BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi1,2
Kompleks sendi bahu terdiri dari sendi sternoklavikular, sendi
akromioklavikular, sendi skapulotorakal, dan sendi glenohumeral.
a) Sendi bahu
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah
sendi yang saling berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral atas, sendi
akromioklavikular, permukaan pergeseran skapulotorakal dan sendi glenohumeral
atau sendi bahu.
Gangguan gerakan dalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi
untuk sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya. Sendi bahu dibentuk
oleh kepala tulang humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi
ini menghasilkan gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir,
menggaruk kepala, mengambil dompet, dan sebagainya atas kerjasama yang
harmonis dan simultan dengan sendi-sendi lainnya.
yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut tidak stabil namun
paling luas gerakannya. Beberapa karakteristik dari pada sendi bahu yaitu:
perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan kepala sendi tidak
sebanding, kapsul sendinya relatif lemah. Otot-otot pembungkus sendi relatif
lemah seperti otot supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subscapularis,
gerakan paling luas, tetapi stabilitas sendi relatif kurang stabil. Dengan melihat
keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah mengalami gangguan
fungsi dibandingkan dengan sendi lainnya.
b) Kapsul sendi
Kapsul sendi terdiri atas dua lapisan :
1) Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam) Dengan karakteristik mempunyai
jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan
sebagai transfomator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan
pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali yang mengalami
gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak
memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada
gangguan, misalnya pada artrosis sendi.
2) Kapsul fibrosa. Karakteristiknya berupa jaringan fibrosa keras dan memiliki
saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan
stabilitas sendi, dan memelihara regenerasi kapsul sendi.
2.2. Definisi
Suatu kondisi dimana kaput humerus bergeser keluar batas fossa glenoid.2
2.3. Etiologi
Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan
mengalami rotasi internal dan abduksi, menyebabkan kaput humerus subluksasio
ke arah depan. Subluksasio ke arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi
lengan terulur. Dislokasi inferior dapat terjadi dari lemahnya tonus otot dengan
hemiplegia dan dari berat lengan menarik humerus ke arah bawah. Dislokasi
glenohumeral anterior biasa terjadi pada atlet, khususnya pemain sepak bola.2
Etiologi lain dari dislokasi sendi glenohumeral adalah mikrotrauma
repetitif kronis atau abnormalitas kongenital seperti congenital capsular laxity.
2.4. Klasifikasi1,3
Klasifikasi dari dislokasi sendi glenohumeral dibagi berdasarkan
frekuensi, etiologi, dan arah dislokasi. Berdasarkan frekuensi dislokasi dapat
dibagi menjadi akut atau kronis. Dislokasi akut termasuk cedera akut yang
menyebabkan dislokasi sendi. Dilsokasi kronis adalah episode berulang dari
dislokasi.
7
Dari pemeriksaan fisik terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi
interna. Pergerakan rotasi eksternal mengalami tahanan. Pada pasien yang kurus
kaput humerus dapat teraba pada bagian posterior.5,6,7
2.7. Anamnesis1
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai keluhan utama, usia, tangan
dominan, dan aktivitas. Meskipun gejala dislokasi ini kadang tidak jelas, keluhan
yang paling sering adalah nyeri, sendi sulit digerakkan, sensasi sendi tidak stabil,
kaku, dan bengkak. Bila nyeri perlu ditelusuri mengenai lokasi, kualitas,
intensitas, dan penjalaran. Perlu juga ditanyakan faktor yang memperingan atau
memperberat gejala. Kapan muncul gejala, frekuensi gejala, dan posisi serta
aktivitas yang menyebabkan dislokasi.
Riwayat trauma akut atau kronis, mikrotrauma berulang perlu ditanyakan.
Beberapa pasien memiliki riwayat dislokasi sebelumnya, ke arah mana
dislokasinya, berapa lama dislokasi, perlu reduksi atau reduksi spontan terjadi.
Perlu ditanyakan juga riwayat keluarga yang memiliki riwayat kelonggaran
ligamentum keseluruhan atau penyakit jaringan ikat.
