Anda di halaman 1dari 18

MODUL ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN FARMASI

(PSF 205)

MODUL 14
REVIEW DAN DISKUSI
APLIKASI KODE ETIK FARMASIS SERTA PERMASALAHAN DAN
PELANGGARAN ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PRAKTEK
KEFARMASIAN DI BIDANG FARMASI

DISUSUN OLEH
apt. Dra. Ayu Puspitalena RTR. MP

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 18
REVIEW
APLIKASI KODE ETIK FARMASIS SERTA PERMASALAHAN DAN
PELANGGARAN ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM
PRAKTEK KEFARMASIAN DI BIDANG FARMASI

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


Mampu mengaplikasikan kode etik farmasis dalam berbagai bidang farmasi
yaitu distribusi obat, industri farmasi, industri obat tradisional, rumah sakit, dan
apotek.

B. Uraian dan Contoh


Kode Etik Apoteker Indonesia
Kode etik apoteker Indonesia berikut ini :
A. Kewajiban umum Apoteker harus :
1. Menjunjung tinggi, menghayati, mengamalkan Sumpah Apoteker ;
2. Berusaha dengan sungguh menghayati, mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia;
3. Menjalankan profesi sesuai kompetensi Apoteker Indonesia
mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya
4. Aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan umumnya dan
bidang farmasi khususnya;
5. Menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
6. Berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain;
7. Menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya;
8. Aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di
bidang Kesehatan dan farmasi

B. Kewajiban Apoteker terhadap penderita :


Mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi Penderita
dan melindungi mahluk hidup insani

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 18
C. Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat harus :
1. Memperlakukan teman sejawat secara sebenarnya;
2. Saling mengingatkan dan menasehati untuk patuh pada kode Etik;
3. Mempergunakan kesempatan untuk meningkatkan kerjasama farmasis
memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian dan saling
percaya dalam menunaikan tugasnya;

D. Kewajiban Farmasis terhadap sejawat petugas kesehatan lainnya :


1. Mempergunakan kesempatan membangun dan meningkatkan
hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai,menghormati
sejawat petugas kesehatan;
2. Hendaknya menjauhkan diri dari tindakan/perbuatan yang
mengakibatkan berkurang/ hilangnya kepercayaan masyarakat kepada
sejawat petugas kesehatan lainnya

Perusahaan Besar Farmasi (PBF)


PBF mempunyai tugas dan fungsinya. Berikut adalah tugas PBF, yaitu :
• Tempat penyediaan dan penyimpanan perbekalan farmasi
• Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi kesarana
pelayanan Kesehatan
• Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan
setiap dilakukan pemeriksaan
Adapun fungsi dari PBF , yaitu :
• Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
• Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif, merata dan
teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
• Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyidiaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
• Sebagai penyaluran tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana PBF
khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
• Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 18
Peran Apoteker di PBF berikut ini :
1. Melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF sesuai peraturan perundangan
2. Melakukan pencatatan yang berkaitan dengan distribusi
3. Sebagai penanggung jawab pd bagian pemastian mutu, produksi,
pengawasan mutu
4. Melakukan program kendali mutu, kendali biaya yang dilakukan oleh audit
kefarmasian
Tenaga kefarmasian , yaitu tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker juga memilki
peranan di PBF, yaitu :
1. Melakukan pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian di bawah
pengawasan apoteker
2. Menyusun obat dan alat kesehatan
3. Membuat laporan distribusi obat setiap bulan di bawah pengawasan apoteker
4. Membuat surat pengembalian obat yang telah kadaluwarsa ke pabrik
5. Menyiapkan faktur penjualan obat-obatan dan alat kesehatan untuk informasi
ke Balai POM

Cara Distribusi Obat yang Baik


Pedoman teknis CDOB berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang
Baik. Peraturan ini mencabut BPOM RI Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
tentang pedoman teknis cara distribusi obat yang baik. Pedoman teknis CDOB
meliputi:
a. manajemen mutu;
b. organisasi, manajemen, dan personalia;
c. bangunan dan peralatan;
d. operasional;
e. inspeksi diri;
f. keluhan, Obat, dan/atau Bahan Obat kembalian,
diduga palsu dan penarikan kembali;
g. transportasi;
h. fasilitas distribusi berdasarkan kontrak;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 18
i. dokumentasi;
j. ketentuan khusus Bahan Obat;
k. ketentuan khusus produk rantai dingin; dan
l. ketentuan khusus narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi.

