Anda di halaman 1dari 24

POSTEST NEFROLOGI

MAKALAH INFEKSI SALURAN KEMIH


PADA ANAK

Disusun Oleh :

Rizky Mas’ah G99141130

Antonius Setyo G99142003

Harldy Parendra G99142005

Blandina Regina G99151056

Ridwan Fauzi G99151057

Pembimbing :

dr. Agustina Wulandari, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
INFEKSI SALURAN KEMIH

DEFINISI:
Infeksi saluran kemih merupakan suatu kondisi satu atau lebih bagian traktus urinarius
terinfeksi oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh dan sering ditemukan pada
anak-anak dengan ditandai jumlah bakteri yang bermakna dalam urin1,2. Kemaknaan jumlah
bakteri menurut CDC adalah bila kultur urin positif ≥105 colony forming unit (cfu) /ml urin dan
ditemukan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme, dengan atau tanpa disertai gejala klinis1.
Berdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi ISK simpleks dan kompleks.
ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih tetapi
tanpa penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih. ISK kompleks/ dengan
komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih disertai penyulit (lesi)
anatomis maupun fungsional saluran kemih misalnya sumbatan muara uretra, refluks
vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya.3
Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah. ISK atas adalah infeksi
pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut sebagai pielonefritis. ISK bawah adalah
infeksi pada vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah
vesicoureteric junction.

ETIOLOGI:
Sekitar 50% ISK disebabkan Escherichia coli, penyebab lain adalah Klebsiella,
Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci, Proteus dan Pseudomonas sp. Dan
bakteri gram negative lainnya. Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks,
diantaranya adalah:4,5
Outflow obstruction
 Striktururetra
 Pelviureteric junction
 Posterior urethral valves
 Bladder neck obstruction
 Batu/tumor
 Neuropathic bladder
 Kistaginjal
Kelainan ginjal
 Parutginjal
 Refluksvesikoureter
 Displasiaginjal
 Ginjaldupleks
Benda asing
 Indwelling catheter
 Batu
 Selangnefrostomi
Metabolik
 Imunosupresi
 Gagalginjal
 Diabetes

PATOGENESIS

Secara umum patogenesis ISK kompleks hampir sama dengan ISK, tetapi
terdapatperbedaan yaitu pada ISK kompleks terdapat faktor risiko berupa kelainan
anatomi,fungsi dan metabolik dan sering menimbulkan infeksi berulang. Hampir seluruh
ISKterjadi secara asenden. Bakteri berasal dari flora feses, berkolonisasi didaerah perineumdan
memasuki kandung kemih melalui uretra. Pada bayi, septikemia karena bakteri gramnegatif
relatif lebih sering, hal ini mungkin disebabkan imaturitas dinding saluranpencernaan pada saat
kolonisasi oleh Escherichia coli atau karena imaturitas sistempertahanan. Penyebaran secara
hematogen lebih sering terjadi pada neonatus. Infeksinosokomial juga dapat terjadi, biasanya
disebabkan operasi atau intrumentasi padasaluran kemih. Bakteri penyebab ISK yang paling
sering ditemukan di praktek umumadalah E. coli (lebih dari 90%), sedangkan yang disebabkan
infeksi nosokomial (hospitalacquired) sekitar 47%.¹
Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada anak perempuan atau
di preputium pada anak laki-laki. Kemudian bakteri masuk kedalamsaluran kemih mulai dari
uretra secara asending. Setelah sampai di kandung kemih,bakteri bermultiplikasi dalam urin dan
melewati mekanisme pertahanan antibakteri darikandung kemih dan urin. Pada keadaan normal
papila ginjal memiliki sebuah mekanismeanti refluks yang dapat mencegah urin mengalir secara
retrograd menuju collectingtubulus. Akhirnya bakteri bereaksi dengan urotelium atau ginjal
sehingga menimbulkanrespons inflamasi dan timbul gejala ISK.6,7
Mekanisme tubuh terhadap invasi bakteri terdiri dari mekanisme fungsional,anatomis dan
imunologis. Pada keadaan anatomi normal, pengosongan kendung kemihterjadi reguler, drainase
urin baik dan pada saat setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasisecara efektif. Pada tingkat
seluler, bakteri dihancurkan oleh lekosit polimorfonukleardan komplemen. Maka setiap keadaan
yang mengganggu mekanisme pertahanan normaltersebut dapat menyebabkan risiko terjadinya
infeksi.6
Pada anak perempuan, ISK kompleks sering terjadi pada usia toilet training karena gangguan
pengosongan kandung kemih terjadi pada usia ini. Anak mencoba untukmenahan kencing agar
tidak ngompol, dimana kontraksi otot kandung kemih ditahansehingga urin tidak keluar. Hal ini
menyebabkan tekanan tinggi, turbulensi aliran urin danatau pengosongan kandung kemih yang
tidak tuntas, kemudian semuanya akanmenyebabkan bakteriuria. Gangguan pengosongan
kandung kemih dapat terjadi pulapada anak yang tidak BAK secara teratur. Uropati obstruktif
menyebabkan hidronefrosisyang akan meningkatkan risiko ISK karena adanya stasis urin.
Instrumentasi pada uretraselama VCUG atau kateterisasi yang tidak steril dapat menginfeksi
kandung kemih olehbakteri patogen. Konstipasi dapat meningkatkan risiko terjadinya ISK
karena dapat menyebabkan gangguan pengosongan kandung kemih.7
Patogenesis ISK adalah berdasarkan adanya pili atau fimbrae pada permukaanbakteri.
Terdapat 2 tipe fimbrae yaitu tipe I dan tipe II. Fimbrae tipe I terdapat padaseluruh strain E.Coli.
Karena perlekatan pada sel target dapat dihambat oleh D-Mannose,maka fimbrae ini disebut juga
mannose sensitive dan tidak berperan dalam pielonefritis.Perlekatan fimbrae tipe II tidak
dihambat oleh mannose, sehingga disebut juga Mannoseresistant, fimbrae ini hanya terdapat
pada beberapa strain E. coli. Reseptor fimbriae tipeII adalah suatu glikospingolipid yang terdapat
pada sel uroepitel dan sel darah merah.Fraksi Gal 1-4 oligosakaridase adalah resptor. Karena
fimbrae tersebut dapat diaglutinasioleh P blood eritrosit maka disebut sebagai P fimbrae. Bakteri
dengan P fimbrae lebihsering menyebabkan pielonefritis. Sekitar 76-94% strain pielonefritogenik
E. Colimempunyai P fimbrae, sedangkan strain sistitis sekitar 19-23%.7,8,9
Infeksi persisten atau rekuren dari ISK pertama dapat terjadi disebabkan olehterapi yang
tidak adekuat (misalnya antibiotik yang tidak tepat, lama terapi terlalu pendekatau dosis kurang
tepat). Tetapi selain hal tersebut, merupakan suatu tanda adanyakelainan yang mendasari di
saluran kemih (misalnya batu ginjal, kista, abses, bendaasing) yang menjadi tempat bakteri
berkembang biak. Infeksi rekuren dapat merupakaninfeksi baru yang disebabkan bakteri yang
baru dan harus dicurigai adanya kelainananatomi atau fungsi.8,10

