Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SENDI LUTUT

2.1.1 Komponen Sendi Lutut

Sendi lutut adalah salah satu sendi kompleks dalam tubuh manusia.

Femur, tibia, fibula, dan patella disatukan menjadi satu kelompok yang

kompleks oleh ligament. 20


Sendi lutut adalah sendi terbesar dan paling

terbebani pada tubuh manusia. Pada sendi lutut, tulang, kartilago,

meniscus, kapsul sendi, ligamentum, otot, dan tendon berinteraksi secara

unik untuk memberikan baik stabilitas dan mobilitas. Sendi lutut meliputi

empat tulang (Gambar 2.2): tulang femur (tulang paha), tibia (tulang

kering), patella (tempurung lutut) dan fibula. 21

Sendi lutut memiliki dua sendi utama: sendi femorotibial dan sendi

patellofemoral, yang memungkinkan lutut bergeraj dalam tiga bidang

yang berbeda (sagittal, transversal, dan frontal/koronal). Hal ini

memberikan kebebasan enam derajat rentang gerakan, termasuk fleksi-

ekstensi (bidang sagittal), rotasi internal-eksternal (bidang transversal),

dan varus-valgus (bidang frontal). 22

3
Gambar 2.1. Topografi Anatomi pada tungkai bawah. Diambil dari:

Thompson, Jon C. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition.

Gambar 2.2. Anatomi sendi lutut. Diambil dari: Rachmat H.

Towards a subject-specific knee model to optimize ACL

reconstruction. Groningen. 2015.

4
2.1.2 Mekanisme Screw-home Sendi Lutut

Lutut mempunyai mekanisme yang bernama Screw Home

Mechanism. Suatu mekanisme kuncian pada sendi lutut yang terjadi

untuk memastikan stabilitas dari sendi lutut. 23


Permukaan artikular tibial

plateau medial berbentuk konkaf, sedangkan plateau lateral memiliki

konveksifitas anteroposterior (Gambar 2.3). Topografi ini berkontribusi

dalam terjadinya mekanisme screwhome, atau rotasi internal, femur

terhadap tibia pada saat sendi lutut melakukan ekstensi. 24

Gambar 2.3. Topografi tulang pada tibial plateau (A), dan condyle

femur (B) yang memberikan stabilitas artikulasi tibiofemoral dan

membantu mekanisme screw-home. (C) Penumpuan beban terjadi pada

eminensia tibial, dan pada pusat plateau. Diambil dari: Fred F. Normal

Anatomy and Biomechanics of the Knee. Sports Med Arthrosc. 2011.

Pada posisi ekstensi penuh, untuk mengunci sendi lutut dibutuhkan

posisi eksternal rotasi 10 (Gambar 2.4). Ketika lutut difleksikan antara

0 sampai 30 terjadi rotasi pada femur dan tibia, dimana terjadi eksternal

5
rotasi pada femur dan internal rotasi pada tibia. Begitu juga sebaliknya

jika lutut diekstensikan akan terjadi internal rotasi pada femur dan

eksternal rotasi pada tibia. Mekanisme ini terjadi karena tiga faktor

diantaranya bentuk dari medial condyle femur, tegangan pasif dari

ligamen cruciate anterior, dan tarikan ringan ke arah lateral oleh otot

quadriceps. Faktor yang paling penting disini adalah bentuk dari

condylus medial femur, permukaan artikular pada condylus medial femur

mempunyai kemiringan 30 ke lateral saat mendekati intercondylar

groove. Karena permukaan artikular dari condylus medial memanjang ke

anterior, lebih panjang dari condylus lateral, tibia akhirnya mengikuti

alurnya yaitu miring ke lateral (eksternal rotasi) untuk dapat

mengekstensikan lutut secara penuh dan sebaliknya terjadi internal rotasi

pada femur. 23

6
Gambar 2.4. Screw home mechanism pada lutut (A) 3 faktor yang

mempengaruhi screw home rotation (B) 2 alur yang menjelaskan pergerakan

tibia terhadap condylus medial dan lateral femur (C) sudut yang terbentuk

untuk pemotongan posterior femoral condylar pada TKR. Diambil dari:


C
Kinesiology of the Musculoskeletal System: Foundations for Rehabilitation.