Prinsip-Prinsip Umum CDOB


1. Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek
pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan
obat dalam rantai distribusi.
2. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat
bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan
mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi.
3. Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding dan obat
uji klinis.
4. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip
kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam
prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko.
5. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai,
lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas distribusi
dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan
keamanan obat serta mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.

Toko Obat
Toko Obat termasuk pedagang eceran. Menurut peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang tenaga kefarmasian pasal 1 Toko Obat adalah
sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas
terbatas untuk dijual secara eceran. Berdasarkan Kemenkes RI No 1331 tahun 2002
pasal 1 ayat1 Pedagang eceran obat atau tokoh obat menjual obat-obat bebas
terbatas dalam bungkusan dari pabrik yang membuatnya secara eceran. Ayat 2
pedagang eceran harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan
berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedang besar farmasi yang mendapat izin
dari menteri kesehatan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 18
Industri Farmasi
Menurut Peraturan MenKes RI 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan
obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi
pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau
bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Setiap pendirian
Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal di
Kementerian Kesehatan.
Industri Farmasi mempunyai fungsí:
a. pembuatan obat dan/atau bahan obat;
b. pendidikan dan pelatihan; dan
c. penelitian dan pengembangan.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan
CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima)
tahun sepanjang memenuhi persyaratan.
Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik tercantum dalam peraturan Peraturan
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018. Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat dan/atau bahan obat yang bertujuan
untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan
Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri farmasi
atau sarana telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat Obat dan/atau
Bahan Obat.
Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri farmasi dan sarana yang
melakukan kegiatan pembuatan Obat dan Bahan Obat. Pedoman CPOB meliputi:
sistem mutu industri farmasi; personalia; bangunan-fasilitas; peralatan; produksi;
cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik; pengawasan mutu; inspeksi diri;
keluhan dan penarikan produk; dokumentasi; kegiatan alih daya; kualifikasi dan
validasi; pembuatan produk steril; pembuatan bahan dan produk biologi untuk

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 18
penggunaan manusia; pembuatan gas medisinal; pembuatan inhalasi dosis terukur
bertekanan; pembuatan produk darah; pembuatan obat uji klinik; system
komputerisasi; cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik;pembuatan
radiofarmaka; penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat; sampel
pembanding dan sampel pertinggal; pelulusan real time dan pelulusan parametris;
dan manajemen risiko mutu.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu.
Sepuluh aspek CPOB adalah berikut ini :
a. sistem mutu industri farmasi;
b. personalia;
c. bangunan-fasilitas;
d. peralatan;
e. produksi;
f. cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik;
g. pengawasan mutu;
h. inspeksi diri;
i. keluhan dan penarikan produk
j. dokumentasi;

Registrasi Obat
Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Edar. Untuk
memperoleh Izin Edar harus dilakukan Registrasi yang diajukan oleh Pendaftar
kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi
untuk memperoleh Izin Edar yang diberikan oleh Menteri; Menteri melimpahkan
pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan;
Dikecualikan dari ketentuan untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 18
Industri Obat Tradisional
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun
2012 Tentang Industri Dan Usaha Obat Tradisional, Obat Tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industri yang
membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.
Industri Ekstrak Bahan Alam yang selanjutnya disebut IEBA adalah industri yang
khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir.
Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha
yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet
dan efervesen.
Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha
yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis,
cairan obat luar dan rajangan.
Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau
sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi
dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Usaha Jamu Gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan
menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan
tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Obat tradisional hanya dapat dibuat oleh industri dan usaha di bidang obat
tradisional. Industri sebagaimana dimaksudterdiri atas IOT dan IEBA, Adapun usaha
sebagaimana dimaksud terdiri atas UKOT, UMOT, Usaha Jamu Racikan, dan Usaha
Jamu Gendong.
Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat:
a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil
isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat;
b. obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan
parenteral, supositoria kecuali untuk wasir; dan/atau
c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 18
etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).
IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala
setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta
jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi.