MANIFESTASI KLINIS

Secara umum, gejala ISK kompleks hampir sama dengan gejala ISK simpleks.Tetapi
pada ISK kompleks biasanya gejala sistemik lebih menonjol yaitu demam dan lointenderness
disertai hitung bakteri yang tinggi (> 100.000 CFU/ml) dan adanya pus dalamurin. Derajat
beratnya gejala dapat bervariasi dari ringan sedang sampai berat. Pada bayibaru lahir gejala yang
timbul biasanya berupa gejala nonspesifik yaitu penurunan nafsumakan, penurunan berat badan,
gelisah, muntah dan diare. Gejala yang lebih berat dapatberupa letargis, kejang atau tanda sepsis
seperti hipo- atau hipertermi. Pada anak yanglebih besar gejala yang timbul dapat berupa gejala
yang mengarah pada saluran kemihseperti disuri, poliuri, urgensi nyeri perut dan flank pain.
Sedangkan gejala nonspesifikatau sistemik lebih jarang dan tidak terlalu berat. Apabila infeksi
disebabkan adanyaobstruksi maka gejala yang timbul adalah hipertensi, ginjal dan kandung
kemih dapatteraba dan nyeri, tanda-tanda syok, septikemia dan distensi abdomen.6
Anak yang tidak mendapat antibiotik pada gejala akut umumnya berkembangmenjadi
kronis. Pada beberapa kasus anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejalatetapi beberapa yang
lainnya menunjukan demam berulang, malaise dan gejalaterlokalisir yang menetap yang tidak
terdiagnosis. Anak yang mengalami infeksi dan tidak dieradikasi dengan antibiotik dapat
mengalami ISK berulang dengan proporsi yang tinggi umumnya akan mengalami rekurensi
daripada relaps.6
Pada anak laki-laki rekurensi jarang terjadi lebih dari 1 tahun setelah infeksi pertama.
Penelitian yang dilakukan Winberg dkk, 23 % anak laki-laki yang mengalami ISK pada tahun
pertama kehidupan dapat terjadi rekurensi dalam waktu 12 bulan danhanya 3% terjadi setelah
periode tersebut. Berbeda dengan anak perempuan, rekurensiyang terjadi sebanyak 29% dan
dapat dialami pada usia periode follow up.10
PATOFISIOLOGI

Pada individu normal, laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karenadipertahankan
jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme non-
pathogenic fastidious gram-positive dan gram negatif 7.
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
saluran kemih yang lebih distal, misalnya kandung kemih7,8. Pada beberapa pasien tertentu invasi
mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi
mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari
bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau
endokarditis akibat S. Aureus.10.

