Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN STUDI KASUS KELOMPOK 7 PERIODE 1

RSUD H. ANDI SULTHAN DG RADJA

LAPORAN STUDI KASUS KOMPREHESIF 1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSIONAL SISI

KIRI TUBUH ET CAUSA HEMIPARESE SINISTRA POST

STROKE NON HEMORAGIK

OLEH :

CHASTASYA JANET LANDE’


NATALIA PATANDEAN
VIOLY JOAN LAMARANG
SYAHWAN GIFFARI RAMADHAN

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN MAKASSAR JURUSAN FISIOTERAPI 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus praktek preklinik atas nama Chastasya Janet Lande’,Natalia Patandean,Violy

Joan Lamaran, dan Syahwan Giffari Ramadhan di Poliklinik Fisioterapi/Rehabilitasi Medik

di RSUD H ANDI SULTHAN DG RADJA mulai tanggal 22 November 2021 – 18 Desember

2021 dengan judul kasus dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan

Fungsional Sisi Kiri Tubuh Et Cause Hemiparesis Sinistra Post Stroke Non Hemoragik”

Telah disetujui oleh pembimbing lahan untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan praktek preklinik di Poliklinik Fisioterapi/Rehabilitasi Medik di RSUD

H ANDI SULTHAN DG RADJA

Bulukumba, 15 Desember 2021

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Syutriani,SST.FT Darwis Durahim,S.Pd,S.St.Ft,M.Kes


NIP : 197903232006042040 NIP : 196902101994031005

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan

karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan kasus ini yang berjudul

“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan Fungsional Sisi Kiri Tubuh Et Cause

Hemiparesis Sinistra Post Stroke Non Hemoragik”.

Laporan kasus ini merupakan salah satu dari tugas praktek klinik di Poliklinik

Fisioterapi/Rehabilitasi Medik RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Selain itu

juga laporan kasus ini bertujuan memberikan informasi mengenani penatalaksaan fisioterapi

untuk kasus tersebut.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak / Ibu dosen Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

2. Bapak / Ibu pembimbing Poliklinik Fisioterapi/Rehabilitasi Medik RSUD H. Andi

Sulthan Daeng Radja Bulukumba selaku Clinical Edukator

3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan Laporan

Kasus ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh

sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan

penyempurnaan laporan ini. Dan semoga dengan selesainya laporan ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan teman-teman yang membutuhkan.

Bulukumba, 15 Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4

A. Tinjauan Kasus Stroke............................................................................................... 4

B. Tinjauan Tentang Stroke ........................................................................................... 11

C. Tinjauan Pengukuran Fisioterapi .............................................................................. 18

D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi.................................................................... 23

BAB III PROSES FISIOTERAPI ......................................................................................... 36

A. Identitas Pasien ......................................................................................................... 36

B. History Taking .......................................................................................................... 36

C. Inspeksi/Observasi .................................................................................................... 37

D. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................................... 37

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi.................................................... 37

F. Diagnosis Fisioterapi (ICF-ICD)...............................................................................43

G. Problematik Fisioterapi ............................................................................................. 44

BAB IV INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI ................................................ 45

A. Rencana Intervensi Fisioterapi................................................................................... 45

B. Strategi Intervensi Fisioterapi ................................................................................... 46

C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi ............................................................ 47

iv
D. Edukasi dan Home Program ..................................................................................... 53

E. Evaluasi ..................................................................................................................... 54

BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................................... 56

A. Pembahasan Assesment Fisioterapi .......................................................................... 56

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi............................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke atau disebut juga Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan

gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya

aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu

stroke iskemik/stroke non hemoragik (SNH) akibat penyumbatan dan stroke

hemoragik akibat pecah pembuluh di otak. Penyakit ini merupakan salah satu

penyakit yang prevalensinya tinggi di dunia, dimana stroke menempati urutan ketiga

penyebab kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker, bahkan di Indonesia

stroke menempati urutan teratas penyabab kematian di Indonesia diiringi oleh TBC

dan hipertensi. Menurut data riset kesehatan dasar 2013, prevalensi stroke di

Indonesia 12,1 per 1.000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan Riskesdas 2007

yang sebesar 8,3 persen. Stroke telah jadi penyebab kematian utama di hampir semua

rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5 persen. Stroke merupakan salah satu bentuk

nyata dari transisi epidemiologi, dimana peningkatan prevalensi stroke tidak dapat

dipisahkan dari meningkatnya harapan hidup masyarakat. Peningkatan harapan hidup

akan membawa dampak semakin besarnya populasi dalam risiko stroke. Laporan

kementrian kesehatan RI memperlihatkan bahwa umur harapan hidup penduduk

Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Laporan dinas kesehatan provinsi DI

Yogyakarta menunjukkan bahwa usia harapan hidup terus meningkat, yaitu dari 67,58

tahun pada tahun 1992 meningkat menjadi 68,35 tahun pada tahun 1997, dan terus

meningkat menjadi 72,17 tahun pada tahun 2002 (Periode 2000-2005), kemudian

untuk tahun 2005 yang bersumber dari BPS yaitu dari parameter hasil proyeksi

penduduk 2000-2025 umur harapan hidup meningkat menjadi 74,0 tahun.

1
Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya

menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan

produktif hal ini akibat gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti

malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara

mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan stroke. Saat ini

serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi yang disebut sebagai

silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang terkait

dengan penyakit degeneratif. Secara ekonomi, dampak dari insiden ini prevalensi dan

akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya

produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa.

Prevalansi pengidap Hemiparese Sinistra Post Stroke di RSUD H A.

SULTHAN DG RADJA BULUKUMBA pada tahun 2020 bulan januari total kondisi

hemiparese 71, pada bulan februari total kondisi hemiparese 79, pada bulan maret

total kondisi hemiparese 53, kemudian pada bulan april total kondisi hemiparese 2,

kemudian pada bulan mei total hemiparese 7, pada bulan juni total hemiparese 5, pada

bulan juli total kondisi hemiparese 7, pada bulan agustus total hemiparese 10, pada

bulan September kodisi hemiparese 58, pada bulan oktober total hemiparese 55,

kemudian pada bulan November kodisi hemiparese 29, dan pada bulan desember total

kondisi hemiparese 40.

Fisioterapi merupakan salah satu disiplin ilmu terhadap penanganan post

stroke. Peran fisioterapi pada pasien post stroke adalah dari pemeriksaan, tindakan

sampai evaluasi untuk masalah gerak dan fungsi. Dengan adanya fisioterapi penderita

hemiparese post stroke dapat ditangani dengan berbagai metode. Adapun beberapa

metode terapi latihan antara lain propioceptif neuromuscular facilitation (PNF),

2
brunstrom, bobath, motor relearning programme (MRP), serta banyak lagi metode

lain yang bisa digunakan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kasus Stroke

1. Anatomi dan fisiologi

1. Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih

100triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum

(otakbesar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon.

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan

korteksserebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis

4
yangmerupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk

gerakangerakanvoluntar, lobur parietalis yang berperanan pada

kegiatanmemproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih

tinggitingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk

impulspendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks

penglihatanprimer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi

warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi

olehduramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium,

yangmemisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya

adalahsebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus

gerakanotot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankankeseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula

oblongata,pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata

merupakan pusatrefleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor,

pernafasan, bersin,batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons

merupakan matarantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis

yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon

merupakanbagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius,

beberapatraktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus

sarafpendengaran dan penglihatan.

5
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,

epitalamusdan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan

pengintegrasisubkortikal yang penting.

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengertisepenuhnya, tetapi lesi

pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismusyang ditandai dengan

gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat padasatu sisi tubuh. Epitalamus

berperanan pada beberapa dorongan emosidasar seseorang. Hipotalamus

berkaitan dengan pengaturan rangsangandari sistem susunan saraf otonom

perifer yang menyertai ekspresi tingkahdan emosi.

2. Nervus Cranialis

a. Nervus olvaktorius

Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi,

membawarangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.

b. Nervus optikus

Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.

c. Nervus okulomotoris

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola

mata)menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani

ototsiliaris dan otot iris.

d. Nervus troklearis

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata

yangpusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

6
e. Nervus trigeminus

Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buahcabang.

Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakansaraf otak besar,

sarafnya yaitu:

1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala

bagiandepan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan

bolamata.

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas,

bibiratas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus

maksilaris.

3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan

motoris)mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut

sensorisnyamensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

f. Nervus abdusen

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai

sarafpenggoyang sisi mata.

g. Nervus fasialis

Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut

motorisnyamensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di

dalamsaraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk

wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah

untukmenghantarkan rasa pengecap.

7
h. Nervus auditoris

Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan

daripendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai

sarafpendengar.

i. Nervus glosofaringeus

Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil danlidah,

saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus vagus

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-sarafmotorik,

sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,gaster

intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalamabdomen. Fungsinya

sebagai saraf perasa.

k. Nervus asesorius

Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulustrapezium,

fungsinya sebagai saraf tambahan.

l. Nervus hipoglosus

Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Sarafini

terdapat di dalam sumsum penyambung.

8
3. Sirkulasi Darah

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 %

konsumsioksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.

Otakdiperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan

arterivertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling

berhubungandan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis

komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke

dalamtengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,

menjadiarteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi

suplaidarah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen

basalganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian

9
(terutamamedial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks

somestetikdan korteks motorik.

Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobustemporalis,

parietalis dan frontalis korteks serebri.Arteria vertebralis kiri dan kanan

berasal dari arteria subklavia sisi yangsama. Arteri vertebralis memasuki

tengkorak melalui foramen magnum,setinggi perbatasan pons dan medula

oblongata. Kedua arteri ini bersatumembentuk arteri basilaris, terus

berjalan sampai setinggi otak tengah,dan di sini bercabang menjadi dua

membentuk sepasang arteri serebriposterior. Cabang-cabang sistem

vertebrobasilaris ini memperdarahimedula oblongata, pons, serebelum,

otak tengah dan sebagian diensefalon.

Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian

diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus

koklearisdan organ-organ vestibular.Darah di dalam jaringan kapiler otak

akan dialirkan melalui venula-venula(yang tidak mempunyai nama) ke

vena serta di drainase ke sinusduramatris. Dari sinus, melalui vena

emisaria akan dialirkan ke vena-venaekstrakranial.

10
B. Tinjauan Tentang Stroke

1. Definisi Stroke

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah kumpulan

gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak baik fokal atau global

secara tiba-tiba, disertai gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih

dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain gangguan

vaskuler.

Banyak aspek yang dipertimbangkan dalam menetapkan pembagian stroke.

Berdasarkan kausanya, stroke terbagi dua yaitu hemoragik dan iskemik:

1. Jenis perdarahan (stroke hemoragik)

Disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun

subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak

dapat terjadi karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang

mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena

kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan

subaraknoid dapat disebabkan pecahnya aneurisma kongenital pembuluh

darah arteri otak di ruang subaraknoidal.

2. Jenis oklusif (stroke iskemik)

Dapat terjadi karena emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya

berasal dari jantung atau pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun

ekstrakranial atau trombolitik/arteriosklerotik fokal pada pembuluh arteri otak

yang berangsur-angsur menyempit dan akhirnya tersumbat.

11
Berdasarkan faktor – faktor yang yang menyebabkan stroke terbagi

menjadi dua :

a. Stroke hemoragik yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan

kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada

area tersebut.

b. Stroke nonhemoragik, yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh

tersumbatnya pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan

nutrientke area yang mendapat suplai terganggu.

Faktor risiko tidak bisa dirubah atau dikendalikan:

1. Usia tua

2. Jenis kelamin

3. Ras

4. Pernah menderita stroke

5. Kecenderungan stroke pada keluarga (faktor keturunan/genetik)

6. Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh

darah otak di mana stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak-

anak dan atau remaja).

2. Etiologi

Berdasarkan faktor – faktor yang yang menyebabkan stroke terbagi menjadi dua :

a. Stroke hemoragik yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan

kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada area

tersebut.

b. Stroke nonhemoragik, yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh

tersumbatnya pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrientke

area yang mendapat suplai terganggu.

12
Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke nonhaemoragik dapat dibagi

menjadi 4, yaitu:

1. TIA (transient ischemik attack) merupakan serangan stroke sementara

yangberlangsung kurang dari 24 jam.

2. RIND (reversible ischemic neurologic deficit) merupakan gejala

neurologisyang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.

3. Progressing stroke atau stroke in evolution merupakan kelainan atau

defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan

sampai menjadi berat.

4. Complete stroke atau stroke komplit merupakan kelainan neurologis yang

sudah menetap dan tidak berkembang lagi.Faktor resiko stroke menurut

Feigin dibagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat dimodifikasi seperti

gaya hidup dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti

penuaan, kecenderungan genetik, dan suku bangsa. Faktor resiko yang

terpenting adalah :

a) Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus menambah

beban pembuluh arteri perlahan-lahan. Arteri mengalami proses

pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga mengurangi

elastisitasnya. Hal ini dapat pula merusak dinding arteri dan

mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri

koroner.Hal ini meningkatkan resistensi pada aliran darah yang

pada gilirannya menambah naiknya tekanan darah. Semakin

berat kondisi hipertensi, semakin besar pula faktor resiko yang

ditimbulkan.

13
b) Penyakit jantung

Emboli yang terbentuk dijantung akibat adanya kelainan pada

arteri jantung terutama arteria coronaria dapat terlepas dan

dapat mengalir ke otak sehingga dapat menyumbat arteri di

otak dan dapat mencetuskan stroke ischemia.

c) Diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan pada system

vaskuler(pembuluh darah dan jantung) serta memicu terjadinya

aterosklerosis.

d) Merokok

Asap rokok yang mengandung nikotin yang memacu

pengeluaran zat-zat seperti adrenalin dapat merangsang denyut

jantung dan tekanan darah.Kandungan carbonmonoksida dalam

rokok memiliki kemampuan jauh lebih kuatdaripada sel darah

merah(hemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen

sehingga kapasitas darah yang mengangkut oksigen ke jaringan

lain terutama jantung menjadi berkurang. Hal ini akan

mempercepat terjadinya stroke ischemia bila seseorang sudah

mempunyai penyakit jantung.

e) Makanan yang tidak sehat

Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada

yang merekagunakan dalam aktivitas sehari-hari, kelebihan

kalori tersebut akan diubah menjadi lemak yang menumpuk di

dalam tubuh.

14
3. Patofisiologi

Otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks dan berperan penting bagi

kesehatan dan kehidupan yang baik. Ukurannya relatif kecil dibandingkan bagian

tubuh yang lain. Beratnya hanya 1,5 kg atau sekitar 2 % dari berat total tubuh kita.

Namun organ ini menerima hampir seperlima dari total oksigen dan pasokan

darah. Nutrisi yang kita makan sangat diperlukan untuk menjaga agar otak tetap

dapat bekerja dengan optimal.

Otak bergantung total pada pasokan darahnya. Interupsi sekitar 7 - 10 detik

saja sudah dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada bagian

otak yang terkena.

Otak mendapat banyak pasokan darah. Ada aliran darah konstan yang

membawa neuronutrient (nutisi penting untuk saraf) seperti asam amino, vitamin,

dan mineral. Neuronutrient bersama oksigen dan glukosa akan menyediakan

energi untuk otak. Gangguan aliran darah selama satu atau dua menit dapat

menurunkan fungsi otak. Jika gangguan berlangsung lebih lama, maka kerusakan

permanen di otak akan terjadi.

Stroke sering dikenal dengan penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan

disability. Stroke Non hemoragik yaitu suatu gangguan fungsional otak akibat

gangguan aliran darah ke otak karena adanya bekuan darah yang telah menyumbat

aliran darah . Pada stroke non hemoragik aliran darah ke sebagian jaringan otak

berkurang atau berhenti. Hal ini bisa disebabkan oleh sumbatan thrombus, emboli

atau kelainan jantung yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau oleh

tekanan perfusi yang menurun. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan

oleh perdarahan kedalam jaringan otak (disebut haemoragia intraserebrum atau

hematom intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit

15
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut

haemoragia subaraknoid).