2010.

2.1.3. Ligamentum Sendi Lutut

A. Ligamentum Kapsular

Ligamentum kapsular, secara fungsi, dapat dibedakan menjadi tiga

(Gambar 2.5). Kapsular ligament sepertiga-anterior yaitu ligamentum

7
retinakulum medial dan lateral dari mekanisme ekstensor. Pada ujung

distal retinakulum tersebut menempel di tibia dan bagian anterior

meniscus, tetapi tidak ada penempelan ke femur yang terorganisir karena

adanya aponeurosis kelompok otot quadriceps femoris. 24

Kapsul sendi lutut merupakan struktus yang sangat penting, yang

menutup rongga sendi, mengsekresi cairan sinovial, membatasi gerakan

sendi sebagai stabilisator pasif dan menstabilkan lutut secara aktif

melalui ujung saraf proprioseptifnya. 21

Gambar 2.5. Ligamentum kapsular sendi lutut. A, Kapsul dapat dibagi

menjadi tiga bagian masing-masing medial dan lateral. B, Struktur utama

yang terlibat dalam stabilitas sendi lutut. Diambil dari: Fred F. Normal

Anatomy and Biomechanics of the Knee. Sports Med Arthrosc. 2011.

B. Ligamentum Ekstraartikular

1. Ligamentum Patella

Bagian proksimal melekat pada tepi bawah patella (pool bawah)

dan pada bagian distal melekat pada tuberositas tibiae. Ligamen patellae

ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian tengah tendon bersama m.

quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran sinovial sendi oleh

8
bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa

yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamen ini

dari kulit. 20

2. Ligamentum Kolateral Lateral

Ligamen ini menyerupai tali dan melekat di bagian proksimal pada

condylus lateralis dan dibagian distal melekat pada capitulum fibulae.

Ligamen ini dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan

tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui

bursa m. poplitea. Lateral Collateral Ligament (LCL) berorigo pada

epicondylus lateral femur dan berinsersi pada aspek lateral dari caput

fibula. Karena terletak dibelakang aksis rotasi lutut, LCL tegang saat

ekstensi dan relaxasi saat fleksi. Kekuatan regangan LCL kurang lebih

75o N. Fungsinya untuk menahan angulasi varus lutut serta menahan

internal rotasi. 20

3. Ligamentum Kolateral Medial

Ligamen ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat

dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah

melekat pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamen ini menembus

dinding kapsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di

bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligamen ini menutupi tendon

m. semimembranosus dan a. inferior medialis genu. Medial Collateral

Ligament (MCL) ini terdiri dari serabut superfisial dan profunda. MCL

9
superfisial (ligamen collateral tibial) terletak di bawah tendo gracilis dan

semitendinosus, berorigo pada epicondylus medial femur dan berinsersi

ke dalam periosteum proximal tibia ke pes anserinus. Serabut anterior

MCL superfisial tegang saat fleksi 0-90º, sedangkan serabut posterior

tegang saat ekstensi. MCL mempunyai kekuatan regangan dan ketahanan

dua kali lipat ACL. Fungsi utamanya adalah untuk menahan angulasi

valgus dari lutut, juga untuk mengontrol rotasi eksternal. 20

4. Ligamentum Popliteum Obliqum

Merupakan ligamen yang kuat, terletak pada bagian posterior dari

sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah.

Sebagian dari ligamen ini berjalan menurun pada dinding capsul dan

fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon

m. semimembranosus. 20

5. Ligamentum Transversum Genu

Ligamen ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus,

terdiri dari jaringan ikat, kadang- kadang ligamen ini tertinggal dalam

perkembangannya sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang. 25

10
Gambar 2.6. Penampang posterior sendi lutut, tampak ligamen sendi

lutut. Diambil dari: Robert F.L, et.al. Bone Joint Surg Am. 2007; 89:758-

64.

11
Gambar 2.7. Penampang medial sendi lutut, tampak ligamen sendi lutut.

Diambil dari: Fred F. Normal Anatomy and Biomechanics of the Knee.

Sports Med Arthrosc. 2011.

