Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

“FROZEN SHOULDER”

Disusun Oleh:

Kelompok Praktek

Anggota :
1. Muhammad Angga Norfy Al Farisy (EFT10180095)
2. Noor Syifa Khairina (EFT10180110)
3. Aulia Agusriani (EFT10180090)

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI


POLITEKNIK UNGGULAN KALIMANTAN
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

“FROZEN SHOULDER”

(Tanggal 01 –30 April 2021)

Telah disetujui oleh

Clinical Teacher (CT)

Yulisha Eva Oktaviani,S.Ft


ii ., M.Kes

NIK.1120917054
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I ANATOMI...................................................................................................1
BAB II FISIOLOGI.................................................................................................7
BAB III BIOMEKANIK........................................................................................11
BAB IV PATOLOGI.............................................................................................18
BAB V STUDI KASUS.........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

iii
BAB I
ANATOMI
A. Anatomi
a. Tulang Pembentuuk
Tulang-tulang utama yang membentuk bahu manusia adalah
tulang humerus bagian atas, tulang scapula dan tulang clavicula
(Wibowo& Paryana, 2009).
Berikut tulang-tulang yang membentuk bahu antara lain:
1) Tulang Humerus
Tulang humerus (arm bone) merupakan tulang
terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior yang
bersendi pada bagian proksimal dengan tulang scapula dan
pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua
tulang, yaitu tulangulna dantulang radius (Kurnia, 2015).
Menurut Pearce (2010),tulang humerusmemiliki pangkal
lengan atas (proximal humeri). Sepertiga atas tulang humerus
terdiri dari sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga
glenoid scapula dan merupakan bagian bangunan sendi bahu.
Di bagian bawah leher ada bagian yang sedikit lebih ramping
yaitu leher anatomic. Tepat di bawah leher anatomic terdapat
sebuah tonjolan, yaitu tuberositas mayor dan di bagian depan
ada tonjolan lebih kecil, yaitu tuberositas minor. Antara kedua
tuberositas ini terdapat sebuah celah yang disebut celah
bicipital atau sulcus intertubercularis, yang di dalamnya
terdapat tendon otot biceps.
2) Tulang Scapula
Tulang Scapula adalah tulang pipih dengan tiga
pinggiran dan tiga sudut. Tonjolan pada bagian dorsal yang
berbentuk huruf T yaitu spina scapulae, berperan sebagai
apofisis yang penting untuk perlekatan otot (Paulsen &

1
2

Waschke, 2010).Permukaan anterior scapula disebut fosa


subscapularis dan terletak paling dekat dengan iga. Permukaan
posterior scapula terbagi oleh sebuah berlebas yang disebut
spina dari scapula dan yang berjalan menyeberangi
permukaan itu sampai ujungnya dan berakhir menjadi
processus acromion. Processus acromion inilah yang
menutupi sendi bahu (Pearce, 2010).
3) Tulang Clavicula
Menurut Sulfandi (2018), tulang clavicula merupakan
tulang penghubung antara lengan atas pada batang tubuh dan
memiliki fungsi sebagai pengganjal untuk menjauhkan
anggota gerak atas dari bagian dada supaya lengan dapat
bergerak dengan leluasa. selain itu tulang clavicula terhubung
dengan tulang scapula pada sendi clavicula lateral, clavicula
juga dihubungkan dengan rangka batang tubuh melalui sendi
clavicula medial. Kedua sendi clavicular adalah ball and
socket joint dan keduanya bekerja sebagai satuan unit
fungsional karena hubungan gelang medial (Paulsen &
Waschke, 2010).