GEJALA11,12

Gejala yang dapat timbul pada ISK pada anak sangat tidak spesifik, dan seperti telah
diungkapkan sebelumnya, banyak yang hanya disertai demam sebagai gejala. Dua kategori klinis
dari ISK adalah pyelonefritis akut atau ISK atas dan sistitis akut atau ISK bawah. Gejala
bervariasi sesuai usia.

Anak baru lahir-2 bulan :

sering tak ada gejala di saluran kemih. ISK ditemukan dengan adanya sepsis
neonatus, kuning berkepanjangan, gagal tumbuh, tak mau menyusu.

Anak 2 bulan - 2 tahun :

Bayi dan anak-anak pada usia ini memiliki gejala demam yang tidak diketahui
sebabnya ( >38oC)
Usia ini memiliki resiko tinggi luka pada ginjal dibanding usia yang lebih tua,
karena tanda yang kurang menyebabkan keterlambatan pengobatan dengan
antibiotik. Aturan 3 hari dapat membantu untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Contohnya jangan hanya mengawasi bayi atau anak-anak dengan febris 3 hari
yang tak diketahui sebabnya tanpa pemeriksaan urine untuk evaluasi infeksi.

Bayi sering mendapat demam dan gejala lainnya, seperti rewel, tak mau menyusu,
nyeri perut, muntah dan diare.

Anak dengan usia 1-2 tahun datang dengan gejala sugestif sistitis akut. Gejala
biasanya menangis saat berkemih atau kencing yang berbau busuk tanpa
adanya demam (suhu <38oc).

Anak usia 2-6 tahun

Pada kelompok dengan demam ISK sering memiliki gejala sistemik yaitu tak nafsu
makan; rewel dan nyeri pada perut, panggul dan punggung dengan atau tanpa
kelainan berkemih.

Pasien dengan sistitis akut memiliki gejala berkemih dengan sedikit atau tanpa
peningkatan suhu. Disfungsi berkemih termasuk urgensi, frekuensi, hesistensi,
disuria dan inkontinensia urine.

Nyeri suprapubis atau perut dapat ditemukan dan adanya bau busuk pada urine.

Anak usia lebih tua dan adolesen

Sering mengenai saluran bagian bawah, tetapi pyelonefritis akut masih mungkin.
Gejalanya mirip pada anak usia 2-6 tahun.

Anak perempuan dengan pyelonefritis akut, dapat ada refluks vesikoureter


persisten (VUR), biasanya memiliki sistitis akut dengan ISK bila mereka
bertambah tua.
Penyebab: Proliferasi kuman dalam saluran kemih menyebabkan ISK. Infeksi hampir
selalu asenden dan disebabkan kehadiran bakteri di distal uretra. E coli umumnya menyebabkan
infeksi awal, tapi basil gram negatif lain dan enterococci dapat juga menyebabkan infeksi.

Staphylococcal saprophyticus sering menjadi penyebab infeksi pada perempuan adolesen

Masuknya bakteri ke kandung kemih merupakan hasil dari aliran turbulen pada saat
berkemih normal, gangguan berkemih, atau kateterisasi.

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya ISK sebagai berikut :

Pasien yang mendapat antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin, cephalexin),


yang dapat menggangu flora usus dan saluran kemih, dan meningkatkan resiko
karena gangguan pada pertahanan alami terhadap kolonisasi oleh bakteri patogen

Inkubasi bakteri yang diperlama dalam kandung kemih akibat pengosongan


kandung kemih yang tak sempurna atau jarang berkemih dapat melemahkan
pertahanan kandung kemih terhadap infeksi bakteri. Gejala dari gangguan
berkemih seperti urgensi, frekuensi, hesistensi, dribbling, atau inkontinensia dapat
terjadi tanpa adanya infeksi atau iritasi lokal karena kontraksi detrusor yang tak
terhalangi. Ketika inkontinensia dicegah oleh obstruksi uretra, urine yang
mengandung bakteri dari distal uretra akan kembali ke kandung kemih. Hal
tersebut yang umum menyebabkan ISK pada anak-anak.