Gambar 2.8. Penampang lateral sendi lutut, tampak ligament sendi lutut.

Diambil dari: Fred F. Normal Anatomy and Biomechanics of the Knee.

Sports Med Arthrosc. 2011.

C. Ligamentum Intraartikular

Ligamen cruciatum adalah ligamen yang bersifat intra artikular dan

extra sinovial, merupakan perpanjangan dari invaginasi posterior

membran sinovial. Dua ligamen cruciatum intra artikular utama

mendapatkan nama yang berasal dari bahasa latin, yaitu crucere

(menyilang) karena mereka saling menyilang satu sama lain. Kedua

ligamen cruciatum anterior ( ACL) dan ligamentum cruciatum posterior

(PCL) berada pada bagian tengah dari sendi, ligamen ini dinamakan

sesuai tempat perlekatannya pada tibia. Kedua ligamen ini merupakan

12
lligamen utama yang menstabilkan sendi, dan mencegah translasi anterior

(ACL) dan posterior (PCL) tulang tibia terhadap femur. 25

Ligamen ini juga berperanan dalam menghambat rotasi internal

dan eksternal yang berlebihan dan mencegah gerakan varus dari tibia.

Ligamentum cruciatum diinervasi oleh nervus artikularis posterior,

cabang dari nervus tibialis posterior, ligamen cruciatum juga

mengandung mechanoreceptor, sehingga apabila terjadi disrupsi pada

struktur ligamen, maka dapat menyebabkan deafferensiasi parsial dari

sendi lutut. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa ACL memiliki

fungsi proprioseptif. 25

1. Ligamentum Cruciatum Anterior (ACL)

ACL adalah struktur yang unik, dan termasuk dalam ligamen yang

paling utama untuk menjaga kestabilan sendi, ACL berperan sebagai

penghambat utama translasi anterior dari tibia terhadap femur, dan

merupakan penghambat sekunder untuk mencegah rotasi eksternal dan

internal dari sendi lutut yang tidak diberi beban. 25

ACL merupakan stabilisator utama sendi lutut, berkontribusi

sekitar 85% stabilisasi lutut, dan memungkinkan fleksi dan rotasi lutut

yang halus dan stabil. ACL mendapat suplai darah dari arteri genikular,

yang memiliki dua bundle, anteromedial dan posterolateral. ACL

diinervasi oleh cabang dari nervus tibialis, dan Schutte et al. menemukan

tiga mekanoreseptor dan ujung-ujung saraf sepanjang ACL, masing-

masing dengan fungsi spesifik. Ada dua reseptor Ruffini yang

13
memberikan kecepatan dan akselerasi (sensitif terhadap regangan) dan

satu reseptor Pacinian yang mensinyalir gerakan. Lebih lanjut, ada

sejumlah kecil ujung-ujung saraf bebas yang telah diidentifikasi di ACL

yang bertanggung jawab untuk sensasi nyeri. 22

Ligamen ini memiliki ukuran panjang 38 mm (range antara 25-41

mm) dengan ketebalan 10 mm ( range antara 7-12 mm). ACL terdiri dari

fasikel – fasikel yang banyak dan berdiri sendiri. Fasikel ini terdiri dari

serat kolagen yang terjalin rapat. Fasikel berinsersi dari sisi dalam

kondilus lateral femur pada interkondiler notch, dan berjalan ke distal

dalam posisi miring (oblique) melewati sendi lutut. Fasikel kemudian

memasuki permukaan interkondiler dari tibial plateau dimana mereka

sebagian menyatu dengan meniskus lateral. Ligamen ini melekat pada

area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah atas, kebelakang

dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial

condylus lateralis femoris. Saat fasikel berjalan melewati sendi lutut dan

menempel pada tempat insersinya, mereka akan membentuk gambaran

kipas, sehingga memberikan tampilan spiral pada ligamen, fenomena ini

tampak makin jelas saat tejadi fleksi lutut. 25

Jaringan sinovial yang membungkus ACL terdiri dari lapisan

intima yang menghadap ke ruangan sendi, serta lapisan subsinovial.