Gambar 2.1 Tulang Penyusun Bahu


(Sumber: Suharti et al., 2018)
3

b. Otot Pada Bahu


Otot adalah suatu jaringan dalam tubuh yang bekerja dengan
cara berkontraksi sehingga dapat memendek, mengeras, dan bagian
tengahnya membesar. Otot-otot pada sendi bahu ada yang disebut cuff
muscle rotator, yaitu grup dari empat otot yang terdiri dari M.
supraspinatus, M. infraspinatus, M. teres minor dan M. subscapularis.
Keempat otot tersebut memiliki fungsi untuk menstabilisasi sendi
glenohumeral seperti pada gerakan-gerakan abduksi, adduksi, rotasi,
fleksi dan ekstensi (Syaifuddin, 2011).
7

BAB II
FISIOLOGI
A. Sendi Pada Bahu
1) Sendi Sternoclavicularis
Sendi sternoclavicularis merupakan sendi synovial yang
menghubungkan ujung medial clavicula dengan tulang sternum
dan tulang rusuk pertama, yang memiliki fungsi dalam membantu
pergerakkan gelang bahu (Suharti et al., 2018). Menurut Wibowo
& Paryana (2009), kemampuan pergerakkan sendi ini serupa
dengan pergerakkan sendi peluru (enarthrosis), dan dilihat dari
penampang permukaannya sendi ini merupakan sendi pelana.
2) Sendi Acromioclavicularis
Sendi acromioclavicular dibentuk oleh processus acromion
dan tulang scapula. Sendi ini berperan pada gerakan elevasi,
depresi, protraksi, retraksi dan abduksi elevasi lengan.Sendi
acromioclavicular diperkat oleh ligament acromioclavicular,
ligament coracoclaviculare, ligament ini terdiri dari
ligamentcoroclavicularis trapezoidea pada tulang clavicula dan
ligament conoideum yang melekat di tuberculum conoideum
(Syaifuddin, 2011).
3) Sendi Glenohumeralis
Sendi glenohumeral merupakan sendi dengan jenis ball and
socket, dimana caput humeri yang berbentuk seperti bola bersendi
dengan cavitas glenoidalis yang merupakan bagian dari tulang
scapula dan sendi ini merupakan sendi yang paling mobile pada
semua gerakan, namun sendi ini termasuk salah satu sendi yang
kurang stabil (Suharti et al., 2018). Menurut Sulfandi (2018),
pada bagian atas kapsul sendi diperkuat oleh tiga serabut ligament
glenohumeral superior, middle, dan inferior.
4) Sendi Scapulothoracis
8

Sendi scapulathoracic adalah suatu sendi yang terdiri dari


tulang scapula dan dinding thorax. Sendi ini distabilisasi oleh
M.trapezius, M. rhomboid mayor dan minor (Paulsen & Waschke,
2010). Menurut Kisner & Colby (2014), sendi ini merupakan
suatu artikulasi fungsional pada sendi bahu. Tulang scapula dapat
bergeser sepanjang thorax dan ikut serta dalam semua gerakan
ekstremitas atas. Sendi ini berfungsi pada gerakan elevasi, rotasi
ke arah atas dan bawah pada bahu.
5) Sendi Subacromiole
Sendi subacromiale berada di antara arcus
acromioclaviculare yang berada disamping cranial dari caput
serta tuberositas humeri di samping caudal dengan bursa
subacromiale yang berperan sebagai rongga sendi (Setyawan,
2014).

Gambar 2.2 Sendi pada bahu


(Sumber: Netter,2014)

B. Bursa
Bursa adalah sebuah struktur extra articular berupa kantung
fibrous yang kecil dan mengeluarkan cairan synovial secara internal.
9

Bursa berfungsi untuk mengurangi gesekan antara lapisan jaringan


collagen dengan tulang. Bursa pada bahu antara lain sebagai berikut
(Paulsen & Waschke, 2012):
1) Bursa subcoracoidea, terletak di bagian bawah procesus
coracoideus, berhubungan dengan bursa subtendinea musculi
subscapularis.
2) Bursa subtendinea musculi subscapularis, bursa ini menjadi
bantalan pada tendon M. Subscapularis dan sering juga
berhubungan pada rongga articular.
3) Bursa subsacromialis, terletak di atas tendon supraspinatus dan
dihubungkan dengan bursa subdeltoidea.