Khitan pada neonatus menurunkan resiko ISK kurang lebih 90% pada bayi laki-
laki dalam tahun pertama kehidupan. Resiko ISK pada anak yang di khitan pada
tahun pertama kehidupan adalah 1 dalam 1000, sedangkan yang tidak di khitan 1
dalam 100 anak.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM11

Diagnosis didasarkan kultur kuantitatif dari spesimen urine yang telah dikumpulkan.
Urine midstream bisa didapatkan pada anak yang telah dapat mengontrol kencing. Bayi atau
anak di bawah 2 tahun dengan demam tanpa sumber tampak sakit berat, antibiotik diberikan dan
contoh urin diambil untuk kultur dengan cara aspirasi suprapubik atau kateter. Aspirasi
suprapubik adalah pengambilan urin langsung dari kandung kemih dengan jarum yang lebih
dipilih untuk anak laki yang belum di khitan. Kemungkinan kontaminasi pada urin yang
diperoleh dengan kedua cara tersebut sangat kecil sehingga kedua cara tersebut merupakan cara
yang paling diandalkan.

Namun bila bayi atau anak di bawah 2 tahun dengan demam tersebut tidak tampak sakit
berat, aspirasi suprapubik atau kateterisasi kadang dianggap berlebihan. Pada kondisi ini,
pengambilan contoh urin dapat dilakukan dengan cara yang tidak invasif, misalnya :

Pada anak yang sudah cukup besar, dapat dilakukan pengambilan urin mid-stream.

Pada bayi atau batita, dapat dilakukan pengambilan urin dengan urin mid-stream
atau kantung penampung urin yang dilekatkan pada perineum.

Pengambilan contoh urin dengan cara ini memiliki risiko kontaminasi yang rendah jika
sebelum pengambilan urin perineum dibersihkan dengan teliti, kantung penampung urin segera
dilepaskan setelah urin diperoleh, dan sediaan tersebut cepat diproses. Pada anak perempuan,
perineum harus dibersihkan dari depan ke belakang dengan semacam kassa yang dibasahi air
hangat tanpa antiseptik. Jika tidak dapat langsung diproses, sediaan harus disimpan dalam suhu
40oC. Sediaan yang telah disimpan hingga 48 jam masih dapat digunakan untuk kultur, namun
tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan mikroskopik karena sel-sel yang ada sudah rusak.

Yang dilakukan pada contoh urin itu adalah :

Kultur : Kultur yang negatif akan menyingkirkan diagnosis ISK. Sedangkan pada
kultur yang positif, proses pengambilan contoh urin harus diperhatikan. Jika
kultur positif berasal dari aspirasi suprapubik atau kateterisasi, maka hasil tersebut
dianggap benar. Namun jika kultur positif diperoleh dari kantung penampung
urin, perlu dilakukan konfirmasi dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik.

Urinalisis : Komponen urinalisis yang paling penting dalam ISK adalah esterase
leukosit, nitrit, dan pemeriksaan leukosit dan bakteri mikroskopik. Namun tidak
ada komponen urinalisis yang dapat menggantikan pentingnya kultur sehingga
kultur tetap merupakan keharusan untuk mendiagnosis ISK.

Kultur urine dilakukan dengan wadah yang steril yang melekat di daerah perineal, yang
tak menunjukkan pertumbuhan atau sangat sedikit (<10000 Colony-forming unit[CFU]/ml),
menjadi bukti yang kuat tak adanya ISK. Sayangnya cara ini sering false positif jadi kurang
sesuai untuk diagnosis. Urinalisis tak dapat menggantikan kultur urine untuk menunjukkan
adanya ISK, tapi dapat membantu dalam identifikasi anak yang membutuhkan terapi antibakteri
sambil menunggu hasil kultur urine.

Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat dikategorikan
positif adalah sebagai berikut :

Kriteria diagnosis ISK

Pengambilan urin Jumlah koloni Kemungkinan infeksi (%)

Aspirasi suprapubik Gram-negatif : berapa pun >99%

Gram-positif : > beberapa ribu

Kateterisasi >105 95%

104-105
Kemungkinan besar infeksi
103-104
Meragukan, ulangi
<103>

Kemungkinan tidak infeksi

Mid-stream / kantung

Anak laki-laki >104 Kemungkinan besar infeksi

Anak perempuan 3 kali pemeriksaan 95%

2 kali pemeriksaan 90%

1 kali pemeriksaan 80%

5 × 104 105 Meragukan, ulangi


104 5 × 104 + gejala : meragukan, ulangi

- gejala : kemungkinan tidak infeksi

<104> Kemungkinan tidak infeksi

Penghitungan sel darah putih dan metabolisme basal dengan dugaan diagnosis
pyelonefritis akut.

Kultur darah pada bayi demam dan untuk anak yang lebih tua yang sakit, toksis, atau
memiliki demam tinggi.

Table 1. Urinalysis for a presumptive diagnosis of UTI*

Method Findings

Bright field or phase contrast microscopy of


Bacteria
centrifuged urinary sediment

Gram stain of uncentrifuged urinary sediment Bacteria

Positive: UTI
Nitrite and leukocyte esterase
likely

Positive: UTI
Nitrite
probable

Positive:
Leukocyte esterase
Nonspecific

*Urine mikroskopik negatif untuk bakteri tak menyingkirkan ISK, tidak juga dengan
dipstik negatif untuk nitrit dan leukosit esterase.

