Anda di halaman 1dari 36

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus pre klinik di RSUD Kota Makassar tanggal 28 Maret – 10


April 2021 dengan judul kasus “ Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus
spondylosis lumbal “ telah disetujui oleh clinical Educator dan Preseptor.

Makassar, 23 Maret 20121


Clinical Educator Preceptor

1
Kata Pengantar

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah FT Muskuloskeletal II. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit
hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


“Penatalaksanaan Fisioterapi pada Spondylosis Lumbal” yang saya sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan.

Makassar, 21 April 2020


DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan....................................................................................................1

Daftar Isi........................................................................................................................2

Kata Pengantar..............................................................................................................3

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang..................................................................................................4

Bab II Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Anatomi..............................................................................................5
B. Tinjauan Kasus................................................................................................11
C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi........................................................................16

Bab III Hasil Kegiatan

A. Identitas Pasien................................................................................................28
B. Histori Taking.................................................................................................28
C. Temuan Pemeriksaan......................................................................................29
D. Program Intervensi Fisioterapi........................................................................32
E. Evaluasi Fisioterapi.........................................................................................34

Bab IV Penutup.........................................................................................................35

Daftar Pustaka.............................................................................................................36
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spondylosis lumbal dapat diobati oleh berbagai pemberi pelayanan kesehatan

salah satunya adalah Fisioterapi. Fisioterapi dalam pelayanan kesehatan profesional

bertanggung jawab atas kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat khususnya

dalam perbaikan gerak dan fungsi selama daur kehidupan. Fisioterapi dalam hal ini

memegang peranan untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment,

fungtional limitation dan disability tersebut sehingga pasien dapat beraktifitas

kembali (Fevharianti, 2016).

Adanya nyeri yang disebabkan oleh spondylosis lumbal dapat menyebabkan,

nyeri pada punggung bawah, spasme otot, (M. Multifidus), kekakuan otot, dan

penurunan lingkup gerak sendir. Beberapa hal tersebut mengakibatkan timbulnya

nyeri saat membungkuk, berjalan lama, dan berganti posisi dari duduk ke berdiri yang

berujung membuatnya sulit melakukan aktivitas sehari hari seperti berdiri saat

toileting.

Penanganan fisioterapi yang dilakukan bertujuan untuk mengatasi

permasalahan di atas, dengan menggunakan modalitas fisioterapi berupa, Infra Red

(IR), Transcutaneus Electrical Stimulation Nerve (TENS), Traksi manual dan william

fleksion sebagai terapi latihan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Anatomi Biomekanik Lumbal

1. Anatomi Vertebra Lumbal

Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang

terbesar.Badannya lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan

berbentuk seperti ginjal.Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk

seperti kapak kecil.Prosesus transversusunya panjang dan

langsing.Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari coronal plane,

artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik.Foramen intervertebralis dari

lumbal berada ditengah dari sagital plane.

Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior

yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis
yang terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan

prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus

intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh

ligamentum. Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya

sedikit lebih besar dari milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra

servikalis. Bagian bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen

vertebra lumbalis satu, foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda

equina dan selaput – selaput otak.

Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada

vertebra lumbal lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang

terdapat pada vertebra thorakalis.Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar,

tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah bawah dan ke arah dorsal.

Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara meraba atau palpasi.

Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung dan

menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung

dan menghadap ke anterolateralis.

Kolumna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang

badan.Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang

badan pada tulang panggul.Juga berfungsi untuk melindungi medula spinalis

serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis.Fungsi

ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan gerakan-gerakan

serta menjadi tempat lekat dari otot-otot.


Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang

belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang

dinamakan ruas tulang belakang. Tulang belakang gunanya adalah untuk

menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang

belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam

saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung.