Gambar 2.3 Bursa Pada Bahu


(Sumber: Paulsen & Waschke, 2012)
10

BAB III
BIOMEKANIK

A. Biomekanik Pada Bahu


Menurut Wibowo & Parjana (2009), Pergerakan bahu dibagi atas
sendi bahu dan gelang bahu. Gerakan yang terjadi pada sendi bahu
meliputi:
1) Fleksi dan Ekstensi, yaitu gerakan mengayun lengan atas ke depan
dan ke belakang. Gerakan tersebut terjadi pada bidang vertical
maupun horizontal.
2) Abduksi dan adduksi, yaitu gerakan yang menjauhkan dan
mendekatkan lengan terhadap tubuh.
3) Eksorotasi dan endorotasi, yaitu gerakan memutar dan dilakukan
oleh tulang-tulang lengan terhadap sumbu yang terdapat di dalam
tulang itu sendiri.
Range of Motion pada gerakan fleksi adalah 170⁰, gerakan ekstensi
adalah 50⁰, gerakan abduksi adalah 170⁰, gerakan adduksi adalah
75⁰, gerakan eksorotasi adalah 90⁰, dan untuk gerakan endorotasi 80⁰
(Aras et al., 2016).
Sedangkan gerakan yang terjadi pada gelang bahu meliputi:
1) Elevasi dan depresi, yaitu pergerakkan mengangkat dan
menurunkan bahu. Pergerakan ini terutama menyangkut
perubahan posisi tulang clavicula terhadap tulang sternum
tetapi hanya sedikit.
2) Protraksi dan retraksi, yaitu pergerakkan mendorong bahu ke
depan (protraksi) sehingga tulang scapula bergerak menjauhi
sumbu badan dan sebaliknya.
11

3) Gerakan rotasi ke atas dan ke bawah, yaitu suatu gerakan


dimana acromion berpindah tempat mengikuti suatu lingkaran
ke atas dan ke bawah.
Tabel 2.2 Arthrokinematic pada Bahu
(Sumber: Kisner & Colby, 2014)
No Sendi Gerakan Gerakan Sendi
Rolling Slidding Spinning
Fisiologis
1. Glenohumeral Fleksi Berputar Geseran Tidak ada
minimal minimal
Ekstensi Berputar Geseran Tidak ada
minimal minimal
Horizontal Anterior Posterior Tidak ada
adduksi
Horizontal Posterior Anterior Tidak ada
abduksi
Abduksi Superior Inferior Tidak ada
Endorotasi Anterior Posterior Tidak ada
Eksorotasi Posterior Anterior Tidak ada
2. Sternoclavicular Elevasi Superior Inferior Tidak ada
Depresi Inferior Superior Tidak ada
Protraksi Anterior Anterior Tidak ada
Retraksi Posterior Posterior Tidak ada
3. Acromioclavicula Rotasi ke Tidak ada Tidak ada Superior
r arah
Superior
Rotasi ke Tidak ada Tidak ada Inferior
arah
Inferior

Menurut (Suharti et al., 2018), gerakan osteokinematic pada


bahu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Fleksi dan Ekstensi
Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis
pusat caput humeri. Otot penggerak utama adalah M. Deltoid
anterior dan M. Supraspinatus dengan rentang 0˚-90˚, untuk
rentang 90˚-180˚ dibantu oleh M. Pectoralis mayor, M.
Corachobracialis dan M. Biceps brachii. Sedangkan untuk
gerakan ekstensi yaitu gerakan pada bidang sagital yang

6
7

menjauhi bidang anatomis. Otot penggerak utama adalah M.


Latissimus dorsi dan M. Teres mayor. Sedangkan pada gerak
hiperekstensi fungsi M. Teres mayor digantikan M. Deltoid
posterior.
2) Abduksi dan Adduksi
Gerakan abduksi merupakan gerakan menjauhi midline
tubuh. Bergerak pada bidang frontal. Otot penggerak utama
pada gerakan abduksi yaitu M. Pectoralis mayor dan M.
Latissimus dorsi. Sedangkan gerakan adduksi merupakan
gerakan lengan ke medial yang mendekati midline tubuh. Otot
penggerak utama dari gerakan adduksi yaitu M. Pectoralis
mayor, M. Latissimus dorsi dan M. Teres mayor.
3) Endorotasi dan Eksorotasi
Gerakan endorotasi dengan arah gerakan searah dengan
axis longitudinal yang mendekati midline tubuh. Otot penggerak
utama dari gerakan endorotasi yaitu M. Subscapularis, M.
Pectoralis mayor, M. Teres mayor, M. Latissimus dorsi dan
M.Deltoid anterior. Sedangkan gerakan eksorotasi merupakan
gerakan rotasi lengan searah axis longitudinal yang menjauhi
midline tubuh. Otot penggerak utama dari gerakan eksorotasi
yaitu M. Infraspinatus, M. Teres minor dan M. Deltoid
posterior.
BAB IV
PATOLOGI