Table 2. Kultur urine untuk diagnosis ISK*


Quantitative urinary culture indicating a UTI
Method
among symptomatic children

UTI is indicated by growth of bacteria >2000-


Suprapubic aspiration
3000 CFU/mL coagulase-negative staphylococci.

Febrile infants and children with UTI usually have


Catheterized girl or
>50,000 CFU/mL of a single urinary pathogen;
midstream clean-void
however, UTI may be present with 10,000-50,000
in a circumcised boy
CFU/mL of a single organism.*

Midstream clean-void UTI is indicated when >100,000 CFU/mL of a


in a girl or single urinary pathogen is present in a
uncircumcised boy symptomatic patient. Pyuria usually is present.

If the patient is asymptomatic, bacterial growth is


usually >100,000 CFU/mL of the same organism
Any method in a girl or
on different days. If no pyuria is present, this
boy
quantity probably indicates colonization rather
than UTI.

*Pasien yang sering berkemih kebanyakan terdapat proliferasi bakteri pada kandung
kemih dengan kehadiran jumlah koloni yang sedikit.

PEMERIKSAAN PENCITRAAN11

Dilakukan bila telah dikonfirmasi dengan kultur urine kuantitaif.

USG

Pemeriksaan USG dari saluran kemih pada bayi, anak kecil atau adolesen dengan
diagnosis pertama pyelonefritis akut.
USG mungkin terabaikan untuk anak perempuan >2 tahun dengan episode sistitis
akut pertama maupun kedua, bila respon terapi cepat dan memuaskan.

Dengan akut sistitis, USG saluran kemih pada bayi perempuan dan laki-laki pada
semua umur dengan ISK pertama kali.

Voiding cystourethrogram (VCUG)

Lakukan VCUG pada pasien anak dengan pyelonefritis akut yang belum pernah
pencitraan saluran kemih sebelumnya.

Beberapa klinisi melakukan VCUG pada pasien yang berusia >4-5 tahun dengan
pielonefritis akut yang memiliki pola berkemih yang normal ketika tak terinfeksi.

VCUG tidak diperlukan untuk menilai anak dengan sistitis akut yang telah
berespon cepat terhadap terapi, kecuali USG saluran kemih tak normal.

VCUG dapat dilakukan bila urine bersih dari bakteri dan pyuria dan berkemih telah
kembali seperti sebelumnya.

Beberapa klinisi merekomendasikan menunggu 4-6 minggu untuk dilakukan


VCUG. Bila anak dalam terapi antibakteri pada masa ini, rekomendasi ini
diterima.

TERAPI11

Penting untuk memberikan terapi empirik pada anak dengan hasil kultur urine
positif. Terapi antibiotik secara parenteral maupun oral diberikan kepada anak yang lebih
muda yang tidak menunjukkan gejala tetapi memiliki hasil kultur urin positif. Pada anak-
anak yang memiliki kecurigaaan ISK yang terlihat sakit berat, dehidrasi, ataupun dengan
asupan cairan yang tidak adekuat, pemberian terapi inisial antibiotik harus secara
parenteral, dan perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan.

Neonatus dengan ISK diterapi selama 10-14 hari dengan pemberian antibiotik
secara parenteral. Pada anak yang lebih besar dengan sistisis akut diterapi selama 7-14
hari dengan antibiotik oral. Resistensi antibiotik golongan penisilin, misalnya amoksisilin
dilaporkan meningkat. Trimethorprim-sulfamethoxaxole sering digunakan walaupun
angka resistensi juga semakin meningkat. Golongan antibiotik yang memiliki efek terapi
yang baik seperti golongan sefalosporin generasi ketiga lebih mahal harganya walaupun
terbukti efektif. Anak dengan demam tinggi ataupun dengan manifestasi klinis
pielonefritis akut lainnya seringkali memerlukan perawatan inap untuk mendapatkan
terapi inisial antibiotik parenteral. Pasien yang mengalami gejala toksik sistemik seperti
menggigil dan demam tinggi harus dirawat inap dan diterapi dengan sefotaksim dan
gentamisin intravena ataupun preparat aminoglikosida lainnya. Bila pasien telah menjadi
lebih baik dan afebris, terapi oral dengan preparat yang disesuaikan dengan hasil kultur
diberikan untuk melanjutkan terapi antibiotik hingga total mencapai 7 sampai 14 hari.