Arah dislokasi dapat diperkirakan melalui anamnesis. Dislokasi pada
pasien dengan posisi abduksi dan rotasi eksterna mengindikasikan dislokasi
anterior. Dislokasi posterior terjadi bila bahu pasien pada posisi fleksi dan rotasi
interna. Nyeri, parestesia, dan kelemahan ketika membawa benda berat
mengindikasikan dislokasi inferior. Pasien dengan dislokasi multidireksi
mengeluhkan gejala 2 atau lebih dislokasi.
2.10. Penatalaksanaan3,8,9
Penatalaksanaan dislokasi sendi glenohumeral dimulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik serta radiologis. Setelah penilaian awal, bahu perlu direduksi
dan diimobilisasi selama periode singkat sebelum rehabilitasi dimulai. Durasi dari
imobilisasi menggunakan sling masih diperdebatkan, namun kebanyakan ahli
berpendapat bahwa imobilisasi paling lama 3 minggu. Terapi fisik termasuk fleksi
pasif dan rotasi eksterna hingga 40 derajat. Pada minggu 6 setelah dislokasi,
penguatan otot rotator cuff dan scapular stabilizing biasanya sudah dimulai. Pada
minggu ke-12, latihan fisik tertentu dilakukan pada atlet untuk bisa kembali
berolahraga.
Tatalaksana bedah dari pasien dengan dislokasi dilakukan terutama pada
pasien yang berisiko tinggi mengalami rekurensi. Karena dislokasi kronis dapat
menyebabkan fraktur impaksi dan hilangnya tulang glenoid.
14
2.11. Komplikasi9
2.11.1. Komplikasi Dislokasi Anterior
A. Awal
1. Rotator cuff tear. Biasa mengiringi dislokasi anterior pada orang
dewasa. Pasien mungkin kesulitan mengabduksikan lengannya
setelah reduksi, kontraksi muskulus deltoid yang teraba
menyingkirkan kelumpuhan saraf aksilaris.
2. Kerusakan saraf. Saraf aksilaris paling sering mengalami cedera,
pasien tidak dapat mengkontraksikan otot deltoid dan sedikit
kehilangan rasa pada otot. Ketidakmampuan abduksi harus
dibedakan dari robekan rotator cuff.
17
B. Terlambat
1. Kaku bahu. Lamanya immobilisasi dapat menyebabkan kekakuan
pada sendi bahu, khususnya pada pasien diatas 40 tahun.
2. Dislokasi tak tereduksi. Dislokasi sendi bahu terkadang tidak
terdiagnosa. Biasa terjadi pada pasien yang tidak sadar atau terlalu
tua. Reduksi tertutup baik dilakukan sampai 6 minggu setelah
cedera; manipulasi yang dilakukan setelah itu dapat menyebabkan
fraktur, robekan pembuluh darah atau saraf.
3. Dislokasi rekuren. Jika dislokasi anterior merobek kapsul sendi
bahu, perbaikan diikuti reduksi secara spontan maka dislokasi
18
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu kelainan dalam bidang bedah
ortopaedi yang sering ditemukan di masyarakat. Penyebab utamanya adalah
trauma. Pemahaman yang cermat mengenai anatomi sendi bahu sangat penting
bagi kita sebagai kunci kerberhasilan dalam mereduksi kembali dislokasi yang
terjadi. Pemeriksaan radiologis dapat membantu menentukan tipe dislokasi dan
adanya tidaknya fraktur yang menyertai. Berbagai teknik dapat dilakukan untuk
mereduksi kembali dislokasi yang terjadi, dengan atau tanpa pembiusan.
3.2. Saran
Kurangnya pengetahuan masyarakat dibidang ortopaedi menyebabkan
kesalahan dalam penatalaksanaan dislokasi sendi bahu. Masyarakat cenderung
datang ke tukang kusuk ataupun dukun patah dalam mengobati dislokasi sendi
bahu. Sebagai calon dokter, sangat penting bagi kita untuk memahami tentang
dislokasi sendi bahu mulai dari anatomi sendi bahu, bagaimana mekanisme
trauma dan kemungkinan klinis yang dapat muncul sampai pada penatalaksanaan
yang tepat serta sejauh mana tindakan yang dapat kita lakukan sebelum merujuk
pasien ke ahli bedah ortopaedi.
20
DAFTAR PUSTAKA