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik


Industri obat tradisional wajib menerapkan CPOTB dalam seluruh aspek dan
rangkaian pembuatan obat tradisional.
Terhadap Industri Obat Tradisional yang telah menerapkan CPOTB diberikan
Sertifikat CPOTB. Sertifikat CPOTB diberikan berdasarkan bentuk sediaan. Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOTB adalah
seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin
agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Terdapat 11 aspek dalam CPOTB se[eri yang terdapat dalam bagan berikut ini:

Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang
dimaksud dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan
anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 18
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia
rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, Standar
Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sediaan
Farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 18
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan pelayanan
farmasi klinik.

Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017 tentang Apotek, Apotek adalah Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik
modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal Apoteker yang mendirikan
Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap
dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
a. lokasi;
b. bangunan;
c. sarana, prasarana, dan peralatan; dan
d. ketenagaan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
a. penerimaan Resep;
b. pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas);
c. penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
d. konseling;
e. penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
f. arsip
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
a. instalasi air bersih;
b. instalasi listrik;
c. sistem tata udara; dan
d. sistem proteksi kebakaran.
Apoteker pemegangSurat Izin Apotek (SIA) dalam menyelenggarakan Apotek
dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga
administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 /
18
Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. Menteri melimpahkan
kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin
berupa SIA. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
Apotek menyelenggarakan fungsi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai; dan pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai kepada:
a. Apotek lainnya;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter;
f. bidan praktik mandiri;
g. pasien; dan
h. masyarakat.

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai
Terdiri dari perencanaan
Dalam membuat perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan
dan penarikan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika


Undang-undang yang mengatur tentang Narkotika dan Prekursor adalah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 /
18
Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika.

Undang-undang Perlindungan Konsumen


Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran,, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadarluarsa atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
18
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu
barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori
tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
(5) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 /
18
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Undang-undang Kesehatan
Ketentuan Pidana
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien
yang dalam keadaan gawat darurat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah). Dalam hal perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya
kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(2) Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan
kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(5) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 /
18
C. Latihan
1. Bagaimana kode etik kewajiban Apoteker terhadap penderita/pasien?
2. Sebutkan tujuan engaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
3. Sebutkan bentuk sediaan yang tidak boleh dibuat oleh Usaha Kecil Obat
Tradisional (UKOT )!

D. Kunci Jawaban
1. Mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi
Penderita
2. Tujuan engaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit :
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional
3. Tablet dan effervescent

E. Daftar Pustaka
1. Anonim. 2009. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta (dan peraturan lain yang mendukung)
2. Anonim, 1999, Undang-Undang RI no 8 tahun 1999. Jakarta (dan peraturan lain
yang mendukung)
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
5. Permenkes No. 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
6. Permenkes No. 34 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1148 tahun 2010
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi
8. SK Menkes RI No. 167/Kab/ VII/ 1972 tentang Pedagang Eceran Obat.
9. SK Menkes RI No. 1331/ Menkes/ SK/ X/ 2002 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menkes RI No. 167/Kab/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat.
10. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 /
18
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat Yang
Baik
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/ MENKES/PER/XII/2010 tentang
Industri Farmasi
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Industri Farmasi
14. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik
15. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang
Tata Cara Sertifikasi CPOB
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017
Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat
17. Peraturan BPOM No.15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria
dan Tata Laksana Registrasi Obat
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/Xi/2008 Tentang
Registrasi Obat
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1120/Menkes/Per/Xii/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/Xi/2008 Tentang Registrasi Obat
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012
Tentang Industri Dan Usaha Obat Tradisional
21. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang persyaratan Teknis cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
22. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik
23. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor : HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 /
18
24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012
Tentang Registrasi Obat Tradisional
25. Undang-Undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit
27. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
28. Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 tahun 2015 tentang Peredaran ,
Penyimpanan , pemunsnahan , Penyimpanan Narkotika
29. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan
Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
30. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek
31. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 /
18

Anda mungkin juga menyukai