Penyakit stroke yang terjadi sekitar 80% adalah iskemik, dan 20% adalah

hemoragik. Stroke iskemik dapat diklasifikasikan sebagai akibat dari thrombotik

maupun emboli. Terjadinya thrombotik yang pada umumnya akibatnya 75%

menjadi stroke iskhemik adalah hasil dan proses patofisiologi yang terjadi secara

bertahap dengan penyakit arteroskierosis.

Tandanya adalah akumulasi aliran menjadi lambat pada arteri cerebral,

memfasilitasi untuk membentuk terjadinya thrombin. Thrombin ini sebagai

penghubung dengan tanda arterosklerosis, yang dapat menyebabkan penyempitan

dan terhambatnya pembuluh darah arteri. Hasil dari kerusakan terhadap aliran

darah yang menuju pada tanda dan gejala iskemik, termasuk penurunan

neurologik fokal. Tanda dan gejala ini yang memelihara perkembangannya setiap

jam setiap harinya, yang biasanya setiap pagi akan mengalami hipotensi.

Stroke hemoragik pada urnumnya terjadi pada umur 55 sampai 75 tahun.

Stroke hemoragik dibagi menjadi 2 yaitu Intracerebri hemorage sebesar 10% dari

kasus stroke dan diiringi dengan gejala sakit kepala dan Subarachnoid hemorage

sebesar 7% dari kasus stroke, yang juga dapat disebabkan sakit kepala yang berat,

serangan, dan kehilangan kesadaran . Faktor resiko dari Intracereberal hemorage

dipengaruhi oleh usia, ras, jenis kelamin (laki - laki), tekanan darah tinggi,

konsumsi alkhohol. Sedangkan Subarachnoid hemorage sering terjadi sobek atau

rupture dari kongenital aneurysms atau vascular malformation yang berada

didalam permukaan subarachnoid, tekanan darah tinggi (hipertensi) dan merokok.

16
4. Gambaran Klinis

1) Kelemahan pada bagian wajah

2) Kelemahan di lengan atau tungkai

3) Kesemutan pada bagian lengan atau tungkai

4) Kesulitan saat berbicara atau memahami pembicaraan

5) Kehilangan koordinasi dan keseimbangan

6) Sakit kepala hebat tiba-tiba

7) kehilangan keseimbangan atau koordinasi dan kesulitan berjalan

17
C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Tes Koordinasi dan Motorik

Fungsi lengan dan tangan terutama adalah untuk berinteraksi dengan

lingkungan.Fungsi ini merupakan satu unit koordinasi tidak hanya pada lengan itu

sendiri tapi juga melibatkan tubuh (postural) yang membutuhkan integrasi

sensorik (visual, vestibular dan somatosensorik) dan motorik. Bahkan fungsi

tangan dikatakan sebagai membutuhkan koordinasi atau ketrampilan tingkat tinggi

(deksteritas). Pada penderita stroke fungsi lengan dan tangan pada sisi yang lemah

sering kali terganggu dan biasanya merupakan gejala sisa (sequel) yang paling

nyata. Gerakan yang dilakukan adalah :

a. Jari ke hidung

b. Jari pasien ke jari terapis

c. Menyentuh hidung dan jari tangan bergantian

d. Menggenggam

e. Tepuk tangan

f. Tumit ke lutut

g. Jari kaki menyentuh tangan terapis

2. Muscle Strength Test dengan Manual Muscle Testing(MMT)

Muscle Strength Test atau tes kekuatan otot digunakan untuk menentukan

fungsi capabilty dari suatu otot atau sekelompok otot dalam menyiapkan gerakan

serta kemampuannya sebagai stabilisator aktif dan support.

Kecurigaan adanya penurunan kekuatan otot dapat ditest dan diukur melalui

pendekatan Manual Muscle Testing (MMT) sebagai langkah mudah untuk

menentukan otot atau gerakan yang dipengaruhi dan level weakness yang terjadi.

18
MMT adalah sebuah metode untuk menilai fungsi dan kekuatan dari individual

otot dan sekelompok otot berdasarkan dalam kemampuan menghasilkan suatu

gerakan terkait gaya gravitasi dan tahanan manual melalui ROM yang ada.

Nilai Keterangan
0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
Adanya kontraksi otot, dan tidak ada pergerakan
1
sendi
Adanya kontraksi otot, dan adanya pergerakan
2
sendi full ROM
Adanya kontraksi otot, dan adanya pergerakan
3
sendi full ROM dan mampu melawan gravitasi
Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full

4 ROM, mampu melawan gravitasi dan tahanan

minimal
5 Mampu melawan tahanan maksimal

3. Indeks Barthel

Indeks Barthel atau Skala Barthel adalah skala ordinal yang digunakan untuk

mengukur performance atau kinerja dalam activities daily living (ADL). Setiap

item performance dinilai pada skala ini dengan 0 – 10 poin untuk setiap variabel.

Tes dan pengukuran ini menggunakan 10 variabel yang menggambarkan ADL

dan mobilitas. Jumlah skor yang tinggi dikaitkan dengan kemungkinan lebih besar

untuk dapat berdiri. Sebaliknya, jumlah yang rendah dikaitkan dengan

kemungkinan lebih besar untuk membutuhkan bantuan.

Indeks Barthel

No Fungsi Skor Keterangan Nilai Skor

19
Butuh
Membersihkan diri
0 pertolongan
1 ( ceks muka, sisir
orang lain
rambut, sikat gigi )
1 Mandiri
Tergantung

0 pertolongan

orang lain
Perlu

pertolongan
Penggunaan
pada beberapa
2 jamban masuk dan
kegiatan tetapi
keluar 1
dapat

mengerjakan

sendiri kegiatan

lain
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Perlu ditolong

3 Makan 1 memotong

makanan
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Perlu banyak

bantuan untuk
1
bisa duduk ( 2
Berubah sikap dan
4
orang )
berbaring ke duduk
Bantuan

2 minimal verbal

atau fisik
3 Mandiri
5 Berpindah berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa ( pindah )
20
dengan kursi
Berjalan dengan
2
bantuan 1 orang
3 Mandiri
Tergantung
0
orang lain
Sebagian

dibantu
6 Memakai baju
1 ( misalnya

mengancing

baju )
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Butuh
7 Naik turun tangga 1
pertolongan
2 Mandiri
0 Tergantung
8 Mandi
1 Mandiri

Keterangan : Skor Barthel Index

0-4 : Ketergantungan total

5-8 : Ketergantungan berat

9-11 : Ketergantungan sedang

12-19 : Ketergantungan ringan

20 : Mandiri

21
D. Tinjauan tentang Intervensi Fisioterapi

1. IRR(Infra Red Rays)

a.Pengertian Infra Red Rays

IRR ialah lampu yang memancarkan radiasi elektromagnetik dalam

rentang frekuensi yang dapat menimbulkan panas ketika diserap oleh suatu

objek.Radiasi IRR memiliki panjang gelombang 770 nm sampai 10 nm atau

pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7700 – 4

juta A. Terletak diantara cahaya tampak dan gelombang mikro pada

spectrum elektromagnetik.

b. Pembagian IRR

Sinar infra merah dapat di bagi atas 2 (dua) bagian besar yaitu

berdasarkan panjang gelombang dan berdasarkan tipenya.

1) Berdasarkan Panjang Gelombang

a) Gelombang Panjang (Non Penetrating)

22
Yaitu sinar infra merah dengan panjang gelombang antara 12.000

sampai dengan 150.000 A dimana daya penetrasi sinar ini hanya sampai

pada lapisan superficial epidermis, yaitu sekitar 0.5 mm.

b) Gelombang pendek (Penetrating)

Yaitu sinar infra merah dengan panjang gelombang antara 7.700

sampai dengan 12.000 A dimana daya penetrasinya lebih dalam dari

yang gelombang panjang, yaitu sampai jaringan subkutan, kira-kira

dapat mempengaruhi secara langsung terhadap pembuluh darah kapiler,

pembuluh lympha dan ujung–ujung saraf kulit.