2. Artikulasio

Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh kartilago hialin dan

dipisahkan oleh discus intervertebralis dan fibroblastilaginosa. Tiap discus

memiliki anulus fibrosus di perifer dan nukleus pulposus yang lebih lunak di

tengah yang terletak lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian depan

discus. Nukleus pulpsus kaya akan glikosaminoglikan sehingga memiliki

kandungan air yang tinggi, namun kandungan air ini berkurang dengan

bertambahnya usia. Kemudian nukleus bisa mengalami hernia melalui anulus

fibrosus, berjalan ke belakang (menekan medula spinalis) atau ke atas (masuk

ke korpus vertebralis – nodus Schmorl).Diskus vertebra lumbalis dan

servikalis paling tebal, karena ini paling banyak bergerak.

Persendian pada korpus vertebra adalah symphysis (articulation

cartilaginosa sekunder) yang dirancang untuk menahan berat tubuh dan

memberikan kekuatan.Permukaan yang berartikulasio pada vertebra yang

berdekatan dihubungkan oleh diskus IV dan ligamen.Discus IV menjadi

perlengketan kuat di antara korpus vertebra, yang menyatukannya menjadi


kolummna semirigid kontinu dan membentuk separuh inferoir batas anterior

foramen IV.Diskus merupakan kekuatan (panjang) kolumna vertebralis.Selain

memungkinka gerakan di antara vertebra yang berdekatan, deformabilitas

lenturnya memungkinkan discus berperan sebagai penyerap benturan.

3. Ligamentum

Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamenligamen yang

berada di lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra

lumbal :

a. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen

longitudinal anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada

saat gerakan ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat.

b. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang berperan sebagai

stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung

serabut saraf afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki

sirkulasi darah.

c. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin lebih

banyak daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan ligamen lainnya

di vertebra. Ligamen flavum memiliki fungsi dalam mengontrol gerakan

fleksi lumbal.

d. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang

berperan dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal merupakan

ligamen yang berfungsi untuk mengontrol gerakan lateralfleksi pada daerah


lumbal kearah kontralateral

4. Otot-otot vertebra lumbal

a. Erector spine

Merupakan kelompok otot yang luas dan terletak dalam facia lumbodorsal,

serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan

procesus spinosus thoraco lumbal. Kelompok otot ini terbagi atas beberapa

otot yaitu: M. Longissimmus, M. Iliocostalis, M. Spinalis. Kelompok otot

ini merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan sebagai

stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak.Kerja otot

tersebut dibantu oleh M. transverso spinalis dan paravertebral muscle (deep

muscle) seperti M. intraspinalis dan M. intrasversaris, M. trasversus

abdominal, M. lumbal multifidus, M. diafragma, M. pelvic floor.

b. Abdominal

Merupakan kelompok otot ekstrinsik yang membentuk dan memperkuat

dinding abdominal.Ada 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi spine,

yaitu M. rectus abdominis, M. obliqus external, M. obliqusinternal dan M.

transversalis abdominis (global muscle).Kelompok otot ini merupakan

fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva

lumbal.Di samping itu M. obliqus internal dan external berperan pada rotasi

trunk.
c. Deep lateral muscle

Merupakan kelompok otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri

dari Musculus Quadratus Lumborum dan Musculus Psoas, kelompok otot

ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal

5. Persarafan vertebra

Sendi-sendi di antara korpora vertebra dipersarafi oleh ramus

meningei kecil setiap nervus spinalis.Sendi-sendi di antara prosesus artikularis

dipersarafi oleh cabang-cabang dari ramus posterior nervus spinalis.

6. Biomekanik

Diskus intervertebralis berperan untuk menstabilkan dan

mempertahankan satu pola garis lurus vertebra dengan cara menjangkarkan

antara satu diskus dengan diskus yang lainnya. Selain itu, diskus intervertebra

juga berperan dalam penyerapan energi, pendistribusian beban tubuh, dan

menjaga fleksibilitas vertebra.Struktur diskus terdiri atas cincin luar (anulus

fibrosus) yang mengelilingi substansi gelatin lunak, yang disebut nukleus


pulposus. Ligamen di sekitar vertebra memandu gerakan segmental,

berkontribusi untuk menjaga stabilitas instrinsik vertebra dengan cara

membatasi gerakan yang berlebihan. Ada dua sistem utama ligamen di

vertebra, yaitu sistem intrasegmental dan intersegmental.Sistem

intrasegmental, yang terdiri dari ligamentum flavum, kapsul faset, ligamen

intertransversus, berfungsi memegang satu vertebra, tapi juga ligamentum

longitudinal anterior dan posterior serta supraspinosus.Gerakan

intervertebralis memiliki enam derajat kebebasan yaitu rotasi dan transkasi

sepanjang sumbu inferior-superior, medial-lateral, dan posterior-anterior.