Lapisan subsinovial menempel langsung pada ACL dan berisi struktur

neurovaskular. Nervus artikularis posterior adalah nervus utama untuk

ACL. 25

14
ACL memiliki dua bundle—anteromedial dan posterolateral—

walaupun ada pendapat mengatakan adanya bundle intermedius. Ada

perbedaan tegangan pada tiap-tiap bundle berdasarkan besarnya sudut

fleksi, dengan bundle anteromedial lebih tegang dalam ekstensi dan

bundle posterolateral lebih tegang dalam fleksi. Kedua bundle memutar

spiral dari lateral ke medial, sehingga saling mengikat satu sama lain dan

meningkatkan tegangan sewaktu tibia melakukan rotasi internal. 24

ACL 90% tersusun oleh kolagen tipe I dan 10% kolagen tipe II.

Fungsinya adalah menahan translasi tibia ke anterior terhadap femur.

Pada fleksi lutut 90º berperan 85%. Fungsi lain adalah menahan

varus/valgus dari tibia dan internal rotasi dari tibia. Kekuatan regangan

ACL kurang lebih 2200 Newton dan dapat sampai 2500 Newton pada

anak-anak. 25

15
Gambar 2.9. Penampang anterior intraartikuler sendi lutut. Diambil dari:

Calmbach W.L. Am Fam Physician. 2003;68(5):907.

2. Ligamentum Cruciatum Posterior (PCL)

Ligamen cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris

posterior tibia dan berjalan kearah atas, depan dan medial, untuk

kemudian menempel pada bagian anterior permukaan lateral condylus

medialis. Ligamen ini memiliki ukuran dan ketebalan 2 kali lebih besar

daripada ACL maka dari itu lebih jarang terkena cedera dibanding ACL.

PCL memiliki panjang 38 mm dan ketebalan 13 mm. Serat-serat anterior

akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang

16
bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi

tegang dalam keadaan ekstensi. PCL berfungsi untuk mencegah tibia

mengalami translasi posterior terhadap femur dan memungkinkan

terjadinya mekanisme sliding dan gliding (rollback) dari femur. 25

Penempelan proksimal PCL juga segaris dengan aksis epicondylar

femur dan, untuk kepentingan praktis, merepresentasikan pusat rotasi

aksial sendi lutut. PCL memiliki dua bundle—posteromedial dan

anterolateral, dimana bundle posteromedial lebih tegang dalam ekstensi,

dan bundle anterolateral lebih tegang dalam fleksi. 24

PCL juga mengontrol rotasi eksternal dari tibia saat fleksi lutut.

Tindakan mempertahankan PCL saat operasi Total Knee Replacement,

secara biomekanik dapat mempertahankan rollback kinematik normal

femur terhadap tibia. Hal ini juga penting untuk memperbaiki lever arm

dari mekanisme quadriceps dengan fleksi lutut. 25

17
Gambar 2.10. Penampang posterior intraartikular sendi lutut. Diambil

dari: Thompson, Jon C. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2 nd

edition. 2008.