2) Berdasarkan Tipe

Berdasarkan tipenya, sinar infra merah dapat dibagi atas 3 (tiga) bagian

dengan rentang panjang gelombang berbeda, yaitu :

a) IR-A : Panjang Gelombang 770 – 1400 nm, penetrasi dalam.

b) IR-B : Panjang Glombang 1400 – 3000 nm, penetrasi dangkal.

c) IR-C : Panjang Gelombang 3000 – 10 nm, penetrasi dangkal. 1 nm =

10 nm

1 A = 10 nm

1 nm = 10 A

Sebagian besar radiasi infra merah yang di hasilkan lampu dalam

kehidupan sehari-hari (panjang gelombang 780 – 1500 nm) diserap

dengan kedalaman beberapa milimeter dari jaringan manusia. Setidaknya

50% dari radiasi infra merah panjang gelombang 1200 nm dapat menembus

23
0.8 mm sehingga mampu melewati kulit untuk berintraksi dengan kapiler

subkutan dan ujung saraf kulit.

c. Macam Generator IRR

Generator infra merah pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 2

(dua) golongan yaitu :

1) Non Luminous Generator

Non luminous hanya mengandung infra merah saja, sedangkan luminous

generator di samping infra merah juga sinar visible dan ultraviolet. Oleh

karena itu maka pengobatan dengan non luminous generator sering

disebut derngan “infra red radiation”.

2) Luminous Generator

Pengobatan dengan luminous generator sering disebut dengan “radiant

heating “. Istilah tersebut sebetulnya kurang tepat, oleh karena kedua-

duanya mengandung presentase infra merah yang paling banyak bila

dibanding dengan sinar-sinar lainnya.

Efek-efek fisiologis yang dihasilkan oleh IRR secara umum antara

lain:

1) Meningkatkan proses metabolisme.

2) Vasodilatasi pembuluh darah.

3) Pigmentasi.

4) Dapat mempengaruhi urat saraf sensoris.

5) Mempengaruhi jaringan otot.

6) Dapat menyebabkan destruksi jaringan.

24
7) Menaikkan temperatur tubuh.

8) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat.

Sedangkan efek terapeutik yang dihasilkan dari pemberian IRR antara

lain:

1) Mengurangi atau menghilangkan nyeri.

2) Rileksasi otot.

3) Meningkatkan suplai darah.

4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme

d.Indikasi

1) Kondisi setelah peradangan sub-akut seperti sprain dan musle strain.

2) Arthritis seperti rheumatoidarthritis, ostheoarthritis, mialgia dan

neuritis.

3) Gangguan sirkulasi darah seperti tromboplebitis, raynold’s disease

4) Penyakit kulit seperti fulliculitis dan wound

5) Persiapan exercise dan massage.

e.Kontra Indikasi

1) Gangguan sensasi

2) Kanker

3) Pendarahan baru

Daerah Insufiensi darah

2. Passive Exercise

Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat dalam

menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi. Jenis latihan ini dapat

diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang

gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-lain.

25
Pemberian passive excercise dapat diberikan dalam berbagai posisi

seperti tidur terlentang tisur miring, tidur tengkurap, duduk berdiri, atau posisi

denga alat latihan yang digunakan. Latihan dalam gerakan pasif tidak akan

berdampak terhadap proses pembelajaran motorik,akan tetapi sangat

bermanfaat sebagi tindakan akal sebelum aplikasi metode untuk latihan

pembelajaran motorik.

Indikasi berupa rasa tebal, kelemahan dan penurunan kekuatan otot,

gangguan fungsi motoris, keterbatasan gerak. Kontraindikasi tidak dianjurkan

pasien  dengan tekanan darah tinggi, bila pasien merasakan fatique yang

sangat berat hentikan latihan.

3. Strengthening

Menurut Harvard Health Publication, strengthening exercise

merupakan bentuk latihan sistematis yang berguna untuk meningkatkan

keseimbangan dan memperbaiki postur. Selain itu, latihan ini

mempengaruhi stabilitas tangan dan kaki untuk mengembangkan

kemampuan koordinasi gerakan yang merupakan dasar dari keterampilan

keseimbangan .

Definisi yang menyatakan bahwa strengthening exercise dilakukan

untuk melihat adanya perubahan dalam peningkatan kekuatan otot pada

latihan dengan menggunakan intrumen beban yang akan terus ditambah.Hal

ini disebabkan karena adanya perubahan morfologikal otot, yaitu semakin

besar massa otot yang terbentuk maka mitokondria yang dihasilkan akan

semakin banyak .

26
a) Tujuan dan Indikasi Strengthening Exercise

Adapun tujuan umum dari manual strengthening exercise adalah untuk

memperbaiki fungsi antara lain :

a. Meningkatkan Kekuatan

Strengthening adalah gaya output dari kontraksi otot dan

secara langsung dengan besarnya ketengangan yang dapat

dihasilkan oleh kontraksi otot tersebut. Untuk meningkatkan

kekuatan otot, kontraksi otot harus diberi beban atau tahan

sehingga meningkatkan level-level kekuatan yang akan

berkembang karena adanya hipertropi dan rekruitmen serabut-

serabut otot.

Latihan penguatan dapat di definisikan sebagai teknik

lifting dan lowering pada suatu otot atau group otot, atau

mengontrol beban yang berat dengan jumlah repetisi yang relatif

kecil.

b. Meningkatkan daya tahan

Endurance adalah kemampuan untuk melakukan latihan

repetisi dengan intensitas rendah dalam jangka waktu yang

Endurance otot dapat diperbaiki dengan melakukan latihan

melawan tahanan yang ringan dengan repetisi yang tinggi, hal ini

telah dibuktikan bahwa sebagian besar program latihan didesain

untuk meningkatkan kekuatan otot dan dapat meningkatan daya

tahan otot. Totally body endurance juga dapat diperbaiki dengan

latihan intensitas renda dalam jangka waktu yang lama.

c. Meningkatkan power

27
Power merupakan suatu ukuran dari performance otot yang

berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan gerak dan dapat

didefinisikan sebagai kerja per unit waktu (gaya x jarak waktu),

gaya x kecepatan gerak adala definisi yang paling sesuai.

Besarnya otot yang berkontraksi dan bekerja pada gaya

diseluruh ROM serta hubungannya dengan kecepatan dan gaya

merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi power. Power dapat

diperbaiki dengan meningkatkan kerja otot yang dilatih pada

jangka waktu tertentu atau mengurangi jumlah waktu yang

diinginkan untuk menghasilkan gaya yang diharapkan.

Meskipun power berkaitan dengan kekuatan dan

kecepatan, tetapi kecepatan merupakan variabel yang sangat

sering dimanipulasi dalam program training power. intensitas

latihan yang lebih besar dan jangka waktu yang singkat yang

diaplikasikan untuk menbangkitkan gaya otot dapat menghasilkan

lebih besar power pada otot.

b) Kontraindikasi

a. Inflamasi

Latihan tahanan dinamik bukan indikasi ketika otot ata

sendi mengalami inflamasi atau pembengkakan. Penerapan

strengthening exercise dapat menyebabkan peningkatan bengkak

dan lebih merusak otot atau sendi. Isometric exercise dengan

intensitas yang rendah dapat dilakukan pada kondisi inflamasi

jika aktivitasnya tidak meningkatkan nyeri.

b. Nyeri

28
Jika pasien mengalami nyeri sendi atau otot yang berat

selama latihan atau lebih dari 24 jam setelah latihan, maka secara

keseluruhan aktivitas harus diminimalisir atau secara sustansial

dikurangi.

c) Hal – hal yang perlu dicegah

a. Kelelahan

Kelelahan merupakan kejadian kompleks yang

mempengaruhi performa fungsional yang harus dihindari

dalam program strengthening exercise.

b. Recovery

Diperlukan waktu yang cukup untuk pemulihan setelah

menjalani program strengthening, setelah latihan berat tubuh

harus diberikan waktu pemulihan sebelum mencapai titik

kelelahn maksimal.