Kondisi vertebra akan berubah secara dinamis ketika fleksi dan ekstensi

(Rahim, 2012).

B. Tinjauan Tentang Spondylosis Lumbal

1. Definisi Spondylosis Lumbal

Spondylosis lumbal adalah suatu keadaan ditemukan degenerasi

progresif diskus intervertebra yang mengarah pada perubahan tulang vertebra

dan ligament, menyempitnya foramen intervertebra dari depan karena lipatan

ligament longitudinal posterior atau karena osteofit, sedangkan dari belakang

karena lipatan ligament flavum, degenerasi diskus akan merangsang

pembentukan osteofit, yang bersama-sama dengan pembengkakan/penebalan

jaringan lunak menekan medulla spinalis atau saraf spinal. Menurut Kelly

Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas 2 yaitu mekanikal nyeri pinggang

dan non-mekanikal nyeri pinggang. Spondylosis lumbal merupakan bagian


dari mekanikal nyeri pinggang dgn persentase 10% (Satyanegara, 2010).

Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90% kasus nyeri pinggang

umumnya mengalami spondylosis lumbal.Spondylosis lumbal banyak dialami

oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Spondylosis lumbal terjadi pada usia

30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih

banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki.

Spondylosis lumbal merupakan gangguan degeneratif yang terjadi

pada corpus dan diskus intervertebralis, yang ditandai dengan pertumbuhan

osteofit pada corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior dan superior

corpus.Osteofit pada lumbal dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri

pinggang karena ukuran osteofit yang semakin tajam. Proses degenerasi

umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1.

2. Etiologi Spondylosis Lumbal

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa spondilosis terjadi karena

adanya proses degeneratif. Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan

resiko spondilosis lumbal adalah:

a. Kebiasaan postur yang buruk

b. Stress mekanik akibat gerakan mengangkat, membawa atau memindahkan

barang

c. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan

spondylosis lumbal.
3. Patofisiologi Spondylosis Lumbal

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif yang sering mengenai

lumbal. Proses degenerasi diskus intervertebra disertai perubahan struktur

diskus menjadi rata. Tonjolan tulang oleh permukaan osteofit tampak ditepi

anterior dan posterior pada korpus vertebra. Tonjolan tulang yang muncul

dibagian posterior dapat melewati batas foramen intervertebra sehingga

menyebabkan radiks saraf yang keluar pada sisi sebelahnya(Muttaqin, 2012).

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia

bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago

dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat

dan tak teratur. Penonjolan facet dapat mengakibatkan penekanan pada akar

saraf ketika keluar dari kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar

sepanjang saraf tersebut.

Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara

lain:

a. Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan

muncul retak pada berbagai sisi.

b. Nucleus pulposus kehilangan cairan

c. Tinggi diskus berkurang

d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan

dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.

Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya


lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang

menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi

dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya

crush fracture.

Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan

menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan.Pada selaput

meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong

mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus

membatasi canalis intervertebralis.Terjadi perubahan patologis pada sendi

apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis.Osteofit

terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan

penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan

mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

4. Gambaran Klinis Spondylosis Lumbal.

Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang

mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan

motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan

berjalan, dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang.Karakteristik dari

spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari.Biasanya

segmen yang terlibat lebih dari satu segmen.Pada saat aktivitas, biasa timbul

nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus

fibrosus dan facet joint.Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar.Gerakan

yang berulang seperti mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan

manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri.

Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik

itu cervical, lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal

memberikan gambaran klinis sebagai berikut:

a. Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak menjadi

suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya ditimbulkan dari

aktivitas tidak sesuai.

b. Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan

mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau kedua

hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.

c. Referred pain:

1) Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi pada

akar persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya

2) Paha (L1)

3) Sisi anterior tungkai (L2)

4) Sisi anterior dari tungkai knee (L3)

5) Sisi medial kaki dan big toe (L4)

6) Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)

7) Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki (S1)

8) Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)


d. Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit dan

tertusuk, suatu sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa).

e. Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m.

quadratus lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara

abduktor hip dan juga adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot

hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya.

f. Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas.

Gerakan hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada

umumnya disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm atau

nyeri.

g. Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal.

Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf

myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar

biasanya lebih lemah dibandingkan dengan tungkai satunya.

h. Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa

lipping pada corpus vertebra.

C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

Program intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah

melakukan assessment. Adapun treatment yang bisa digunakan dalam kondisi

ini, adalah sebagai berikut:


1. TENS

Efek TENS tehadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme

dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran vicious circle of

reflex. Selain itu pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat

meningkatkan kekuatan otot karena menormalkan aktivitas dari α motor

neuron sehingga otot dapat berkontraksi secara maksimal. TENS adalah suatu

cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui

permukaan kulit dalam hubungannya dengan modulasi nyeri. TENS yang

menggunakan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan

kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. TENS mampu

mengaktivasi baik saraf berdiameter besar maupun kecil yang akan

menyampaikan berbagai informasi sensoris ke saraf pusat (Breivik, 2008).

a. Indikasi

a) Sakit neurologi :Bells palsy, Erbs palsy, spinal cord injury,

trigeminal neuralgia.

b) Sakit Muskuloskeletal : yang berhubungan dengan sendi seperti osteo

arthrosis, rhemathoid arthritis, sakit setelah operasi dan low back

pain.

c) Viseral pain dan dysmennore.

d) Gangguan lain :angina pectoris, keterbatasan gerak, post fraktur.

b. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari TENS antara lain : pacu jantung atau pace

maker, kehamilan, inflamasi terlokalisir, trombosis, metal implant, tumor,

tuberculosa (William, 2002).

2. Shortwave Diathermy (SWD)

a. Pengertian
Shortwave dhiatermy adalah metode terapi yang menerapkan energi

elektromagnetik dalam frekuensi gelombang mikro dan bertujuan untuk

menghasilkan panas di dalam jaringan tubuh, aplikasi panas pada

microwave diathermy dapat meningkatkan aliran darah, mempercepat

metabolisme, dan laju difusi ion yang melintasi membran seluler (Pearce,

C. 2011).

Microwave Diathermy (MWD) merupakan merupakan suatu

pengobatan dengan menggunakan stressor fisis berupa energi

elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik dengan

fekuensi 2450Mhz dan panjang gelombang 12,25cm. Pada dasarnya sama

arus listrik bolak- balik frekuensi tinggi yang lain, hanya disini untuk

memperoleh frekuensi yang lebih tinggi lagi diperlukan valve atau yang

disebut magnetron. (Pearce, C. 2011)

b. Prinsip Gelombang

Prinsip produksi gelombang mikro pada dasarnya sama dengan arus

listrik bolak-balik frekuensi tinggi yang lain, untuk memperoleh frekuensi


yang lebih tinggi lagi diperlukan suatu tabung khusus yang disebut

magnetron. Magnetron ini memerlukan waktu untuk pemanasan, sehingga

output belum diperoleh segera setelah mesin dioperasikan. Untuk itu

mesin dilengkapi dengan tombol pemanasan agar mesin tetap dalam

posisi dosis nol antara pengobatan satu dengan yang berikutnya. Pada

posisi tersebut tabung tetap mendapatkan arus listrik, tetapi dosis ke

pasien nol, sehingga terhindar dari seringnya perubahan panas (Thomas et

al, 2016).

Arus dari mesin mengalir ke elektroda melalui co-axial cable, yaitu

suatu kable yang terdiri dari serangkaian kawat di tengah yang di

selubungi oleh selubung logam yang dikelilingi suatu benda isolator.