Memperbaiki dan mempertahankan hidrasi yang adekuat termasuk koreksi


kelainan elektrolit yang seringkali terjadi akibat muntah ataupun asupan yang tidak
adekuat sangat penting. Bayi yang tidak menunjukkan respons klinik dalam dua hari
setelah pemberian terapi antimikrobial harus dievaluasi ulang dan dilakukan pengambilan
ulang spesimen urine untuk dikultur, serta menjalani pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan VCUG ataupun sistografi radionuklida, segera. 14

Pyelonefritis akut :

anak dengan pyeloneritis akut umumnya memerlukan cairan oral atau parenteral
dan antipiretik, sesegera terapi antibakteri. Asupan yang sesuai adalah 1-1,5X
kebutuhan rumatan biasa. Pada penyakit yang lebih ringan dapat diberikan ccairan
parenteral, pemberian antibakteri dan dapat dirawat di rumah. Pada keadaan yang
lebih berat seringnya perlu perawatan lebih.

Perawatan khusus pada anak dengan pyelonefritis akut yang terkomplikasi.

Penyediaan cairan parenteral yang sesuai, umumnya 1-1,5x dari rumatan biasanya.
Pengobatan dengan cephalosporin generasi ketiga, ceftriaxone, atau cefotaxime.
Tambahkan ampicillin bila terdapat kokus gram positif dalam sedimen urine atau
bila tak ditemukan kuman. Gentamicin sebagai pilihan lain pada bayi cukup bulan
yang >7 hari, anak yang lebih dewasa dan adolesen yang alergi cephalosporin.
Monitor fungsi ginjal dan kadar aminoglikosida darah bila pengobatan ini
berlanjut lebih dari 48-72 jam.

Kultur urine dan tes sensitivitas dapat dilakukan pada 48 jam. Bila kuman pathogen
sensitif terhadap antibiotik yang digunakan, lanjutkan terapi dengan rute
parenteral hingga ada perbaikan klinis dan afebril setelah 24-36 jam. Antibiotik
oral yang efektif melawan organisme yang menginfeksi kemudian digantikan
dengan antiobiotik parenteral. Lanjutan terapi antibiotik oral kira-kira untuk 10
hari setelah terapi parenteral berakhir. Lalu dilanjutkan dengan terapi antibiotik
untuk mencegah reinfeksi, diteruskan minimal hingga dilakukan VCUG.

o Tabel 3. Daftar antibiotik untuk kasus ISK

antibiotik Dosis harian dan interval pemberian

Sulfisoxazole 120-150 mg/kg, divided q4-6h

6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMX, per


Trimethoprim/sulfamethoxazole
12 jam

Amoxicillin* 20-40 mg/kg, per 8 jam

Cephalexin 20-50 mg/kg, per 6 jam

Cefixime 8 mg/kg, per 12 – 24 jam

Cefpodoxime 10 mg/kg, per 12 jam

Loracarbef 15-30 mg/kg, per 12 jam


Nitrofurantoin† 5-7 mg/kg, per 6 jam

o *Pada beberapa komunitas, sebagian besar strain e. Coli resisten terhadap


amoxicillin

Nitrofurantoin mungkin dapat digunakan untuk mengobati ISK bawah,
tapi karena rendahnya daya penetrasi ke jaringan, nitrofurantoin tak sesuai
untuk infeksi ginjal.

o Table 4. Obat antibiotik untuk mencegah reinfeksi.

Agent Single Daily Dose

Nitrofurantoin* 1-2 mg/kg

Trimethoprim/sulfamethoxazole* 1-2 mg/kg TMP, 5-10 mg/kg SMX

Trimethoprim 1-2 mg/kg

Jangan gunakan nitrofurantoin dan sulfa pada bayi <>

Penanganan anak dengan sistitis akut

Anak dengan sistitis akut biasanya tidak memerlukan perawatan medis khusus,
selain terapi antibiotik yang sesuai dan menilai kembali frekuensi urine dan
masalah inkontinensia. Pada keadaan tertentu, analgesik diperlukan untuk disuria
atau spasme kandung kemih yang berat.

Bila respon klinis tak bagus setelah 2-3 hari, penggantian terapi mungkin
diperlukan. Dan bila memuaskan, terapi tak perlu diganti, walaupun data
laboratorium menunjukkan bahwa bakteri tak sesuai dengan antibiotik yang
digunakan.
Diikuti selama 5-7 hari untuk mengikuti gejala klinis dan mengevaluasi ulang
urinenya. Secara umum, terapi antibiotik selama 5-7 hari cukup untuk anak
dengan sistitis akut. Dosis tunggal dapat digunakan pada perempuan remaja
dengan sistitis akut. Terapi dosis tungal biasanya dapat menggunakan amoxicillin
(3gr) atau trimethroprim/sulfamethoxazole (320mg/1600mg, 2 tablet kekuatan
ganda).

Berendam di air hangat selama 20-30 menit, 3-4 x per hari, sering meringankan
gejala. Dan penggunaan analgesik sistemik dengan asetaminofen atau analgesik di
kandung kemih dengan phenazopyridine hydrochloride (Pyridium) dapat sangat
membantu, dan tak boleh digunakan lebih dari 48 jam because resiko
methemoglobinemi, anemia hemolitik, dan efek samping lain.