A. Definisi Frozen shoulder


Menurut Sudaryanto & Nashrah (2020), frozen shoulder adalah
kondisi peradangan dimana jaringan ikat di sekitar sendi bahu menebal
dan mengencang sehingga menyebabkan hilangnya mobilitas bahu.Frozen
shoulder juga dikenal sebagai bahu yang membeku. Selain itu,frozen
shoulder merupakan suatu kelainan yang terjadi pada sendi glenohumeral
akibat dari suatu reaksi inflamasi kronis nonspesifik, terutama pada
jaringan synovial yang mengakibatkan penebalan kapsuler dari synovial
(Dewi, 2010).
Frozen shoulder merupakan suatu kondisi yang timbul secara
spontan tanpa penyebab yang jelas, berhubungan dengan bermacam
penyakit imun atau penyakit sistemik lainnya (Salim, 2014). Sedangkan
menurut Suharti et al., (2018), frozen shoulder merupakan suatu kondisi
yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dari gerak aktif dan
pasif bahu yang terjadi karena kerusakan jaringan dalam sehingga
menyebabkan gerakan bahu menjadi terbatas.
B. Etiologi Frozen shoulder
Frozen shoulder merupakan suatu kondisi yang timbul secara
spontan tanpa penyebab yang jelas, berhubungan dengan bermacam
penyakit imun atau penyakit sistemik lainnya (Salim, 2014).
Frozen shoulder dibagi menjadi 2 klasifikasi, yaitu sebagai berikut:
a. Primer
Merupakan frozen shoulder yang tidak diketahui penyebabnya.
Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dan biasanya terjadi
pada usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak
sering digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang

18
19

yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan


gerakan yang berulang (Norjannah,2015).
b. Sekunder
Menurut Kelley et al., (2009), klasifikasi dari frozen shoulder
sekunder merupakan kasus yang diketahui penyebabnya. Frozen
shoulder sekunder yaitu meliputi:
1) Faktor Sistemik yang disebabkan oleh diabetes mellitus atau
kondisi metabolik lainnya.
2) Faktor Ekstrinsik yang disebabkan oleh CVA (Cerebral
Vascular Accident), fraktur humerus, serta parkinson.
3) Faktor Instrinsik yang disebabkan oleh patologi pada rotator
cuff, tendinitis bicipitalis, tendinitis supraspinatus, serta
capsulitis adhesive.
C. Epidemiologi Frozen shoulder

Prevalensi frozen shoulder yang terjadi di Amerika yaitu 2%


pada usia 40 hingga 70 tahun akibat capsulitis adhesive dan wanita
lebih beresiko tinggi dibandingkan pria, dan lebih sering terjadi pada
wanita yaitu sekitar 60% dibandingkan pria yaitu sekitar 40% (Knoph,
2017).Prevalensi dari kasus frozen shoulder diperkirakan 2-5% dari
populasi general dan resiko meningkat pada bahu yang tidak dominan
(Suharti et al., 2017).

D. Menurut Data Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia tahun 2013 di Provinsi Kalimantan Selatan
menyatakan bahwa penyakit sendi menyerang usia ≥75 tahun
13,4% pada wanita dan 10,3% pada laki-laki.
D. Patofisiologi Frozen shoulder
Frozen shoulder dapat diakibatkan oleh immobilisasi yang lama
pada lengan bahu dikarenakan adanya nyeri dan rasa ketakutan dari
penderita untuk menggerakkan bahu yang bermasalah sehingga
20