Kawat dan selubung logam tadi berjalan sejajar dan membentuk sebagai

kabel output dan kabel bolak-balik dari mesin. Konstruksi kabel semacam

ini diperlukan untuk arus frekuensi yang sangat tinggi dan panjangnya

tertentu untuk suatu pengobatan.

Co-axial kabel ini menghantarkan arus listrik ke sebuah area

dimana gelombang mikro dipancarkan. Area ini dipasang suatu reflektor

yang dibungkus dengan bahan yang dapat meneruskan gelombang

elektromagnetik. Kontruksi ini dimaksudkan untuk mengarahkan

gelombang ke jaringan tubuh yang disebut emitter, director atau aplicator

atau sebagai elektrode.


c. Efek fisiologis

Efek fisiologis Perubahan temperatur menyebabkan reaksi lokal

jaringan yang dapat meningkatkan metabolisme sel-sel lokal ± 13 % tiap

kenaikan temperatur 1° C, juga dapat meningkatkan vasomotion sphincter

sehingga timbul. Homeostatik lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi

lokal. Reaksi general, mungkin dapat terjadi kenaikan temperatur, tetapi

perlu dipertimbangkan karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan

aplikasinya lokal. Consensual efek menyebabkan timbulnya respon panas

pada sisi kontralateral dari segmen yang sama. Dengan penerapan Micro

Wave Diathermy, penetrasi dan perubahan temperatur lebih terkonsentrasi

pada jaringan otot, sebab jaringan otot lebih banyak mengandung cairan

dan darah. (Ronatiur., 2007)

Pada jaringan ikat dapat meningkatkan elastisitas jaringan ikat lebih

baik seperti jaringan collagen kulit, otot, tendon, ligamen dan kapsul

sendi akibat menurunnya viskositas matriks jaringan tanpa menambah

panjang matriks, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak

kedalamannya ± 3 cm. (Ronatiur., 2007)

Pada jaringan otot dapat meningkatkan elastisitas jaringan otot dan

menurunkan tonus melalui normalisasi nocicencorik. Sedangkan pada

jaringan saraf dapat meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf,


meningkatkan konduktivitas serta ambang rangsang saraf. (Ronatiur.,

2007)

d. Efek trapeutik

Meningkatkan proses perbaikan atau reparasi jaringan secara

fisiologis. Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif,

serta perbaikan metabolisme. Dengan peningkatan elastisitas jaringan

lemak, maka dapat mengurangi proses kontraktur jaringan. Ini

dimaksudkan sebagai persiapan sebelum pemberian latihan. Apabila

elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin membaik, maka

conduktivitas jaringan saraf akan membaik pula. Proses ini melalui efek

fisiologis. (Ronatiur., 2007)

e. Indikasi dan Kontraindikasi MWD

1) Indikasi
a) Post akut muskuluskeletal injury

b) Kerobekan otot dan tendon

c) Penyakit degenerasi sendi

d) Peningkatan ekstensibilitas kollagen

e) Mengurangi kekakuan sendi, bursitis

f) Lesi kapsul

g) Myofascial trigger point

h) Mengurangi nyeri subakut dan nyeri kronik


2) Kontra indikasi

a) Akut traumatik muskuluskeletal injury

b) Kondisi-kondisi akut inflamasi

c) Area ischemia dan efusi sendi

d) Mata, contact lens

e) Malignancy dan infeksi

f) Area pelvic selama menstruasi, testis dan kehamilan

g) Pemasangan metal/besi pada tulang, cardic pacemakers, dan alat-

alat intrauterine.

3. Mc. Kenzie Exercise

Terapi latihan metode Mc Kenzie merupakan suatu teknik latihan

dengan menggunakan gerakan badan terutama ke belakang/ekstensi,

biasanya digunakan untuk penguatan dan peregangan otot-ototekstensor

dan fleksor sendi lumbosacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihanini

diciptakan oleh Robin Mc Kenzie. Prisip latihan Mc Kenzie Exercise

adalah memperbaiki postur untuk mengurangi hiperlordosis lumbal.