c. Gerakan substitusi

Jika tahanan yang diberikan sangat berat

selamalatihan,maka gerakan substitusi dapat terjadi. Untuk

menghindari adanya gerakan substitusi maka berikan tahanan

yang tepat dan terukur serta aplikasikan stabilisasi yang benar

baik secara manual maupun mekanikal.

d. Nyeri otot

Latihan dapat menyebabkan nyeri otot, nyeri otot

seringkali berkembang selama atau setelah latihan yang berat

sampai titik kelelahan. Hal ini harus dihindari dengan

melakukan latihan secara bertahap, intensitas dan durasi latihan

29
ditingkatkan secara progresif.

d) Hal – hal yang perlu diperhatikan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian

strengthening exercise adalah:

a. Perhatikan letak aplikasi tahanan, tahanan biasanya diaplikasikan

pada ujung distal segmen dimana otot melekat.

b. Tentukan arah tahanan, tahanan yang diaplikasikan dalam arah

yang berlawanan dari gerakan.

c. Berikan stabilisasi, untuk menghindari gerakan substitusi maka

berikan stabilisasi yang tepat baik dengan alat maupun dengan

cara manual.

d. Aplikasikan besarnya tahanan yang sesuai.

e. Tinjau kembali letak aplikasi tahanan atau turunkan besarnya

tahanan jika pasien tidak mampu menyempurnakan sampai ROM

penuh, ada nyeri hebat pada lokasi palikasi tahanan,

berkembangnya tremor otot, dan terjadi gerakan substitusi.

f. Berikan perintah verbal yang tepat.

g. Tentukan jumlah repetisi, pada umunya 8-10 xrepetisi.

4. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)

PNF adalah kependekan dari Proprioceptive Neuromuscular

Facilitation. Tujuan fasilitasi adalah memudahkan. Dengan demikian, kita

dapat memberikan tindakan dengan efisien dengan selalu memperhatikan

ketepatan dan fungsi gerak yang dilakukan pasien. Proprioceptive dengan

metode PNF maka akan semakin diperkuat dan diintensifkan rangsangan-

rangsangan spesifik melalui reseptor, yaitu panca indera dan atau

30
proprioceptor neuromuscular, juga untuk meningkatkan respon dari sistem

neuromusculer.

Filosofi dari PNF adalah menangani dan mengobati pasien secara total

dengan tujuan mencapai fungsi-fungsi yang optimal dari pasien. PNF

berlatarbelakang atas konsep sebagai berikut bahwa kehidupan (dalam arti

sempit) adalah sederetan reaksi atau sederetan rangsangan-rangsangan yang

diterimanya. Manusia dengan cara demikian akan dapat mencapai

kemampuan-kemampuan motorik. Jika ada gangguan terhadap mekanisme

neuromuscular, berarti seseorang tidak dalam kondisi untuk siap bereaksi

terhadap rangsangan-rangsangan yang datang, sehingga dia tidak mampu

untuk bereaksi ke arah yang tepat seperti yang dikehendaki. Metode PNF

berusaha memberikan rangsangan-rangsangan yang sesuai dengan reaksi yang

dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang

terkoordinasi. Lewat rangsangan tadi, fisioterapis kembali berusaha untuk

mengaktifkan lagi mekanisme yang laten dan cadangan-cadangannya. Metode

PNF menganut prinsip, (1) Ilmu proses tumbuh kembang. Perkembangan

motorik berkembang dari cranial ke caudal dan dari proksimal ke distal.

Gerakan terkoordinasi pada orang dewasa berlangsung dari distal ke

proksimal. Gerakan sebelumnya didahului dengan kontrol sikap (stabilisasi),

dan stabilisasi akan menentukan kualitas dari gerakan. (2) prinsip

neurofisiologis. Overflow principle; motoris impuls dapat diperkuat oleh

motoris impuls yang lain dari kelompok otot yang lebih kuat yang dalam

waktu bersamaan berkontraksi, dimana otot-otot tersebut kira-kira mempunyai

fungsi yang sama (otot-otot sinergis). Overflow principle akan menimbulkan

apa yang disebut iradiasi. Rangsangan saraf motoris memiliki ambang

31
rangsang tertentu (semua atau tidak sama sekali). (3) prinsip ilmu gerak.

Latihan isometris ditujukan untuk memperbaiki sikap, sedangkan latihan

isotonik ditujukan untuk memperbaiki gerakan. Gerakan tunggal murni

terisolasi tidak ada dalam kehidupan, otak hanya mengenal aktivitas otot

secara kelompok, bukan gerakan individual, setiap gerakan terjadi dalam arah

3 dimensi. Gerakan akan semakin kuat jika terjadi bersama-sama dengan

gerakan total yang lain. Dengan dasar tersebut, metode PNF menyusun latihan

dengan berbagai gerakan yang selalu melibatkan lebih dari satu sendi dan

mempunyai tiga komponen gerakan. Latihan akan lebih cepat berhasil apabila

pasien secara penuh dapat melakukan sebuah gerakan daripada hanya

melakukan sebagian saja. Hindarkan faktor yang menghambat latihan,

pengulangan-pengulangan yang banyak dan bervariasi, sikap posisi awal akan

memberikan hasil yang lebih baik. Aktivitas yang lama penting untuk

meningkatkan kekuatan, koordinasi, kondisi dari sistem neuromuscular.

Teknik PNF adalah alat fasilitasi yang dipilih dengan maksud yang spesifik,

seperti mengajarkan pola gerak, menambah kekuatan otot, relaksasi,

memperbaiki koordinasi, memperbaiki gerak, mengajarkan kembali gerakan,

menambah stabilisasi.

a. PNF Lengan

Dalam pola lengan tidak mengenal gerakan elevasi. Pola fleksi

yaitu pola gerakan dimana lengan bergerak keatas kepala, dan pola

tersebut dinamakan sesuai arah gerakannya yakni posisi akhir pola.

Terdapat 2 gerakan diagonal dengan garis oblique terhadap otot trunk

dan 4 pola lengan dasar. Dalam pola lengan dasar, posisi elbow tetap

32
lurus  setiap pola dasar dapat diadaptasikan dalam posisi fleksi atau

ekstensi elbow, yaitu :

1) Fleksi/abduksi/lateral rotasi

2) Fleksi/abduksi/lateral rotasi dgn fleksi elbow

3) Fleksi/abduksi/lateral rotasi dgn ekstensi elbow

b. PNF Tungkai

Untuk daerah tungkai sama dengan daerah lengan yaitu memiliki

2 diagonal gerakan dengan garis oblique terhadap otot trunk dan

memiliki 4 pola dasar. Didalam keempat pola dasar tersebut

dipertahankan knee tetap lurus sepanjang gerakan. Meskipun

demikian, setiap pola memiliki kombinasi sehingga disesuaikan terjadi

fleksi knee atau ekstensi knee

5. Bridging Exercise

Bridging exercise biasa disebut pelvic bridging exercise yang mana

latihan ini baik untuk latihan penguatan stabilisasi pada gluteai, hip dan

punggung bawah. Bridging exercise adalah cara yang baik untuk mengisolasi

dan memperkuat otot gluteus dan hamstring (belakang kaki bagian atas ). Jika

melakukan latihan ini dengan benar, bridging exercise digunakan untuk

stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot perut serta otot-otot

punggung bawah dan hip. Akhirnya, bridging exercise dianggap sebagai

latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilitas atau keseimbangan dan

stabilisasi tulang belakang.

Meskipun bridging exercise merupakan latihan yang mudah untuk

dilakukan, sangat bermanfaat dalam mempertahankan kekuatan di punggung

33
bawah dan berguna dalam program pencegahan sakit punggung bawah.

Bridging exercise juga merupakan latihan yang bagus yang memperkuat otot-

otot paraspinal, otot-otot kuadrisep di bagian atas paha, otot-otot hamstring di

bagian belakang paha, otot perut dan otototot glutealis .Bridging exercise

memiliki tujuan sebagai berikut :

a. Mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring.

b. Untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot

perut serta otot-otot punggung bawah dan hip.

c. Sebagai latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilisasi

tulang belakang .