menyebabkan peradangan berlebih yang melibatkan synovitis dan diikuti


fibrosis dari kapsul sendi sehingga menyebabkan penurunan yang
signifikan pada sendi bahu (Ramadhoni, 2015).
Frozen shoulder merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena
terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam
capsule sendi sehingga mengakibatkan reaksi fibrous (Yuliana, 2014).
Reaksi fibrous akan menyebabkan kekakuan pada kapsul sendi dan
menyebabkan kondisi pada sendi bahu menjadi abnormal
(Mujianto,2013).
Selain perlengketan pada sendi bahu juga akan terjadi kontraktur
pada antero superior kapsul yang mengakibatkan antero superior
thightness, sehingga membatasi gerakan eksternal rotasi pada sendi
glenohumeral di posisi adduksi. Kontraktur pada antero inferior kapsul
juga akan membatasi gerakan eksternal rotasi pada posisi abduksi. Kapsul
bagian anterior superior dan anterior inferior yang mengalami kekakuan
menyebabkan gerakan slide ke anterior pada cavitis glenoidalis serta
menyebabkan gerakan pada permukaan sendi glenohumeralis terbatas
(Salim, 2014).
Menurut Zaimsyah (2020), frozen shoulder dibagi dalam tiga
tahapan, yaitu:
a. Pain (Freezing)
Pada tahap ini ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat
istirahat, gerak sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan
masa akut ini berakhir ampai 10- 36 minggu.
b. Stiffness (Frozen)
Pada tahap ini ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak,
kekakuan atauperlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari
glenohumeral yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini
berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (Thawing)
21

Pada tahap ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada
sinovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang
nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
E. Manifestasi KlinisFrozen shoulder
Menurut Rachmah (2019), manifestasi klinis dari frozen shoulder
antara lain sebagai berikut:
a. Nyeri
1) Nyeri akut
Nyeri akut dirasakan secara tiba-tiba dan berkaitan dengan
cedera. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistematik, nyeri terjadi kurang dari satu bulan.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap. Nyeri ini
berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan
sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik.
b. Penurunan Kekuatan Otot
Penurunan kekuatan otot didapatkan saat melakukan
pemeriksaan fisik, adanya kesulitan mengangkat lengan, dan
pemeriksaan tes khusus dengan pasien saat melakukan gerakan
kompensasi mengangkat bahu.
c. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
Keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) ditandai dengan adanya
keterbatasan pada semua gerakan baik aktif maupun pasif.
Keterbatasan gerak menunjukkan pola spesifik pola kapsuler.
d. Gangguan Aktivitas Fungsional
Keterbatasan aktivitas fungsional ditandai dengan gejala klinis
seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot yang
secara langsung akan mempengaruhi aktifitas fungsional
22

BAB V
STUDI KASUS

A. ANAMNESIS

a. AnamnesisUmum

a. Nama : Ny. S

b. Umur : 50 Tahun

c. JenisKelamin :Perempuan

d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

e. Agama :Islam

b. AnamnesisKhusus

a. Keluhanutama

Pasien mengeluhkan nyeri dan kaku pada bahusebelah kanan

b. Letakkeluhan.

Nyeri yang dirasakn pada bahu sebelah kanan


23

c. Kapanterjadi

Sejak 4 bulan yang lalu.

d. Riwayat penyakitsekarang

Pasien mengeluhkan nyeri pada bahu sebelah kanan sejak 4


bulan terakhir selain nyeri pasien juga mengeluhkan ada nya
kaku pada bahu sebelah kanan ketika digerakkan secara
perlahan Ketika pasien mengangkat tangan terasa. Pasien juga
mengalami kesulitan ketika melakukan aktivitas seperti
menyisir, mandi dan mengangkat tangan

e. Riwayat penyakit dahulu

pasien tidak memiliki penyakit dahulu

f. Riwayat penyakitpenyerta

Pasien memiliki penyakit penyerta yaitu Hipertensi

g. Riwayat penyakitkeluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat


penyakit serupa

h. Medikamentosa

Pasien mengkonsumsi obat-obatan dari dokter

c. AnamnesisSistem
24

a. Muskuloskeletal : Adanya spasme pada m. upper trapezius


dextra

b. Respirasi : Tidak adagangguan pada sistem


respirasi

c. Kardiovaskular : Tidak adagangguan pada sistem


kardiovaskular

d. Integumentum : Tidak adagangguan pada sistem


integumentum

e. Urinaria : BAKterkontrol

f. Gastrointestinal : BABterkontrol

B. PEMERIKSAAN FISIK

a. Antropometri

a. Tinggibadan : 155 cm

b. Beratbadan : 62 kg
25

b. Vitalsign

a. Tekanandarah : 150/90 mmHg(normal)


b. Denyutnadi : 80 kali/menit (normal)
c. Pernafasan : 20 kali/menit(normal)
d. Temperatur : 37,0 oC(normal)