Pasien dengan ketidaknyamanan berkemih berat dapat diperingan dengan


pemberian belladona dan opium suppositoria rektal yang sesuai. Tak boleh
digunakan lebih dari 4 kali sehari dan tak lebih dari 2 hari.

Pada anak 2 bulan – 2 tahun dengan kecurigaan ISK dan tampak sakit berat, antibiotik
dapat diberikan secara parenteral. Perawatan di rumah sakit diindikasikan jika ada gejala sepsis
atau bakteremia. Sebagian pihak mengindikasikan perawatan di rumah sakit dan pemberian
antibiotik parenteral pada anak di bawah 6 bulan.

Sedangkan pada anak yang tidak tampak sakit berat, antibiotik yang diberikan umumnya
per oral (diminum). Beberapa antibiotik yang dapat digunakan adalah :

Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK
resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada ISK
dengan bakteri yang sensitif terhadapnya.

Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis.


Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole.
Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan
dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.
Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin. Cephalexin kira-kira sama efektif
dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum luas sehingga
dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan berkembangnya jamur
(Candida sp.) pada anak perempuan.

Co-amoxiclav digunakan pada ISK dengan bakteri yang resisten terhadap


cotrimoxazole. Harganya juga lebih mahal dari cotrimoxazole atau cephalexin.

Obat-obatan seperti asam nalidiksat atau nitrofurantoin tidak digunakan pada anak-
anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu
nitrofurantoin juga lebih mahal dari cotrimoxazole dan memiliki efek samping
seperti mual dan muntah.

Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya adalah 7 hari pada infeksi akut.
Walaupun ada pihak yang menganjurkan 10-14 hari, namun pemberian dalam waktu sepanjang
itu memberikan kemungkinan lebih besar untuk terjadinya resistensi, gangguan bakteri normal di
usus dan vagina, dan menyebabkan candidiasis.

Pemberian antibiotik dalam jangka waktu pendek (<5>

Sedangkan pengobatan parenteral umumnya dilakukan dengan cephalosporin seperti


ceftriaxone 75 mg/kg setiap 24 jam. Sebagian pihak memilih gentamicin 7.5 mg/kg per 24 jam
dan benzylpenicillin 50 mg/kg per 6 jam untuk anak di atas 1 bulan

Selain antibiotik, pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala contohnya
adalah penurun demam jika diperlukan. Obat-obatan lain yang pada orang dewasa digunakan
untuk ISK, umumnya tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak-anak.

Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus kembali
diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan umumnya tidak diperlukan
jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang
diberikan. Jika sensitivitas bakteri terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes
sensitivitas/resistensi sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan.
PERAWATAN LANJUTAN 13

Perawatan lebih lanjut pada pasien yang dirawat :

Pielonefritis akut

Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi, minimal hingga dilakukan VCUG.

Walaupun beberapa klinisi tak melanjutkan terapi antibakteri 1-2 hari setelah
VCUG, bila VUR didapatkan, dan lebih lama bila refluks hadir.

Perawatan lebih lanjut pada pasien yang tak dirawat :

Pielonefritis akut yang tak ada komplikasi

Walaupun anak dengan ISK disertai demam mungkin dapat dikualifikasikan


sebagai pasien yang tak dirawat, tetapi masih memiliki resiko kerusakan ginjal.
Penggunaan terapi oral cephalosporin generasi ketiga efektif sebagai terapi
tradisional pada pasien yang dirawat secara parenteral.

Bila pasien tak alergi terhadap cephalosporin, terapi awal dengan ceftriaxone dosis
tunggal. (75mg/kg IV/IM tiap 12-24jam)

Bila pasien alergi cephalosporin, dapat digunakan gentamicin (2,5mg/kg IV/IM


dosis tunggal)

Terapi awal dengan antibakteri oral dengan dosis terapeutik tiap 12-18 jam.

PEMERIKSAAN LANJUTAN13

Setelah pemberian antibiotik selesai dan urin sudah steril, dilakukan pemeriksaan
lanjutan pada anak dengan ISK. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah :

Ultrasonografi ginjal, ureter, dan kandung kemih : Pemeriksaan ini dilakukan pada
semua anak dengan ISK sesegera mungkin.
DMSA (Dimercaptosuccinic acid nuclear scan) scan : Pemeriksaan ini terutama
untuk melihat fungsi saluran kemih. DMSA scan masih diperdebatkan batasan
usianya. Namun biasanya dilakukan pada anak di bawah 5 tahun dengan hasil
ultrasonografi yang tidak normal. Umumnya dilakukan 2 bulan setelah episode
ISK untuk memberi waktu perbaikan pada saluran kemih. Selama menunggu
dilakukannya pemeriksaan ini, beberapa pihak menganjurkan pemberian
antibiotik dosis rendah.