Sedangkan secara operasional pemberian latihan untuk penguatan otot

punggung bawah ditunjukan untuk otot - otot fleksor dan untuk peregangan

ditunjukan untukotot-otot ekstensor punggung(McKenzie, 2008).

Secara umum tujuan pemberian Mc Kenzie exercise, diantaranya

adalah:
a. Mengurangi nyeri dan keteganganotot

b. Menambah fleksibilitas dan geraksendi

c. Mengembalikan/koreksi sikap tubuh ataupostur

d. Mengembalikan fungsivertebra

Indikasi pemberian Mc.Kenzie Exercise

a. Kondisi yang menimbulkan nyeri pada vertebra yangberulang

b. Nyeri vertebra yang menimbulkan gejala – gejalaintermitten

Kontraindikasi pemberian Mc. Kenzie Exercise :

a. Fraktur

b. Ada dislokasi atau sublukasi

c. Terdapat gejala peradangan atau infeksi akut pada daerahsendi

d. Terdapat gejalaosteoporosis

e. Terjadi gangguan arteri vertebralis

Teknik Pelaksanaannya teridiri atas :

a. Gerakan 1

Posisi tidur terungkap mata terpejam selama 3-5 menit denga

mengatur frekuensi pernapasan, yaitu dengan tarik nafas dalam dan

menghembuskan perlahan-lahan hingga seluruh tubuh merasakan

rileks (deep breathing) (Handika M, 2017). Gerakan ini dapat dilihat

seperti pada Gambar 2.7 berikut.


Gambar 2.7 Prone Lying Mc Kenzie Methode (Amy Romano, 2013)

b. Gerakan 2

Posisi tidur terungkap dengan posisi kepala dan badan bagian

atas terangkat disanggah dengan kedua lengan bawah, posisi

sikufleksi90 derajat, gerakan ini dilakukan secara perlahan-lahan

dengan kontraksi otot punggung seminimal mungkin yaitu gerakan

terjadi akibat dorongan dan kontraksi dari otot-otot lengan, gerakan ini

dilakukan dan ditahan selama 8hitungan(8detik) dengan 8 kali

pengulangan (Handika M, 2017). Gerakan ini dapat dilihat seperti pada

Gambar berikut.

c. Gerakan 3

Gambar.Progress to ElbowMc Kenzie


Methode(AmyRomano,2013)

Posisi tidur tengkurap dengan posisi kepala dan badan bagian

atas terangkat disanggah dengan kedua lengan lurus 180 derajat,

gerakan ini dilakukan secara perlahan-lahan dengan kontraksi otot


punggung bagian bawah seminimal mungkin yaitu gerakan terjadi

akibat dorongan lengan, gerakan ini dilakukan dan ditahan selama 8

hitungan (8 detik) dengan 8 kali pengulangan (Handika M, 2017).

Gerakan ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.9 berikut.

Gambar Full Press Up Mc Kenzie Methode (Amy Romano, 2013)

d. Gerakan 4

Posisi tubuh berdiri tegak dengan kedua tangan diletakkan pada

pinggang (tolak pinggang), dorongkan tubuh bagian atas dan kepala ke

belakang sebatas kemampuan. Setiap gerakan dilakukan dan ditahan

selama 5-8 hitungan (5-8 detik) dengan 8 kali pengulangan (Handika

M, 2017). Gerakan ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.10 berikut.
Gambar Standing Back Extension Managing
Back Pain With the Mc Kenzie
Methode(Brian Fulton, 2013)

e. Gerakan 5

Posisi tidur terlentang dengan kedua lutut fleksi, kemudian

menarik kedua lutut hingga menekan dada namun posisi kepala tidak

diangkat atau tetap diletakkan pada lantai, setiap gerakan dilakukan

dan ditahan selama 5-8 hitungan (5-8 detik) dengan 8 kali pengulangan

(Handika M, 2017). Gerakan ini dapat dilihat seperti pada Gambar

berikut.