C. INSPEKSI

a. InspeksiStatis

a. Shoulder nampak Simetris


b. Ekspresi pasien tidak nampak menahan nyeri

b. InspeksiDinamis

a. Pasien kesulitan menggerakan shoulser dextra


b. Ketika pasien berjalan nampak mengayun

D. PALPASI

a. Terdapa adanya spasme m. upper trapezius dekstra

b. Terdapat adanya nyeri tekan pada area shoulder dekstra


26

E. PFGD

a. Gerak aktif

No Gerakan Nyeri Keterbatasan TIMT

. Gerak

1. Fleksi Terdapat Tidak full ROM Terdapat

Shoulder adanya adanya

nyeri entrapment,

ada weakness

2. Ekstensi Terdapat Tidak full ROM Terdapat

Shoulder adanya adanya

nyeri entrapment,

ada weakness

3. Endorotas Tidak full ROM Terdapat

i Shoulder terdapat adanya

nyeri entrapment,

tidak ada

weakness

4. Eksorotasi Tidak Tidak full ROM, Terdapat

Shoulder terdapat terdapt adanya adanya

nyeri keterbatasan entrapment,


27

ROM tidak ada

weakness

5. Abduksi Terdapat Tidak full ROM Terdapat

Shoulder adanya adanya

nyeri entrapment,

ada weakness

6. Adduksi Tidak full ROM Terdapat

Shoulder terdapat adanya

nyeri entrapment,

tidak ada

weakness

b. GerakPasif

No. Gerakan Nyeri Keterbatasan Gerak Endfeel

1. Fleksi Terdapat Tidak full ROM Firm

adanya endfeel

nyeri

2. Ekstensi Terdapat Tidak full ROM Firm

adanya endfeel

nyeri
28

3. Endorotas Tidak Tidak full ROM Firm

i terdapat endfeel

nyeri

4. Eksorotasi Tidak Tidak terdapat Elastic

terdapat keterbatasan gerak endfeel

nyeri

5. Abduksi Terdapat Tidak full ROM Firm

adanya endfeel

nyeri

6. Adduksi Tidak Tidak full ROM Firm

terdapat endfeel

nyeri

Interpretasi
Setelah dilakukan PFGD didapatkan hasil bahwa pasien
mengalami keterbatasan gerak pada shoulder dengan gerakan
Fleksi-ekstensi, Eksorotasi dan Abduksi sedangkan pada gerakan
Endorotasi dan adduksi tidak mengalami keterbatasan gerak
c. GerakIsometric : Saat melakukan gerakan isometrik melawan
tahanan pasien mengeluh nyeri pada shoulder dekstra
F. PEMERIKSAAN SPESIFIK

a. Visual Analogue Scale (VAS)


Nyeri Diam :3
Nyeri Tekan :6
29

Nyeri Gerak :8
Interpretasi VAS
Setelah melakukan pemeriksaan VAS hasil pemeriksaan VAS
pasien saat pasien diam menunjukkan skala ringan (3), setelah
beraktivitas berat menunjukkan skala berat (8), dan nyeri tekan
menunjukkan skala sedang (6).

b. Manual Muscel Testing (MMT)

Gerakan Otot MMT

Fleksor Pectoralis major, 3

Deltoid anterior

dan Biceps

Ekstensor Latissimus dorsi 3

teres major,

pectoralis major,

deltoid posterior

dan Triceps

Endorotator Subcapularis, terres 3

major latissimus

dorsi pectoralis

major dan deltoid

anterior
30

Eksorotator Teres minor 4

Insfraspinatus

deltoid posterior

Abduktor Supraspinatus dan 3

deltoid

Adduktor Coracobrachiallis, 3

pectoralis major,

latisssimus dorsi

teres major

Interpretasi

Setelah dilakukan pemeriksaan MMT pada shoulder didapatkan


hasil 3 pada gerakan fleksi dan ekstensi, nilai 3 pada gerakan
endorotasi dan nilai 4 pada gerakan eksorotasi, nilai 3 pada
gerakan abduksi dan adduksi.