3. Ligamentum Humphrey dan Wrisberg

Kedua ligamentum ini seringkali dilewatkan atau kurang

diperhatikan oleh banyak ahli bedah tulang, namun sebenarnya kedua

ligamen ini sangat penting dan berperan besar dalam stabilitas sendi

lutut. 25

George Murray Humphry pertama kali mendeskripsikan ligamen

ini pada tahun 1858. Beliau menyatakan bahwa bagian posterior

meniscus lateralis dilekati oleh serabut yang berjalan di depan atau di

belakang ligamen cruciatum posterior. Ligamen Humphry merupakan

suatu jaringan fasikulus fibrosa yang berasal dari bagian posterior

meniscus lateralis, berjalan secara oblique medial ke atas dan berada

didepan ligamen cruciata posterior dan berinsersi pada condylus medial

femur. Poirer dan Charpy pada tahun 1899 menjelaskan bahwa

perlekatan meniscus lateralis dengan condylus medialis femur bersifat

konstan dan sangat kuat sehingga disebut sebagai ligamen cruciata

ketiga. 25

Ukurannya bervariasi seperti halnya ligamen Wrisberg. Ligamen

ini selalu berada dalam keadaan dilingkupi sinovial membran oleh karena

itu tidak nampak jika dilihat dari depan, dan jika dilihat dari belakang

18
maka tidak akan terlihat oleh karena terhalang oleh ligamen cruciatum

posterior. 25

Ligamen Wrisberg berada dibelakang ligamen cruciatum posterior

dan berjalan dari bagian posterior meniscus lateralis ke condylus medial

femur secara oblique ke atas dan ke arah medial. Dan biasanya

bergabung menjadi satu dengan ligamen cruciatum posterior tetapi

kadang-kadang terpisah beberapa milimeter. Oleh karena ligamen ini

berada di bagian paling posterior maka tidak dilingkupi sinovial

membran sehingga dapat mudah terlihat. 25

Gambar 2.11. Potongan superior sendi lutut. Tampak ligamen

Humphrey dan Wrisberg, yang menempelkan meniscus ke femur.

Meniscus menempel satu sama lain melalui ligamentum transversum.

Horn attachment menghubungkan tibial plateau ke meniscus. Diambil

dari: Eleftherios A, Pasha H, Kyriacos A. The knee meniscus: Structure,

function, pathophysiology, current repair, techniques, and prospects for

regeneration. Biomaterials . 2011.

19
2.2 BIOMEKANIK SENDI LUTUT

Sendi lutut adalah sendi yang paling sering cidera, karena harus

mentrasnfer beban tubuh dan dibebani oleh gaya dari otot, sementara

memberikan gerakan yang fleksibel pada waktu yang sama. Jaringan

lunak dari lutut yang merupakan komponen utama yang memberikan

stabilitas adalah struktur kolagen yang membatasi gerakan dan

deformasi. Grood et al. menemukan bahwa kedua ligamentum cruciatum

berfungsi sebagai penahan sekunder pada gerakan rotasi varus dan

valgus. ACL membatasi rotasi valgus lutut yang berlebihan, sedangkan

PCL menahan rotasi varus, terutama pada sudut fleksi lutut yang lebih

besar (>60 derajat). Selain itu, ACL juga mempunyai fungsi membatasi

internal rotasi tibia. 21

Sebagai tambahan, kedua buah ligamentum kolateral juga

memberikan stabilitas lutut. LCL mempunyai fungsi utama sebagai

stabilisator lutut pada saat rotasi varus terutama dalam fleksi 0 sampai 30

derajat, dan juga membatasi rotasi eksternal tibia terutama pada posisi

ekstensi. MCL mempunyai fungsi sebagai penahan utama rotasi valgus

lutut, terutama dalam fleksi lutut lebih dari 25 derajat dan dominan pada

fleksi lutut antara 30 dan 50 derajat. 21

Lutut terdiri dari tiga jenis struktur dasar. Ligamen sebagai struktur

yang pasif dan elastis. Unit otot dan tendon sebagai struktur yang aktif

dan elastis. Serta tulang sebagai struktur yang non elastis, sebagai

penerima beban atau kompresi pada sendi. Lutut dibentuk oleh dua sendi,

Patellofemoral joint dan Femorotibial joint. Posisi tulang pada sendi

20
penopang berat dikontrol oleh bentuk permukaan sendi satu sama lain.

Pada saat menopang berat badan, tibial spine masuk ke intercondylar

notch pada femur, sehingga tercipta stabilisasi pada tulang. Bentuk sendi

femorotibial tidak memberikan stabilitas ke arah anterior-posterior. Tidak

ada struktur tulang yang mencegah adanya sliding atau pergeseran femur

ke arah posterior dari tibia, tapi adanya patella berfungsi sebagai bantalan

dan tahanan untuk menjaga femur bergeser ke anterior dari tibia (Gambar

2.20). 25

Gambar 2.20. Skema dari ligamen cruciatum self-centering force. FHA:

Komponen horizontal, femoral anterior cruciate ligament force. FVA:

Komponen vertikal, femoral anterior cruciate ligament force. FHP:

Komponen horizontal, femoral posterior cruciate ligament force. FVP:

Komponen vertikal, femoral posterior cruciate ligament force. Diambil

21
dari: Biomechanical Analysis of the Knee: Primary Functions as

Elucidated by Anatomy. 1990.

