursa subacromial dapat menjadi teriritasi akibat kompresi yang
berulang-ulang selama aksi/pukulan overhead lengan.
e. Scapulothoracic joint
Scapulothoracic joint merupakan pertemuan antara scapula
dengan dinding thoraks, yang dibatasi oleh otot subscapularis &
serratus anterior. Scapulothoracic joint dipertahankan oleh 3 otot
trapezius, rhomboid major et minor, serratus anterior & levator
scapula. Otot-otot yang melekat pada scapula melakukan 2 fungsi
yaitu:
1) Fungsi pertama ; otot-otot tersebut berkontraksi untuk
menstabilisasi regio shoulder. Sebagai contoh, ketika kopor/tas
diangkat dari lantai maka otot levator scapula, trapezius &
rhomboid berkontraksi untuk menyanggah scapula.
2) Fungsi kedua ; otot-otot scapula dapat memfasilitasi gerakan-
gerakan upper extremitas melalui posisi yang tepat dari
glenohumeral joint. Sebagai cntoh, selama lemparan overhead otot
rhomboid berkontraksi untuk menggerakkan seluruh shoulder
kearah posterior pada saat humerus horizontal abduksi dan
exorotasi selama fase persiapan melempar. Pada saat lengan dan
tangan bergerak ke depan untuk melakukan lemparan, maka
ketegangan otot rhomboid dilepaskan untuk memberikan gerakan
ke depan dari shoulder joint.
f. Scapulohumeral rhythm
Scapulohumeral rhythm hanya terjadi pada gerakan abduksi –
elevasi dan fleksi – elevasi. Ada 3 fase gerak abduksi dimana setiap
fase terjadi gerak proporsional antara humerus & scapula sehingga
perlu memperhatikan analisis gerak pada setiap fase.
1) Fase I (0o – 60/90o))
Pada abduksi 30o terjadi gerak humerus sebesar 30o se-
mentara scapula tetap dalam posisinya. Pada abduksi 30 –
60o terjadi gerak proporsional antara humerus & scapula dengan
rasio 2 : 1. Pada awal fase ini, otot deltoid dan supraspinatus
beker-ja utama membentuk kopel pada level shoulder joint. Pada
60 – 90o abduksi bursa subdeltoidea tergelincir ma-suk ke ruang
suprahumeral joint.
2) Fase II (60/90o – 120/150o)
Pada abduksi 90o terjadi “locked” karena tuberculum ma-
jus berbenturan dgn margo superior glenoidalisà untuk
menghindari locked maka terjadi lateral rotasi dari hume-rus guna
memindahkan tuberculum majus kearah dorsal. Lanjutan fase II
Pada fase ini masih terjadi gerak proporsional antara hu-merus dan
scapula dengan rasio 2 : 1.Pada fase ini, terjadi kontribusi gerakan
SC joint & AC joint berupa rotasi aksial.Pada fase ini, otot
trapezius & serratus anterior bekerja membentuk kopel pada level
scapulothoracic joint, diban-tu oleh otot deltoid & supraspinatus.
3) Fase III (120/150o – 180o)
Pada fase ini gerak proporsional antara humerus & sca-pula
masih tetap berlanjut.Pada fase ini terjadi gerakan intervertebral
joint C6 – Th4 dan costa 1 – 4 à intervertebral joint C6 – Th4
mengala-mi rotasi ipsilateral dan lateral fleksi kontralateral, costa
1 – 4 mengalami winging dan rotasi Lanjutan fase III : Gerakan
intervertebral joint mulai terjadi pada awal 150o dan dihasilkan
oleh otot-otot spinal (erector spine) sisi kontralateral. Jika kedua
lengan dalam posisi abduksi – elevasi penuh (paralel vertikal)
maka terjadi peningkatan lordosis lum-bal oleh aksi otot-otot
spinal (erector spine). Pada fase ini, semua otot abduktor
berkontraksi.
IMPINGAMENT SHOULDER :
Impingement Syndrome didefinisikan sebagai kompresi dan abrasi
mekanik dari rotator cuff, bursa Subacromial dan tendon biceps saat
melewati bawah lengkung acromial dan ligamen coracoacromial terutama
pada saat gerak elevasi lengan.
Impingement syndrome adalah nyeri yang disebabkan oleh
penekanan dari tendon ototsupraspinatus diantara acromion dan tuberositas
humerus. Nyeri pada Subacromial impingement syndrome menyebabkan
penurunan aktivitas fungsional bahu untuk melakukanaktivitas
sehari%hari, seperti sehari%hari seperti mandi ketika keramas, menyisir,
mengenakan pakaian, mengancing baju, mengenakan celana, mengambil
dompet disaku belakang, menulisdi papan tulis, adanya gangguan
menggunakan lengan untuk menggapai sesuatu teruamaletaknya agak di
atas kepala, mengangkat benda, menurunkan benda, melempar dan
semuaaktivitas yang mengharuskan tangannya terangkat melebihi
kepalanya serta gangguanaktivitas bekerja seperti profesi guru, kuli
panggul, pembantu rumah tangga, olahraga( softball, swimmer, basket
ball, badminton), rekreasi (panjat tebing) hingga kualitas hidup ( self care).
Dimulainya dari fossa supraspinatus dan otot ini melewati kapsula artikularisdan
bersatu untuk mencapai fasies superior tuberculum mayor. Otot ini
memperkuathumerus pada lekuk sendi, menegangkan kapsula artikularis dan
abduksi lengan. Kadang-kadang terdapat bursa sinovial dekat cavitas glenoidalis.
Persarafan: n.supraskapularis(C4-C6). Kepentingan klinik: tendonopati m.
Supraspinatus disebabkan regangan berlebihan atau trauma yang sering terjadi.