Gambar Knees Bent&Knees to Chest


Mc Kenzie Methode
(Amy Romano, 2013)
f. Gerakan 6

Posisi duduk tegak tanpa bersandar dengan kedua tangan

diletakkan diatas lutut, kemudian tubuh digerakkan kebawah dengan

menekukkan (fleksi) pinggang hingga dada menyentuh paha hingga

otot otot punggung terulur secara penuh,setiap gerakan dilakukandan

ditahan selama 5-8 hitungan (5-8 detik) dengan 8 kali pengulangan

(HandikaM,2017).
BAB III

HASIL KEGIATAN ( PENGAMATAN )

A. Identitas
Pasien

Nama pasien : Tn. A

Jenis kelamin : Laki - Laki

Umur : 37 Tahun

pekerjaan : -

Alamat : jln. Lanraki

B. History Taking

a. Keluhan Utama

Keluhan utama pasien yaitu pasien mengeluh nyeri menjalar dari

punggang bawah hingga ke kaki dan nyeri saat duduk dan berdiri lama

serta berdiri dari duduk.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien mengalami nyeri punggung bawah kurang lebih sejak 1 tahun

yang lalu. pasien merasakan nyeri pada bagiapernah terjatuh dan

punggung bawah sebelah kanan. pasien mengalami kecelakaan motor.

Rasa nyeri bertambah saat pasien duduk, berdiri serta berjalan dalam

waktu yang lama dan nyeri akan berkurang saat pasien sedang istirahat

dam posisi terlentang.

Pemeriksaan Vital sign

- Tekanan Darah :110/80 Mmhg


- Denyut Nadi : 68x/Menit

- Berat Badan : 63 Kg

- Tinggi Badan : 163 Cm

C. TEMUAN PEMEROKSAAN

1. Inspeksi / Observasi

a. Statis

 Tampak Anterior : Asimetris Bahu

 Tampak Posterior : Asimetris Pelvic

b. Dinamis

Pasien berjalan tanpa bantuan tetapi nyeri saat duduk dan

berjalan terlalu lama

2. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Tidak Terbatas, Tidak Terbatas, Tidak dapat melawan


Fleksi
Nyeri Nyeri tahanan

Tidak Terbatas, Tidak Terbatas, Tidak dapat melawan


Ekstensi
Nyeri Nyeri tahanan

Lateral Tidak Terbatas, Tidak Terbatas, Dapat melawan tahanan

Fleksi Nyeri Nyeri minimal

Sinistra

Lateral Tidak Terbatas, Tidak Terbatas, Tidak dapat melawan


Fleksi Nyeri Nyeri tahanan

Destra

3. Pemeriksaan Spesifik

1. Palpasi

a) Spasme otot erector spine lumbal dan quadratus lumborum

b) Nyeri tekan pada area L4-L5

2. Pemeriksaan Neurologis

a) Tes Laseque (Straight Leg Raise Test)

Teknik :Posisi pasien tidur terlentang dengan hip fleksi dan knee

ekstensi. Gerakkan pasif fleksi hip perlahan 0 0-700 sementara pelvic

tetap rapat di bed tanpa ikut terangkat. Jika terjadi nyeri pada 30 0-700

maka terindikasi nerve entrapment.

Hasil :Dari pemeriksaan yang dilakukan pada tungkai dextra

diperoleh hasil Negatif

Gambar 3.1 Tes Laseque


3. Tes Contra Patrick (Anti Patrick)

Teknik :Tes ini kebalikan dari tes Patrick, caranya knee fleksi dengan

arah gerakan endorotasi dan adduksi, kemudian knee didorong ke

medial. Tes ini untuk membuktikan adanya kelainan pada sendi

sacro iliaca. Positif bila nyeri pada daerah pantat baik mengalir

sepanjang tungkai atau terbatas pada daerah gluteus saja.