Tendon elastis yang menghubungkan patella dengan tibia, berjalan

selaras dengan mekanisme aktif otot quadricep femoris di proksimal

tibia, berfungsi sebagai peredam hentakan (shock absorber). Ligamen

dari lutut menjaga posisi femur dan tibia untuk tetap pada batas-batas

normal, sehingga perpindahan gaya dari non weight-bearing ke weight-

bearing tidak menyebabkan posisi yang abnormal. Otot-otot pada paha

mengontrol gerakan aktif seperti rotasi dan deselarasi. Unit otot-tendon

terbagi menjadi dua grup otot sinergis – quadriceps femoris dan

hamstring. Quadriceps femoris bertanggung jawab untuk gerakan

ekstensi pada lutut dan deselerasi dari gerakan maju dari femur pada

tibia. Sedangkan hamstring berfungsi dalam gerakan fleksi dari lutut dan

beberapa gerakan rotasi dari femur terhadap tibia. 25

Sendi patellofemoral merupakan sendi yang unik dengan

melindungi sendi bagian tubuh yang lain terhadap shock loading dengan

cara mendistribusikannya pada sendi lutut. Pertama, kekuatan kompresi

dari femur di absorbsi oleh patella. Kemudian, gaya tersebut bukannya

ditransfer langsung sebagai beban kompresi, akan tetapi dirubah menjadi

tension pada otot quadricep femoris dan tendon patela. Perubahan gaya

tersebut membuat otot quadricep femoris sebagai otot yang paling kuat,

bertindak sebagai penahan beban untuk femur. Sifat viskoelastis dari

22
quadriceps femoris otot-tendon unit dan tendon patella menjamin

terciptanya absorbsi shock. 25

Femur dan tibia membentuk sendi femorotibial dan membawa

beban kompresi melintasi sendi lutut. Karena strukturnya yang solid,

tulang tersebut juga mampu menerima beban tension. Beban realatif yang

diterima tibia bertolak belakang dengan beban yang diterima quadriceps

femoris dan patellofemoral joint, bergantung pada bentuk dari permukaan

kontak dan sudut dari gaya yang diberikan pada tibia. 25

Dalam mempelajari gait, penting untuk dipahami bahwa sudut

kemiringan tibia bergantung pada arah gaya yang dikenakan pada tibia.

Saat kita berdiri, tibial shaft sejajar dalam posisi vertikal. Adanya beban

dari femur ke tibia sejajar dengan tibial shaft. Femur akan cenderung

meluncur atau bergeser ke posterior dari permukaan tibia, ini umumnya

berlaku jika seseorang dalam posisi berdiri saat istirahat atau tidak ada

gaya. Namun jika tibia bergeser atau miring setidaknya 9 derajat ke

anterior, situasi akan berbalik dan femur akan bergeser ke arah sisi

anterior dari sendi (Gambar 2.21). 25

23
Gambar 2.21. Skema rata-rata kemiringan permukaan tibia proksimal

terhadap tibial shaft. Dan skema dasar dari sendi lutut identifikasi

ligamen penting dan unit musculotendinous. Diambil dari:

Biomechanical Analysis of the Knee: Primary Functions as Elucidated by

Anatomy. 1990.

24
2.3. Desain Prosthesis Arthroplasty Knee Modern dan Aplikasinya26

Terdapat berbagai macam prosthesis Arthroplasty sendi lutut yang


berbeda, menyesuaikan pada derajat keparahan dan jenis arthritisnya, deformitas
sendi lutut, ligamentum laxity, dan bone loss yang terjadi. Beberapa macam
desain prosthesis diantaranya :

a. Unconstrained : Posterior-Cruciate Retaining, Posterior-Cruciate


Substituting

b. Constrained : Non-hinged, Hinged

Beberapa konsep pada Knee Arthroplasty diantaranya adalah : (1)