Fungsi dan daya tahan core muscles terlah terbukti dapat

meningkatkan stabilitas columna vertebral lumbal dan pelvic. Adapun

manfaatnya yaitu:

a. Injury Prevention and Treatment : Penelitian menunjukkan bahwa

pada penderita stroke mengalami kelemahan pada core muscles.

Sehingga dengan pemberian latihan memungkinkan untuk dapat

meningkatkan stabilitas core muscles pada area columna vertebral

lumbal dan pelvic.

b. Power Generation : Semakin kuat core muscles, maka semakin

stabil columna vertebra lumbal dan pelvic.

34
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

Anamnesis Umum

a. Nama : Ny. F

b. Umur : 40 Tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Agama : Islam

e. Alamat : BTN 1

f. Pekerjaan : PNS

35
B. History taking

Keluhan utama : Kelemahan Anggota Gerak tubuh sisi Kiri

Lokasi keluhan : kelemahan pada lengan dan tungkai sisi kiri

Sifat keluhan : tidak menjalar

Riwayat Perjalanan Penyakit: Sebelumnya pasien mengalami stroke pada tahun 2018

saat pasien sementara bekerja di kantor,saat itu pasien

merasakan pusing dan lemas pada bagian sisi kiri

tubuh setelah makan siang nasi padang tetapi tetap

melanjutkan kegiatannya.dikemudian harinya pasien

merasakan anggota gerak atas dan bawah pada sisi

kiri tubuh pasien lemah dan tidak bisa digerakkan,

kemudian pasien dibawah ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu : Kolesterol

Riwayat Trauma :-

C. Pemeriksaan fisik

1) Vital Sign :

Tekanan Darah : 130/90 MmHg

Denyut Nadi : 80x/ menit

Pernapasan : 20x/menit

2) Palpasi : Tidak ada spasme pada otot

D. Inspeksi/Observasi

1. Statis

a. Mimik wajah pasien terlihat kurang bersemangat.

b. Bahu tampak asimestris

c. Kaki Cenderung Inversi

36
2. Dinamis

Gangguan pola berjalan tidak seimbang.

E. Pemeriksaan dan Pengukuran Fisioterapi

1. Pemeriksaan Spesifik

1) Tes Koordinasi

Pemeriksaan koordinasi dilakukan untuk mengetahui tingkat

koordinasi pasien saat dilakukan tes koordinasi selain faktor kemampuan

melainkan gerakan, faktor kecepatan juga harus dipertimbangkan. Koordinasi

Non Equlibrium Skala Kanan Skala Kiri Jari ke hidung Jari pasien ke jari

trapis Jari ke jari tangan yang lain Menyentuh hidung dan  jari tangan

bergantian Gerak aposisi jari tangan Menggenggam Pronasi –  Supinasi

Rebound tes Tepuk tangan Tepuk kaki Menunjuk Tumit ke lutut Tumit ke jari

kaki Jari kaki menunjuk jari tanga terapis Timit menyentuh bawah lutut

Menggambar lingkaran dengan tangan Menggambar lingkaran dengan kaki

Mempertahankan posisi anggota gerak atas Mempertahankan posisi anggota

gerak bawah Kriteria Penilaian

Koordinasi Non Equlibrium :

Skala Kanan Skala Kiri


5 Jari ke hidung 4
5 Jari pasien ke jari terapis 4
5 Menyentuh hidung dan 4

jari tangan bergantian


5 Menggenggam 4
5 Tepuk tangan 4
5 Tumit ke lutut 4
5 Jari kaki menunjuk jari 4

tanga terapis

1.Tidak mampu melakukan aktifitas.

37
2.Keterbatasan berat, hanya dapat mengawali aktifitas tetapi tidak lengkap.

3.Keterbatasan sedang, dapat menyelesaikan aktifitas tetapi

koordinasitampak menurun dengan jelas, gerakan lambat, kaku dan tidak

stabil.

4. Keterbatasan minimal, dapat menyelesaikan aktifitas dengan kecepatan

dan kemampuan lebih lambat sedikit dibanding normal.

5. Kemampuan normal

2) Pemeriksaan Kekuatan Otot

Pemeriksaan kekuatan otot ini dilakukan untuk membantumenegakkan

diagnose fisioterapi dan jenis latihan yang diberikan, dan dapat menentukan

prognosis pasien serta dapatdigunakan sebagai bahan evaluasi. Maka pemeriksaan

kekuatan otot dianggap penting. Parameter yang digunakan untuk mengetahui

nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan kekuatan otot secara manual atau manual

muscle testing (MMT) dengan ketentuan sebagai berikut :

Nilai Keterangan
0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
Adanya kontraksi otot, dan tidak ada pergerakan
1
sendi
Adanya kontraksi otot, dan adanya pergerakan
2
sendi full ROM
Adanya kontraksi otot, dan adanya pergerakan
3
sendi full ROM dan mampu melawan gravitasi
Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full
4 ROM, mampu melawan gravitasi dan tahanan
minimal
5 Mampu melawan tahanan maksimal
a. Shoulder
1) Fleksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)

38
2) Ekstensi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
3) Abduksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
4) Adduksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
b. Elbow
1) Fleksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
2) Ekstensi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)

c. Wrist
1) Fleksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan
gravitasi)
2) Ekstensi : 3 (Full ROM dan mampu melawan
gravitasi)
3) Radial Deviasi : 3 (Full ROM dan mampu melawan
gravitasi)
4) Ulnar Deviasi : 3 (Full ROM dan mampu melawan
gravitasi)
d. Hip
1) Fleksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
2) Ekstensi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
3) Abduksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
4) Adduksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
e. Knee
1) Fleksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
2) Ekstensi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
f. Ankle
1) Dorso Fleksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
2) Plantar Fleksi : 3 (Full ROM dan mampu melawan gravitasi)
3) Indeks Barthel

No Fungsi Skor Keterangan Nilai Skor

39
Butuh
Membersihkan diri
0 pertolongan
1 ( ceks muka, sisir
orang lain
rambut, sikat gigi )
1 Mandiri 1
Tergantung

0 pertolongan

orang lain
Perlu

pertolongan
Penggunaan
pada beberapa
2 jamban masuk dan
kegiatan tetapi
keluar 1
dapat

mengerjakan

sendiri kegiatan

lain
2 Mandiri 2
0 Tidak mampu
Perlu ditolong

3 Makan 1 memotong

makanan
2 Mandiri 2
0 Tidak mampu
Perlu banyak

bantuan untuk
1
bisa duduk ( 2
Berubah sikap dan
4
orang )
berbaring ke duduk
Bantuan

2 minimal verbal 2

atau fisik
3 Mandiri
5 Berpindah berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa ( pindah )
40
dengan kursi
Berjalan dengan
2 2
bantuan 1 orang
3 Mandiri
Tergantung
0
orang lain
Sebagian

dibantu
6 Memakai baju
1 ( misalnya 1

mengancing

baju )
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Butuh
7 Naik turun tangga 1 1
pertolongan
2 Mandiri
0 Tergantung
8 Mandi
1 Mandiri 2

Hasil :13

Keterangan : Skor Barthel Index

0-4 : Ketergantungan total

5-8 : Ketergantungan berat

9-11 : Ketergantungan sedang

12-19 : Ketergantungan ringan

41
20 : Mandiri

Interpretasi: ketergantungan ringan

F. Diagnosis Fisioterapi (ICF-ICD)

1. Impairment

a) Kelemahan otot lengan dan tungkai sisi kiri tubuh

b) Gangguan koordinasi

2. Activity Limitation

a) Kesulitan melakukan aktivitas Pekerjaan sehari-hari.

b) Kesulitan naik turun tangga

c) Kesulitan untuk memakai baju

3. Partipation Restriction

a) Kesulitan melakukan aktivitas Pekerjaan sehari-hari.