Hasil :Dari pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai

diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.5 Tes Contrapatrick

4. Pengukuran Fisioterapi

1) Visual Analog Scale (VAS)

Keterangan Nilai nyeri

Nyeri diam 0

Nyeri tekan 3

Nyeri gerak 4
D. Progam Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang

a) Meningkatkan aktivitas fungsional pasien dalam melakukan

aktivitas duduk dan berjalan

b) Memperbaiki aktivitas fungsional mengangkat beban.

c) Mengembalikan kemampuan aktivitas pekerjaan sebagai guru

2. Tujuan Jangka pendek

a) Mengurangi nyeri radiculer pada area lumbal hingga ke tungkai

pasien

b) Mengurangi nyeri gerak pada ekstensi serta keterbatas

c) Mengurangi spasme pada otot erector spine


No. Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi

1. Impairment :

a. Adanya spasme m.erektor a. Untuk mengurangi - William flexion

spine spasme - Mobilisasi sendi

b. Nyeri gerak pada ekstensi b. Untuk mengurangi - Manual traction

lumbal nyeri lumbal

c. Nyeri tekan pada c. Meningkatkan -SWD

daerah bagian L4-L5 kekuatan otot dan

LGS

2. Activitiy Limitation :

a. Nyeri saat jongkok Mengurangi nyeri -SWD

b. Nyeri saat duduk - Manual traction

lama lumbal

3. Participation Restriction

kesulitan dalam melakukan Meningkatkan - Core stability

aktivitas membungkuk, kemampuan fungsional - William flexion

duduk, berdiri, dan berjalan

terlalu lama.
E. Evaluasi Fisioterapi

N Intervensi Evaluasi
Promblematik
o Fisioterapi Terapi Awal Terapi Akhir

Pada tanggal 30 maret Nyeri pada Nyeri pada

2021 pasien datang punggung bawah punggung

1 dengan keluhan nyeri SWD dan IF yang menjalar bawah yang

pada punggung bawah hingga tungkai menjalar hingga

hingga ke tungkai tungkai

Nyeri pada

Nyeri pada punggung


Pada tanggal 1 april
punggung bawah bawah yang
2 pasien datang dengan SWD dan IF
yang menjalar menjalar hingga
keluhan yang sama
hingga tungkai tungkai mulai

berkurang
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Spondylosis lumbal dapat diobati oleh berbagai pemberi pelayanan kesehatan

salah satunya adalah Fisioterapi. Fisioterapi dalam pelayanan kesehatan

profesional bertanggung jawab atas kesehatan individu, keluarga maupun

masyarakat khususnya dalam perbaikan gerak dan fungsi selama daur kehidupan.

Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk mengembalikan dan

mengatasi gangguan impairment, fungtional limitation dan disability tersebut

sehingga pasien dapat beraktifitas kembali (Fevharianti, 2016).

Penatalaksanaan fisioterapi pada Spondilosis Lumbal dengan diberikan

modalitas Microwave diathermy, Manual Traction Lumbal, mobilisasi sendi,

William Flexion Exercise dan core stability mendapatkan hasil adanya penurunan

nyeri pada pinggang bawah yaitu penurunan nyeri tekan dan nyeri gerak, adanya

peningkatan lingkup gerak sendi trunk, adanya peningkatan kekuatan otot perut

dan adanya peningkatan kemampuan fungsional.


DAFTAR PUSTAKA

Daniel dan Worhingham. 2007. Muscle Testing: Techniques of Manual


Examination, Eight edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Saunders, H. Duane. 1979. Lumbar Traction. Journal of Orthopedic &
Sports Physical Therapy, Vol 1. No.1. University of Kansas.
https://firastiwidyaratni.wordpress.com/2012/12/12/modalitas-fisioterapi/
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1390361028-3-BAB%20II.pdf

Muttaqin, A. (2012) Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada Praktik

Klinik Keperawatan. Jakarta: ECG.

Rahim, A. H. (2012) Vertebra. Jakarta: Sagung Seto.

Sakinah (2013) Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Pada Pekerja Batbara Di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap. Universitas

Hasanuddin.

Satyanegara (2010) Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Trisnowiyanto, B. (2012) ‘Instrument Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian

Kesehatan’, Nuha Medika.

Yundari, I. D. H. (2018) ‘Effectiveness of William Flexion Exercise to Reduce Pain

Intensity on Low Back Pain Of Woodcarvers’, Proceedings of the International

Conference on Applied Scince and Health.

Anda mungkin juga menyukai