Cystogram : Ini adalah pemeriksaan kandung kemih yang juga masih


diperdebatkan batasan usianya. Namun umumnya dilakukan pada anak di bawah
1 tahun atau anak dengan hasil ultrasonografi atau DMSA yang tidak normal.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dilakukan lebih awal jika tidak ada perbaikan setelah
2 hari pemberian antibiotik. .

KOMPLIKASI 11:

Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik.

Anak dengan pielonefritis akut dapat berkembang menjadi inflamasi lobus ginjal
atau abses ginjal.

Inflamasi parenkim ginjal dapat mengawali pembentukan jaringan parut.

Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis akut adalah hipertensi, fungsi ginjal
terganggu, ESRD dan komplikasi terhadap kehamilan (cth. ISK, hipertensi pada
kehamilan, BBLR).

PROGNOSIS:

Kerusakan ginjal pada komplikasi jangka panjang sebagai konsekuensi dari


ISK kadang-kadang ditemukan di awal abad ke-20, ketika pielonefritis akut menjadi
sebab sering hipertensi dan ESRD pada perempuan muda. Hipertensi, fungsi ginjal
terganggu, ESRD sekarang sering didapatkan pada bayi dengan kerusakan ginjal
intrauterine. Anak dengan resiko komplikasi ini biasanya ditemukan dengan USG
saluran kemih yang menunjukkan hidronefrosis. Penelitian pada neonatus
menyebutkan bahwa kerusakan ginjal terkait dengan obstruksi di saluran keluar
kandung kemih atau hidronefrosis non obstruktif karena VUR yang berat. Anak ini
mungkin mendapat tambahan kerusakan ginjal sebagai hasil dari infeksi, tetapi ISK
bukan faktor utama penyebab komplikasi renal.

PENCEGAHAN

Pencegahan primer dicapai dengan cara menjaga higiene area perineum dan
pengelolaan faktor risiko yang mendasari terjadinya ISK seperti konstipasi kronik,
enkopresis, dan inkontinensia urin pada siang hari maupun malam hari. Pencegahan
sekunder ISK dengan pemberian antibiotik profilaksis yang diberikan sekali sehari,
dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi berulang, walaupun pengaruh profilaksis
sekunder untuk mencegah terjadinya jaringan parut pada ginjal tidak diketahui.
Pengasaman urine dengan jus cranberry tidak direkomendasikan sebagai terapi
profilaksis tunggal untuk pencegahan ISK pada anak-anak yang berisiko tinggi. 14
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland, E/29. In: Hartantod H, et al., eds. Jakarta:
EGC, 2002
2. Akram M, Shahid M, Khan AU. Etiology and antibiotic ressistance patterns
ofcommunity-acquired urinary tract infection. Annals of Clinical Microbiology and
Antimicrobials. 2007; 6(4): 1-7.
3. Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H. Tambunan T,Trihono
PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi anak. Jakarta: IDAI, 2002; 142-163
4. Lee JBL, Neild GH. Urinary tract infection. Medicine. 2007; 35(8): 423-8.
5. Rubin MI. Infection of the Urinary Tract. Dalam: Ruben MI, Barratt M. Pediatric
Nephrology. Baltimore: Williams & Wilkins company. 1975; 608-41.
6. Jones VK, Asscher. Urinary Tract Infection and Vesicoureteral reflux. Dalam: Edelman,
Jr CM. Pediatric Kidney Disease. Edisi ke-2. Boston: Little brown Co.2008; 1943-91.
7. Elder JS. Urinary Tract Infections. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders,
2004;1785-94.
8. Lee JBL, Neild GH. Urinary tract infection. Medicine. 2007; 35(8): 423-8.
9. Azzarone G, Liewehr S, O’Connor K. Cystitis. Pediatrics in Review. 2007; 28(12): 474-
76.
10. Shehab MZ. Urinary Tract Infection. Dalam: Barakat AY. Renal Disease in Children.
Springer-Verlag. 157-166.
11. Egland, ann G.2006. Pediatrics, Urinary tract infection and Pyelonephritis. Department of
Operational and Emergency Medicine, Walter Reed Army Medical Center.
http://www.emedicine.com/EMERG/topic769.htm
12. Pudjiadi AH dkk. Dalam: Trihono dkk, penyunting. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010. H. 136-140
13. Hellerstein, stanley. 2006. Urinary tract infection. Children's Mercy Hospital of Kansas
City. http://www.emedicine.com/PED/topic2366.htm
14. Mahan JD. Dalam: Marcdante JK, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, penyunting.
Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi keenam. Jakarta: Saunders Elsevier, 2013. h.
662-4

Anda mungkin juga menyukai