Berdasarkan pemeriksaan diatas dapat di simpulkan bahwa diagnosa

fisioterapinya adalah “ Gangguan Fungsional Sisi Kiri Tubuh ET

Causa Hemiparese Sinistra Post Stroke Non Hemoragik”

G. Problematik Fisioterapi

No Komponen ICF Pemeriksaan/Pengukuran

Yang Membuktikan
1. Impairment

a. Kelemahan otot lengan dan Manual Muscle Testing

tungkai sisi kiri tubuh

42
b. Gangguan koordinasi Nose to finger dan finger

to terapist finger
2. Activity Limitation

a. Ketika pasien berjalan pasien Indeks Barthel

masih dibantu
b. Kesulitan naik turun tangga Indeks Barthel

c. Kesulitan untuk memakai baju Indeks Barthel

3. Participation Restriction

a. Kesulitan melakukan aktivitas Indeks Barthel

Pekerjaan sehari-hari.

BAB IV

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Jangka Panjang

Meningkatkan kemampuan fungsional aktivitas sehari-hari seperti

terlentang ke tidur miring pada sisi sehat, duduk ke berdiri, memakai pakaian

43
dan berjalan yang lebih terampil tanpa ketergantungan kepada orang lain atau

secara mandiri.

2. Jangka Pendek

a. Meningkatkan kemampuan koordinasi dan keseimbangan.

b. Meningatkan kekuatan otot.

c. Meningkatkan kemampuan motorik fungsional seperti terlentang keduduk

disamping bed, duduk ke berdiri, dan berjalan.

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

No Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Intervensi

.
1. Impairment
a. Kelemahan otot Meningkatkan Strengthening

lengan dan tungkai kekuatan otot exercise, Bridging

sisi kiri tubuh lengan dan tungkai Excercise, PNF

44
sisi kiri tubuh
b. Gangguan Memperbaiki PNF

Koordinasi gangguan

koordinasi
2 Activity Limitation
a. Ketika berjalan Memgembalikan Passive exercise,

pasien masih aktivitas berjalan strengthening

dibantu tanpa bantuan exercise


b. Kesulitan naik turun Mengembalikan Passive exercise,

tangga fungsi naik turun Strengthening

tangga tanpa exercise,Bridging

bantuan Exercise
c. Kesulitan untuk Mengembalikan PNF,

memakai baju fungsi mengancing Strengthening

baju tanpa bantuan exercise


3. Participan Restriction
a. Kesulitan Mengembalikan PNF,

melakukan aktivitas aktivitas rumah Strengthening,

pekerjaan sehari- tangga tanpa Passive

hari keluhan exercise,Bridging

exercise

C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi

1. IRR(Infra Red Rays)

Tujuan : melancarkan vasolidilatasi pembuluh darah

Posisi pasien : supine lying

Posisi fisioterapis : Posisi fisioterapis berdiri disamping pasien.

Persiapan alat : Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik

dan tersambung dengan arus listrik.

45
Tehnik pelaksanaan : Infra red diletakkan tegak lurus dengan dengan jarak

45-60cm. Sinari pada wajah sisi kanan, tutupi mata

pasien dengan tissue atau handuk agar tidak terpapar

langsung oleh sinar infra red.

Waktu penerapan Alat : 10 menit

Intensitas : sampai terasa hangat nyaman

Jarak : 30 cm

2. Passive Exercise

a. Posisi: Pasien dalam keadaan supine lying, sementara terapis berada di

samping bed dekat area tubuh yang sakit.

b. Teknik Pelaksanaan

1) Fisioterapi memberikan gerakan flexi-ekstensi pasif secara

bergantian di shoulder, elbow, hip dan knee joint sisi kiri.

2) Fisioterapi memberikan gerakan rotasi searah dan berlawanan jarum

jam secara bergantian pada shoulder dan hip joint sisi kiri.

3) Fisioterapis memberikan gerakan abduksi-adduksi pada shoulder

dan hip di sisi kiri.

4) Fisioterapis memberikan gerakan pronasi dan supinasi di elbow sisi

kiri pasien.

5) Fisioterapis memberikan gerakan radial dan ulnar deviasi pada wrist

sisi kiri.

6) Fisioterapis memberikan gerakan eversi dan inversi ankle di sisi

kiri.

46
7) Fisioterapis memberikan gerakan palmar dan dorso fleksi pada wrist

di sisi kiri.

8) Fisioterapis memberikan gerakan plantar dan dorso fleksi pada

ankle di sisi kiri.

c. Dosis: Toleransi pasien dengan memperhatikan kelelahan yang

diperlihatkan, 3-5 kali pengulangan sudah cukup.

3. Strengthening

a. Posisi: Posisi pasien dan fisioterapis menyesuaikan pada otot yang ingin

dilatih.

b. Teknik Pelaksanaan: Fisioterapis memberikan insruksi kepada pasien agar

melakukan gerak pola dasar pada setiap region kemudian terapis

memberikan tahanan dengan 8x hitungan

c. Dosis: F : 3x seminggu, I : Toleransi pasien, T : Kontak langsung, T : 4x

repetisi.

4. PNF

a. Fleksi/adduksi/lateral rotasi (D1) Lengan

a) Posisi:

1) Pasien : ekstensi/abduksi/medial rotasi shoulder dengan

pronasi lengan bawah, ekstensi + ulnar deviasi wrist,

ekstensi jari2 tangan, ekstensi dan abduksi ibu jari.

2) Terapis : berdiri disamping pasien dengan menghadap

kearah tangan pasien yang akan dilatih. Selama gerakan,

terapis mentransfer berat badannya dari kaki kanan ke kaki

kiri dengan rotasi sehingga dapat melanjutkan pandangan

47
pada tangan pasien sepanjang gerakan. Palmar tangan kiri

terapis memegang palmar tangan kanan pasien dari sisi

radial menggunakan lumbrical grip, jari2 tangan kanan

terapis memegang permukaan fleksor wrist dari sisi ulnar.

b) Teknik Pelaksanaan

1) Setelah mengaplikasikan stretch lakukan perintah dengan

kata “tarik – kuat”

2) Instruksikan pada pasien dengan kata “pegang tangan saya

dengan kuat dan tarik – kuat keatas”

c) Gerakan:

1) Fleksi jari2 tangan (khususnya jari manis dan kelingking),

adduksi dan fleksi ibu jari, fleksi wrist kearah sisi radial,

supinasi lengan bawah, fleksi, adduksi, dan lateral rotasi

shoulder, rotasi, elevasi dan abduksi scapula.

2) Pada normal timing, gerakan berawal dari komponen rotasi,

terjadi pertama kali pada sendi2 distal kemudian diikuti

dengan sendi2 lebih proksimal sampai seluruh anggota

gerak atas bergerak.

b. Fleksi/abduksi/lateral rotasi (D2) Lengan

a. Posisi:

1) Pasien : Ekstensi/adduksi/medial rotasi shoulder dengan

pronasi lengan bawah, fleksi dan ulnar deviasi wrist, fleksi

jari-jari tangan serta fleksi – opposisi ibu jari

48
2) Terapist : Berdiri disamping pasien, tangan kiri terapis

memegang tangan kanan pasien dimana kontak dengan

dorsum tangan pasien.

b. Teknik Pelaksanaan:

1) Setelah mengaplikasikan stretch lakukan perintah dengan

kata “dorong – kuat”

2) Jika gerakan wrist dan jari-jari tangan menjadi lambat maka

tahanan ekstra dapat diberikan untuk memfasilitasi gerakan

c. Gerakan

1) Ekstensi jari-jari tangan (khususnya jari tengah dan

telunjuk) dan ibu jari tangan, ekstensi wrist + radial deviasi,

supinasi lengan bawah, fleksi, abduksi dan lateral rotasi

shoulder, rotasi, elevasi dan adduksi scapula.

2) Pada normal timing, gerakan diawali dengan komponen

rotasi pada sendi-sendi distal, diikuti dengan sendi-sendi

yang lebih proksimal.

3) Rotasi berlanjut sepanjang pola gerakan

c. Fleksi/adduksi/lateral rotasi (D1) Tungkai

a. Posisi:

1) Pasien : ekstensi/abduksi/medial rotasi hip,

plantar fleksi dan eversi kaki dan fleksi jari2 kaki. Pasien

tidur terlentang, dengan tungkai ekstensi dan sedikit

abduksi.