Femoral Roll-Back, (2) Constrain, (3) Modularity. Femoral Roll-Back adalah
translasi ke arah posterior dari distal femur terhadap proximal tibia saat posisi
sendi lutut fleksi. Secara biomekanik, fungsi ini dikontrol oleh ACL dan PCL.
Kedua desain prosthesis Unconstrained dibuat dengan memperhatikan hal ini.
Pada prosthesis Posterior-Cruciate Substituting, tibial post dan femoral cam dibuat
supaya posisi femur terhadap tibia dapat translasi ke arah posterior pada saat lutut
fleksi. Dengan memahami mekanisme tersebut, maka range of motion sendi lutut
dapat optimal dan kekuatan otot quadricep dapat meningkat. Constraint adalah
kemampuan suatu prosthesis untuk menjaga stabilitas varus-valgus dan fleksi-
ekstensi sendi lutut ketika dihadapkan kondisi ligament laxity atau bone loss. Pada
jenis prosthesis yang Unconstrained, stabilitas ini tidak dapat tercapai jika harus
menghadapi kondisi ligament laxity atau bone loss yang parah. Modularity adalah
kemampuan untuk menambahkan (augmentation) suatu prosthesis standar supaya
menambahkan kestabilan pada soft tissue atau memperbaiki kondisi tulang jika
terjadi bone loss.

Pada Posterior-Cruciate Retaining, prosthesis di desain secara minimally


constrained yang bergantung pada PCL yang intak untuk menciptakan kestabilan
sendi lutut pada saat fleksi. Prosthesis ini dapat digunakan pada kondisi arthritis
dengan minimal bone loss, minimal soft tissue laxity, PCL yang intak, varus
deformity < 100, dan valgus deformity < 150. Beberapa keuntungan prosthesis ini
adalah (1) Dapat menghindari terjadinya tibial post-cam impingement/dislocation

25
yang mungkin terjadi pada prosthesis Posterior-Cruciate Substituting, (2) Secara
kinematik, dianggap lebih menyerupai lutut normal (kontroversial), (3) Lebih
sedikit memotong bagian Distal Femur dibandingkan dengan Prosthesis Posterior-
Cruciate Substituting, (4) meningkatkan rangsang proprioseptiv dengan
mempertahankan PCL. Kerugian prosthesis ini adalah dengan kondisi PCL yang
ketat, dapat meningkatkan polyethylene wear, dan jika PCL ruptur dapat
menyebabkan terjadinya instabilitas sendi lutut dan subluksasi.

Gambar 10. Prosthesis Posterior-Cruciate Retaining

Pada prosthesis Posterior-Cruciate Substituting di desain lebih


constrained dibandingkan prosthesis Posterior-Cruciate Retaining dengan
mengorbankan Posterior Cruciate Ligament. Komponen femoral terdapat cam
yang bergerak dengan tibial polyethylene post selama lutut fleksi. Insert
polyethylene terbuat lebih kongruen dan lebih dalam. Keuntungan desain ini
adalah (1) lebih mudah untuk membuat balance dengan tidak adanya PCL, (2)
lebih dapat mencapai Range of Motion yang lebar, (3) Surgical Exposure lebih
mudah. Kerugian desain ini adalah bisa terjadi (1) cam Jump, (2) tibial post
polyethylene wear, (3) patellar Clunk Syndrome, (4) dibutuhkan pemotongan
tulang distal femur untuk mencapai balance saat extension gap.

26
Gambar 11. Prosthesis Posterior-Cruciate Substituting

Pada prosthesis constrained di desain lebih kaku dengan tibial post yang
besar dan femoral box yang dalam. Keuntungan prosthesis ini adalah lebih stabil
saat berhadapan dengan kasus ligament laxity yang berat atau kasus bone
deficiency. Kerugian prosthesis ini adalah dibutuhkan pemotongan tulang yang
lebih banyak dan aseptic loosening. (Gambar)

Gambar 12. Prosthesis Constrained

Desain implant tersebut penting untuk mengembalikan fungsional dari


sendi lutut dan berhubungan langsung dengan clinical outcome. Desain komponen
femoral dan tibial yang tepat penting supaya prosthesis tersebut dapat bertahan
lama. Penelitian telah membuktikan bahwa ukuran prosthesis yang tepat dan
sesuai dengan permukaan tulang dapat meminimalisasi wear pada bearing
surfaces, mengoptimalkan distribusi tekanan lebih baik, dan memperpanjang