c. Range Of Motion (ROM)

Gerakan Dekstra Sinistra ROM Normal

Ekstensi S 35◦ - 0◦ - 155◦ 60◦ – 0◦ – 180◦ S 50◦ - 0◦ - 170◦

Fleksi
31

Shoulder

Abduksi F 90◦ – 0◦ – 25◦ 135◦ – 0◦ – 35◦ F 170◦ – 0◦ – 75◦

Adduksi

Shoulder

Eksorotasi R 80◦ – 0◦ – 50◦ 80◦ – 0◦ – 65◦ R90◦ – 0◦ – 80◦

Endorotasi

Shoulder

Interpretasi ROM
Hasil dari pemeriksaan ROM pada pasien yang telah dilakukan
terdapat keterbatasan ROM di semua gerakan shoulder yaitu
Ekstensi Fleksi Shoulder, Abduksi Adduksi Shoulder dan
Eksorotasi Endorotasi Shoulder
d. Test Sensibilitas

Panas – dingin : normal

Tajam – tumpul : normal

Kasar – halus : normal

e. Drop Arm Test

Hasil : + (nyeri)

Interpretasi : Saat dilakukan test ini pasien tidak mampu

mengontrol lengannya ke bawah dan terjatuh

f. Yergason Test

Hasil : + (nyeri)

Interpretasi : Saat dilakukan test ini pasien merasakan nyeri

disertai subluksasi tendon biceps


32

g. Supraspinatus Test

Hasil : + (nyeri)

Interpretasi : Saat dilakukan test ini pasien merasakan nyeri

h. Hawkins Kennedy Impingement Test

Hasil : + (nyeri)

Interpretasi : Saat dilakukan test ini pasien merasakan nyeri

disertai adanya bunyi kliking selama gerakan dilakukan

G. DIAGNOSA FISIOTERAPI

a. Impairment

1) Nyeri pada Shoulder Dextra

2) Adanya Spasme m. upper trapezius

3) Penurunan kekuatan otot region shoulser Dextra

4) Penurunan LGS Shoulder Dextra

b. Functional Limitation
33

Pasien memiliki keterbatasan fungsional seperti mengambil barang

ditempat tinggi menggunakan tangan kanan

Gerakan shoulder joint dekstra tidak full ROM

c. Disability

Pasien kesulitan dalam beraktivitas yang melibatkan shoulder

dekstra

H. Tujuan Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Mengurangi nyeri

b. Mengurangi Spasme m. upper trapizeus

c. Meningkatkan kekuatan otot regio shoulder joint dekstra

d. Meningkatkan ROM shoulder dekstra

2. Tujuan Jangka Panjang

a. Melanjutkan jangka pendek

b. Meingkatkan kemampuan fungsional dalam aktivitas sehari-hari

I. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Sanam : bonam
Quo ad Fungsionam : bonam
Quo ad Cosmeticam : bonam
34

J. Intervensi Fisioterapi

No Problematika Intervensi Dosis


1. Mengurangi nyeri Manual Terapi F: 3x sminggu
I : 3-4 kali
T: hold relex
T: 8 detik 3 set
2. Mengurangi Spasme Manual terapi F: 2x/minggu
I : 8x Repitisi
T: Massage
T: 5 menit

3. Meningkatkan Manual Trapi F: 3x sminggu


kekuatan Otot I : 3-4 kali
T: hold relex
T: 8 detik 3 set
4. Meningkatkan ROM Terapi Lathan F: Setiap hari
I : Sesuai
toleransi pasien
T: -Pendulum
exercise, Finger walk,
Towel strech
T:5 menit