49
2) Terapis : berdiri disamping pasien dalam arah

diagonal. Berat badan terapis diatas kaki kanan dapat

digunakan untuk melakukan traksi. Pegangan tangan kiri

terapis memegang tumit kanan pasien dan tangan kanan

terapis memegang dorsum kaki kanan pasien dengan posisi

lumbrical grip

b. Teknik Pelaksanaan

1) Setelah aplikasikan stretch, gunakan kata2 : “tarik kaki

keatas berputar kedalam”, kemudian “tarik – kuat”.

c. Gerakan

1) Gerakan pasien adalah lateral rotasi hip, inversi +

dorsifleksi ankle/kaki dan ekstensi jari2 kaki, diikuti oleh

fleksi dan adduksi hip.

2) Pada normal timing, gerakan diawali dengan komponen

rotasi, dimana gerakan terjadi pada sendi-sendi distal yang

kemudian diikuti dengan sendi-sendi yang lebih proksimal.

3) Rotasi harus terjadi sepanjang gerakan, panjang otot

hamstring akan mempengaruhi luasnya lingkup gerak sendi.

d. Dosis PNF:

1) F : 3 Kali seminggu

2) I : Toleransi pasien

3) T : Kontak langsung

4) T : 3 kali pengulangan

5. Bridging Exercise

50
a. Posisi: Pasien dalam keadaan supine lying, kedua tangan disamping tubuh,

kemudian menekuk kedua lutut, posisi fisioterapis menyesuaikan posisi

pasien

b. Teknik Pelaksanaan: Fisioterapis menginstruksikan pasien untuk

mengangkat panggul keatas, sambil fisioterapis menarik dan menekan

kedua lutut.

c. Dosis:

1) F : 5 Kali seminggu

2) I : Toleransi pasien

3) T : Kontak langsung

4) T : 3 kali pengulangan

D. Edukasi dan Home Program

1. Edukasi

a. Memberikan penjelasan kepada keluarga untuk selalu menyemangati pasien.

b. Memberikan penjelasan kepada pasien agar tetap aktif di rumah dengan

melakukan kegiatan sehari-hari seperti Latihan untuk menggenggam gelas

secara perlahan mulai dari ukuran sedang hingga gelas yang menggunakan

pegangan dengan ukuran kecil, beritahukan untuk terus aktif menggunakan

lengan kiri pasien, dan latihan berjalan dengan pola jalan harus diperhatikan.

51
c. Memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga pasien agar pasien

melakukan latihan berjalan dengan tidak menyeret tungkai yang lemah

2. Home Program :

a. Melakukan Latihan Aktif menggunakan kaki kiri

b. Berjalan dengan pola yang benar secara perlahan

E. Evaluasi

Evaluasi
No. Problematik Intervensi Fisioterapi
Awal Akhir

Terapi Terapi
1. Impairment

a. Kelemaha Strengthening MMT MMT Grup

n otot exercise, bridging Grup Pronator

lengan exercise, PNF Pronator dan

dan dan Supinator: 4

52
tungkai Supinator: MMT Grup

sisi kiri 3 Fleksor Hip:

tubuh MMT 4

Grup

Fleksor

Hip: 3
b. Gangguan PNF Lambat Mulai ada

Koordinas melakukan peningkatan

i gerakan nose kecepatan

to finger gerak saat

melakukan

nose to finger

2. Activity

Limitation

a. Ketika Passive exercise, Kesulitan dalam Ada sedikit

berjalan Strengthening aktivitas perubahan

pasien exercise berjalan sendiri dengan mulai

masih membiasakan

dibantu diri berjalan.


b. Kesulitan Passive Kesulitan naik Masih butuh

naik turun exercise,stengthening turun tangga bantuan untuk

tangga exercise,Bridging sendiri naik turun tangga

exercise
c. Kesulitan PNF,strengthening Kesulitan untuk Sudah mulai bisa

53
untuk exercise mengancing sedikit

memakai baju mengancing baju

baju bagian bawah


3. Participan

Restriction
Kesulitan PNF, Strengthening Masih kesulitan Ada sedikit

melakukan exercise, Passive untuk perubahan

aktivitas exercise,bridging melakukan dengan mulai

pekerjaan sehari- exercise kegiatan sehari- membiasakan

hari hari diri beraktivitas

di rumah

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assesment Fisioterapi

1. History Taking

Pemberian History Taking pada pasien bertujuan untuk menganalisa lebih jelas

tentang penyakit yang diderita oleh pasien dan dengan adanya history taking membuat

hubungan pasien dengan fisioterapis dapat terjalin dengan baik sehingga pada saat

penanganan dapat dengan mudah dilakukan.

2.Inspeksi/Observasi

Inspeksi yang dilakukan pada suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati keadaan pasien secara langsung. Inspeksi dibagi menjadi 2, yaitu

54
inspeksi statis (inspeksi pada saat diam atau tidak bergerak) dan inspeksi dinamis

(inspeksi pada saat bergerak).

Dalam keadaan statis kondisi dari pasien terlihat lemah dan wajah pasien

nampak kurang semangat. Kemudian dalam keadaan dinamis terlihat adanya

gangguan pola berjalan pada pasien.

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi

1. IRR (Infra Red Rays)

Fisioterapis memberikan intervensi ini untuk merileksasikan otot, meningkatkan

suplai darah, dan menghilangkan sisa-sisa metabolisme yang selanjutnya akan di

lanjutkan dengan intervensi lain.

2. Passive Exercise

Fisioterapis melakukan intervensi ini sebagai latihan gerak sendi yang

memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana digerakkan

masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal secara pasif.

3. Strengthening

Strengthening Exercise dilakukan secara teratur, terencana, berulang- ulang dan

semakin bertambah beban atau pengulangannya. Adanya tahanan dapat

meningkatkan tonus otot sehingga terjadi penguatan pada otot yang telah dilatih.

4. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)

Fisioterapis melakukan intervensi ini dengan tujuan yang hendak dicapai pada

kondisi ini adalah menurunkan spastisitas, meningkatkan kekuatan otot,

meningkatkan koordinasi dan keseimbangan , dan mengembalikan kemampuan

fungsional pasien.

3. Bridging Exercise

55
Fisioterapis melakukan intervensi Bridging exercise memiliki tujuan sebagai

berikut :

a. Mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring.

b. Untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot perut serta otot-

otot punggung bawah dan hip.

c. Sebagai latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilisasi tulang

belakang.

56
DAFTAR PUSTAKA

Auryn, V, 2007; Mengenal & Memahami Stroke, Kata Hati, Ar-Ruzz Media, Sleman,

Yogyakarta.

Hamid, 1992; Rehabilitasi Fisik/Medik Penderita Stroke, Unit Rehabilitasi Medik, RSUD Dr.

Soetomo/FK Unair, Surabaya.

Johnstone, 1987; The Stroke Patient: A Team Approach, Churchill Livingstone, London.

Johnstone, 1991; Therapy for Stroke, Churchill Livingstone, London

Amalia, M. N. (2020). Thesis . Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Hipertensi

Terhadap Faktor Resiko Stroke dan Pencegahannya.

fadhilah, S. m. (2018). Jurnal Fisioterapi dan rehabilitasi. Pengaruh infra red dan

propioceptive neuromuscular facilitation pada hemiparese stroke non hemoragic, 41.

G. Adientya, a. F. (2012). jurnal keperawatan dipenogoro. stress pada kejadian stroke.

Hendra. (2018, november 04). pengukuran kekuatan otot dengan manual muscle testing.

Retrieved november 09, 2017, from fisioterapi ensiklopedia:

http://fisioterapipedia.blogspot.com/2017/11/pengukuran-kekuatan-otot-dengan-

mmt.html

ramba, y. (2019). jurnal poltekkes. pengaruh bridging exercise terhadap spatisitas pada

pasien pasca stroke non hemoragic.

Anda mungkin juga menyukai