Tendonopati ini berhubungan dengan kalsifikasi pada tendon dekat tuberkulum
mayor dan menimbulkan rasa nyeri hebat pada abduksi setelah usia 40 tahun
ruptur tendon jugasering terjadi.
b. Musculus Infraspinatus
Dimulai dari fossa intraspinatus, spina scapula dan fasia infraspinatus dan berjalan
menuju tuberculum major : permukaan tengah, m. infrasipantus memperkuat
kapsula artikularis sendi bahu, fungsi utamanya adalah rotasi eksterna lengan.
Dekat dengan lekuk sendi sering terdapat bursa subtendinea m. infraspinatus.
Persarafan: n.suprascapularis (C4-C6) variasi: seringkali bergabung dengan m. teres
minor.
c. Musculus Subskapularis
Berasal dari fossa subskapularis dan berinsertio pada tuberculum minor dan pada
bagian pro2imal krista tubercoli minoris. Dekat perlekatan antara m.subskapularis
dan kapsula artikularis terdapat bursa subtendinea m. subskapularis dan diantara
bursa tendinea dan basis processus coracoideus terletak bursa sub coracoidea.
Kedua bursa berhubungan dengan cavum articularis. Otot ini bekerja untuk
rotasimedialis lengan atas. Persarafan n. subskapularis (C5-C8). Kepentingan klinik :
paralis m subskapularis mengakibatkan maksimal rotasi lateralis (eksternalis)
anggota badan atas, yang menunjukkan bahwa otot ini adalah rotator medialis kuat
lenganatas.
Dimulai dari pinggir lateral skapula superior terhadap origo m. teres major dan
berinsertio pada permukaan bawah tuberkulum mayor. Otot ini bekerja sebagai
rotasilateral lengan. Persarafan: n. aksillaris (C5-C6) variasi: otot ini dapat bersatu
dengan m. infraspinatus.
2. Patologi
Imobilisasi yang lama karena adanya nyeri pada sendi shoulder
menyebabkan statis pembuluh vena dan menimbulkan reaksi timbunan
protein, akhirnya terjadi fibrosus pada sendi glenohumeral. Fibrosus
mengakibatkan adhesi antar lapisan didalam sendi, sehingga terjadi
perlengketan kapsul sendi dan terjadilah keterbatasan gerak pada sendi
bahu. Frozen shoulder sendiri kondisi dimana terjadi keterbatasan pada
sendi glenohumeral yang didahului oleh adanya nyeri. Sedangkan nyeri
tersebut dapat dikarenkan oleh tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff,
fraktur atau kelainan dari ekstra clavicular, yaitu angina. Akibat dari
frozen shoulder adalah adanya nyeri kesemua gerakan, terutama gerak
exorotasi, abduksi, dan endorotasi. Jika exorotasi lebih terbatas dari gerak
abduksi, dan endorotasi maka membentuk pola kapsuler.
Gambar 2.6
Frozen Shoulder
Adapun beberapa teori yang dikemukakan American Academy of
Orthopedic Surgeon tahun 2000 mengenai frozen shoulder, teori tersebut
adalah :
a. Teori Hormonal
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita
bersamaan dengan datangnya menopause.
b. Teori Genetic
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen
shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti
menderita pada saat yang sama.
c. Teori Auto Immuno
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap
hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori Postur
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan
berpostur tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen
bahu.
Frozen shoulder dapat disebabkan oleh trauma, imobilisasi lama,
imunologi, serta hubungannya dengan penyakit lainnya, misal
hemiparese,ischemic heart disease, TB paru, bronchritis kronis dan
diabetes mellitus dan diduga penyakit ini merupakan respon autoimun
terhadap rusaknya jaringan local.
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu :
a. Pain (Freezing)
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak
sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini
berakhir ampai 10- 36 minggu.
b. Stiffness (Frozen)
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau
perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral
yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12
bulan.
c. Recovery (Thawing)
Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada
synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang
nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul
menempel pada kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat
hilang dengan perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator
cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator
akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tanda-tanda
penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti
erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa
subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder
dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan
karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen,
kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan
pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar keruang bawah bursa
subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena
tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan
cairan bursa, perlengketandinding dasar dengan bursa sehingga timbul
pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder (Mayo, 2007).
- ROM : 0° - 40°
Depresi - Arah gerakan :Menggerakkan
tulang belikat ke inferior.
- ROM : 0° - 10°
- Arah gerakan : Menggerakkan
tulang belikat ke depan ( anterior
Protraksi ) menjauhi tubuh.
- ROM : 0° - 20°
- Ligament yg berperan :
- Ligament yg bekerja :
- ROM : 0-17◦
- Ligament :
- Otot yang bekerja :
Primemover : Latissimus dorsi,
Deltoid posterior
Asisten agonis :
Antagonis :
- ROM :
SHOULDER JOINT
Fleksi - Arah gerakan : Gerakan menekuk
sendi atau memperkecil sudut antar
dua tulang.
- Ligament yg berperan :
Glenohumeral superior,
glenohumeral middle,
glenohumeral inferor
- ROM : 0-90◦
Ekstensi - Arah gerakan : Gerakan menekuk
sendi atau memperbesar sudut antar
dua tulang.
- Ligament yg berperan :
Coracohumeral
- ROM : 0-45◦
- ROM : 1800
- ROM : 0 – 450
- Ligament yg berperan :
Glenohumeral superior,
glenohumeral middle,
glenohumeral inferor
- ROM : 0-450
- ROM : 0-300
Abduksi horizontal - Arah gerakan : Gerakan lengan
yang mendekati tubuh dalam posisi
abduksi lengan 90 derajat dan
mencapai jarak gerak sendi 45
derajat yang dimulai posisi
anatomis.
- Ligament yg berperan :
- ROM : 130°