K. Evaluasi

a. Evaluasi nyeri

VAS T0 T1 T2

D 3 2 1

T 6 5 4

G 8 8 6

b. Evaluasi kekuatan otot MMT


35

Muscle T0 T1 T2

Fleksor 3 3 3

Ekstensor 3 3 3

Endorotator 3 3 3

Eksorotator 4 4 4

Abduktor 3 3 3

Adduktor 3 3 3

. c. Evaluasi LGS Goneometer

T0 T1 T2

S 35◦ - 0◦ - 155◦ 35◦ - 0◦ - 155◦ 50◦ – 0◦ – 160◦

F 90◦ – 0◦ – 25◦ 90◦ – 0◦ – 25◦ 100◦ – 0◦ – 30◦

T 80◦ – 0◦ – 50◦ 80◦ – 0◦ – 50◦ 80◦ – 0◦ – 65◦

d. Evaluasi Spasme

T0 T1 T2

Ada spasme Berkurang namun Berkurang namun


36

masih ada masih ada

L. Edukasi dan Home Program

- Pasien diminta melakukan terapi latihan seperti yang telah di ajarkan

oleh terapis ketika pasien di rumah

- Pasien belum boleh mengangkat barang berat menggunakan tangan

kanan

- Pasien melakukan latihan seperti bersisir, memakai dan melepas baju,

dan mengikat rambut


DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, D., S. & Paryana, W. (2009). Anatomi Tubuh Manusia. Singapore:


Elsevier Pte Ltd.

Kurnia, N. (2015). Perbedaan Nilai Range Of Motion (ROM) Sendi Ekstremitas


Atas Sebelum Dan Sesudah Pelatihan Senam Lansia Menpora Pada
Kelompok Lansia Kemuning Banyumanik Semarang. KTI. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Pearce, E. C. (2010). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Buku


Kesehatan.

Paulsen, F. & Waschke, J. (2010). Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 1. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Sulfandi. (2018). Basic Clinical Muskuloskeletal Anatomy. Makassar: PhysioCare


Publishing.

Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Suharti, A., Sunandi, R., & Abdullah, F. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi pada
Frozen Shoulder Sinistra Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior
Superior di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal
Vokasi Indonesia, 6(1), 51-65.

Kisner, C., & Colby, L. (2017). Terapi Latihan Dasar dan Teknik Vol 1 (6th ed).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Setyawan, E. (2014). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Lansia Dengan Frozen


Shoulder Sinistra(Kiri) Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Naskah
Publikasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Paulsen, F., & Waschke, J. (2012). Sabotta Atlas Anatomi Manusia, Ed: 23.
Jakarta: Buku Kedokteran.

Sudaryanto & Nashrah, O. N. (2020). Efektifitas Kombinasi Ultrasound Dan


Maitland Mobilization Atau Kaltenborn Mobilization Terhadap Perubahan
Nyeri Dan Range Of Motion Shoulder Pada Penderita Frozen Shoulder Di
RSAD Tk. II Pelamonia Makassar. Media Kesehatan Politeknik
Kesehatan Makassar, 15(1), 18-30.

37
Salim, J. S. (2014). Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular
Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder. Jurnal Fisioterapi, 14(1), 47–
56.

Dewi, K. (2010). Akupuntur Sebagai Terapi pada Frozen Shoulder. Jurnal


Kesehatan Masyarakat (JKM), 11(1), 92-101.

Norjannah, (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Terhadap Gangguan Fungsional


Lengan Atas Pada Kasus Frozen Shoulder Akibat Capsulitis Adhesive Di
RSUD Dr. Moch. Ansari Saleh. KTI. Banjarmasin: Politeknik Unggulan
Kalimantan.

Kelley, M. J., Mcclure, P. W., & Leggin, B. G. (2009). Frozen Shoulder, Evidence
And To Proposed Model Guilding Rehabilitation. Journal Of Orthopedic &
Sport Physical Therapy, 39(2), 135-148.

Ramadhoni, D. L. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen


Shoulder Akibat Capsulitis Adhesiva Sinistra Di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. KTI. Surabaya: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mujianto. (2013). Cara Cepat Mengatasi 10 Besar Kasus Muskuloskeletal dalam


Praktik Klinik Fisioterapi. Jakarta: Buku Kesehatan.

Zaimsyah, F. R. (2020). Perbedaan Pengaruh Stretching Dengan Terapi


Manipulasi Terhadap Peningkatan Aktivitas Fungsional Bahu Pada
Penderita Frozen Shoulder. Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF), 3(2), 30-37

38

Anda mungkin juga menyukai