27
ketahanan prosthesis.27 Jika ukuran tersebut tidak sesuai, maka akan timbul
komplikasi. Pada komponen tibia, overhang dapat menimbulkan nyeri berulang.
Pada komponen distal femur, ukuran yang lebih kecil dapat menyebabkan implant
tenggelam, notching, pemotongan yang berlebihan pada condyle posterior femur
yang menyebabkan instability lutut saat fleksi dan berpotensi untuk dilakukan
revisi. Jika ukurannya terlalu besar, dapat membatasi range of movement dari
sendi lutut tersebut. Saat ini desain prosthesis implant yang tersedia di Indonesia
dibuat menyesuaikan dengan populasi masyarakat Eropa dan Amerika, sehingga
berpotensi untuk terjadinya ketidaksesuaian.

2.4. Pengukuran Morphology dengan menggunakan MRI

Selama beberapa tahun terakhir, teknologi medical imaging telah digunakan


tidak hanya untuk tujuan diagnostik, tetapi juga utk aplikasi seperti patient-
specific instrumentation and Implant (PSI), penelitian statistik anthropometry atau
kinematik sendi. CT atau MRI dapat digunakan untuk menyusun model anatomi
secara 3D.

Sejumlah penelitian telah dibuat untuk mengetahui tingkat akurasi


pengukuran CT atau MRI tersebut. Lee et al. dan Moraoka et al. melakukan
investigasi akurasi dimensi antara CT dan MRI pada model tulang tanpa
menghitung tingkat kesalahan yang dibuat pada ukuran tulang sebenarnya. Yang
paling baru, White et al. dan Rathnayaka et al. telah melaporkan penelitian yang
membandingkan tingkat akurasi CT dan MRI terhadal ukuran tulang yang
sebenarnya, tetapi mendapatkan hasil yang berlawanan. White et al. melaporkan
bahwa MRI memiliki hasil yang tidak akurat jika dibandingkan dengan CT Scan,
sedangkan Rathnayaka et al. melaporkan keduanya memiliki tingkat akurasi yang
tidak jauh berbeda. Perbedaan hasil tersebut mungkin oleh karena metodologi
yang digunakan berbeda. Sedangkan Broeck et al., melaporkan bahwa MRI
memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada CT Scan untuk mengukur segmen
proximal ephyphisis dibandingkan diaphysis tulang.

Oleh karena itu, pada penelitian ini dipilih pengukuran morphology


dengan menggunakan MRI oleh karena (1) Secara keseluruhan tingkat akurasi CT

28
Scan dan MRI tidak terlalu jauh (0.15 mm untuk CT dan 0.23 mm untuk MRI)
dimana pada MRI memiliki pengukuran yang sedikit lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran tulang yang sebenarnya, sedangkan Pada CT Scan, ukuran tersebut
lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran tulang yang sebenarnya (2) MRI
memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada CT Scan untuk mengukur proximal
ephyphisis dibandingkan diaphysis (3) MRI dapat memberikan gambaran yang
lebih konkret pada articular cartilage, dan (4) Resiko terpapar radiasi yg lebih
rendah jika dibandingkan dengan CT Scan.

2.5. Kerangka Teori

29
Morfologi Distal Femur dan Proximal Tibia

Jenis Kelamin Implan Total Knee Replacement

Laki-laki Perempuan Correntec Smith Link Zimmer


Nephew

Distal Femur Proximal Tibia


Distal Femur Proximal Tibia
TEA,fML,fAP,
fMAP,fLAP,fAM tAP,tML,tLPW,tL
tML,tAP, tAR
L,fPML,fPCA,fA PH, tMPW,tMPH fML,fAP, fAR
CA,NH,NW,NS,T
GA

Perbandingan ukuran antara laki-


laki dan perempuan Pengukurannya dibandingkan

Tidak Sama Mismatch / Tidak Sesuai

Increasing the wear of the Residual Pain due to Overhang / Prostheses Sinking due to Undersizing of
Irreguler stress distribution
bearing surfaces Undersizing of Tibia Prothese Distal FemurProthese

Mengurangi Survival Rate Implant Arthroplasty

20
Revision of Total Knee Arthroplasty

Diagram 2.1 Kerangka Konsep Teori

Anda mungkin juga menyukai